Badan HukumKorporasi Recht Persoon

penerimaan negara yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat 2. Syarat utama untuk menjatuhkan pidana kepada perseorangan adalah adanya unsur kesalahan Kesengajaan atau Kelalaian. Disamping, penting memperhatikan kemampuan bertanggung jawab serta apakah terdapat alasan pemaaf. Pada umumnya Pasal-pasal yang mengatur ketentuan Pidana Mengarah pada Perseorangan sebagai Subjek Hukumnya. Namun tidak menutup kemungkinan Korporasi turut mempertanggungjawabkannya.

2. Badan HukumKorporasi Recht Persoon

Badan, adalah sekumpulan orangmodal yang merupakan satu kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseoran terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak invetasi kolektif dan bentuk usaha tetap Pasal 1 ayat 3, dan Pasal 32, 38, 39, 39A UU KUP. Menurut Suprapto bahwa korporasi dapat memiliki kesalahan, seperti apa yang dikemukakannya. Yaitu, badan-badan bisa didapat kesalahan, bila kesengajaan atau kelalaian terdapat pada orang-orang yang menjadi alat-alatnya. Kesalahan itu tidak bersifat individuil, karena hal itu mengenai badan sebagai suatu kolektivitet. Dapatlah kiranya kesalahan itu disebut kesalahan kolektif, yang dapat dibebankan pada pengurusnya. Selain dari itu cukup alasan untuk menganggap badan mempunyai kesalahan dan karena harus menanggungnya dengan kekayaannya. Karena ia misalnya menerima keuntungan yang terlarang. Hukuman Universitas Sumatera Utara denda yang setimpal dengan pelanggaran dan pencabutan keuntungan tidak wajar yang dijatuhkan pada pribadi seseorang, karena mungkin hal itu melampaui kemampuannya. 95 Van bemmelen dan Remmelink, menyatakan mengenai kesalahan yang terdapat pada korporasi, yaitu bahwa pengetahuan bersama dari sebagian besar anggota dapat dianggap sebagai kesengajaan badan hukum itu, jika mungkin sebagai kesengajaan bersyarat dan kesalahan ringan dari setiap orang yang bertindak untuk korporasi itu jika dikumpulkan akan dapat merupakan kesalahan besar dari korporasi itu sendiri. Dalam hal pertanggung jawaban oleh wajib pajak badan hukum, yakni perusahaan atau korporasi, dimana dalam teori pertanggung jawaban pidana korporasi. Awalnya dikenal ada dua macam doktrin, yaitu doktrin Strict Liability Tanggung Jawab Mutlak dan Vicarious Liability Tanggung Jawab Pengganti. Namun karena persoalan pertanggung jawaban korporasi sedapat mungkin harus mempertimbangkan unsur kesalahan, maka sebagaimana dijelaskan oleh Muladi 96 , muncul teori baru yang diperkenalkan oleh Viscount Haldane yang dikenal dengan “Theory of Primary Corporate Criminal Liability” yang kemudian terkenal dengan sebutan “Identification Theory”. Ada tiga doktrin pertanggungjawaban korporasi yang masing-masing memiliki ciri dan pandangan yang berbeda, sebagai berikut : 1. Identification Theory Doktrin ini memandang bahwa perbuatandelik dan kesalahan sikap batin pejabat senior dipandang sebagai perbuatan dan dikumpulkan dari perbuatan dari sikap batin dari beberapa pejabat senior. 97 Hal itu senada dengan yang dikemukakan oleh Peter Gillies yang menulis bahwa, “more specifically, the criminal act and state of mind of the senior officer may be terated as being the company’s own act or mind, so as to create criminal liability in 95 Suprapto dalam Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi tentang Sistem Pertanggung jawaban Pidana Korporasi di Indonesia Bandung : Utomo, 2004 Hlm, 66. 96 Muladi dalam Simon Nahak, Ibid. Hlm. 80. 97 Ibid. Universitas Sumatera Utara the company. The element of an offence may be collected from the conduct and mental states of several of its senior officers, in appropriate cirmcumstances. secara lebih spesifik, tindak pidana dan keadaan pikiran dari pejabat senior dapat diperlakukan sebagai pikiran atau tindakan perusahaan , sehingga tercipta tanggung jawab pidana di perusahaan. Unsur pelanggaran dapat dikumpulkan dari perilaku dan mental beberapa pejabat senior, dalam keadaan telah sesuai. . 98 Berdasarkan teori identifikasi tersebut, maka semua tindakan atau tindak pidana yang dilakukan orang-orang yang dapat diidentifikasikan dengan organisasikorporasi atau mereka yang disebut “who constitute its directing mind will of the corporation” yaitu individu- individu seperti para pejabat atau pegawai yang mempunyai tingkatan manager, yang tugasnya tidak dibawah perintah atau arahan atasan dalam organisasi, dapati diidentifikasikan sebagai perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi. Dengan demikian, pertanggungjawaban korporasi tidak didasarkan atas konsep pertanggungjawaban pengganti vicarious liability. 2. Doktrin Vicarious Liability Doktrin ini dapat diartikan bahwa seseorang yang tidak memiliki kesalah pribadi, bertanggung jawab atas tindakan orang lain, atau dalam beberapa sumber sering disingkat dengan sebutan “pertanggungjawaban pengganti”. Pertanggungjawaban seperti ini hampir semuanya ditujukan pada delik dalam undang-undang Statutory Offences. 99 Barda nawawi arief menulis bahwa doktrin Vicarious Liability diartikan bahwa pertanggungjawaban seseorang atas perbuatan salah yang dilakukan orang lain the legal responsibility of one person for the wrongful acts of another , sehingga menurut doktrin ini, majikan employer adalah pertanggungjawaban utama dari perbuatan-perbuatan para buruhkaryawan yang melakukan perbuatan itu dalam ruang lingkup tugaspekerjaannya. Hal 98 Peter Gillies dalam Simon Nahak, Ibid. Hlm 81. 99 Yudi Wibowo Sukinto dalam Simon Nahak, Ibid. Hlm. 81 Universitas Sumatera Utara itu didasarkan pada “emploe-ment principle” yang menyatakan bahwa “the servant’s act is the master’s act in law”. 100 3. Doktrin Strict Liability Menurut Romli Atmasasmita, dalam doktrin Strict Liability, Pertanggungjawaban tidak harus mempertimbangkan adanya kesalahan. Karena dalam pertanggungjawaban korporasi, asas kesalahan tidaklah mutlak berlaku. Seseorang sudah dapat dipertanggjungjawabkan untuk tindak pidana tertentu walaupun pada diri orang tersebut tidak ada kesalahan mens rea. Strict Liablity hampir sama dengan Vicarius Liability, karena kedua doktrin ini tidak mensyaratkan adanya mens rea atau kesalahan dari si pembuatnya. Namun, bedanya terletak pada pengenaan pertanggungjawaban pidana, dimana pada Strict Liability pertanggungjawaban pidana bersifat langsung sedangkan pada Vicarious Liability pertanggungjawabannya tidak langsung. 101 Dalam bahasa hukum, korporasi dan negara dipersonifikasikan. Mereka adalah Juristic Persoon sebagai lawan dari Natural Persoon. Ketika suatu sanksi dikenakan terhadap individu-individu yang memiliki komunitas hukum yang sama dengan individu yang melakukan delik sebagai organ komunitas tersebut, maka sanksi ini disebut sebagai pertanggungjawaban kolektif yang merupakan elemen karakteristik hukum primitif. Pertanggungjawaban individu terjadi pada saat sanksi dikenakan hanya pada delinquent. 102 Pertanggungjawaban individual maupun kolektif dapat diberlakukan dengan mengingat fakta, bahwa tidak ada individu dalam masyarakat yang sepenuhnya independen. Bahkan dikatakan bahwa mempertentangkan antara individu dan komunitas adalah dalil ideologis dari sistem liberal, yang harus ditempatkan sama dengan dalil-dalil ideologi dari sistem liberal, yang harus ditempatkan sama dengan dalil-dalil ideologis komunitas. Ketika sanksi tidak ditetapkan kepada delinquent, tetapi kepada individu yang memiliki hubungan 100 Barda Nawawi Arief dalam Simon Nahak, Ibid. Hlm.81 101 Romli Atmasasmita dalam Simon Nahak, Ibid.Hlm 82. 102 Jimly Asshiddiqie dalam Simon Nahak, Ibid. Hlm 94. Universitas Sumatera Utara hukum dengan delinquent, maka pertanggungjawaban individu tersebut memiliki karakter pertanggungjawaban absolut. 103 Berdasarkan Penjelasan dalam angka 126 lampiran 1 UU No, 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234 menentukan bahwa “tindak pidana dilakukan oleh orang perorang atau korporasi. Pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi dijatuhkan kepada : a. Badan hukum antara lain perseroan, perkumpulan, yayasan atau korporasi danatau b. Pemberi perintah untuk melakukan tindak pidana atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan tindak pidana. Secara sederhana dapat digambarkan mengenai tiga model pertanggungjawaban terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi yaitu : a. Pengurus sebagai pembuat dan penguruslah yang bertanggung jawab b. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus yang bertanggung jawab c. Korporasi sebagai pembuat dan juga korporasi yang bertanggung jawab. 104 Pertanggungjawaban pidana dalam uraian ketentuan tersebut, apabila dikaitkan dengan tindak pidana di bidang perpajakan dengan teori pertanggungjawban pidana criminal liability baik dalam perspektif Identification Theory, Vicarious Liability maupun Strict Liability, maka terdapat beberapa pihak yang dapat dimintai pertanggungjawban pidana, baik pimpinan perusahaan korporasi factual dader dan pemberi perintah instrumention giver. Keduanya dapat dikenakan sanksi secara bersamaan. Sanksi pidana tersebut bukan karena perbuatan fisik, akan tetapi berdasarkan jabatan yang diembannya di dalam suatu perusahaan. Menurut Teori Identifikasi, perusahaan dapat melakukan tindak pidana secara langsung melalui orang-orang yang sangat berhubungan erat dengan perusahaan dan dipandang sebagai perbuatan perusahaan korporasi itu sendiri. Keadaan demikian, 103 Ibid. 104 Chaidir Ali dalam Simon Nahak, Ibid., Hlm 90. Universitas Sumatera Utara perbuatan itu tidak dipandang sebagai pengganti sehingga pertanggungjawaban perusahaan korporasi tidak bersifat pertanggungjawaban pribadi. Pemikiran doktrin identifikasi ini, berpendapat bahwa perusahaan itu merupakan kesatuan buatan, sehingga ia dapat bertindak melalui agennya. Agen tersebut dipandang sebagai directing mind atau alter ego. Perbuatan individu yang dikaitkan dengan perusahaan, yaitu bila seseorang individu diberi wewenang untuk bertindak atas nama dan selama menjalankan perusahaan, sehingga mens rea seseorangindividu merupakan mens rea dari perusahaan. Sehubungan dengan hal tersebut, Michael Allen berpendapat “The Corporation will only be liable where the person identified with it was acting within the scope of his office; it will not be liable for acts which he did in his personal capacity ”. 105 Korporasi hanya bertanggung jawab dimana seseorang itu diidentifikasikan dengan perbuatan perusahaan, yang bertindak dalam ruang lingkup jabatannya, korporasi tidak bertanggung jawab jika perbuatan itu dilakukan dalam kapasittas pribadinya. Peraturan perundang-undangan sekarang ini, telah mengakui bahwasanya perbuatan dan sikap batin dari orang-orang tertentu yang berhubungan erat dengan korporasi di dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, dipandang sebagai perbuatan dan sikap batin korporasi. Perbuatan orang-orang tertentu, disebut sebagai senior officer dari perusahaan. Pada umumnya, para pejabat senior yang dimaksud adalah para pengendali perusahaan yaitu Direktur dan Manager. Menentukan apakah seseorang bertindak sebagai perusahaan atau hanya sebagai karyawan atau agen, dibedakan antara mereka yang mewakili pikiran perusahaan dan mereka yang mewakili tangannya. Bahwa sebuah perusahaan korporasi dalam banyak hal dapat disamakan dengan tubuh manusia. Perusahaan korporasi memiliki otak dan pusat saraf yang 105 Michael J Allen dalam Mahmud Mulyadi Feri Antoni Surbakti. Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Korporasi Jakarta. : Softmedia, 2010 Hlm, 57. Universitas Sumatera Utara mengendalikan apa yang dilakukannya. Memiliki tangan yang memegang alat dan bertindak sesuai dengan arahan dari pusat syaraf itu. Beberapa orang di lingkungan perusahaan itu ada karyawan dan agen yang tidak lebih dari sebuah tangan di dalam melakukan sebuah pekerjaan sedangkan di pihak lain ada direktur dan manager yang mewakili sikap batin yang mengawahkan dan mewakili kehendak perusahaan serta mengendalikan apa yang dilakukan. Menurut doktrin ini, perusahaan dapat melakukan tindak pidana secara langsung melalui orang-orang yang sangat berhubungan erat dengan perusahaan dan dipandang sebagai perbuatan perusahaan korporasi itu sendiri. Keadaan demikian, perbuatan itu tidak dipandang sebagai pengganti sehingga pertanggungjawaban perusahaan korporasi tidak bersifat pertanggungjawaban pribadi. Pemikiran doktrin identifikasi ini, berpendapat bahwa perusahaan itu merupakan kesatuan buatan, sehingga ia dapat bertindak melalui agennya. Agen tersebut dipandang sebagai directing mind atau alter ego. Perbuatan individu yang dikaitkan dengan perusahaan, yaitu bila seseorang individu diberi wewenang untuk bertindak atas nama dan selama menjalankan perusahaan, sehingga mens rea seseorangindividu merupakan mens rea dari perusahaan. Sehubungan dengan hal tersebut, Michael Allen berpendapat “The Corporation will only be liable where the person identified with it was acting within the scope of his office; it will not be liable for acts which he did in his personal capacity ”. 106 Korporasi hanya bertanggung jawab dimana seseorang itu diidentifikasikan dengan perbuatan perusahaan, yang bertindak dalam ruang lingkup jabatannya, korporasi tidak bertanggung jawab jika perbuatan itu dilakukan dalam kapasittas pribadinya. Peraturan perundang-undangan sekarang ini, telah mengakui bahwasanya perbuatan dan sikap batin dari orang-orang tertentu yang berhubungan erat dengan korporasi di dalam 106 Ibid. Universitas Sumatera Utara menjalankan kegiatan bisnisnya, dipandang sebagai perbuatan dan sikap batin korporasi. Perbuatan orang-orang tertentu, disebut sebagai senior officer dari perusahaan. Pada umumnya, para pejabat senior yang dimaksud adalah para pengendali perusahaan yaitu Direktur dan Manajer. Menentukan apakah seseorang bertindak sebagai perusahaan atau hanya sebagai karyawan atau agen, dibedakan antara mereka yang mewakili pikiran perusahaan dan mereka yang mewakili tangannya. Bahwa sebuah perusahaan korporasi dalam banyak hal dapat disamakan dengan tubuh manusia. Perusahaan korporasi memiliki otak dan pusat saraf yang mengendalikan apa yang dilakukannya. Memiliki tangan yang memegang alat dan bertindak sesuai dengan arahan dari pusat syaraf itu. Beberapa orang di lingkungan perusahaan itu ada karyawan dan agen yang tidak lebih dari sebuah tangan di dalam melakukan sebuah pekerjaan sedangkan di pihak lain ada direktur dan manager yang mewakili sikap batin yang mengawahkan dan mewakili kehendak perusahaan serta mengendalikan apa yang dilakukan. Namun, terdapat perbedaan pandangan terhadap Teori Identifikasi ini. Menurut literatur yang berjudul Hukum Pidana Perpajakan, menyatakan bahwa Berdasarkan teori identifikasi Identification Theory, penguruslah yang harus bertanggung jawab ketika suatu korporasi melakukan tindak pidana, berlaku asas societasuniversitas delinquere non potest . artinya, korporasi tidak bisa dimintai pertanggungjawaban, karena tidak bisa dipersalahkan atas perbuatan tercela dari pengurus atau karyawannya. jadi, teori ini tidak diakui dalam pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana di bidang perpajakan Indonesia. 107 Dalam model Vicarious Liability, korporasi sebagai pembuat dan pengurus yang bertanggung jawab. Maka, yang dipandang sebagai korporasi adalah apa yang dilakukan oleh alat perlengkapan korporasi menurut wewenang berdasarkan anggaran dasarnya. Sifat dari perbuatan yang menjadi tindak pidana itu adalah “onpersoonlijk”. Orang yang memimpin 107 Simon Nahak., Op. Cit., Hlm 99-100. Universitas Sumatera Utara korporasi bertanggungjawab secara pidana, terlepas apakah ia tahu atau tidak tentang dilakukannya perbuatan itu. Model ini sudah tidak mempertimbangkan adanya kesalahan mens rea dalam perbuatan pidana untuk dapat dipertanggungjawabkan oleh pengurus suatu korporasi Vicarious Liability. Apabila terjadi pelaku tindak pidana perpajakan, model pertanggungjawaban ini dapat berlaku, khususnya pada bentuk Tindak Pidana Perpajakan yang diatur dalam Pasal 38, 39, 39A, 40 dan 41 UU KUP. Sedangkan, menurut teori Strict Liability, korporasi yang berbuat dan korporasi yang bertanggung jawab. Jika pengurusnya saja yang dapat dipidana, maka hal itu tidak cukup. Oleh karena itu, sangat mungkin untuk memidanakan korporasi dan pengurus sekaligus. Model pertanggungjawaban ini secara jelas dianut dalam kebijakan pertanggungjawaban terhadap pelaku tindak pidana di bidang perpajakan. Jadi, tidak hanya perorangan pengurus perusahaan saja yang dapat diminta pertanggungjawaban pidana, tetapi perusahaan pun dapat dibebankan pertanggung jawaban pidana. 108 Strict Liability digunakan juga karena didasarkan pada pandangan, bahwa secara tegas, perusahaan adalah pelaku fungsional dan menerima keuntungan dari dilakukannya tindak pidana perpajakan, yang berupa penghindaran perpajakan. Sehingga, apabila tanggung jawab pidana diberikan kepada korporasi saja, maka terhadap pelaku pengurus tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh korporasi, akan terjadi kekosongan pemidanaan. Oleh karena itu, pertanggungjawaban dilakukan secara bersama tanggung renteng. 109 Bagi korporasi yang menjadi pelaku dalam tindak pidana perpajakan, pertanggungjawaban pidananya berupa pertanggungjawaban individual dan kolektif, sesuai nama-nama pengurus dan direksi dalam perusahaankorporasi yang bersangkutan. Hal ini bisa dilihat pada akta notaris, SIUP, TDP, serta orang yang bertanda tangan dan bertanggung jawab pada semua peberitahuan Nomor Pokok Wajib Pajak badan hukum sesuai bentuk 108 Ibid., Hlm 101. 109 Ibid. Universitas Sumatera Utara perusahaankorporasi sebagaimana yang diatur dalam pasal 38 dan Pasal 39 UU KUP, yaitu pidana denda dan kurungan. 110 Teori yang dapat diterapkan untuk meminta pertanggungjawaban terhadap badankorporasi yang menghapus keharusan adanya unsur kesalahan dalam suatu Tindak Pidana tidak terkecuali Tindak Pidana Perpajakan adalah Teori Identifikasi meskipun terdapat pandangan yang menyatakan bahwa teori ini tidak dapat digunakan dalam tindak pidana di bidang perpajakan karena menganut asas Universitas Delinquere Non Potest. Namun pendapat lain memberi ruang untuk meminta pertanggungjawaban terhadap korporasi. Vicarious Liability Pertanggung Jawaban Pengganti, Strict Liability Tanggung Jawab LangsungMutlak. Pertanggungjawaban berdasarkan teori Strict Liability di Indonesia, sudah dimasukan dalam rumusan peraturan yakni dalam Pasal 88 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rancangan KUHP 2006, Pasal 38 ayat 1 yang menyatakan “Bagi tindak pidana tertentu, undang-undang dapat menentukan bahwa seseorang dapat dipidana semata-mata telah dipenuhinya unsur-unsur tindak pidana tanpa memperhatikan adanya kesalahan. 111

C. Sanksi Pidana Perpajakan

Formulasi kebijakan terhadap tindak pidana perpajakan dipandang perlu untuk mengatur sanksi pidana denda yang berorientasi pada konsep pengembalian kerugian pada 110 Ibid., Hlm 94-95. 111 Mahmud Mulyadi Feri Antoni Surbakti, Op. Cit., Hlm 60. Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Peranan Tes Deoxyribonucleic Acid (Dna) Dalam Pembuktian Tindak Pidana(Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 626 Pid. B / 2012 / PN. SIM, Putusan Mahkamah Agung No. 704 K / Pid / 2011, Putusan Mahkamah AgungNo. 1967 K/Pid/2007 dan Putusan Mahkamah Agung

2 84 105

Pertanggung Jawaban atas Pemblokiran Rekening Nasabah Bank (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.43 K/Pdt.Sus/2013)

4 75 94

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA MUCIKARI DALAM TINDAK PIDANA KESUSILAAN

0 9 55

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 0 9

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 0 1

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 1 17

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 1 54

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012) Chapter III IV

0 0 34

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

0 0 4