4. Penyelesaian terhadap masalah dalam perjanjian kredit modal kerja dengan
jaminan hak tanggungan pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan, untuk dokumen yang tidak lengkap, maka calon debitur harus melengkapi dokumen
terlebih dahulu agar bank dapat memproses permohonan kredit yang diajukan, untuk kredit macet, peringatan sebanyak tiga kali, namun apabila debitur tidak
juga memberikan respon dan tidak ada upaya penyelesaian maka PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan akan melakukan lelang eksekusi hak
tanggungan secara terbuka melalui media massa dan pelelangan dilakukan bank bersama-sama dengan KPKNL, untuk objek jaminan yang disewakan
oleh debitur dalam perjalanan kredit macet, maka PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan harus menunggu sampai masa sewa habis sebelum dapat
melakukan lelang eksekusi, untuk debitur yang tidak mau mengosongkan objek jaminan dalam pengumuman lelang di media massa PT. Bank Sumut
Cabang Utama Medan menyertakan bahwa kondisi objek jaminan yang dilelang masih dikuasai oleh debitur yang wanprestasi dan mencari sampai ada
calon pembeli yang bersedia menanggung kondisi tersebut. 5.
Perjanjian Kredit Modal Kerja Pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan tidak bertentangan dengan Pasal 1320 KUH Perdata
B. Saran
Dari kesimpulan tersebut di atas, memberikan saran-saran sebagai berikut : 1.
Pihak perbankan yang memiliki kedudukan kuat pada saat pembuatan kontrak baku perjanjian kredit hendaknya senantiasa memperhatikan aspek-aspek
Universitas Sumatera Utara
kepatutan dan keadilan sehingga saling masing-masing pihak sama-sama memperoleh kemanfaatan yang seimbang.
2. Perlunya pemerintah segera mengatur tentang aturan-aturan dasar yang
digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan perjanjian baku, sehingga diharapkan perjanjian baku yang kini telah menjadi kebutuhan masyarakat
dibuat dengan esensi isi hak dan kewajiban yang seimbang bagi para pihak untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum
Universitas Sumatera Utara
22
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
A. Pengertian Perjanjian
Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak
yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang
terdiri dari dua pihak.
6
Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut juga overeenkomst dan hukum perjanjian disebut overeenkomstenrecht.
7
Hukum perjanjian diatur dalam buku III BW KUH Perdata. Pada Pasal 1313 KUH Perdata dikemukakan tentang defenisi
daripada perjanjian. Menurut ketentuan pasal ini, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih. Para Sarjana Hukum Perdata umumnya berpendapat bahwa defenisi
perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan juga terlalu luas.
8
Menurut R. Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.
9
R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah
6
Suharnoko, Hukum Perjanjian, Jakarta, Prenada Media, 2004, hal.. 117
7
C.S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya Paramita, 2006, hal. 17
8
Ibid.
9
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta, Intermasa, 2001, hal. 36
Universitas Sumatera Utara
suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
10
Dari pendapat-pendapat di atas, maka pada dasamya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dan dua perbuatan hukum yaitu penawaran
oleh pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah
pihak. Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut
R. Subekti, perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak
yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
11
Perikatan dapat pula lahir dari sumber-sumber lain yang tercakup dengan nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada perikatan
yang lahir dari undang-undang. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi ke dalam perikatan yang lahir karena undang-undang saja Pasal 1352
KUH Perdata dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang. Sementara itu, perikatan yang lahir dari undang-undang karena
suatu perbuatan orang dapat lagi dibagi kedalam suatu perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperoleh dan yang lahir dari suatu perbuatan yang
berlawanan dengan hukum Pasal 1353 KUH Perdata.
10
R. Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bandung, Bina Cipta, 1987, hal. 27
11
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa, 2005, hal. 1
Universitas Sumatera Utara
B. Syarat Sahnya Perjanjian