Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kredit Modal Kerja Dengan Jaminan Hak Tanggungan Pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan

(1)

A. Buku

Adjie, Habib, 1999, Hak Tanggungan Sebagai Lembaga Hak Jaminan Atas Tanah, Mandar Maju, Bandung.

Badrulzaman, Mariam Darus, 2006, KUHPerdata Buku III, Alumni, Bandung. __________________, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,

Jakarta.

Behrens, Robert H.,1994, Commercial Loan Officer’s Handbook, Bankers Publishing Company, Tokyo.

Fuady, Munir,2013, Hukum Jaminan Utang, Erlangga, Jakarta.

Harsono, Boedi, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Cetakan Keduabelas, Djambatan, Jakarta.

Hempel, George H., 1989, Bank Management: Taxes and Cases, John Wiley & Sons, Toronto.

Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta. H. S., Salim, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

__________, 2003, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Bandung.

Ibrahim, Johannes, 2004, Cross Default dan Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Jakarta.

Indra, M. Ridhwan, 1997, Mengenal Undang-Undang Hak Tanggungan, Cetakan Pertama, CV Trisula, Jakarta.

Jaya, Nyoman Serikat Putra, 2007, Politik Hukum, Undip, Semarang.

Kansil, C.S.T., 2006, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Miru, Ahmadi, 2002, Materi Kuliah Hukum Kontrak, Program Pasca Sarjana UNHAS Kerjasama UNTAD, Palu.


(2)

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, 2005, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan, Cetakan Pertama, Kencana Edisi Pertama, Jakarta.

Patrik, Purwahid dan Kashadi, 2004, Hukum Jaminan, Edisi Revisi dengan UUHT, Fakultas Hukum Univesitas Diponegoro, Semarang.

Raharjo, Handri, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Cetakan pertama, Pustaka Yustisia, Yogyakarta.

Rahardjo, Juni, 1995, Hukum Administrasi Indonesia Pengetahuan Dasar, Atma Jaya, Yogyakarta.

Satrio, J., 2002, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Setiawan, R., 1987. Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bina Cipta, Bandung.

Simatupang, Richard Burton, 2003, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Rineka Cipta. Jakarta.

Sjahdeini, Sutan Remy, 1996, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah-Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan, Airlangga University Press, Surabaya.

Soekanto, Soerjono, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Subekti R., 2005, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta.

______, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta Suharnoko, Hukum Perjanjian, 2004. Prenada Media, Jakarta.

Susanto, Retnowulan, 1995, Capita Selekta Hukum Perbankan, Ikahi Makamah Agung, Jakarta.

Sutojo, Siswanto, 2007, The Management of Commercial Bank, Cetakan Kesatu, Damar Mulia Pustaka, Jakarta.

_____________, 1997, Menangani Kredit Bermasalah Konsep, Teknis, dan Kasus, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.


(3)

______________, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Widjaja, Gunawan, 2006, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata, Radja Grafindo Persada, Jakarta.

Wijdaja, Gunawan dan Ahmad Yani, 2003. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)

C. Artikel

Imran, S., Asas-Asas Dalam Berkontrak: Suatu Tinjauan Historis Yuridis Pada

Hukum Perjanjian, 2007, Artikel Hukum Perdata: www.legalitas.org,

diakses tanggal 10 Oktober 2014

D. Internet

Eghasyamgrint.Wordpress.Com/2011/05/21/Fungsi Perjanjian/Diakses tanggal 10 Oktober 2014

E. Wawancara

Hasil wawancara dengan Bapak Muhsin Adlin, Kepala Bagian Administrasi Kredit. PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan, tanggal 28 November 2014


(4)

A. Tinjauan Umum Perjanjian Kredit Bank

1. Pengertian Perjanjian sebagai Perjanjian Baku

Perjanjian baku dalam praktek dikenal ada berbagai sebutan untuk jenis perjanjian/kontrak semacam ini, misalnya di Perancis digunakan contract d’adhesion. Perjanjian baku diartikan dari istilah yang dikenal dalam bahasa Belanda standard contract atau standard voorwaarden. Kepustakaan Jerman mempergunakan istilah allgemeine geschafts bedingun atau standart vertrag. Hukum Inggris menyebutkan standard contract, sedangkan Mariam Darus Badrulzaman menterjemahkannya dengan istilah perjanjian baku.33

Latar belakang tumbuhnya perjanjian baku karena keadaan sosial ekonomi. Perusahaan besar dan perusahaan pemerintah mengadakan kerjasama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan mereka, ditentukan syarat-syarat secara sepihak. Pihak lawannya pada umumnya mempunyai kedudukan yang lemah baik karena posisinya maupun karena ketidaktahuannya, mereka hanya menerima apa yang disodorkan dan apabila debitur menyetujui salah satu syarat-syarat, maka debitur mungkin hanya bersikap menerima atau tidak menerimanya sama sekali.

33 Mariam Darus Badrulzaman, (2) Kompilasi Hukum Perikatan, (Jakarta, Citra Aditya


(5)

Latar belakang tumbuhnya perjanjian baku karena keadaan sosial ekonomi. Perusahaan besar dan perusahaan pemerintah mengadakan kerjasama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan mereka, ditentukan syarat-syarat secara sepihak. Pihak lawannya pada umumnya mempunyai kedudukan yang lemah baik karena posisinya maupun karena ketidaktahuannya, mereka hanya menerima apa yang disodorkan dan apabila debitur menyetujui salah satu syarat, maka debitur mungkin hanya bersikap menerima atau tidak menerimanya sama sekali, kemungkinan untuk mengadakan perubahan itu sama sekali tidak ada. Dengan penggunaan perjanjian baku ini, maka pihak pengusaha akan memperoleh efisiensi dalam pengeluaran biaya, tenaga atau waktu.

Pemerintah Indonesia secara resmi melalui Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK No. 8/1999) menggunakan istilah klausula baku sebagaimana dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 10. Pasal tersebut menyatakan bahwa klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Ada juga yang menyebutkan bahwa kontrak standar itu dikatakan perjanjian atau persetujuan yang dibuat oleh para pihak mengenai sesuatu hal yang telah ditentukan secara baku (standar) serta dituangkan secara tertulis34

Perjanjian baku (standar) itu sebagai perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada

34 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta, Raja


(6)

dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Adapun yang belum dibakukan adalah beberapa hal lainnya yang sifatnya sangat spesifik dari objek yang diperjanjikan. Dengan demikian perjanjian baku (standar) adalah perjanjian yang diterapkan secara sepihak oleh produsen/pelaku usaha/penjual yang mengandung ketentuan yang berlaku umum (massal) sehingga pihak konsumen hanya mempunyai dua pilihan saja yaitu menyetujui atau menolaknya.

Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan ciri-ciri secara umum

standard contract sebagai berikut :35

a. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonominya) kuat;

b. Masyarakat (debitur/konsumen) sama sekali tidak bersama-sama menentukan perjanjian;

c. Terdorong oleh kebutuhannya debitur/konsumen terpaksa menerima perjanjian itu;

d. Bentuk tertentu (tertulis);

e. Dipersiapkan secara massal dan kolektif.

2. Upaya Pengamanan Dalam Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit bank merupakan perjanjian yang mengandung risiko dalam hal adanya ketidaksediaan atau ketidakmampuan debitur dalam mengembalikan fasilitas kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Oleh karena itu pihak bank akan melakukan upaya-upaya dalam mengamankan fasilitas kredit


(7)

yang akan diberikan. Pengamanan tersebut antara lain dengan melakukan analisis baik secara yuridis maupun secara ekonomis sebelum menyetujui permohonan kredit yang diajukan oleh calon debiturnya.

Secara yuridis, dalam suatu perjanjian terdapat dua pihak yang saling mengikatkan diri, oleh karena itu analisis yuridis yang dilakukan oleh bank yaitu dengan mengacu pada terpenuhinya syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :

a. adanya kesepakatan di antara kedua pihak; b. cakap untuk melakukan perjanjian;

c. adanya suatu sebab yang halal; d. adanya suatu hal tertentu.

Analisis secara ekonomi yang dilakukan oleh bank yaitu dengan menerapkan prinsip yang dikenal dalam dunia perbankan sebagai prinsip The Five C’S of Credit Analisis, yaitu:36

a. Penilaian Watak (Character)

Penilaian watak atau kepribadian dari calon debitur dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitur untuk melunasi atau mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak menyulitkan bank dikemudian hari.

b. Penilaian Kemampuan (Capacity)

Keahlian calon debitur dalam usahanya dan kemampuan manajerialnya sehingga bank yakin bahwa usaha yang dibiayainya dikelola oleh

36 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta, Gramedia


(8)

orang yang tepat, sehingga calon debitur dalam waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan pinjamannya.

c. Penilaian terhadap Modal (Capital)

Analisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh mengenai masa lalu dan masa yang akan datang, sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon debitur yang bersangkutan.

d. Penilaian terhadap Agunan (Collateral)

Jaminan yang diberikan oleh calon nasabah. Jaminan ini bersifat tambahan karena jaminan utama kredit adalah pribadi calon nasabah dan usahanya. e. Penilaian terhadap Prospek Usaha Nasabah/Debitur (Condition of

Economy)

Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan adalah keadaan ekonomi pada umumnya, baik ekonomi nasional maupun ekonomi internasional serta keadaan ekonomi calon debitur.

Selain prinsip The Five C’S of Credit Analisis tersebut di atas juga digunakan prinsip lain dalam melakukan penilaian terhadap fasilitas kredit yang dikenal sebagai prinsip 4 P, yaitu :37

a. Personality

Personality menyangkut kepribadian dari si pemohon kredit, antara lain mengenai riwayat, pengalamannya dalam berusaha, dan pergaulan hidup dalam masyarakat.

37 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta, Kencana, 2005), hal


(9)

b. Purpose

Menyangkut tujuan penggunaan kredit tersebut sesuai dengan line of business kredit bank yang bersangkutan.

c. Payment

Kemampuan pemohon kredit untuk melunasi hutang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan.

d. Prospect

Bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit.

Selain pengamanan dengan melakukan analisis yang mendalam terhadap calon debitur, bank juga melakukan pengamanan yang dituangkan dalam klausula-klausula perjanjian kredit bank itu sendiri. Dalam hal ini bank akan memasukkan ketentuan-ketentuan atau klausula-klausula yang diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi pihak bank.

Menurut Sutan Remy Sjahdeini yang dikutip oleh Rachmadi Usman, ada beberapa klausula dalam perjanjian kredit yang secara tidak wajar dan sangat memberatkan debitur, antara lain :38

a. Kewenangan bank untuk sewaktu-waktu tanpa alasan apapun dan tanpa pemberitahuan sebelumnya secara sepihak menghentikan izin tarik kredit. b. Kewenangan bank untuk secara sepihak menentukan harga jual dari

barang agunan dalam hal dilakukan penjualan barang agunan karena kredit nasabah debitur macet.


(10)

c. Kewenangan bank secara sepihak untuk tunduk kepada segala petunjuk dan peraturan bank yang telah ada dan yang masih akan ditetapkan kemudian oleh bank.

Penerapan klausula-klausula yang demikian adalah upaya bank untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit. Bank tidak ingin mengalami kerugian yang disebabkan debitur yang tidak mampu untuk melunasi hutangnya. Walaupun pada saat penandatanganan perjanjian kredit bank, pihak bank berada dalam posisi yang kuat, tetapi sebaliknya pada saat pelaksanaan perjanjian kredit perbankan maka bank menjadi pihak yang lemah, karena adanya kemungkinan suatu sebab pengembalian ataupun pelunasan kreditnya mengalami kemacetan.

3. Jaminan dan Agunan Dalam Perjanjian Kredit

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan hanya memberikan pernyataan yang tertuang dalam Pasal 8 yaitu : “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan yang dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.

Dalam memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian terhadap watak, kemampuan modal, agunan dan prospek usaha dari debitur. Menurut UUP No. 10/1998, jaminan dalam pengembalian hutang didasarkan pada penilaian terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari debitur. Menurut UUP No. 10/1998 Pasal 1


(11)

ayat (23), agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah Debitur kepada Bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Selain penerapan klausula-klausula dalam perjanjian kredit bank tersebut, terdapat hal yang penting dalam perjanjian kredit bank dalam hal mengamankan fasilitas kredit yang telah diberikan oleh bank, yaitu adanya pemberian jaminan oleh debitur kepada bank. Keberadaan jaminan tersebut merupakan persyaratan untuk memperkecil risiko bank dalam menyalurkan kredit. Pemberian jaminan dimaksudkan untuk memberikan keyakinan kepada bank atau kreditur bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata yang menyatakan bahwa : “Segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perorangan”. Atas dasar itu, maka pihak bank dapat dengan yakin memberikan pinjaman kredit kepada debitur, karena dengan adanya jaminan maka debitur mempunyai tanggungjawab untuk melakukan pelunasan terhadap hutangnya.

Kegunaan jaminan dalam perjanjian kredit antara lain sebagai berikut : a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapat pelunasan

dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.


(12)

b. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil.

c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitur dan/atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank39

Bentuk-bentuk pengikatan jaminan dikelompokkan dalam jaminan perorangan, jaminan kebendaan benda tetap, benda bergerak dan piutang.40

1. Jaminan Perorangan

Jaminan perorangan, pengikatan jaminan dilakukan dengan akta penanggungan (borgtocht). Pemberian penanggungan yang dilakukan oleh orang perorangan disebut Personal Guarantee, sedangkan yang dilakukan oleh perusahaan atau badan hukum disebut Company Guarantee.

2. Jaminan Kebendaan

Pengikatan untuk jaminan kebendaan adalah sebagai berikut: a. Hak Tanggungan

Lembaga Hak Tanggungan diatur dalam UUHT No. 4/1996 atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) UUHT No. 4/1996, yang dimaksud dengan Hak Tanggungan

39 Ibid, hal 286

40 Johannes Ibrahim, Cross Default dan Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian


(13)

adalah : “Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA No. 5/1960, berikut atau tidak berikut41 benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan pada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain“.

b. Gadai

Gadai merupakan lembaga jaminan kebendaan bagi benda bergerak, yang diatur dalam KUH Perdata. Dalam Pasal 1150 KUH Perdata yang dimaksud dengan gadai, yaitu : “Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh orang lain atas namanya dan memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari benda tersebut secara didahulukan dari kreditur lainnya, dengan kekecualian untuk mendahulukan biaya lelang, biaya penyelamatan benda setelah digadaikan.” Dari definisi tersebut dapat dilihat unsur-unsur gadai, yaitu:

1) gadai lahir karena penyerahan kekuasaan atas barang gadai kepada kreditur pemegang gadai;

2) penyerahan itu dapat dilakukan oleh debitur pemberi gadai atau orang lain atas nama debitur;

3) barang yang menjadi obyek gadai atau barang gadai hanyalah barang bergerak;

41 Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan, Edisi Revisi dengan UUHT,


(14)

4) kreditur pemegang gadai berhak untuk mengambil pelunasan dari barang gadai lebih dahulu daripada kreditur-kreditur lainnya.

c. Fidusia

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut UUJF No. 42/1999), fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda, sedangkan jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UUHT No. 4/1996 yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur-kreditur lainnya. 42 d. Cessie Piutang

Cessie digunakan untuk memperjanjikan pengalihan suatu piutang atau tagihan yang dijaminkan dengan perjanjian kredit. Dasar penyerahan piutang tercantum dalam Pasal 613 KUH Perdata, yaitu : “Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat suatu akta otentik atau dibawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain”.


(15)

4. Kredit Bermasalah dan Penyelesaiannya a. Kredit bermasalah

Dalam kasus kredit bermasalah, debitur telah dianggap mengingkari janji untuk membayar bunga dan atau kredit induk yang jatuh tempo sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada pembayaran. Dapat dikatakan bahwa kredit bermasalah didalamnya meliputi kredit macet, meskipun demikian tidak semua kredit yang bermasalah adalah kredit macet.

Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang diperjanjikan. Suatu kredit dapat dikatakan macet apabila memenuhi kriteria-kriteria yang tercantum dalam Pasal 4 Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor. 30/267/Kep/Dir Tanggal 27 Februari 1998 dimana kriteria tersebut, yaitu:

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bungan yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari;

2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru;

3) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.

Bank harus memperhatikan atau mempertimbangkan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah atau macet, karena tidak semua kredit macet yang terjadi disebabkan oleh faktor atau hal yang sama. Adapun faktor-faktor tersebut adalah faktor intern bank dan faktor intern debitur diantaranya sebagai berikut:


(16)

1) Faktor-faktor intern bank yang dapat menyebabkan kredit bermasalah antara lain :43

a) Taksasi nilai jaminan yang lebih tinggi dari nilai sebenarnya; b) Kredit diberikan tanpa pendapat pendapat dan saran dari

komite kredit, atau diusulkan oleh petugas bank yang mempunyai hubungan persahabatan dengan debitur;

c) Penambahan kredit tanpa tambahan jaminan yang cukup; d) Daftar keuangan dan dokumen pendukung yang diserahkan

kepada bank, telah direkayasa sebelumnya, tidak diaudit atau tidak diverifikasi;

e) Bank tidak berhasil menguasai jaminan secepatnya, ketika mereka mencium tanda-tanda bahwa kredit yang diberikan berkembang ke arah kredit bermasalah.

2) Faktor intern debitur sebagai penyebab kredit bermasalah, yaitu:44 Dalam perjanjian kredit, debitur dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu debitur perorangan dan debitur perusahaan atau korporasi. Pada debitur perorangan, penyebab kredit bermasalah berkaitan erat dengan penerimaan penghasilan tetap mereka karena sumber dana pembayaran bunga dan angsuran kredit sebagian besar berasal dari penghasilan tetap mereka, misalnya gaji, upah, honorarium dan sebagainya, sehingga apabila terjadi gangguan

43 George H. Hempel, Bank Management: Taxes and Cases, (Toronto, John Wiley &

Sons, 1989), hal. 45

44Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah Konsep, Teknis, dan Kasus, (Jakarta,


(17)

terhadap kesinambungan penerimaan penghasilan tetap mereka, hal ini akan menyebabkan ketidaklancaran keuangan mereka. Hal ini menyebabkan kredit bermasalah pada debitur perorangan juga berhubungan dengan gangguan terhadap diri pribadi debitur seperti misalnya kecelakaan, sakit, kematian, perceraian dan sebagainya. Sedangkan penyebab kredit bermasalah pada debitur korporasi ada 3 (tiga) faktor utama yaitu salah urus (mismanagement), kurangnya pengetahuan dan pengalaman dalam bidang usaha yang mereka jalankan, dan penipuan.45

Upaya bank untuk menyelamatkan kredit adalah upaya untuk melancarkan kembali kredit yang tergolong dalam kredit kurang lancar untuk menjadi kredit lancar, sehingga debitur kembali mempunyai kemampuan untuk membayar kembali utangnya kepada bank disertai dengan biaya dan bunga.

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993, secara operasional penanganan penyelamatan kredit bermasalah dapat ditempuh melalui beberapa cara, yaitu:

1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut jadwal pembayaran atau jangka waktunya;

2. Persyaratan kembali (reconditioning) yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit;

45Robert H. Behrens, Commercial Loan Officer’s Handbook, (Tokyo, Bankers Publishing


(18)

3. Penataan kembali (restructuring) yaitu perubahan syarat-syarat kredit berupa penambahan dana bank dan/atau konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru dan/atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan yang disertai dengan penjadwalan kembali dan/atau persyaratan kembali.

b. Penyelesaian Kredit

Langkah awal yang harus segera diambil setelah bank mendeteksi adanya gejala kredit bermasalah adalah menentukan seberapa besar masalah yang sedang dihadapi debitur. Hal ini diperlukan karena cara penanganan selanjutnya akan dipengaruhi oleh tingkat besar kecilnya masalah tadi.

Dalam menyelesaikan kredit bermasalah menurut dapat dilakukan melalui:46

1) Organisasi intern bank.

Yang menjadi pertimbangan bank membentuk tim khusus untuk menangani kredit bermasalah adalah sebagai berikut:

a) Waktu yang dibutuhkan untuk menangani kredit bermasalah; b) Objektifitas penanganan;

c) Pengalaman dan keahlian yang diperlukan, jumlah saldo kredit tertunggak dan tingkat beratnya masalah yang dihadapi.

2) Penanganan kredit bermasalah melalui proses pengadilan dan di luar proses pengadilan.

46 Siswanto Sutojo, The Management of Commercial Bank, Cetakan Kesatu, (Jakarta,


(19)

Penanganan penyelesaian kredit bermasalah di luar pengadilan dilakukan bank apabila mereka masih mempunyai harapan dalam satu masa tertentu debitur mampu mengumpulkan dana untuk melunasi kredit dan bunga tertunggak. Sedangkan penyelesaian kredit bermasalah melalui proses pengadilan dilakukan antara lain bilamana bank mendapat bukti ada unsur penipuan atau kesengajaan di pihak debitur, atau apabila penyelesaian di luar pengadilan tidak membawa hasil seperti yang diharapkan.

3) Penanganan kredit bermasalah dengan jalan penagihan.

Penagihan dapat dilakukan baik oleh pihak bank sendiri maupun melalui jasa pihak ketiga. Untuk melakukan penagihan, bank harus mengirimkan surat tagihan resmi kepada debitur yang di dalamnya mencantumkan waktu terakhir pelunasan tunggakan kredit.

4) Penyelesaian kredit macet melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (selanjutnya disebut KPKNL).

Jika kredit bermasalah sudah dapat digolongkan sebagai kredit macet, maka untuk bank-bank milik Negara di Indonesia dapat menyerahkan penyelesaian kredit macet kepada KPKNL.

5) Penyelesaian kredit melalui jasa pengacara.

Jalan ini dapat pula ditempuh oleh sebuah bank, hanya penyelesaian melalui jasa pengacara akan membutuhkan biaya yang relatif besar karena harus membayar feenya, oleh karena itu sebelum memutuskan untuk menggunakan jasa pengacara, pihak bank harus membandingkan


(20)

dulu jumlah kredit tertunggak dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan kemudian bagi pengacara.

Penyelesaian kredit macet tidak lagi melalui KPKNL. Untuk penyelesaian kredit macet dengan jaminan objek hak tanggungan, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (selanjutnya disebut Permenkeu No. 93/PMK.06/2010), maka penagihannya dilakukan oleh Balai Lelang yang merupakan badan hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang. Balai lelang melakukan penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai barang tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang.Untuk jaminan objek hak tanggungan, Balai Lelang melakukannya melalui lelang eksekusi.

B. Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan 1. Pengertian Hak Tanggungan

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan, sedangkan jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUHT No. 4/1996, dinyatakan Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA No. 5/1960, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk


(21)

pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.47

Dalam penjelasan umum UUHT No. 4/1996, disebutkan bahwa ciri-ciri dari hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat adalah: a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada

pemegangnya (droit de preference). Dalam arti, bahwa apabila debitur cidera janji (wanprestasi) maka kreditur pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual objek yang dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur yang lain, yang bukan pemegang hak tanggungan atau kreditur pemegang hak tanggungan dengan peringkat yang lebih rendah.48 b. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu

berada (droit de suite);

Sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang hak tanggungan. Walaupun objek dari hak tanggungan sudah berpindah tangan dan menjadi milik pihak lain, kreditur masih tetap dapat menggunakan haknya melakukan eksekusi, jika debitur cidera janji.

c. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan;49

47Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan,

Cetakan Pertama, (Jakarta, Kencana Edisi Pertama, 2005), hal.13

48Purwahid Patrik dan Kashadi, Op.Cit. 49 Ibid.


(22)

Droit de preference dan droit de suite sebagai keistimewaan yang diberikan kepada kreditur pemegang hak tanggungan, jelas bisa merugikan kreditur-kreditur lain dan pembeli objek hak tanggungan yang bersangkutan apabila adanya hak tanggungan yang membebani objek yang dijadikan jaminan bagi pelunasan piutang kreditur tersebut tidak diketahui oleh mereka. Oleh karena itu untuk sahnya pembebanan hak tanggungan dipersyaratkan bahwa wajib disebut secara jelas piutang yang mana dan sampai sejumlah berapa yang dijamin, serta benda-benda yang mana yang dijadikan jaminan. Hal ini yang disebut pemenuhan syarat spesialitas, yang menurut Pasal 11 ayat (1) UUHT No. 4/1996, selain identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan, serta domisili masing-masing wajib dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (selanjutnya disebut APHT) yang bersangkutan.

Selain disebut dalam APHTnya, hak tanggungan yang diberikan juga wajib untuk didaftarkan sehingga adanya hak tanggungan serta apa yang disebut dalam akta itu dapat dengan mudah diketahui oleh yang berkepentingan karena tata usaha pendaftaran yang ada di Kantor Pertanahan terbuka bagi umum, yang merupakan pemenuhan syarat publisitas dan diatur dalam Pasal 13 UUHT No. 4/1996.50

d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

Kemudahan dan kepastian pelaksanaan eksekusi terjadi dengan adanya sifat hak melakukan eksekusi dari pemegang hak tanggungan dengan mencantumkan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

50 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan

Masalah-Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan (Surabaya, Airlangga University Press, 1996),


(23)

Esa” pada sertifikat hak tanggungan. Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertifikat hak tanggungan, sehingga apabila debitur cidera janji maka benda jaminan siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai dengan Hukum Acara Perdata.51

2. Dasar Hukum Hak Tanggungan

Hak tanggungan di dalam UUHT No. 4/1996 tidaklah dibangun dari suatu yang belum ada. Hak tanggungan dibangun dengan mengambil alih atau mengacu pada asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok dari hipotik yang diatur oleh KUH Perdata. Bila kedua lembaga ini dibandingkan, banyak asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok hak tanggungan yang berbeda. Bahkan, ada asas-asasi dan ketentuan-ketentuan pokok hak tanggungan yang baru, yang tidak terdapat di dalam hipotek.52

Dengan demikian UUHT No. 4/1996 merupakan dasar hukum yang mengatur lembaga hak jaminan atas tanah, yaitu Hak Tanggungan sebagai pelaksana Pasal 51 UUPA No. 5/1960. Sebagai tindak lanjutnya UUHT No. 4/1996, berturut-turut lahir ketentuan yang mengatur hak tanggungan tersebut antara lain :

a. Permenag No. 3/1996 tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dan Sertifikat Hak Tanggungan;

51Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta, Radja Grafindo

Persada, 2004), hal. 190

52 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta, Sinar Grafika, 2009) hal .


(24)

b. Permenag No. 4/1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit tertentu;

c. Permenag No. 5/1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan;

d. Permenag No. 5/1996 tentang Perubahan Hak Guna Bangunan Atas Hak Pakai Atas Tanah untuk Rumah Tinggal yang Dibebani Hak Tanggungan menjadi Hak Milik;

e. Surat Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 110-1039 tertanggal; 18 April 1996 perihal penyempurnaan UUHT No. 4/1996 dan Permenag No. 3/1996;

f. Surat Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 110-1544 tertanggal; 30 Mei 1996 perihal penyempurnaan UUHT No. 4/1996 dan Permenag No. 5/1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan;

g. Surat Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 630-3433 tertanggal 17 September 1998 kepada Menteri Pertanian perihal Agunan Sertifikat di atas Tanah Hak Tanggungan;

h. Surat Sekretaris Menteri Agraria Nomor 130-016 Sesmen/1996 tertanggal 29 Mei 1996 kepada Direksi Bank Exim perihal penjelasan UUHT No. 4/1996 dan Permenag No. 3 dan No. 4/1996;

i. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/55/KEP/DIR tertanggal 8 Agustus 1997 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil


(25)

untuk Mendukung Program Kemitraan Terpadu dan Pengembangan Koperasi;

j. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/4/KEP/DIR tertanggal 4 April 1997 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil.

3. Objek Hak Tanggungan

UUPA No. 5/1960 telah menentukan macam-macam hak atas tanah, namun tidak semua hak atas tanah tersebut dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Untuk dapat dibebani dengan hak tanggungan, maka hak atas tanah harus memenuhi empat syarat sebagai objek hak tanggungan, yaitu :53

a. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang;

b. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitur cidera janji maka benda yang dijadikan jaminan akan dijual;

c. Termasuk hak yang didaftar menurut peraturan tentang pendaftaran tanah yang berlaku, karena harus dipenuhi syarat publisitas; dan

d. Memerlukan penunjukan khusus oleh suatu undang-undang.

Adapun yang merupakan objek hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UUHT No. 4/1996 adalah sebagai berikut:

a. Yang ditunjuk Pasal 4 ayat (1) UUHT No. 4/1996 1) Hak Milik;

2) Hak Guna Usaha;

53Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Cetakan Keduabelas, (Jakarta, Djambatan,


(26)

3) Hak Guna Bangunan.

Sebagaimana juga disebut dalam Pasal 25, 33 dan 39 UUPA No. 5/1960. b. Yang ditunjuk Pasal 4 ayat (2) UUHT No. 4/1996

Hak Pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan.

c. Yang ditunjuk Pasal 27 UUHT No. 4/1996

1) Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh negara;

2) Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bangunannya berdiri di atas tanah hak-hak yang disebut di atas.

Sehubungan dengan adanya persyaratan tersebut, maka tanah-tanah hak milik yang sudah diwakafkan biarpun sudah didaftar, tidak dapat dibebankan hak tanggungan karena menurut sifat dan tujuannya tidak dapat lagi dipindahtangankan. Demikian juga tanah-tanah yang dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, biarpun dikuasai dengan hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan, tanah-tanah yang bersangkutan baru boleh dibebani hak tanggungan apabila tidak lagi dipergunakan untuk keperluan tersebut dan karenanya dapat dipindahtangankan.54

a. Subjek hak tanggungan

Subjek hak tanggungan atau pemberi hak tanggungan adalah orang-perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan.


(27)

Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan.55

Penyebutan orang-perseorangan atau badan hukum adalah berlebihan, karena dalam pemberian hak tanggungan objek yang dijaminkan pada pokoknya adalah tanah, dan menurut UUPA No. 5/1960, yang bisa mempunyai hak atas tanah adalah baik orang-perserorangan maupun badan hukum vide.

Pasal 21 UUPA No. 5/1960:

Ayat (1) Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hak milik; Ayat (2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya;

Ayat (3) Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung;


(28)

Ayat (4) Selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) pasal ini. Pasal 30 UUPA No. 5/1960:

Ayat (1) Yang dapat mempunyai hak guna-usaha ialah: a. Warga negara Indonesia;

b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Ayat (2) Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna usaha dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna usaha, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika hak guna usaha yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan dipindahkan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 36 UUPA No. 5/1960:

Ayat (1) yang dapat mempunyai hak guna-bangunan ialah: a.warga-negara Indonesia;

b.badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.


(29)

Ayat (2) Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna-bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna-bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika hak guna bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menuru ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 45 UUPA No. 5/1960:

Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah: a. Warga-negara Indonesia;

b. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

c. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;

d. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

UUPA No. 5/1960, dimana masing-masing hak atas tanah, sudah tentu pemberi hak tanggungan sebagai pemilik hak atas tanah harus memenuhi syarat pemilikan tanahnya, seperti ditentukan sendiri-sendiri dalam undang-undang.

Selanjutnya syarat, bahwa pemberi hak tanggungan harus mempunyai kewenangan untuk mengambil tindakan hukum atas objek yang dijaminkan adalah kurang lengkap, karena yang namanya tindakan hukum bisa meliputi, baik


(30)

tindakan pengurusan atau beschikkingsdaden, padahal tindakan menjaminkan merupakan tindakan pemilikan bukan pengurusan, yang tercakup oleh tindakan pengurusan. Jadi, lebih baik disebutkan bahwa syaratnya adalah pemberi hak tanggungan harus mempunyai kewenangan tindakan pemilikan atas benda jaminan.

Kewenangan tindakan pemilikan itu baru disyaratkan pada saat pendaftaran hak tanggungan menurut Pasal 8 ayat (2) UUHT No. 4/1996. Jadi, tidak tertutup kemungkinan, bahwa orang menjanjikan hak tanggungan pada saat benda yang akan dijaminkan belum menjadi miliknya, asal nanti pada saat pendaftaran hak tanggungan, benda jaminan telah menjadi milik pemberi hak tanggungan. Ini merupakan upaya pembuat undang-undang untuk menampung kebutuhan praktik, dimana orang bisa menjaminkan persil, yang masih akan dibeli dengan uang kredit dari kreditur.

Praktiknya, sebelum berlakunya UUHT No. 4/1996 dengan tanah banyak Kantor Pertanahan yang ragu-ragu atau menolak pendaftaran hipotik jika kreditur merupakan orang-perseorangan. Hal ini rupanya diantisipasi oleh pembentuk UUHT No. 4/1996, sehingga kini orang-perseorangan dimungkinkan secara tegas sebagai penerima hak anggungan. Walaupun demikian sejauh mungkin harus dicegah adanya praktik rentenir, yang menyalahgunakan peraturan hak tanggungan ini.56

56M. Ridhwan Indra, Mengenal Undang-Undang Hak Tanggungan, Cetakan Pertama


(31)

Pemegang hak tanggungan adalah orang-perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.57 Penerima hak tanggungan, yang sesudah pemasangan hak tanggungan akan menjadi pemegang hak tanggungan, yang adalah juga kreditur dalam perikatan pokok, juga bisa orang-perseorangan maupun badan hukum. Di sini tidak ada kaitannya dengan syarat pemilikan tanah, karena pemegang hak tanggungan memegang jaminan pada asasnya tidak dengan maksud untuk nantinya, kalau debitur wanprestasi, memiliki persil jaminan.

Pasal 9 UUHT No. 4/1996 menyatakan bahwa yang dapat bertindak sebagai pemegang hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum, yang berkedudukan sebagai kreditur. Menentukan siapa yang bisa menjadi pemegang hak tanggungan tidak sesulit menentukan siapa yang bisa bertindak sebagai pemberi hak tanggungan. Karena seorang pemegang hak tanggungan tidak berkaitan dengan pemilikan tanah dan pada asasnya bukan orang yang bermaksud untuk memiliki objek hak tanggungan bahkan memperjanjikan. Bahwa objek hak tanggungan akan menjadi milik pemegang hak tanggungan, kalau debitur wanprestasi adalah batal demi hukum sesuai Pasal 12 UUHT No. 4/1996.

Berdasarkan penegasan bahwa yang bisa bertindak sebagai pemegang hak tanggungan adalah orang-perseorangan atau badan hukum, dapat disimpulkan bahwa yang bisa menjadi pemegang hak tanggungan adalah orang alamiah ataupun badan hukum. Yang namanya badan hukum bisa Perseroan Terbatas, Koperasi, dan perkumpulan yang telah memperoleh status sebagai badan hukum


(32)

ataupun Yayasan. Di atas tidak disebutkan Perseroan Komanditer atau commanditaire vennootschap.

Ini membawa persoalan lain, yaitu apakah Perseroan Komanditer bisa bertindak sebagai pemegang hak tanggungan, mengingat bahwa Perseroan Komanditer di Indonesia belum secara resmi diakui sebagai badan hukum, sekalipun harus diakui, dalam praktik sehari-hari terlihat adanya pengakuan secara tidak resmi dari anggota masyarakat, seakan-akan Perseroan Komanditer bisa mempunyai hak dan kewajiban sendiri.58

4. Pembebanan Hak Tanggungan

Proses pemberian hak tanggungan diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT No. 4/1996. Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut. Ayat (2), pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (3), apabila objek hak tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian hak tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan, dan Pasal 15 UUHT No. 4/1996:

58 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung, Citra Aditya Bakti,


(33)

Ayat (1) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan hak tanggungan;

b. tidak memuat kuasa substitusi;

c. mencantumkan secara jelas objek hak tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi hak tanggungan.

Ayat (2) Kuasa Untuk Membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4);

Ayat (3) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan;

Ayat (4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan;

Ayat (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku dalam hal Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan diberikan


(34)

untuk menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Ayat (6) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu yang ditentukan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), atau waktu yang ditentukan menurut ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (5) batal demi hukum.

Pasal 10 UUHT No. 4/1996 mengatur tata cara pemberian hak tanggungan secara langsung, sedangkan Pasal 15 UUHT No. 4/1996 mengatur tentang pemberian kuasa pembebanan hak tangungan oleh pemberi hak tanggungan kepada penerima kuasa. Proses pembebanan hak tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu :

a. Tahap pemberian hak tanggungan, dengan dibuatnya APHT oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin;

b. Tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya hak tanggungan yang dibebankan. Perjanjian utang piutang sebagai tahap yang mendasari tahap pemberian hak tanggungan dapat dibuat secara notarial atau dibawah tangan.59


(35)

5. Berakhirnya Hak Tanggungan

Berakhirnya hak tanggungan ditentukan dalam Pasal 18 ayat (1) UUHT No.4/1996. Menurut pasal tersebut hak tanggungan berakhir karena hal-hal sebagai berikut:

a. Hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan;

b. Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan;

c. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;

d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.

Dari ketentuan pasal tersebut, dapat diketahui bahwa hak tanggungan dapat sengaja dihapuskan dan dapat berakhir karena hukum.60 Untuk menjamin kepastian hukum, menurut Pasal 18 ayat (1) dan (2) UUHT No. 4/1996 maka terhadap hak tanggungan yang telah hapus, catatan adanya beban hak tanggungan pada sertifikat hak atas tanah dan buku tanah harus dicoret atau diroya. Dalam Pasal 22 ayat (4) UUHT No. 4/1996, bahwa pencoretan sebagaimana dimaksud dilakukan berdasarkan permohonan pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertifikat hak tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditur bahwa hak tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin telah lunas.

Pencoretan hak tanggungan dapat pula dilakukan dalam hal sebagai berikut :61

1) Perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan pihak yang berkepentingan apabila kreditur tidak bersedia memberikan pernyataan

60Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hal.113

61 Habib Adjie, Hak Tanggungan Sebagai Lembaga Hak Jaminan Atas Tanah, (Bandung,


(36)

tertulis dari kreditur bahwa Hak Tanggungan itu telah lunas atau kreditur melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan (Pasal 22 ayat (5) UUHT No. 4/1996);

2) Pelaksanaan roya parsial apabila diperjanjikan pelunasan utang dilakukan secara angsuran (Pasal 22 ayat (9) UUHT No. 4/1996); 3) Pelaksanaan roya parsial apabila diperjanjikan pelunasan utang

dilakukan secara angsuran (Pasal 22 ayat (9) UUHT No. 4/1996); 4) Pelaksanaan roya parsial apabila diperjanjikan pelunasan utang

dilakukan secara angsuran (Pasal 22 ayat (9) UUHT No. 4/1996); 5) Objek hak tanggungan dilelang atau dijual melalui/secara dibawah

tangan (Pasal 6 dan Pasal 20 ayat (2) UUHT No. 4/1996).

6. Utang yang Dijamin dengan Hak Tanggungan

Utang yang dijamin dengan hak tanggungan adalah setiap utang yang terbit dari perjanjian utang, seperti utang kredit bank, maupun utang yang terbit dari perjanjian lain, seperti dalam jual beli yang harganya belum dibayar tetapi barangnya sudah diserahkan kepada pembeli.62 Tentu saja utang tersebut adalah utang yang sudah ada pada saat hak tanggungan dikaitkan, akan tetapi ada beberapa fleksibilitas yang dibuka oleh UUHT No. 4/1996 dalam mengartikan utang. Jelasnya oleh UUHT No. 4/1996 mengartikan utang yang dapat dijamin dengan hak tanggungan adalah utang-utang sebagai berikut :63

a. Utang yang timbul dari perjanjian utang piutang seperti perjanjian kredit;

62 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, (Jakarta, Erlangga, 2013), hal. 76-77 63 Ibid., hal. 77


(37)

b. Utang yang timbul dari perjanjian lain yang bukan perjanjian utang piutang, tetapi dapat menimbulkan utang piutang, misalnya dari perjanjian jual beli yang harganya belum dibayar, sehingga harga beli tersebut menjadi utang piutang;

c. Utang yang terbit dari suatu hubungan hukum yang bukan perjanjian, misalnya ganti rugi dari suatu perbuatan melawan hukum;

d. Utang yang terbit karena hukum semata-mata tanpa melalui perbuatan manusia, misalnya utang karena tindakan zaakwarneming atau utang karena terjadinya pembayaran yang tidak diharuskan;

e. Utang yang sudah ada saat dilakukan pengikatan hak tanggungan;

f. Utang yang telah diperjanjikan pada saat pengikatan hak tanggungan dengan jumlah tertentu;

g. Utang yang telah diperjanjikan pada saat pengikatan hak tanggungan tetapi jumlah utangnya belum dapat dipastikan dan harus dapat dipastikan paling lambat adalah pada saat permohonan eksekusi hak tanggungan.64


(38)

SUMUT CABANG UTAMA MEDAN

A. Proses Perjanjian Kredit Modal Kerja dengan Jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan

1. Permohonan Kredit

Calon debitur mengajukan permohonan secara tertulis dengan persyaratan-persyaratan sebagai berikut :65

a. Persyaratan usaha perorangan 1) Warga Negara Indonesia (WNI)

2) Usia minimal 21 (dua puluh satu) tahun atau dibawah 21 (dua puluh satu) tahun telah menikah.

3) Usia maksimal pada saat masa kredit berakhir 70 (tujuh puluh) tahun.

4) Memiliki usaha produktif.

5) Usaha yang dijalankan memiliki perizinan sesuai ketentuan yang berlaku, dan bagi usaha yang tidak memerlukan izin menurut ketentuan, cukup dengan surat keterangan usaha dari kepala Desa/Lurah/Camat setempat.

65 Hasil wawancara dengan Bapak Muhsin Adlin, Kepala Bagian Administrasi Kredit PT.


(39)

6) Tidak mempunyai tunggakan kredit di perbankan dan atau termasuk daftar hitam serta daftar pinjaman macet bank Indonesia.

7) Memiliki rekening giro di bank Sumut. 8) Melengkapi dan menyerahkan dokumen :

a) Fotokopi identitas diri seperti KTP/SIM/Paspor pemohon dan suami/istri.

b) Fotokopi kartu keluarga.

c) Fotokopi buku nikah/surat cerai/kematian.

d) Pas foto suami/istri ukuran 3 x 4 inci masing-masing 2 lembar.

e) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk kredit diatas Rp. 100 juta.

f) Fotokopi bukti kepemilikan barang agunan dan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir/berjalan yang telah dibayar. g) Fotokopi legalitas dan perizinan sesuai dengan usaha

yang dijalankan.

h) Laporan keuangan usaha tahun berjalan yang ditandatangani oleh pemohon.

i) Laporan keuangan unaudited 2 tahun terakhir (untuk kredit diatas Rp.500 juta s/d Rp. 5 miliar).


(40)

j) Laporan keuangan audited 2 tahun terakhir untuk kredit di atas Rp. 5 miliar).

b. Persyaratan untuk Badan usaha :

1) Memiliki legalitas pendirian badan usaha.

2) Memiliki perizinan usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti : surat izin usaha perdagangan, tanda daftar perusahaan, surat izin tempat usaha, izin gangguan, Nomor Pokok Wajib Pajak, dll.

3) Khusus untuk badan usaha dalam bentuk Perseroan Terbatas dan Yayasan harus dilengkapi dengan pengesahan dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, sedangkan Koperasi harus dilengkapi dengan pengesahan dari Departemen Koperasi; baik pada saat pendiriannya maupun perubahan-perubahannya. 4) Untuk badan usaha dalam bentuk Commanditaire Vennootschap

dan Firma agar didaftarkan kepada Panitera Pengadilan Negeri setempat.

5) Menyampaikan company profile perusahaan.

6) Perusahaan, pengurus dan pemilik perusahaan tidak termasuk dalam daftar hitam dan daftar kredit macet Bank Indonesia. 7) Memiliki rekening giro di bank sumut.

8) Melengkapi dan menyerahkan dokumen :

a) Fotokopi identitas diri seperti KTP/SIM/Paspor pengurus/pemohon.


(41)

b) Pas foto pengurus/pemohon ukuran 3 x 4 inci masing-masing 2 lembar.

c) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan. d) Fotokopi bukti kepemilikan barang agunan.

e) Fotokopi legalitas dan perizinan usaha sesuai dengan usaha yang dijalankan.

f) Laporan keuangan unaudited 2 tahun terakhir (untuk kredit diatas Rp. 500 juta s/d 5 miliar).

g) Laporan keuangan audited 2 tahun terakhir untuk kredit di atas Rp. 5 miliar atau kurang dari Rp. 5 miliar, namun memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:

(1) Debitur perusahaan dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) yang memenuhi salah satu kriteria :

(a) Merupakan Perseroan Terbuka.

(b) Bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat;

(c) Mengeluarkan surat pengakuan hutang;

(d) Memiliki jumlah aktiva atau kekayaan paling sedikit Rp. 50 miliar.

(2) Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Daerah.

h) Laporan keuangan perusahaan tahun berjalan yang ditandatangani pemohon.


(42)

i) Studi kelayakan usaha bila diperlukan. 2. Identifikasi Pendahuluan

Setelah menerima berkas permohonan calon debitur, Kantor Cabang Utama harus melakukan identifikasi pendahuluan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Meminta informasi kredit atas nama calon debitur (suami dan istri), pengurus dan pemilik perusahaan melalui fasilitas Sistem Informasi Debitur dan Online Integrated Banking System, sekaligus memeriksa termasuk atau tidaknya pihak-pihak tersebut dalam daftar hitam (blacklist). b. Sebelum melakukan analisis terhadap permohonan kredit, Kantor Cabang

Utama harus terlebih dahulu melakukan verifikasi terhadap: 1) Kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan,

2) Keabsahan dokumen-dokumen pendukung permohonan kredit, 3) Kebutuhan data pendukung lainnya yang diperlukan.

c. Data/berkas pendukung yang diminta Kantor Cabang Utama berupa fotokopi diwajibkan pengecakan ulang dengan aslinya.

d. Melakukan recheck/konfirmasi ulang kepada instansi yang terkait terhadap legalitas dan izin usaha yang diragukan kebenarannya.

e. Melaksanakan checking on the spot terhadap usaha dan taksasi jaminan sesuai ketentuan yang berlaku.


(43)

g. Untuk kredit di atas Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) penilaian agunan harus didukung dengan hasil penilaian dari Kantor Jasa Penilai Publik.

3. Taksasi/Penilaian Objek Jaminan

a. Terhadap barang yang akan diterima sebagai jaminan kredit harus dilakukan taksasi untuk memperoleh keyakinan harga yang wajar menurut Bank.

Untuk menetapkan nilai taksasi jaminan tersebut khususnya untuk barang-barang tidak bergerak, minimal harus ada dua harga pembanding yang dapat diperoleh antara lain dari:

1) Informasi harga pasar dari masyarakat di sekitar lokasi barang agunan;

2) Informasi harga dari Pemerintah Daerah setempat; 3) Perusahaan penilai appraisal, asuransi, dll.

b. Metode penilaian barang jaminan yaitu dengan Metode Pendekatan Data Pasar.

Langkah-langkah yang ditempuh adalah:

1) Mencari informasi atas transaksi jual beli yang baru terjadi untuk barang yang serupa atau yang ditawarkan untuk dijual di pasar bebas.

2) Mempelajari beberapa unsur seperti kondisi pasar, harga, motivasi penjualan/pembelian barang tersebut dan unsur-unsur lainnya.


(44)

3) Mempertimbangkan seluruh faktor kesamaan dan perbedaan dari data tersebut di atas dengan barang yang dinilai.

4) Membuat suatu analisa perbandingan dan penyesuaian dari data-data yang didapat.

c. Petugas taksasi merupakan perpanjangan tangan dari Pemimpin Kantor Cabang Utama yang bertugas mencari dan mengumpulkan data serta informasi untuk dilaporkan kepada Pemimpin Kantor Cabang Utama dalam menentukan nilai jaminan.

d. Pemimpin Kantor Cabang Utama diberi kewenangan untuk menunjuk petugas taksasi yang dapat melaksanakan tugas taksasi dengan syarat-syarat sebagai berikut:

1) Mampu membaca gambar pada surat tanah dan menentukan letak tanah sesuai dengan kondisi di lapangan;

2) Memiliki pengetahuan tentang konstruksi bangunan dan teknik menilai bangunan;

3) Memiliki kemampuan berkomunikasi yang memadai untuk mengumpulkan informasi harga;

4) Dapat menggambar denah lokasi berdasarkan aturan umum seperti letak mata angin, skala, simbol-simbol (land mark), topografi, garis-garis (contoh; garis sepadan bangunan, garis sepadan jalan);


(45)

5) Mempunyai integritas yang tinggi dan dapat melakukan penilaian secara objektif;

6) Mempunyai pengetahuan yang luas tentang penilaian.

e. Taksasi dilaksanakan oleh minimal dua orang pegawai Kantor Cabang Utama yang telah memenuhi syarat dan ditunjuk berdasarkan surat tugas.

f. Fotokopi surat-surat barang jaminan yang akan dijaminkan harus disesuaikan dengan aslinya sebelum taksasi dilaksanakan.

g. Apabila asli surat barang jaminan tersebut diragukan maka sebelum taksasi dilaksanakan, Kantor Cabang Utama mengadakan penyelidikan/investigasi yang dilaksanakan tanpa diketahui oleh pemohon untuk mencari informasi mengenai:

1) Keabsahan surat-surat barang jaminan dan letak/lokasi barang jaminan ke instansi terkait antara lain Kantor Badan Pertanahan Nasional, Camat, Lurah/Kepala Desa setempat; 2) Kepemilikan/penguasaan fisik barang jaminan, misalnya

disewakan atau ditempati oleh pemilik/pemohon.

h. Untuk tanah yang terdapat bangunan di atasnya, penilaian dilakukan dengan cara taksasi harga terpisah, sedangkan untuk bangunan rumah toko (ruko) dan rumah kantor (rukan) yang secara parsial sulit dipisahkan nilai taksasinya, maka penilaiannya dapat dilakukan secara taksasi harga global (gabungan).


(46)

i. Dibuat denah lokasi barang jaminan secara jelas untuk memudahkan .mengetahui lokasi barang jaminan secara tepat.

j. Foto barang jaminan:

1) Jalan masuk ke lokasi barang jaminan;

2) Barang jaminan kredit harus difoto minimal tiga sudut pandang yaitu dari depan, sebelah kiri dan kanan barang jaminan. Khusus untuk barang jaminan agar difoto bagian ruang dalam;

3) Barang jaminan berupa tanah/bangunan, juga agar difoto lingkungannya (tampak luar dari jauh);

4) Pada setiap lembar foto barang jaminan, harus ditandatangani oleh pemohon dan pemilik barang agunan sehingga apabila terjadi penggantian barang jaminan oleh pemohon dapat diketahui oleh Bank.

5) Pemohon dan/atau pemilik barang jaminan diupayakan ikut difoto di lokasi barang jaminan tersebut.

k. Setiap pemberian kredit kepada pemohon dengan jumlah lebih dari Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah), penilaian jaminan harus dilakukan oleh Penilai Independen atau Konsultan Jasa Penilai Publik (selanjutnya disebut KJPP).

l. Penilaian jaminan oleh Penilai Independen hanya dapat dilakukan oleh KJPP yang telah bekerjasama dengan PT. Bank Sumut dan menggunakan metode/teknik berdasarkan keahlian professional KJPP.


(47)

m. Biaya jasa penilaian jaminan oleh KJPP menjadi beban pemohon, oleh sebab itu pemohon berhak memilih salah satu KJPP yang telah bekerjasama dengan PT. Bank Sumut dan melakukan negosiasi biaya jasa penilaian jaminan dengan pihak KJPP.

n. Setiap penilaian jaminan oleh Penilai Independen harus tetap didampingi oleh minimal dua orang pegawai yang ditunjuk/ditugaskan oleh Pemimpin Kantor Cabang dengan tujuan agar pihak bank mengetahui lokasi dan kewajaran nilai jaminan.

o. Pegawai yang ditunjuk/ditugaskan oleh Pemimpin Kantor Cabang tersebut harus membuat Daftar Laporan Taksasi dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Data jaminan disajikan secara ringkas meliputi jenis jaminan, lokasi, alas hak, dan pemilik;

2) Nilai jaminan disajikan berdasarkan nilai likuidasi yang ditetapkan oleh KJPP;

3) Menjelaskan bahwa nilai jaminan ditetapkan berdasarkan Laporan Hasil Penilaian KJPP (nama KJPP, nomor dan tanggal laporan);

4) Menjadikan Laporan Hasil Penilaian KJPP sebagai lampiran Daftar Laporan Taksasi.

4. Analisis Kredit

Setelah analisis pendahuluan disetujui untuk diproses lebih lanjut, maka Kantor Cabang Utama harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut:


(48)

a. Melakukan analisis lanjutan untuk menilai kelayakan permohonan dari berbagai aspek sesuai dengan Kebijaksanaan Perkreditan PT. Bank Sumut dengan menganut prinsip kehati-hatian/prudential.

b. Hasil analisis lanjutan dituangkan dalam bentuk Memorandum Pengusulan Kredit.

c. Analisis kredit dilaksanakan oleh petugas analis yang ditunjuk guna memberikan gambaran tentang kondisi pemohon, keadaan keuangan pemohon dan kemampuan bayar pemohon sebagai bahan pertimbangan dalam proses keputusan kredit oleh Kelompok Pemutus Kredit (KPK). 5. Keputusan Kredit

a. Keputusan persetujuan/penolakan pemberian kredit berpedoman kepada ketentuan yang berlaku.

b. Jika permohonan kredit diputuskan disetujui, maka Kantor Cabang Utama harus menerbitkan Surat Persetujuan Pemberian Kredit (selanjutnya disebut SPPK) kepada debitur dengan memperhatikan ketentuan yang tercantum pada Memorandum Pengusulan Kredit (selanjutnya disebut MPK) ataupun Izin Memberikan Kredit (selanjutnya disebut IMK). Standar SPPK sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. Apabila permohonan kredit dinilai tidak layak untuk dibiayai, maka Kantor Cabang Utama harus membuat surat pemberitahuan mengenai penolakan permohonan kredit.

d. Untuk pemberian kredit Umum diatas wewenang Pemimpin Cabang Utama, maka ditetapkan ketentuan sebagai berikut:


(49)

1) Pemberian kredit dapat direalisasi setelah ada surat IMK.

2) IMK hanya berlaku selama jangka waktu kredit maksimum 12 (dua belas) bulan.

3) IMK yang telah diterbitkan harus direalisasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan terhitung dari tanggal terbitnya IMK. Apabila kredit tidak direalisasi lebih dari 1 (satu) bulan terhitung dari tanggal terbitnya IMK , maka IMK tersebut menjadi batal.

4) IMK yang telah batal namun menurut pertimbangan Kantor Cabang Utama kredit masih layak untuk diberikan lagi, maka Kantor Cabang Utama harus mengajukan IMK kembali ke kantor yang menerbitkan IMK dengan disertai alasan dan data pendukung. e. Apabila calon debitur menyetujui syarat dan kondisi yang tercantum dalam SPPK, maka Kantor Cabang Utama dapat melakukan penandatanganan Persetujuan Membuka Kredit (selanjutnya disebut PMK) dan pengikatan barang jaminan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan lainnya yang tercantum pada MPK ataupun IMK.

6. Penandatanganan Perjanjian Kredit

a. Penandatanganan PMK dilaksanakan setelah pemohon menyetujui, melengkapi persyaratan dan menandatangani SPPK.

b. Perjanjian Kredit menggunakan formulir PMK sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


(50)

c. Pada pasal tambahan PMK harus dicantumkan klausula “Pengajuan Permohonan Pembaharuan Kredit Umum ini paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tanggal jatuh tempo”

d. Keterlambatan pengajuan permohonan pembaharuan kredit umum akan mempengaruhi waktu proses dan realisasi kredit, yang dapat mengakibatkan memburuknya kualitas kredit.

e. Dokumen PMK dibuat minimal dalam rangkap 3 (tiga) :

1) Lembar PMK yang dibubuhi/diterakan materai pada posisi Bank, diserahkan kepada debitur.

2) Lembar PMK yang dibubuhi/diterakan materai pada posisi debitur, disimpan bersama dokumen asli jaminan.

3) Lembar PMK yang tidak dibubuhi/diterakan materai, disimpan dalam bundel berkas kredit.

f. PMK harus ditandatangani oleh calon debitur di hadapan Pemimpin Cabang Utama atau wakil Pemimpin Cabang Utama, namun PMK tetap ditandatangani oleh Pemimpin Cabang Utama.

g. Akte Pengakuan Hutang (APH) dibuat secara Notarial Akte dan ditandatangani di hadapan Notaris.

7. Pengikatan Barang Jaminan

Pengikatan barang jaminan harus dilakukan dengan Notarial Akte.

a. Jaminan berupa tanah berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dengan plafond di atas Rp. 50.000.000


(51)

(lima puluh juta rupiah) wajib dibebankan Hak Tanggungan, dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Jika surat/alas hak tanah yang digunakan telah sertifikat dapat dibebankan langsung Hak Tanggungan.

2) Jika surat/alas tanah tersebut belum sertifikat, maka pengikatannya terlebih dahulu dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dan wajib dibebankan Hak Tanggungan selambat-lambatnya tiga bulan sesudah diterbitkan sertifikat atas tanah tersebut.

3) Surat/alas hak tanah yang belum sertifkat tersebut harus selesai ditingkatkan menjdi sertifikat, pengurusannya melalui Kantor Notaris setempat selambat-lambatnya enam bulan setelah Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan diterbitkan.

4) Surat tanah yang belum bersertifikat ataupun yang telah bersertifikat namun belum dibalik namakan tidak dapat diterima sebagai agunan, dikhawatirkan proses pensertifikatan dan balik nama tidak dapat dilakukan. Kantor Cabang Utama harus meminta cover note dari Notaris yang berisikan:

a) Notaris telah mengkonfirmasi ke Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya disebut BPN), bahwa BPN dapat menerbitkan sertifikat sebagaimana yang diajukan Bank


(52)

b) Notaris akan menyerahkan bukti dari BPN kalau proses pensertifikatan atau balik nama sedang berlangsung. c) Bila pengurusan pensertifikatan dan/atau balik nama

Sertifikat Hak Milik telah selesai, maka Notaris akan menyerahkannya kepada Bank.

b. Jaminan berupa tanah berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang suratnya sudah sertifikat, menjadi jaminan dengan plafond sampai dengan Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) wajib diikat dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dan ketentuan jangka waktu berlaku Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan sama dengan masa berlaku perjanjian pokok.

c. Pemberian fasilitas kredit yang barang jaminannya berupa tanah berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang suratnya telah sertifikat atau belum sertifikat, yang berlaku pada pemberian kredit untuk membiayai SPK/Proyek dengan plafond sampai dengan Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah) dan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan/proyek tidak lebih dari 6 bulan, pengikatan jaminan dilakukan dengan Akta Pengakuan Hutang Surat Kuasa Menjual (sifatnya murni) yang dibuat secara Notarial Akte. d. Kredit untuk membiayai SPK/Proyek dengan plafond kredit lebih

besar dari Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah) dan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan/proyek lebih dari 6 bulan, jika agunannya


(53)

berupa tanah dan bangunan, bukti kepemilikan harus sertifikat dan pengikatannya dengan pemasangan Hak Tanggungan.

8. Realisasi Kredit

Realisasi Kredit dilaksanakan, dengan ketentuan: a. Semua persyaratan kredit telah terpenuhi.

b. PMK berikut dengan perjanjian turutannya telah ditandatangani. c. Pengikatan jaminan telah dilaksanakan.

d. Barang jaminan dan bila jiwa debitur diasuransikan telah dipastikan dapat dipertanggungkan kepada perusahaan asuransi, termasuk biaya premi yang menjadi beban debitur.

e. Seluruh biaya yang berkaitan dan menjadi beban debitur sudah disetorkan ke rekening giro debitur yang bersangkutan.

f. Pemohon menyerahkan Surat Kuasa untuk mendebet/blokir rekening giro. g. Membuka rekening pinjaman atas nama pemohon.

h. Realisasi kredit dilaksanakan dengan pemindahan ke rekening giro atas nama debitur.

B. Hak dan Kewajiban PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dan Debitur Setelah Perjanjian Kredit Ditandatangani

1. Hak dan kewajiban PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan a. Hak

1) Meminta kelengkapan dokumen sesuai dengan ketentuan dan persyaratan bank.


(54)

2) Melakukan analisis terhadap tujuan permohonan kredit.

3) Melakukan analisis terhadap transaksi keuangan pemohon/calon debitur.

4) Melakukan taksasi terhadap objek jaminan. 5) Menganalisa kelayakan usaha debitur.

6) Menyetujui atau menolak permohonan yang diajukan pemohon/calon debitur.

7) Melakukan kunjungan ke tempat usaha debitur.

8) Melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana kredit oleh debitur.

9) Memonitor kewajiban debitur kepada bank yaitu melunasi kredit. 10)Melakukan eksekusi terhadap objek jaminan apabila debitur

wanprestasi atas hak tanggungan yang telah terpasang dalam objek jaminan melalui pelelangan bersama-sama dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

b. Kewajiban

1) Mencairkan dana apabila kredit telah disetujui.

2) Mengembalikan sertifikat hak tanggungan sekaligus menerbitkan surat pengantar roya (pencoretan hak tanggungan) apabila debitur telah melunasi kredit.

2. Hak dan kewajiban debitur a. Hak


(55)

2) Menerima sertifikat hak tanggungan sekaligus surat pengantar roya (pencoretan hak tanggungan) apabila telah melunasi kredit.

b. Kewajiban

1) Mengajukan permohonan kredit sesuai dengan ketentuan dan persyaratan bank.

2) Memenuhi kewajiban kepada bank sesuai perjanjian kredit yang ditandatangani.

3) Menggunakan dana kredit sesuai tujuan yang dimohonkan.

4) Menyerahkan jaminan kepada bank untuk diikat dengan hak tanggungan.

5) Melakukan pengosongan terhadap objek jaminan untuk dieksekusi oleh bank apabila debitur wanprestasi.

C. Masalah dalam Perjanjian Kredit Modal Kerja dengan Jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan

1. Dokumen yang tidak lengkap, misalnya ada legalitas usaha yang sudah mati untuk usaha perorangan, anggaran dasar belum disahkan untuk perusahaan, anggaran dasar yang belum didaftarkan di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk Perseroan Terbatas, dan anggaran dasar yang belum didaftarkan di pengadilan negeri setempat untuk

Commanditaire Vennootschap.66


(56)

2. Debitur lama memenuhi kelengkapan dokumen, sehingga bank harus menunda untuk melakukan analisis terhadap permohonan yang diajukan oleh calon debitur.

3. Kredit bermasalah atau kredit macet. Ini disebabkan oleh banyak faktor, misalnya apabila suami meninggal dunia namun istri tidak cakap dalam menjalankan usaha sehingga tidak dapat membayar angsuran, apabila debitur cerai menyebabkan usaha menjadi amburadul sehingga terlambat membayar cicilan, atau apabila usahanya tidak berkembang sehingga tidak memiliki dana untuk membayar cicilan.

4. Dalam perjalanan kredit macet, debitur menyewakan objek jaminan.

5. Debitur tidak mau melakukan pengosongan terhadap objek jaminan yang akan dilelang setelah debitur wanprestasi.

D. Penyelesaian Terhadap Masalah dalam Perjanjian Kredit Modal Kerja dengan Jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan

1. Penyelesaian untuk dokumen yang tidak lengkap, maka calon debitur harus melengkapi dokumen terlebih dahulu agar bank dapat memproses permohonan kredit yang diajukan.67

2. Penyelesaian untuk kredit macet, maka bank terlebih dahulu akan memberikan surat peringatan pertama kepada debitur. Dalam waktu 2 minggu debitur tidak memberikan respon, maka bank akan memberikan


(57)

surat peringatan kedua. Apabila setelah 2 minggu dari pemberian surat peringatan kedua debitur tidak juga memberikan respon, maka bank akan memberikan surat peringatan ketiga yang merupakan surat peringatan terakhir. Namun apabila debitur tidak juga memberikan respon dan tidak ada upaya penyelesaian, maka bank dengan segera akan melakukan lelang eksekusi hak tanggungan. Lelang dilakukan secara terbuka, yaitu melalui media massa. Bank melakukan pelelangan bersama-sama dengan pihak Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Begitu juga dengan permasalahan dimana salah satu debitur (suami atau istri meninggal atau cerai) pihak yang ditinggalkan tetap harus melakukan pelunasan sesuai perjanjian. Apabila tidak dapat melunasi, maka akan dilakukan lelang eksekusi atas Hak Tanggungan.

3. Penyelesaian untuk objek jaminan yang disewakan oleh debitur dalam perjalanan kredit macet, maka bank harus menunggu sampai masa sewa habis sebelum dapat melakukan lelang eksekusi.

4. Penyelesaian untuk debitur yang tidak mau melakukan pengosongan terhadap objek jaminan yaitu, setelah lelang diumumkan di media massa dan ada yang berminat, bank akan memberitahu bahwa objek jaminan yang dilelang tersebut masih dikuasai oleh debitur yang wanprestasi. Bank menyerahkan keputusan kepada calon pembeli, apakah berminat atau tidak setelah mengetahui bahwa objek jaminan yang dilelang masih dikuasai oleh debitur yang wanprestasi. Apabila berminat maka kondisi tersebut akan menjadi tanggungan calon pembeli, apabila tidak berminat maka


(58)

bank akan menunggu calon pembeli lain yang bersedia menanggung kondisi tersebut.

E. Perjanjian Kredit Modal Kerja Pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan Tidak Bertentangan dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Agar suatu perjanjian kredit diakui secara yuridis, harus sesuai dengan syarat-syarat sahnya perjanjian atau persetujuan yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang meliputi empat syarat, yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

Kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu, sepakat mengandung arti apa yang dikehendaki pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

Cakap artinya orang-orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum, yaitu dewasa/akil balik, sehat jasmani dan rohani sehingga dapat membuat suatu perjanjian.

3. Suatu hal tertentu

Suatu hal atau objek tertentu artinya dalam membuat perjanjian apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan.


(59)

4. Suatu sebab yang halal

Suatu perjanjian adalah sah apabila tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

Perjanjian kredit modal kerja pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan sebagaimana yang telah diteliti oleh penulis, tidak bertentangan dengan syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dalam hal kesepakatan, pihak bank terlebih dahulu memberikan formulir perjanjian kredit yang berisi semua persayaratan dan ketentuan permohonan kredit kepada debitur. Penandatanganan akan dilakukan oleh debitur apabila debitur menyetujui dan memenuhi semua persyaratan dan ketentuan yang telah dibuat oleh pihak bank. Dengan debitur menyetujui dan memenuhi semua persyaratan dan ketentuan yang dibuat oleh pihak bank, maka telah terjadi kesepakatan antara pihak bank dengan pihak debitur.

Dalam hal kecakapan, telah diatur dalam persyaratan penerima kredit dari PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan bahwa yang dapat menerima kredit usia minimumnya adalah 21 tahun atau dibawah 21 tahun yang telah menikah.

Dalam perjanjian kredit modal kerja pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan, tujuannya jelas, yaitu untuk membantu menyediakan dana untuk menambah modal kerja debitur dalam menjalankan usahanya dan untuk meningkatkan fungsi PT. Bank Sumut sebagai lembaga intermediasi dengan menyalurkan kredit kepada pengusaha. Dana kredit harus digunakan sesuai dengan tujuan yang dimohonkan, dalam hal ini, bank melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana kredit oleh debitur.


(60)

Perjanjian kredit modal kerja pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dibuat berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara. Adapun judul yang penulis angkat adalah “Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kredit Modal Kerja Dengan Jaminan Hak Tanggungan Pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan

Dalam menyelesaikan skripsi ini banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi, tetapi itu semua dapat diatasi berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang terkait, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini baik moril maupun materil :

1. Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. O.K Saidin, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(2)

5. Bapak Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak M. Hayat, S.H. selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan petunjuk dalam membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.

8. Bapak Malem Ginting, S.H., M.Hum, selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu memberikan saran dan petunjuk dalam membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.

9. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10.Keluarga tersayang papa Drs. Thoga M. Sitorus, M.Si dan mama Frida L. Saragih, SPd, M.Kes, kakanda Fricillia Vina C. T. Sitorus, SE., Ak serta adinda Friyanka H. D. Sitorus, S.Psi yang telah banyak memberikan dukungan, semangat, doa dan kasih sayang yang tak pernah putus sampai sekarang.

11.Semua keluarga besar yang tidak pernah berhenti memberikan semangat dan doa.

12.Orangtua dan teman-teman Naposobulung HKBP UAS yang juga selalu menyampaikan dukungan dan semangat.

Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna di satu sisi karena kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, oleh sebab itu besar harapan penulis kepada semua pihak agar memberikan kritik dan saran yang konstruktif


(3)

apresiatif guna menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan sempurna, baik dari segi materi maupun cara penulisannya di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa menyertai kita semua dan semoga skripsi ini bermanfaat untuk perkembangan hukum di negara Indonesia.

Medan, Januari 2015 Penulis


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 4

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 5

E. Metode Penelitian ... 6

F. Keaslian Penulisan ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN ... 13

A. Pengertian Perjanjian ... 13

B. Syarat Sahnya Perjanjian ... 15

C. Asas-Asas Hukum Perjanjian ... 23

D. Bentuk-Bentuk dan Fungsi Perjanjian ... 27

E. Berakhirnya Perjanjian ... 28

BAB III TINJAUN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK DAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN ... 30

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit ... 30

1. Pengertian Perjanjian sebagai Perjanjian Baku ... 30


(5)

3. Jaminan dan Agunan dalam Perjanjian Kredit ... 36

4. Kredit Bermasalah dan Penyelesaiannya ... 41

B. Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan ... 46

1. Pengertian Hak Tanggungan ... 46

2. Dasar Hukum Hak Tanggungan ... 49

3. Objek Hak Tanggungan ... 51

4. Pembebanan Hak Tanggungan ... 58

5. Berakhirnya Hak Tanggungan ... 61

6. Utang yang Dijamin dengan Hak Tanggungan ... 62

BAB IV PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK SUMUT CABANG UTAMA MEDAN ... 64

A. Proses Perjanjian Kredit Modal Kerja dengan jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan ... 64

B. Hak dan Kewajiban PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dan Debitur Setelah Perjanjian Kredit Ditandatangani ... 79

C. Masalah dalam Perjanjian Kredit Modal Kerja dengan Jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan ... 81

D. Penyelesaian Terhadap Masalah dalam Perjanjian Kredit Modal Kerja dengan Jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan ... 82

E. Perjanjian Kredit Modal Kerja pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan Tidak Bertentangan dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

A.Kesimpulan ……….. 87 B.


(6)

C.Saran………. 89 DAFTAR PUSTAKA