Hubungan Stres Dengan Outcome Stroke

5 Aset ekonomi. Keluarga yang memiliki aset ekonomi akan mudah dalam mela- kukan coping untuk penyelesaian masalah yang sedang dihadapi. Namun demikian, tidak berimplikasi terhadap bagaimana keluarga tersebut dapat menggunakannya Lazarus Folkman, 1984. Menurut Bryant 1990 aset adalah sumberdaya atau kekayaan yang dimiliki keluarga. Aset akan berperan sebagai alat pemuas kebutuhan. Oleh karena itu, keluarga yang memiliki banyak aset cenderung lebih sejahtera jika dibandingkan dengan keluarga yang memilki aset terbatas Maryam 2009 .

II.2.8. Hubungan Stres Dengan Outcome Stroke

Pengetahuan masyarakat terhadap konsep-konsep ilmiah menemukan bahwa hubungan antara stres psikologis dan risiko stroke ada sejak awal lima puluhan, ketika Ecker 1954 menyatakan bahwa sebelum serangan stroke, pasien sering memiliki masalah emosional. Segera sebelum stroke ia mungkin menghadapi masalah pribadi yang berat. Banyak penelitian mencoba untuk mencari hubungan, beberapa studi menunjukkan bahwa ada hubungan dan lain yang menunjukkan tidak ada hubungan Abdelsamee dkk, 2009. Ada kemungkinan mekanisme yang berbeda dengan stres psikologis dapat meningkatkan risiko stroke. Mekanisme ini dapat menjadi kronis dijelaskan oleh stres terjadi berbulan-bulan sebelum stroke atau mungkin akut dijelaskan oleh stres terjadi segera sebelum onset stroke. Universitas Sumatera Utara Stres mengaktivasi simpatik yang cepat dan meningkatkan pelepasan katekolamin yang menyebabkan perubahan dalam faktor hemodinamik sistemik. Menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Pengulangan respon ini dapat mengakibatkan elevasi berkelanjutan dari tekanan darah Abdelsamee dkk 2009. Stres psikologis memainkan peran penting dalam perkembangan ateroklerosis dan juga telah dikaitkan dengan perkembangan perubahan aterosklerotik dari arteri karotis, katekolamin disekresikan pada saat stres mengaktifkan trombosit secara langsung karena membran platelet mengandung reseptor α2 adrenergik. Aktivasi platelet berulang dengan sekresi platelet–derived growth factor dapat meningkatkan proliferasi otot polos arteri dalam perkembangkan atheroma. Stres juga meningkatkan konsentrasi plasma bersama-sama dengan beberapa faktor protrombolitik dan meningkatnya fungsi platelet yang mungkin merupakan mekanisme stres psikologis dalam perkembangan formasi plak Abdelsamee dkk 2009. Episode singkat stres dapat menimbulkan disfungsi endotel sementara. Stres berat dan sering dapat menyebabkan disfungsi endotel yang berkelanjutan merupakan hubungan lebih lanjut antara stres dan ateroskelosis. Selama aktivasi trombosit dalam respon terhadap stres, mensekresikan protein trombosit sebagai platelet factor 4 PF4 dan B- thromboglobulin BTG. Aktivasi platelet menyebabkan sekresi protein yang mengubah permukaan membran plasma yang memfasilitasi platelet Universitas Sumatera Utara platelet dan interaksi platelet dinding pembuluh darah. Jadi aktivasi trombosit dapat meningkatkan akumulasi trombosit dalam turbulen aliran darah pada sisi kerusakan arteri dan obstruksi parsial dan ini bisa memicu iskemik akut Abdelsamee dkk 2009. Beberapa penelitian menemukan hubungan stres dengan fatal stroke. Penjelasan yang mungkin kenapa stres berhubungan dengan fatal stroke adalah subyek stres menderita stroke yang lebih berat dan lebih mungkin terjadi komplikasi. Dasar mekanisme biologi masih belum jelas. Pada keadaan stres dijumpai peningkatan hormon kortisol pada manusia atau kortikosteron pada tikus. Penelitian pada tikus jantan pada kondisi iskemik ekspresi Bcl 2 selektif meningkat pada daerah peri-infark. Protoonkogen Bcl 2 berperan agar sel tetap hidup dan melindungi sel dari proses apopptosis dan nekrosis seluler. Pada tikus jantan yang stres sebelum oklusi arteri serebri ekspresi Bcl 2 70 lebih rendah daripada tikus yang bukan stres setelah iskemik. Berdasarkan penelitian ini apakah mekanisme ini sama pada manusia belum diketahui. Tetapi peneliti menyarankan hasil penelitian ini sebagai mekanisme biologi hubungan stres dan stroke Devries dkk 2001. Universitas Sumatera Utara

II.3. Kerangka Teori