Hubungan Stres dan Sleep Stroke dengan Outcome Stroke
HUBUNGAN STRES DAN SLEEP STROKE DENGAN
OUTCOME STROKE
TESIS
Oleh
ANITA SURYA
CHS: 20067
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
PROGRAM STUDI NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
(2)
HUBUNGAN STRES DAN SLEEP STROKE DENGAN
OUTCOME STROKE
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Dokter Spesialis Saraf
Pada Program Studi Neurologi Pada Pogram Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
ANITA SURYA
CHS: 20067
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
PROGRAM STUDI NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Hubungan Stres dan Sleep Stroke dengan
Outcome Stroke
Nama : Anita Surya
No.Reg.CHS : 20067
Program Studi : Neurologi
Hari/Tanggal : Selasa, 3 Februari 2015
Pembimbing I
NIP. 19660524 199203 1 002
dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K)
Pembimbing II
NIP. 19610515 198911 2 001 dr. Puji Pinta O.S, Sp.S
Pembimbing III
NIP.19780912 200912 2 002 dr. Aida Fitri, Sp.S
Mengetahui / Mengesahkan :
Ketua Departemen / SMF Neurologi
FK USU/RSUPHAM Medan
NIP. 19530916 198203 1 003 dr. Rusli Dhanu, Sp.S (K)
Ketua Program Studi/ SMF Neurologi
FK USU/ RSUP HAM Medan
NIP. 19530601 198103 1 004 dr. Yuneldi Anwar , Sp.S (K)
(4)
Telah diuji pada
Tanggal : 3 Februari 2015
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K)
Anggota : 1. dr. Darlan Djali Chan,Sp.S
2. dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K)
3. dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K)
4. Dr. dr. Kiking Ritarwan, MKT,Sp.S(K)
5. dr. Aldy S Rambe, Sp.S(K)
6. dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S
7. dr. Khairul P. Surbakti,Sp.S
8. dr. Cut Aria Arina,Sp.S
9. dr. Kiki M. Iqbal,Sp.S
10. dr. Alfansuri Kadri,Sp.S
11. dr. Aida Fitri, Sp.S
12. dr. Irina Kemala Nasution, M.Ked(Neu), Sp.S
13. dr.Haflin Soraya Hutagalung, Sp.S
14. dr.Fasihah Irfani Fitri, M.Ked(Neu), Sp.S
15. dr.Iskandar Nasution, Sp.S, FINS
16. dr. RA. Dwi Puji Astuti, M.Ked(Neu), Sp.S
17. dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked(Neu), Sp.S
(5)
PERNYATAAN
HUBUNGAN STRES DAN
SLEEP STROKE
DENGAN
OUTCOME
STROKE
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 3 Februari 2015
(6)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang atas segala berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan penyelesaian pendidikan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu,
DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan dokter spesialis.
2. Prof. dr. H. Chairuddin P.Lubis, DTM&H, Sp.A(K), Rektor Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai PPDS, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan.
3. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD(KGEH), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan.
4. Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), selaku Guru Besar Tetap Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H.Adam Malik Medan dan Ketua Departemen Neurologi pada saat penulis diterima sebagai PPDS, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan dan juga guru penulis yang dengan sepenuh hati, tidak pernah bosan dan penuh kesabaran dalam membimbing, mengarahkan serta memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan
(7)
Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5. dr. H. Rusli Dhanu, Sp.S (K), Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan dan sebagai guru penulis yang tidak pernah bosan dan penuh kesabaran dalam membimbing, mengarahkan serta memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
6. dr. Yuneldi Anwar, Sp.S (K), Ketua Program Studi PPDS-I Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan sebagai guru penulis yang tidak pernah bosan dan penuh kesabaran dalam membimbing, mengarahkan serta memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
7. dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K), dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S, dan dr. Aida Fitri, Sp.S selaku pembimbing penulis yang dengan sepenuh hati dan penuh kesabaran telah mendorong, membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.
8. Guru-guru penulis: : Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K), dr. Darlan Djali Chan, Sp.S, Dr. dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K); dr. Khairul P. Surbakti Sp.S; dr. Irsan NHN Lubis, Sp.S; dr.Iskandar Nasution, Sp.S FINC; dr. S. Irwansyah, Sp.S (alm); dr. Cut Aria Arina Sp.S; dr. Kiki M.Iqbal, Sp.S; dr. Alfansuri Kadri, Sp.S; dr. Dina Listyaningrum, M.Si.Med, Sp.S; dr. Irina Kemala Nasution, M.Ked(Neu), Sp.S; dr.Haflin Soraya Hutagalung, Sp.S, dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked(Neu), Sp.S, dr. R.A. Dwi Pujiastuti, M.Ked(Neu), Sp.S, dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked(Neu), Sp.S, dan guru lainnya yang tidak dapat
(8)
penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis.
9. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis.
10. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam pembuatan tesis ini.
11. Ucapan terima kasih kepada Bapak Amran Sitorus, Sukirman Ariwibowo dan Syafrizal serta seluruh perawat dan pegawai poliklinik dan ruangan Neurologi yang tidak dapat penulis sebutkan satu- persatu.
12. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, teristimewa kepada teman –teman seangkatan (dr. Fridameria Silitonga, dr. Saulina Sembiring, dr.Inta Lismayani M.Ked(Neu), Sp.S, dr. Leni Wardaini M.Ked(Neu), Sp.S, dr. Seri Ulina Barus, dr. Suherman A. Tambunan) yang banyak memberikan masukan berharga kepada penulis melalui diskusi-diskusi kritis dalam berbagai pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.
13. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.
14. Semua pasien dan keluarga yang berobat ke Departemen Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan yang telah bersedia berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini.
(9)
15. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan kepada kedua orang tua saya, Alm H. Adham Nasution dan Almh. Purnama Sari Tanjung yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang, dan senantiasa memberi dukungan moril dan materi, bimbingan dan nasehat serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan ini sampai selesai.
16. Ucapan terima kasih kepada kedua Bapak / Ibu mertua saya, Alm. Malim Pareso Lubis dan Hj. Manggur Daulay, yang selalu memberikan dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.
17. Teristimewa kepada suamiku tercinta Nurhudawi Lubis, SE yang selalu sabar dan penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka, penulis ucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya .
18. Teristimewa kepada anak-anakku tersayang Nadya Azmi Lubis, M. Faiz Irhamdhani Lubis dan Ikhwanul Luthfi Tondinta Lubis yang telah menjadi motivasi dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini dan mendampingi Bunda dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka selama menjalani dan menyelesaikan pendidikan
.
19. Kepada abang, kakak, adik dan seluruh keluarga yang senantiasa membantu, memberi dorongan, pengertian, kasih sayang dan doa dalam menyelesaikan pendidikan ini, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
20. Kepada semua rekan dan sahabat yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis sekecil apapun, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Allah melimpahkan rahmat dan kasihnya kepada kita semua.
Semoga Allah SWT membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu penulis tanpa pamrih dalam mewujudkan cita-cita penulis.
(10)
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
(11)
RIWAYAT HIDUP PENELITI
Data Pribadi
Nama lengkap : dr. Anita Surya
Tempat / tanggal lahir : Natal, 18 Juli 1978
Agama : Islam
Pekerjaan : Dokter PNS di Puskesmas TJ Rejo, Kab.Deli
Serdang
Alamat : Jl. Srikandi No. 15 Kec. Medan Denai
Nama Ayah : Alm. Adham Nasution
Nama Ibu : Almh. Purnama Sari Tanjung
Nama Suami : Nurhudawi Lubis, SE
Nama Anak : 1. Nadya Azmi Lubis
2. Mhd. Faiz Irhamdhani Lubis 3. Ikhwanul Luthfi Tondinta Lubis Riwayat Pendidikan
Tahun 1984 – 1990 : SD Negeri 1 Natal
Tahun 1990 – 1993 : SMP Negeri 1 Panyabungan Tahun 1993 – 1996 : SMA Negeri 1 Panyabungan
Tahun 1996 – 2003 : Pendidikan Dokter umum di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2010 – sekarang : Pendidikan Spesialis di bidang Ilmu Penyakit
Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Riwayat Pekerjaan
Tahun 2005 – 2009 : Dokter PTT di Puskesmas Bandar Khalifah, Kab.Deli serdang,Sumatera Utara
Tahun 2010 – Sekarang : Dokter PNS di Puskesmas TJ Rejo, Kab.Deli Serdang
(12)
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAFTAR LAMBANG DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK ABSTRACT i vi vii x xi xii xiv xv xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1. Latar Belakang 1
I.2. Rumusan Masalah 7
I.3. Tujuan Penelitian 8
I.3.1. Tujuan umum 8
I.3.2. Tujuan khusus 8
I.4. Hipotesa 8
I.5. Manfaat Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
II.1.STROKE 10
II.1.1. Definisi 10
II.1.2. Epidemiologi 10
II.1.3. Klasifikasi 10
II.1.4. Faktor Resiko 14
II.1.5. Patofisiologi 15
II.1.6. Outcome Stroke 17
II.1.7. Onset Stroke 19
(13)
II.2.Stres 23
II.2.1. Definisi 23
II.2.2. Sumber Stres 25
II.2.3. Stressfull Live Events 30
II.2.4. Skala Holmes dan Rahe 31
II.2.5. Coping 32
II.2.6. Strategi Coping 33
II.2.7. Sumberdaya Coping 38
II.2.8. Hubungan Stres dengan Stroke 41
II.4.Kerangka Konsepsional 46
BAB III. METODE PENELITIAN 47
III.1.Tempat dan Waktu 47
III. 2. Subjek Penelitian 47
III. 2.1. Populasi sasaran 47
III. 2.2. Populasi terjangkau 47
III. 2.3. Besar sampel 48
III. 2.4. Kriteria inklusi 49
III. 2.5. Kriteria eksklusi 49
III. 3. Batasan Operasional 49
III. 4. Instrumen Penelitian 53
III. 5. Rancangan Penelitian 53
III. 6. Pelaksanaan Penelitian 54
III. 6.1. Pengambilan sampel 54
III. 6.2. Kerangka operasional 55
III. 6.3. Variabel yang diamati 56
III. 6.4. Analisa statistik 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. HASIL PENELITIAN 60
IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian IV.1.2. Hubungan Stres Dengan Outcome
Stroke
60
(14)
IV.1.3. Hubungan Sleep Stroke Dengan Outcome Stroke
IV.1.4. Hubungan Tipe Stroke Dengan Sleep Stroke
IV.1.5. Hubungan Tingkat Stres Dengan Stroke IV.1.6. Hubungan Onset Stres Dengan Stroke IV.1.7. Hubungan Faktor Risiko Stroke Dengan Stres
IV.2. Pembahasan
IV.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian IV.2.2. Hubungan Stres Dengan Outcome
Stroke
IV.2.3. Hubungan Sleep Stroke Dengan Outcome Stroke
IV.2.4. Hubungan Tipe Stroke Dengan Sleep Stroke
IV.2.5. Hubungan Tingkat Stres Dengan Stroke
IV.2.6. Hubungan Onset Stres Dengan Stroke IV.2.7. Hubungan Faktor Risiko Stroke
Dengan Stres
62
63 64 65
65 66 67
69
69
70
71
72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 74
V.1. KESIMPULAN 74
(15)
DAFTAR SINGKATAN
AF : Atrial Fibrilasi
BTG : B thromboglobulin
CI : Confidence Interval
LACI : Lacunar Infarct
mRS : Modified Rankin Scale
NIHSS : National Institute of Health Stroke Scale
OSA : Obstructive Sleep Apnoea
PACI : Partial Anterior Circulation Infarct
POCI : Posterior Circulation Infarct
PSA :
PF4 : Platelet Factor 4
Perdarahan Subarachnoid
RR : Relative Risk
SPSS : Statistical Product and Science Service
SS : Sleep Stroke
TACI : Total Anterior Circulation Infarct
TIA : Transient Ischemic Attack
TOAST : Trial of Organization in Acute Stroke treatment
TPA : Tissue Plasminogen Activator
WHO : World Health Organization
(16)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Skala Holmes dan Rahe 31
Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitian 58
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9.
Tabel 10.
Tabel 11.
Karakteristik Subjek Penelitian Stres
Karakteristik Subjek Penelitian Sleep Stroke
Hubungan Stres Dengan Outcome Stroke
Hubungan Sleep Stroke Dengan Outcome Stroke
Hubungan Tipe Stroke Dengan Sleep Stroke
Hubungan Subtipe Stroke Dengan Sleep Stroke
Hubungan Tingkat Stres Dengan Stroke
Hubungan Onset Stres Dengan Stroke
Hubungan Faktor Risiko Stroke Dengan Stres
59 60 61 62
62
63 64
64 65
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian
Lampiran 2. Surat persetujuan ikut dalam penelitian
Lampiran 3. Lembar pengumpulan data penelitian
Lampiran 4. Skala Holmes dan Rahe
Lampiran 7. Lampiran 8.
Surat Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK-USU
Data Dasar Penelitian
(18)
DAFTAR LAMBANG p : Tingkat kemaknaan
(19)
ABSTRAK
Latar Belakang dan Tujuan : Kejadian vaskular dapat dipicu oleh faktor akut, yang disebut trigger seperti stres akut, yaitu peristiwa kehidupan yang penuh stres (stressfull life event), mungkin memicu stroke. Tetapi dari beberapa penelitian hasil dilaporkan masih kontroversi. Hampir setiap satu dari lima stroke terjadi pada malam hari, dan pasien terbangun dari tidur dengan handicap, sebelum tidur tanpa defisit neurologis. Oleh karena itu perlu melakukan penelitian untuk menyelidiki kejadian stroke selama tidur pada pasien dengan stroke baru. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui hubungan stres dan sleep stroke dengan outcome stroke. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada pasien stroke akut dan subakut. Pada saat masuk semua subyek penelitian dinilai stres dengan menggunakan Skala Holmes dan Rahe dan ditanyakan apakah kejadiaan stroke pada saat tidur malam atau bukan. Selanjutnya subyek penelitian dinilai outcome stroke saat hari ke-14 setelah onset stroke atau sebelum hari ke-14 pada saat pasien meninggal karena stroke.
Hasil: Dari 60 subjek penelitian 10 orang (16.7%) mengalami sleep stroke dan 22 orang (36.6%) mengalami stres. Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara stres dengan outcome stroke (p=0.534). Terdapat hubungan yang signifikan antara sleep stroke dengan outcome stroke (p=0.010) dan hubungan yang signifikan antara faktor resiko stroke dengan tingkat stres (p=0.013) tetapi tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan stroke (p=0.783).
Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara sleep stroke dengan
outcome stroke faktor resikostroke dengan tingkat stres (p=0.013)
(20)
ABSTRACT
Backgound and Purpose : The vascular events could be precipitated by acute factors, called triggers like acute stressors, such as stressful life events, might trigger stroke. Almost every fifth stroke occurs during the night, and patients wake from sleep with their handicap, having gone to sleep with no neurologic deficit. to investigate the association of known vascular risk factors with stroke occurring during sleep with first-ever stroke.
Methods : We conducted a cross-sectional study of acute and subacute stroke patients in Neurology ward of Adam Malik General Hospital in Medan. On admission, all subjects was assesed for their stress by using holmes and rahe scale and they were asked wether they had their stroke while they were sleeping at night. The outcome was assessed on day 14 after stroke onset or before day 14 if the patient died caused by stroke.
Result : Of 60 subjects, there were 10 subjects (16.7%) had sleep stroke and 22 subjects (36.6%) had stress. There were no significant association between stres and outcome stroke (p=0.534) and levels stress and stroke (p=0.783). There were a significant association between sleep stroke and outcome stroke (p=0.010) and between stroke risk factor and levels stress (p=0.013).
Conclusions : There was a significant association between sleep stroke and outcome stroke (p=0.010) and between stroke risk factor and levels stress (p=0.013).
(21)
ABSTRAK
Latar Belakang dan Tujuan : Kejadian vaskular dapat dipicu oleh faktor akut, yang disebut trigger seperti stres akut, yaitu peristiwa kehidupan yang penuh stres (stressfull life event), mungkin memicu stroke. Tetapi dari beberapa penelitian hasil dilaporkan masih kontroversi. Hampir setiap satu dari lima stroke terjadi pada malam hari, dan pasien terbangun dari tidur dengan handicap, sebelum tidur tanpa defisit neurologis. Oleh karena itu perlu melakukan penelitian untuk menyelidiki kejadian stroke selama tidur pada pasien dengan stroke baru. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui hubungan stres dan sleep stroke dengan outcome stroke. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada pasien stroke akut dan subakut. Pada saat masuk semua subyek penelitian dinilai stres dengan menggunakan Skala Holmes dan Rahe dan ditanyakan apakah kejadiaan stroke pada saat tidur malam atau bukan. Selanjutnya subyek penelitian dinilai outcome stroke saat hari ke-14 setelah onset stroke atau sebelum hari ke-14 pada saat pasien meninggal karena stroke.
Hasil: Dari 60 subjek penelitian 10 orang (16.7%) mengalami sleep stroke dan 22 orang (36.6%) mengalami stres. Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara stres dengan outcome stroke (p=0.534). Terdapat hubungan yang signifikan antara sleep stroke dengan outcome stroke (p=0.010) dan hubungan yang signifikan antara faktor resiko stroke dengan tingkat stres (p=0.013) tetapi tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan stroke (p=0.783).
Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara sleep stroke dengan
outcome stroke faktor resikostroke dengan tingkat stres (p=0.013)
(22)
ABSTRACT
Backgound and Purpose : The vascular events could be precipitated by acute factors, called triggers like acute stressors, such as stressful life events, might trigger stroke. Almost every fifth stroke occurs during the night, and patients wake from sleep with their handicap, having gone to sleep with no neurologic deficit. to investigate the association of known vascular risk factors with stroke occurring during sleep with first-ever stroke.
Methods : We conducted a cross-sectional study of acute and subacute stroke patients in Neurology ward of Adam Malik General Hospital in Medan. On admission, all subjects was assesed for their stress by using holmes and rahe scale and they were asked wether they had their stroke while they were sleeping at night. The outcome was assessed on day 14 after stroke onset or before day 14 if the patient died caused by stroke.
Result : Of 60 subjects, there were 10 subjects (16.7%) had sleep stroke and 22 subjects (36.6%) had stress. There were no significant association between stres and outcome stroke (p=0.534) and levels stress and stroke (p=0.783). There were a significant association between sleep stroke and outcome stroke (p=0.010) and between stroke risk factor and levels stress (p=0.013).
Conclusions : There was a significant association between sleep stroke and outcome stroke (p=0.010) and between stroke risk factor and levels stress (p=0.013).
(23)
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Stroke merupakan satu dari tiga penyebab terbesar kematian di
Amerika Serikat, termasuk di banyak negara lainnya di dunia, setelah
penyakit jantung dan kanker. Hampir tiga perempat juta individu di
Amerika Serikat mengalami stroke tiap tahunnya dan dari jumlah tersebut
sebanyak 150.000 (90.000 wanita dan 60.000 pria) meninggal akibat
stroke (Sacco dkk, 2000; Caplan, 2000).
Stroke iskemik mencapai 87% dari semua stroke, 13% sisanya
stroke hemoragik. Sekitar tiga perempatnya adalah stroke baru, dan
sisanya adalah stroke berulang. Kematian akibat stroke 1 dari setiap 18
kematian di tahun 2007, dengan total 135.952 kematian (Misbach 2007).
Data di Indonesia juga menunjukkan kecenderungan peningkatan
kasus stroke baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan.
Angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9% (umur 45–54
tahun), 26,8% (umur 55–64 tahun) dan 23,5% (umur ≥ 65 tahun). Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan kecacatan didapati
1,6% tidak berubah, serta 4,3% semakin memberat. Stroke menyerang
usia produktif dan usia lanjut, yang berpotensi menimbulkan masalah baru
dalam pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari
(24)
Faktor risiko tradisional memiliki peran dalam patofisiologi stroke.
Meskipun tidak bisa diprediksi kapan stroke akan terjadi, bahkan pada
orang dengan faktor risiko tinggi. Ada hipotesis bahwa kejadian vaskular
dapat dipicu oleh faktor akut, yang disebut trigger (Razdan dkk, 2013).
Paparan faktor transient, yaitu infeksi atau penyalahgunaan alkohol,
dilaporkan memicu stroke iskemik. Peran faktor psikologis masih belum
jelas, meskipun orang awam sering menganggap stres akut sebagai
penyebab stroke. Amarah, emosi negatif atau positif, kelahiran, dan
psikologis distress secara signifikan terkait dengan onset stroke. Stres
akut, seperti peristiwa kehidupan yang penuh stres (stressfull life event),
mungkin memicu stroke iskemik. Tetapi dari beberapa penelitian hasil
dilaporkan masih kontroversi, yang mungkin disebabkan oleh perbedaan
metodologi (Guiraud dkk, 2012).
Penelitian sebelumnya melaporkan hubungan antara stres dan
stroke. Stres psikologis berat atau kejadian mengancam jiwa telah terkait
dengan peningkatan risiko stroke iskemik dan stroke hemoragik (Peterson
dkk 2001). Stressful life events meliputi berbagai peristiwa kehidupan
baik positif maupun negatif yang cukup untuk mempengaruhi aktivitas
rutin seseorang. Ada tiga kelompok utama peristiwa negatif yaitu:
peristiwa kehilangan (misalnya, kematian keluarga atau kehilangan rumah
karena bencana), penyakit fisik yang berat atau cedera, dan kehilangan
(25)
psikologis dari peristiwa kehidupan yang penuh stres merupakan
predisposisi faktor risiko stroke
Penelitian kasus kontrol untuk melihat hubungan antara peristiwa
kehidupan dan terjadinya stroke. Enam puluh pasien dengan serangan
stroke baru, usia berkisar 45-70 tahun, jenis kelamin laki-laki lebih banyak
dari perempuan, tipe stroke: stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Sepuluh persen dari pasien tidak diketahui faktor risiko untuk stroke, 32%
memiliki satu faktor risiko dan 58% memiliki lebih dari satu faktor risiko.
Kelompok kontrol terdiri dari 50 subyek yang sehat yang disesuaikan umur
dan jenis kelamin dengan pasien dan 60 subyek yang disesuaikan umur
jenis kelamin dan faktor risiko stroke dengan pasien. Peristiwa kehidupan
terdiri dari peristiwa yang berat dan peristiwa yang tidak menyenangkan.
Peristiwa yang berat dan peristiwa yang tidak menyenangkan pada pasien
persentasenya ditemukan lebih tinggi dari pada dua kelompok kontrol
dengan perbedaan yang sangat signifikan (p<0.001). Pada kelompok
pasien lebih banyak melaporkan peristiwa kehidupan yang berat pada 1
hari, 1 minggu, dan 6 bulan sebelum onset stroke daripada kelompok
kontrol (Abdelsame dkk, 2009).
(Han dkk, 2006).
Penelitian tentang hubungan antara paparan peristiwa kehidupan
dan onset stroke Iskemik. Paparan peristiwa kehidupan dalam waktu satu
bulan sebelum onset stroke (hazard period) pada pasien dibandingkan
dengan paparan pada kontrol selama lima bulan. Demikian pula, paparan
(26)
pasien dibandingkan dengan paparan peristiwa kehidupan tiga minggu
sebelum onset stroke pada kontrol. Pasien yang terkena ≥ 1 life event
lebih sering menderita stroke pada bulan pertama dibandingkan kontrol
menderita stroke pada bulan kelima (odds ratio (OR) = 2.96, 95%
confidence interval (CI), 2.19-4.00). Pasien yang terkena ≥ 1 life event
lebih sering menderita stroke pada minggu pertama dibandingkan pada
kontrol pada minggu ketiga (OR= 2.10; 95% CI 1.40-3.17) (Guiraud dkk,
2012).
Penelitian sebelumnya telah membahas hubungan antara stres dan
perubahan level tekanan darah. Kemungkinan hubungan antara stres dan
risiko stroke terkait dengan perbedaan perilaku seperti merokok, aktivitas
fisik, dan konsumsi alkohol atau status sosial ekonomi. Penelitian yang
menganalisa hubungan antara frekuensi dan intensitas stres yang
dilaporkan dengan risiko stroke. Sebanyak 5604 pria dan 6970 wanita,
dan 929 stroke serangan pertama, dimana 207 (22%) yang berakibat fatal
dalam waktu 28 hari setelah timbulnya gejala. Kategori frekuensi stres
tidak pernah / hampir tidak pernah, bulanan, mingguan, atau harian.
Kategori intensitas stres pernah / hampir tidak pernah, ringan, sedang,
atau berat. Subyek dengan intensitas berat risiko fatal stroke hampir dua
kali lipat dibandingkan dengan subyek yang tidak stres (Relative Risk
[RR], 1,89, 95% CI, 1,11-3,21). Tidak ada pengaruh stres yang signifikan
pada nonfatal stroke. Subyek yang dilaporkan sering stres lebih
(27)
dan stres mingguan dikaitkan dengan risiko lebih tinggi fatal stroke
dibandingkan dengan tanpa stres (Truelsen dkk, 2003).
Penelitian Shiue dkk bertujuan untuk menentukan hubungan antara
peristiwa kehidupan dan perdarahan subarachnoid (PSA). Di antara 12
peristiwa kehidupan, hanya 2 peristiwa kehidupan (keuangan / masalah
hukum) pada sebulan sebelum stroke terkait dengan PSA (p=0.04 dan
p=0.03). Tidak ada hubungan yang jelas antara beberapa peristiwa
kehidupan dan PSA untuk dua bulan sebelum dan 2 sampai 12 bulan
(keduanya p > 0.4). Life event tidak memiliki efek yang cukup besar pada
risiko PSA (Shiue dkk, 2010).
Dari sudut pandang patofisiologi, stres psikososial akut dapat
menyebabkan aktivasi hipotalamus hipofisis adrenal axis dan sistem saraf
otonom. Stres psikologis dapat meningkatkan tekanan darah, denyut nadi,
tingkat lipid serum, faktor hemostatik, darah, platelet-secreation protein,
epinefrin, dan norepinefrin, dan menyebabkan disfungsi endotel transient
(Guirad dkk, 2012).
Penelitian mencari hubungan antara stroke iskemik dan stres
psikologis, stres psikologis yang dirasakan sendiri sebelum stroke dinilai
secara retrospektif dengan menggunakan kuesioner. Stres psikologis
permanen selama setahun terakhir atau lebih adalah independen terkait
dengan keseluruhan stroke iskemik (rasio multivariat yang disesuaikan
OR 3,49, CI 95% 2,06-5,93). Outcome stroke dievaluasi setelah 3 bulan
(28)
hubungan antara stres dan outcome. Analisis univariat dengan subtipe
stroke iskemik menunjukkan bahwa stres psikologis permanen yang
dirasakan sendiri selama satu tahun lebih dikaitkan dengan peningkatan
risiko untuk semua subtipe stroke iskemik (Jood dkk 2008).
Lima belas sampai 25 % dari stroke iskemik terjadi pada saat tidur
(Huisa dkk,2010). Stroke paling sering terjadi segera setelah bangun di
pagi hari. Namun, hampir setiap satu dari lima stroke terjadi pada malam
hari, dan pasien terbangun dari tidur dengan handicap, sebelum tidur
tanpa defisit neurologis. Oleh karena itu perlu melakukan penelitian untuk
menyelidiki kejadian stroke selama tidur pada pasien dengan stroke baru
(Spengos dkk 2005).
Penelitian Spengos dkk dari 1448 pasien stroke pada stroke saat
tidur (Sleep Stroke) didapati dalam 264 kasus (18,2%). Pada subyek
dengan stroke saat tidur, lakunar infark adalah subtipe stroke yang
prevalensinya paling sering, sedangkan pada pasien dengan stroke saat
terbangun, mekanisme yang mendasarinya adalah small-vessel disease
(p< 0.01). Sebaliknya, pasien stroke saat terbangun lebih sering pada
perdarahan intraserebral dan stroke kardioemboli bila dibandingkan
dengan subyek dengan sleep stroke (masing-masing 6,4 % dan 18,9 %)
(p< 0.01). Analisa statistik dengan multiple variabel logistic regression
mengidentifikasi faktor-faktor sebagai prediktor independen sleep stroke
(29)
iskemik. Lakunar infark adalah satu-satunya subkelompok stroke iskemik
yang positif berhubungan dengan sleep stroke.
Penelitian Conde dkk pasien dengan stroke iskemik dicatat waktu
onset klinis, patologis, severitas (NIHSS), klasifikasi klinis, klasifikasi
etiologi berdasarkan Trial of Organization in Acute Stroke Treatment
(TOAST), dan fungsional outcome pada 3 bulan (modified rankin scale).
Ketika gangguan klinis muncul selama waktu tidur malam itu dianggap
sleep stroke (SS). Sisanya dianggap Wake up Stroke (WS). Dari 813
pasien, 127 adalah SS (15,6 %). Kejadian stroke pada saat tidur rendah,
dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi. Obesitas muncul sebagai
faktor yang berhubungan dengan SS sementara atrial fibrilasi terkait
dengan WS. Sleep Stroke memiliki keparahan klinis yang lebih besar di
awal dan fungsional outcome yang lebih buruk pada 3 bulan. Fungsional
outcome ini tergantung pada tingkat keparahan klinis awal. Beberapa
mekanisme telah didalilkan sebagai penjelasan untuk pola ini, terutama
variasi sirkadian tekanan arteri.
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti
yang telah diuraikan di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut:
(30)
I.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan antara stres dan sleep stroke
dengan outcome stroke.
1.3.2. Tujuan Khusus.
1. Untuk mengetahui perbedaan antara stres dengan outcome
stroke.
2. Untuk mengetahui perbedaan antara sleep stroke dengan
outcome stroke.
3. Untuk mengetahui perbedaan antara tipe stroke dengan sleep
stroke.
4. Untuk mengetahui perbedaan antara tingkat stres dengan
stroke.
5. Untuk mengetahui perbedaan antara onset stres dengan stroke.
6. Untuk mengetahui perbedaan antara stres dengan faktor risiko
stroke.
7. Untuk melihat gambaran karakteristik demografi populasi
sampel.
I.4. Hipotesis
(31)
I.5. Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui perbedaan outcome stroke antara stres dan
sleep stroke:
1.5.1. Manfaat penelitian untuk ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara
keilmuan tentang perbedaan outcome stroke antara stres dan sleep
stroke
1.5.2. Manfaat penelitian untuk penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar untuk
penelitian selanjutnya tentang peran stressfull life event sebagai pemicu
stroke sehingga stress dapat menjadi salah satu faktor risiko yang
modified dan sleep stroke dengan outcome stroke.
1.5.3. Manfaat penelitian untuk masyarakat
Dengan mengetahui hubungan antara stressful life event dan sleep
stroke dengan outcome stroke dapat dijadikan sebagai salah satu upaya
untuk dapat menghadapi stres sehingga mengurangi risiko terjadinya
(32)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. STROKE
II.1.1. Definisi
Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologis akut yang diduga
disebabkan oleh iskemik atau hemoragik, menetap ≥ 24 jam atau sampai kematian, tetapi tanpa bukti yang cukup untuk diklasifikasikan (Sacco dkk,
2013).
II.1.2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, diperkirakan 795.000 orang mengalami stroke
setiap tahun. Stroke iskemik mencapai 87% dari semua stroke, 13%
sisanya stroke hemoragik. Sekitar tiga perempatnya adalah stroke baru,
dan sisanya adalah stroke berulang. Kematian akibat stroke 1 dari setiap
18 kematian di tahun 2007, dengan total 135.952 kematian (Larry 2012).
II.1.3. Klasifikasi Stroke
Dasar klasifikasi yang berbeda – beda diperlukan, sebab setiap jenis
stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang
berbeda, walaupun patogenesisnya sama ( Misbach 2011)
(33)
1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Thrombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
II. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
IV. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu :
1. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)
2. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
3. Lacunar Infarct (LACI)
4. Posterior Circulation Infarct (POCI)
V. Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan kriteria kelompok peneliti
TOAST
(34)
Gejala klinik dan penemuan imejing otak yang signifikan
(>50%) stenosis atau oklusi arteri besar di otak atau cabang
arteri di korteks disebabkan oleh proses aterosklerosis.
Gambaran CT sken otak MRI menunjukkan adanya infark di
kortikal, serebellum, batang otak, atau subkortikal yang
berdiameter lebih dari 1,5 mm dan potensinya berasal dari
aterosklerosis arteri besar.
2. Kardioembolisme
Oklusi arteri disebabkan oleh embolus dari jantung. Sumber
embolus dari jantung terdiri dari :
a. Risiko tinggi
• Prostetik katub mekanik
• Mitral stenosis dengan atrial fibrilasi
• Fibrilasi atrial (other than lone atrial fibrillation)
• Atrial kiri / atrial appendage thrombus
• Sick sinus syndrome
• Infark miokard baru (<4 minggu) • Thrombus ventrikel kiri
• Kardiomiopati dilatasi
• Segmen ventricular kiri akinetik • Atrial myxoma
• Infeksi endokarditis b. Risiko sedang
(35)
• Prolapsus katup mitral • Kalsifikasi annulus mitral
• Mitral stenosis tanpa fibrilasi atrial • Turbulensi atrial kiri
• Aneurisma septal atrial • Paten foramen ovale • Atrial flutter
• Lone atrial fibrillation
• Katup kardiak bioprostetik
• Trombotik endokarditis nonbacterial • Gagal jantung kongestif
• Segmen ventrikuler kiri hipokinetik • Infark Miokard (> 4 minggu, < 6 bulan) 3. Oklusi Arteri Kecil
Sering disebut juga infark lakunar, dimana pasien harus
mempunyai satu gejala klinis sindrom lakunar dan tidak
mempunyai gejala gangguan disfungsi kortikal serebral.
Pasien biasanya mempunyai gambaran CT Sken/MRI otak
normal atau infark lakunar dengan diameter < 1,5 mm di
daerah batang otak atau subkortikal.
4. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Menentukan
a. Non-aterosklerosis Vaskulopati • Noninflamiasi
(36)
• Inflamasi non infeksi • Infeksi
b. Kelainan Hematologi atau Koagulasi
5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Tidak Dapat
Ditentukan
II.1.4. Faktor Risiko
Penelitian prospektif stroke telah mengidentifikasi berbagai
faktor-faktor yang dipertimbangkan sebagai risiko yang kuat terhadap timbulnya
stroke. Faktor risiko timbulnya stroke : (Sjahrir, 2003 ; Nasution, 2007).
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Ras dan suku bangsa
d. Faktor turunan
e. Berat badan lahir rendah
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a. Prilaku:
1. Merokok
2. Diet tidak sehat: lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol,
kurang buah
(37)
4. Obat-obatan: narkoba (kokain), anti koagulansia, antim platelet,
amfetamin, pil kontrasepsi
5. Kurang gerak badan
b. Fisiologis
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues, arthritis, traumatik, AIDS, lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah
9. Stenosis karotis asimtomatik
II.1.5. Patofisiologi
1. Stroke Iskemik
Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak
menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi –
reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel – sel otak dan unsur –
unsur pendukungnya (Sjahrir, 2003).
Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian
inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah
(38)
luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel – sel
otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang
fungsi – fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat
iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di
luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran
darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah
yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi
dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor
waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat
berangsur-angsur mengalami kematian. Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari
sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir, 2003).
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap, yaitu:
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O
c. Kegagalan energi
2
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
(39)
2. Stroke Hemoragik
Pada perdarahan otak pecahnya pembuluh darah di otak
dibedakan menurut anatominya atas perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarakhnoid. Perdarahan intrasebral biasanya timbul karena
pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya
dapat merusak dan menyela diantara selaput akson massa putih “
dissecan spilitting” tanpa merusaknya. Sedangkan pada perdarahan yang
luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan
yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau
lewat foramen magnum. Perdarahan Subarakhnoid terjadi karena
pecahnya aneurisma sakuler pada 80% kasus non traumatik. Aneurisma
sakuler ini merupakan proses degenerasi vaskuler yang didapat akibat
proses hemodinamik pada bifurkasio pembuluh arteri otak (Misbach
2011).
II.1.6. OUTCOME STROKE
Tahun 1980 World Health Organization (WHO) membuat defenisi
(40)
1. Impairment adalah suatu kehilangan atau abnormalitas fungsi atau
struktur psikologis, fisiologis anatomis.
2. Disabilitas adalah hambatan atau ketidakmampuan akibat impairment
untuk melakukan suatu aktivitas dalam rentang waktu tertentu dengan
cara atau yang dianggap normal untuk orang sehat.
3. Handicap adalah gangguan yang dialami oleh individu akibat
impairment atau disabilitas tersebut, sehingga seseorang terbatas
dalam melakukan suatu perannya sebagai manusia normal.
Untuk kemudahan dan keseragaman pengukuran kemajuan dari
fungsi otak terdapat beberapa penilaian berdasarkan skoring yang telah
digunakan secara luas didunia. Skoring atau skala yang telah dipakai
diunit stroke dan sudut stroke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo adalah
NIHSS, Barthel Index dan Modified Rankin Scale. Penelitian klinis tentang
stroke secara rutin menggunakan mortalitas sebagai outcome, namun
terdapat outcome lainnya yang penting untuk investigasi klinis dan relevan
dengan pasien, mencakup perubahan fungsi tubuh dan disabilitas.
(Misbach 2011).
Modified Rankin Scale mengukur tingkat keterbatasan fungsional
pasca stroke. Hasil penelitiannya adalah secara umum, terdiri dari 0-6,
dimana 0-1 outcome baik, 2-5 outcome buruk, 6 berarti meninggal (Jood
dkk 2008).
National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) adalah suatu
(41)
kemajuan hasil perawatan fase akut untuk menilai impairment penilaian ini
dilakukan dua kali, yaitu pada saat masuk dan saat keluar dari perawatan.
(Misbach 2011).
Barthel Index diperkenalkan oleh Mahoney dan Barthel pada tahun
1965, yang kemudian dimodifikasi oleh Granger dkk 1982 memuat 15
penilaian dengan nilai 0-100. Yang banyak dipakai adalah versi Wade dan
Collin memuat 10 penilaian dengan nilai 0-100 (Misbach 2011).
II.1.6 ONSET STROKE
Sejak 1970, banyak penelitian yang menghubungkan ritme
sirkadian dan kejadian stroke. Stroke iskemik dan stroke hemoragik dapat
menunjukkan frekuensi peristiwa kejadian bimodal. Semua jenis stroke
dianggap sama, lebih sering terjadi pada pagi dan sore hari (Schallner dkk
2014; Ahmadi dkk 2014). Periodisitas sirkadian tidak hanya dilihat dalam
terjadinya peristiwa, tetapi juga kematian karena stroke. Satu studi
menunjukkan kematian lebih tinggi ketika terjadi di pagi hari, bahkan
ketika disesuaikan untuk usia, jenis kelamin, dan tingkat keparahan
(Schallner dkk 2014).
II.1.6.1. Ritme Sirkadian Stroke Iskemik
Ritme sirkadian pada stroke iskemik adalah unik karena
merupakan satu-satunya jenis stroke yang memiliki kejadian maksimal
(42)
iskemik dilaporkan terjadi dengan puncak maksimal di pagi hari, dan
puncak kedua di malam hari, pola sirkadian ini secara independen terkait
dengan terjadinya stroke iskemik bahkan ketika dikontrol faktor
hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, kebiasaan merokok, kejadian vaskular
sebelumnya, dan pengobatan dengan anti-platelet atau obat antikoagulan.
Bahkan ketika stroke iskemik dibagi menjadi subkelompok aterosklerosis
arteri kecil atau stroke lakunar, kardioembolik, aterosklerosis arteri besar,
dan kriptogenik, probabilitas ritmik tertinggi masih di pagi hari untuk setiap
subtipe stroke iskemik (Schallner dkk 2014).
II.1.6.2. Ritme Sirkadian Perdarahan Intraserebral
Ritme sirkadian PIS pada pasien dengan demografis yang berbeda
cenderung menunjukkan pola sirkadian berbeda. Tidak seperti stroke
iskemik, PIS memiliki tingkat kejadian yang lebih tinggi di sore hari dan
jarang pada malam hari. Apakah seseorang tidur atau tidak selama PIS,
tampaknya mempengaruhi outcome. Ketika kematian pada PIS
dibandingkan pada pasien yang tertidur dan terjaga, pasien tidur memiliki
angka kematian signifikan lebih tinggi. Volume pendarahan pada
kelompok tidur secara signifikan lebih besar (Schallner dkk 2014).
II.1.6.3. Ritme Sirkadian Perdarahan Subarachnoid
Ritme sirkadian perdarahan subarachnoid (PSA) tidak seperti
(43)
berbeda tergantung pada suhu. Kejadian PSA tertinggi di pagi hari
selama musim dingin yang bulan dan tertinggi di sore hari selama musim
panas dengan peningkatan yang signifikan dalam frekuensi. Perubahan
pada akhir pekan terkait dalam diet, konsumsi alkohol dan aktivitas fisik
telah diusulkan untuk menjelaskan fenomena ini. Perbedaan yang
ditemukan ketika PSA dibagi menjadi dua subkelompok: aneurisma PSA
dan non-aneurisma PSA. Aneurisma PSA dilaporkan terjadi paling sering
pada pagi hari sedangkan tidak ada kejadian puncak dilaporkan dalam
non-aneurisma PSA (Schallner dkk 2014).
II.1.7. Hubungan Sleep Stroke dengan Outcome Stroke
Pada penelitian kejadian sleep stroke, ditemukan kejadian stroke
lebih rendah pada malam. Namun demikian, menunjukkan tingkat
keparahan yang lebih tinggi dan prognosis yang lebih buruk. Beberapa
penelitian, dengan metodologi yang bervariasi, telah menganalisis variasi
sirkadian dalam onset stroke iskemik, sebagian besar menemukan puncak
frekuensi selama pagi hari (6:01am - 12 : 00 noon). Ada juga studi yang
menganalisis apakah stroke terjadi saat tidur. Beberapa tidak hanya
menggambarkan puncak pada pagi, tetapi juga penurunan frekuensi
stroke pada jam-jam tidur malam. Studi yang menemukan bahwa selama
hari kerja periode frekuensi stroke yang terbesar adalah 06:00-08:00,
(44)
pola sirkadian mungkin tidak hanya terkait dengan jam tetapi juga khusus
dengan waktu tidur dan terjaga (Conde dkk, 2007).
Mekanisme yang mendasari hubungan yang signifikan antara
outcome fungsional yang lebih buruk setelah stroke meliputi deteksi gejala
stroke yang tertunda dan seiring keterlambatan manajemen awal,
peningkatan variabilitas vasomotor selama tidur rapid eye movement,
lonjakan tekanan darah di pagi hari, berkurang aktivitas fibrinolitik dengan
peningkatan aggregasi trombosit pada periode hiperakut, aktivitas
simpatis dan parasimpatis dan indeks massa tubuh (Kim dkk, 2011).
Pola sirkadian tekanan darah, pada saat nokturnal turun, tingkat
yang lebih tinggi dari agregasi platelet pada pagi hari, kecenderungan
untuk turunnya viskositas darah di malam hari dan mencapai puncaknya di
pagi hari. Selain itu, aktivitas endogen tissue plasminogen activator (TPA)
terendah di pagi hari dan ada juga penurunan fungsi endotel di pagi hari.
Oleh karena itu, tidur dapat memberi efek signifikan terhadap sistem saraf
otonom, hemodinamik sistemik, fungsi jantung, fungsi endotel, agregasi
platelet dan koagulasi (Conde dkk, 2007).
Obesitas tampaknya berhubungan dengan SS. Ini dapat dijelaskan
oleh fakta bahwa obesitas memiliki hubungan yang lebih besar dengan
kelainan tidur primer dan sekunder, terutama dengan obstructive sleep
apnoea (OSA). Pasien dengan kelainan tidur ini mengalami frekuensi yang
lebih besar dari gangguan tekanan intratoraks, aritmia jantung, disfungsi
(45)
menyebabkan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular (Conde dkk,
2007).
Di sisi lain, pasien dengan SS lebih sering perempuan dan usia tua.
Prevalensi Atrial Fibrilasi (AF) dikaitkan dengan usia tua. Setelah
disesuaikan berdasarkan usia dan jenis kelamin, AF muncul sebagai
faktor terkait dengan WS. Pasien dengan SS lebih sedikit menderita AF
untuk usia dan jenis kelamin yang sama. Dengan kata lain, AF dapat
memicu stroke terutama dalam saat terjaga. Telah dijelaskan bahwa
denyut jantung juga memiliki variasi sirkadian dimana denyut jantung lebih
rendah pada malam hari dan bertambah tinggi pada saat bangun dan
aktifitas fisik, yang dapat menjelaskan prevalensi AF relatif lebih tinggi di
WS. Sehubungan dengan tingkat keparahan dan evolusi keparahan awal
(NIHSS) lebih tinggi pada SS bahkan bila dianalisis termasuk TIA,
meskipun di 3 bulan dan kematian tidak menunjukkan peningkatan yang
signifikan pada statistik setelah penyesuaian pada manfaat pengobatan
trombolitik, hanya dapat memperkuat adanya perbedaan dalam prognosis
(Conde dkk, 2007).
II.2. Stres
II.2.1. Defenisi
Pengertian stres, menurut Haber dan Runyon, adalah konflik yang
berupa tekanan eksternal dan internal serta permasalahan lainnya dalam
(46)
keadaan atau situasi yang rumit dan dinilai sebagai keadaan yang
menekan dan membahayakan individu serta telah melampui sumber daya
yang dimiliki individu untuk mengatasinya. Selye yang dianggap sebagai
pelopor penggunaan istilah stres, mendefinisikan stres sebagai respon
umum dan tidak spesifik terhadap setiap tuntutan fisik maupun emosional,
baik dari lingkungan (eksternal) maupun dari dalam diri (internal) (Maryam
2009).
Stres adalah suatu kondisi dinamik, dalam hal ini seorang individu
dihadapkan dengan sebuah peluang yang dikaitkan dengan apa yang
sangat diinginkannya. Stres tidak hanya mempunyai nilai negatif, tetapi
juga positif. Stres merupakan suatu peluang bila stres itu menawarkan
perolehan yang potensial. Stres juga sebagai kendala jika dapat
menghambat seseorang mengerjakan apa yang diinginkannya (Maryam
2009).
Para ahli psikologi seperti Baum, Coyne dan Holroy,
mengelompokkan stres dalam tiga perspektif yaitu stres sebagai stimulus,
stres sebagai suatu respon dan stres sebagai suatu proses. Menurut
perspektif stres sebagai stimulus, stres terjadi disebabkan oleh lingkungan
atau kejadian yang dapat mengancam atau berbahaya, sehingga
menimbulkan ketegangan dan perasaan tidak nyaman. Menurut
pandangan stres sebagai respon, stres merupakan reaksi/respon individu
(47)
terjadi karena adanya interaksi antara individu dan lingkungan (Maryam
2009).
Klasifikasi stres ada dua jenis yaitu stres akut (acute stress) dan
stres kronis (chronic stress). Stres akut, yang berjangka waktu tidak lama
(short-item), adalah reaksi segera terhadap ancaman, yang secara umum
diketahui sebagai respons melawan (fight) atau menghindar (flight).
Ancaman tersebut dapat berupa setiap situasi yang dialami, bahkan di
bawah sadar, sebagai sesuatu yang berbahaya (Maryam 2009).
II.2.2. Sumber Stres
Menurut Lazarus dan Cohen, sumber stres dapat digolongkan menjadi
tiga yaitu:
1. Perubahan menyeluruh (cataclymic stressor). Kejadian yang dapat
menimbulkan stres dan terjadi secara tiba(0)tiba serta dirasakan
oleh banyak orang secara bersamaan seperti bencana alam (banjir,
badai).
2. Sumber stres dari pribadi (personal stressor). Perubahan yang
terjadi dalam kehidupan seseorang turut berpotensi menimbulkan
stres, misalnya: pernikahan, perceraian, kematian pasangan,
mencari atau kehilangan pekerjaan.
3. Sumber stres dari lingkungan fisik. Kejadian atau keadaan yang
berupa ketidaknyamanan dalam keseharian seseorang. Kejadian ini
(48)
sehingga menjadi masalah yang mengganggu dan menekan
emosional, contohnya: lingkungan rumah/kerja yang bising
(Maryam dkk 2009).
Sumber stres berdasarkan sifatnya, yaitu:
1. Sumber stres yang bersifat fisik. Atwater (1983) menyebut stres
yang disebabkan oleh sumber stres fisik ini sebagai stres biologis.
Stres biologis dapat mempengaruhi daya tahan tubuh dan emosi.
2. Sumber stres bersifat psikososial. Menurut Atwater (1983) stres
psikologis dapat mempengaruhi kesehatan fisik (Maryam dkk
2009).
Terdapat empat sumber stres yang bersifat psikososial yaitu:
a. Tekanan.
Tekanan merupakan pengalaman yang menekan, berasal dari
dalam diri, luar, atau gabungan keduanya. Dalam porsi yang tidak
berlebihan tekanan dalam individu memang diperlukan untuk dapat
berbuat yang terbaik. Sebaliknya, bila berlebihan tekanan dapat
merugikan individu atau membuatnya tidak berdaya.
b. Frustasi.
Frustasi yaitu emosi negatif yang timbul akibat terhambatnya atau
tidak terpuaskannya tujuan/keinginan individu. Dapat pula
diakibatkan oleh tidak adanya subyek atau objek yang diinginkan.
(49)
Konflik merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya dua atau
lebih pilihan yang bertentangan, sehingga pemenuhan suatu pilihan
akan dapat menghalangi tercapainya pilihan yang lain.
d. Kecemasan.
Kecemasan sangat berhubungan dengan perasaan aman. Dalam
keadaan normal, kecemasan dapat membantu seseorang untuk
lebih menyadari akan situasi bahaya tertentu. Sebaliknya, bila
berlebihan dapat memperburuk perilaku individu (Maryam 2009).
II.2.3. Gejala Stres
Gejala stres mencakup gejala psikis, fisik dan perilaku, misalnya
gejala psikis kelelahan mental, diikuti gejala fisik seperti gangguan kulit,
dan perubahan perilaku yaitu penurunan kualitas hubungan interpersonal.
Menurut Cox dan Ferguson (1991), stres berkembang secara bertahap,
tetapi gejala-gejalanya dapat dikenali sejak dini. Tanda tanda stres dapat
dilihat dari beberapa aspek:
Kognitif:
1. Ketidakmampuan untuk menghentikan berpikir tentang bencana.
2. Kehilangan objektivitas
3. Ketidakmampuan untuk membuat keputusan atau mengekspresikan
dirinya baik secara verbal maupun tulisan
Fisik:
(50)
2. Gangguan pencernaan, sakit kepala, dan keluhan lainnya
3. Adanya masalah makan, misalnya nafsu makan bertambah atau
hilangnya selera makan
Afektif:
1. Timbul keinginan bunuh diri, depresi berat
2. Mudah marah
3. Sinisme dan atau pesimisme yang berlebihan
4. Kekhawatiran yang berlebihan mengenai korban dan keluarganya
5. Merasa cemburu melihat pihak lain yang sedang menangani korban
6. Merasa ada tekanan/paksaan
7. Adanya keresahan yang signifikan setelah mendapatkan penanganan
Tingkah laku:
1. Mengkonsumsi alkohol dan penyalahgunaan obat
2. Menarik diri dari hubungan dengan teman, rekan kerja, dan keluarga.
3. Bertingkah laku sesuka hatinya.
4. Merasa tidak perlu untuk melakukan hubungan dengan korban lain
5. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan atau bertanggung jawab atas
pekerjaan secara normal
6. Berusaha untuk tidak tergantung kepada tim penanganan korban
Gejala gejala (symptoms) orang mengalami stres, baik secara fisik,
mental, maupun psikologis. Simtom-simtom tersebut adalah sebagai
berikut:
(51)
• Ada gangguan (distraction) • Pikiran bersaing (racing mind)
• Tidak yakin atau ragu-ragu (uncertainty) • Tidak logis (illogic)
• Lupa (forgetfulness) • Kecurigaan (suspicion) • Lekas marah (irritability) • Kecemasan (anxiety) • Depresi (depression)
• Gusar atau marah-marah (anger) • Kesepian (lonliness)
• Rendah diri (low-self esteem) • Gangguan perut (upset stomach) • Keletihan (fatigue)
• Sakit punggung (backache) • Sakit kepala (headache) • Sembelit (constipation) • Diare (diarrhea)
• Dada sumpek (chest tightness)
• Kebiasaan tidur yang buruk (poor sleeping habits) • Kebiasaan bangun yang buruk (poor calling habits) • Berbicara cepat (rapid speech)
(52)
• Mengendarai dengan sembrono (reckless driving) • Merokok berlebihan (excessive smoking)
• Minum (Alkohol) berlebihan (excessive drinking)
Dari beberapa gejala stres yang telah disampaikan oleh para ahli
ada yang telah mengarah kepada coping yang tidak efektif (maladaptif)
seperti Kebiasaan tidur yang buruk, kebiasaan bangun yang buruk,
berbicara cepat, menggunakan obat-obatan, mengendarai dengan
sembrono, merokok berlebihan dan minum alkohol dan obat terlarang.
II.2.3. Stressfull Life Events
Life event adalah peristiwa-peristiwa dalam kehidupan yang dapat
menjadi stresor dan dapat mempengaruhi individu pada suatu waktu.
Stressfull life events adalah kejadian yang mengganggu dan
mengacaukan kegiatan rutin individu dan mungkin tidak diinginkan.
Mencakup stressor mayor dan minor, kehilangan, prestasi, dan perubahan
status yang terjadi dalam hidup masyarakat. Peristiwa kehidupan sering
mengharuskan seseorang untuk menjalani penyesuaian psikososial
baginya agar kehidupan berfungsi dengan baik (Muhwezi 2007).
II.2.4. Pengukuran Tingkat Stres Dengan Metode Holmes Dan Rahe
Pada tahun 1967, Dr. Thomas H. Holmes dan Dr. RPISard H. Rahe
telah mengembangkan alat ukur stres diri yang disebut “Social
(53)
No
Tabel 1. Skala Holmes Dan Rahe
PENGALAMAN-PENGALAMAN KEHIDUPAN Nilai
1 Kematian suami/istri 100
2 Kematian keluarga dekat 63
3 Perkawinan 50
4 Kehilangan jabatan 47
5 Pensiunan 45
6 Kehamilan istri 40
7 Kesulitan seks 39
8 Tambah anggota keluarga baru 39
9 Kematian kawan dekat 37
10 Konflik suami atau istri 35
11 Menggadaikan rumah 31
12 Perubahan dalam tanggung jawab pekerjaan 29
13 Konflik dengan ipar, mertua, menantu 29
14 Perasaan tersinggung atau penyakit 53
15 Rujuk dalam perkawinan 45
16 Perubahan kesehatan seseorang anggota keluarga 44
17 Perubahan dalam status keuangan keluarga 38
18 Perceraian 65
19 Peralihan jenis pekerjaan 36
20 Mencegah terjadinya penggadaian/pinjaman 30
21 Anak laki-laki atau perempuan meninggalkan rumah 29
22 Prestasi pribadi yang luar biasa 28
23 Istri mulai atau berhenti bekerja 29
24 Kesulitan dengan atasan 23
25 Tukar tempat tinggal 20
26 Perubahan dalam hiburan 19
27 Pinjaman dengan rumah sebagai jaminan 17
28 Perubahan dalam jumlah pertemuan keluarga 15
29 Pelanggaran ringan 11
30 Menukar kebiasaan pribadi 24
31 Perubahan jam kerja 20
32 Tukar sekolah 20
33 Tukar kegiatan sekolah 18
34 Tukar kebiasaan tidur 16
35 Perubahan dalam kebiasaan makan 15
36 Berlibur 13
Dikutip dari MARYAM S. 2009. Strategi Coping bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami Aceh. Unimal Press. LhokseumaweO
Holmes dan Rahe mengkategorikan tingkat stres kedalam empat
katagori. Skor kurang dari 150 sebagai stres minor, skor 150-199
(54)
atas 300 tergolong stres mayor/berat. Holmes dan Rahe memperkirakan
bahwa 35 persen individu dengan skor di bawah 150 akan mengalami
sakit atau kecelakaan dalam dua tahun, 51 persen individu dengan skor
antara 150-300 dan mereka dengan skor di atas 300 berpeluang 80%
mengalami sakit atau kecelakaan( Maryam 2009).
Skala Holmes dan Rahe adalah skala yang mengukur penyebab
dan tingkat stres. Didalam skala ini terdapat 36 butir berbagai pengalaman
dalam kehidupan seseorang, yang masing-masing diberi nilai (score)
Nawawi 2011; Maryam 2009). Suatu instrumen (keseluruhan indikator)
dianggap sudah cukup reliabel (reliabilitas konsistensi internal ), bilamana
α ≥0.6 Tingkat stres Holmes dan Rahe nilai reabilitas relatif cukup baik 0.6124 dan validitas 0.006-0.686 (Maryam 2009).
II.2.5. Coping
Coping adalah perilaku yang terlihat dan tersembunyi yang
dilakukan seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan
psikologi dalam kondisi yang penuh stres. Individu tidak akan membiarkan
efek negatif ini terus terjadi, ia akan melakukan suatu tindakan untuk
mengatasinya (Nawawi 2011)
Tindakan yang diambil individu dinamakan strategi coping. Strategi
coping sering dipengaruhi oleh latar belakang budaya, pengalaman dalam .
menghadapi masalah, faktor lingkungan, kepribadian, konsep diri, faktor
(55)
menyelesaikan masalahnya. Dari beberapa pengertian coping dapat
disimpulkan bahwa coping merupakan :
1. Respon perilaku dan fikiran terhadap stres
2. Penggunaan sumber yang ada pada diri individu atau lingkungan
sekitarnya.
3. Pelaksanaannya dilakukan secara sadar oleh individu dan
4. Bertujuan untuk mengurangi atau mengatur konflik-konflik yang timbul
dari diri pribadi dan di luar dirinya (internal or external conflict),
sehingga dapat meningkatkan kehidupan yang lebih baik(Maryam
2009)
Perilaku coping dapat juga dikatakan sebagai transaksi yang
dilakukan individu untuk mengatasi atau mengurangi berbagai tuntutan
(internal dan eksternal) sebagai sesuatu yang membebani dan
mengganggu kelangsungan hidupnya .
(Maryam 2009).
II.2.6. Strategi Coping
Strategi coping bertujuan untuk mengatasi situasi dan tuntutan
yang dirasa menekan, menantang, membebani dan melebihi sumber daya
(resources) yang dimiliki. Sumber daya coping yang dimiliki
mempengaruhi strategi coping. Ada dua jenis mekanisme coping yang
dilakukan individu yaitu coping yang berpusat pada masalah (problem
(56)
berpusat pada emosi (emotion focused of coping/palliatif form) (Maryam
2009)
1. Strategi coping berfokus pada masalah. .
Strategi coping berfokus pada masalah adalah suatu tindakan yang
diarahkan kepada pemecahan masalah. Individu akan cenderung
menggunakan perilaku ini bila dirinya menilai masalah yang dihadapinya
masih dapat dikontrol dan dapat diselesaikan. Yang termasuk strategi
coping berfokus pada masalah adalah:
a. Planful problem solving yaitu bereaksi dengan melakukan
usaha- usaha tertentu yang bertujuan untuk mengubah keadaan,
diikuti pendekatan analitis dalam menyelesaikan masalah.
Contohnya seseorang yang melakukan coping planful problem
solving akan bekerja dengan penuh konsentrasi dan perencanaan
yang cukup baik serta mau merubah gaya hidupnya agar masalah
yang dihadapi secara berlahan-lahan dapat terselesaikan.
b. Confrontative coping yaitu bereaksi untuk mengubah keadaan yang
dapat menggambarkan tingkat risiko yang harus diambil. Contohnya
seseorang yang melakukan coping confrontative akan
menyelesaikan masalah dengan melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan aturan yang berlaku walaupun kadang kala
mengalami resiko yang cukup besar.
(57)
pihak luar, baik berupa informasi, bantuan nyata, maupun
dukungan emosional. Contohnya seseorang yang melakukan
coping seeking social support akan selalu berusaha menyelesaikan
masalah dengan cara mencari bantuan dari orang lain di luar
keluarga seperti teman, tetangga, pengambil kebijakan dan
profesional, bantuan tersebut bisa berbentuk fisik dan non fisik
(Maryam 2009)
Perilaku coping yang berpusat pada masalah cenderung dilakukan
jika individu merasa bahwa sesuatu yang kontruktif dapat dilakukan
terhadap situasi tersebut atau ia yakin bahwa sumberdaya yang dimiliki
dapat mengubah situasi, contoh penelitian yang dilakukan oleh Ninno et
al. (1998), yakni strategi coping yang digunakan rumah tangga dalam
mengatasi masalah kekurangan pangan akibat banjir besar di Bangladesh
adalah strategi coping berpusat pada masalah yaitu: melakukan pinjaman
dari bank, membeli makanan dengan kredit, mengubah perilaku makan
dan menjual aset yang masih dimiliki .
(Maryam 2009)
2. Strategi coping berfokus pada emosi
.
Strategi coping berfokus pada emosi adalah melakukan
usaha-usaha yang bertujuan untuk memodifikasi fungsi emosi tanpa melakukan
usaha mengubah stressor secara langsung. Yang termasuk strategi
coping berfokus pada emosi adalah:
a. Positive reappraisal (memberi penilaian positif), adalah bereaksi dengan
(58)
termasuk melibatkan diri dalam hal-hal yang religius. Contohnya adalah
seseorang yang melakukan coping positive reappraisal akan selalu berfikir
positif dan mengambil hikmahnya atas segala sesuatu yang terjadi dan
tidak pernah menyalahkan orang lain serta bersyukur dengan apa yang
masih dimilikinya
b. Accepting responsibility (penekanan pada tanggung jawab) yaitu
bereaksi dengan menumbuhkan kesadaran akan peran diri dalam
permasalahan yang dihadapi, dan berusaha mendudukkan segala sesuatu
sebagaimana mestinya. Contohnya adalah seseorang yang melakukan
coping accepting responsibility akan menerima segala sesuatu yang
terjadi saat ini sebagai mana mestinya dan mampu menyesuaikan diri
dengan kondisi yang sedang dialaminya
c. Self controlling (pengendalian diri) yaitu bereaksi dengan melakukan
regulasi baik dalam perasaan maupun tindakan. Contohnya adalah
seseorang yang melakukan coping ini untuk penyelesaian masalah akan
selalu berfikir sebelum berbuat sesuatu dan menghindari untuk melakukan
sesuatu tindakan secara tergesa-gesa
d. Distancing (menjaga jarak) agar tidak terbelenggu oleh permasalahan.
Contohnya adalah seseorang yang melakukan coping ini dalam
penyelesaian masalah, terlihat dari sikapnya yang kurang peduli terhadap
persoalan yang sedang dihadapi bahkan mencoba melupakannya
(59)
e. Escape avoidance (menghindarkan diri) yaitu menghindar dari masalah
yang dihadapi. Contohnya adalah seseorang yang melakukan coping ini
untuk penyelesaian masalah, terlihat dari sikapnya yang selalu
menghindar dan bahkan sering kali melibatkan diri kedalam perbuatan
yang negatif seperti tidur terlalu lama, minum obat-obatan terlarang dan
tidak mau bersosialisasi dengan orang lain (Maryam 2009)
Perilaku coping yang berpusat pada emosi cenderung dilakukan
bila individu merasa tidak dapat mengubah situasi yang menekan dan
hanya dapat menerima situasi tersebut karena sumberdaya yang dimiliki
tidak mampu mengatasi situasi tersebut, contohnya masih dalam
penelitian yang dilakukan oleh Ninno et al. (1998), yakni strategi coping
yang digunakan rumah tangga dalam mengatasi masalah pangan akibat
banjir besar di Bangladesh berpusat pada emosi adalah pasrah menerima
apa adanya, berdo’a dan mengharapkan bantuan, simpati dan belas
kasihan dari masyarakat dan pemerintah
.
(Maryam 2009)
Jenis coping mana yang akan digunakan dan bagaimana
dampaknya, sangat tergantung pada jenis stres atau masalah yang
dihadapi. Pada situasi yang masih dapat berubah secara konstruktif
(seperti mengalami kelaparan akibat bencana) strategi yang digunakan
adalah problem focused. Pada situasi yang sulit seperti kematian
pasangan, strategi coping yang dipakai adalah emotion focused, karena
diharapkan individu lebih banyak berdo’a, bersabar dan tawakkal.
Keberhasilan atau kegagalan dari coping tersebut akan menentukan .
(60)
apakah reaksi terhadap stres akan menurun dan terpenuhinya berbagai
tuntutan yang diharapkan (Maryam 2009).
II.2.7. Sumberdaya Coping
Sumberdaya mengandung dua arti yakni sumber dan daya, yang
bermakna sebagai sumber dari kekuatan, potensi dan kemampuan untuk
mencapai suatu manfaat dan tujuan. Dengan demikian sumberdaya
merupakan alat dan potensi yang digunakan untuk mencapai kebutuhan.
Dalam keluarga sumberdaya terdiri atas:
1. Unsur manusia: jumlah anggota keluarga, umur, jenis kelamin,
hubungan antar anggota dalam keluarga dan hubungan antara keluarga
dengan keluarga lain, dan faktor faktor yang ada pada manusia seperti
pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills) dan minat (intrest).
2. Unsur materi: pendapatan berupa uang atau barang, kekayaan milik
keluarga dapat berupa lahan (pekarangan, kebun, sawah serta rumah
yang dihuni
3. Unsur waktu adalah salah satu sumberdaya, sehingga pemanfaatan
waktu perlu dikelola agar seluruh kegiatan dapat dilaksanakan dengan
tepat sesuai dengan tujuan yang diinginkan (Maryam 2009)
Sumberdaya coping dapat diartikan segala sesuatu yang dimiliki
keluarga baik bersifat fisik dan non fisik untuk membangun perilaku
coping. Sumberdaya coping tersebut bersifat subyektif sehingga perilaku
coping bisa bervariasi pada setiap orang
.
(61)
Cara seseorang melakukan strategi coping tergantung pada
sumberdaya yang dimiliki. Adapun sumberdaya tersebut antara lain:
(1) Kondisi kesehatan. WHO (1984) mendefinisikan sehat sebagai status
kenyamanan menyeluruh dari jasmani, mental dan sosial, dan bukan
hanya tidak adanya penyakit atau kecacatan. Kesehatan mental diartikan
sebagai kemampuan berfikir jernih dan baik, dan kesehatan sosial
memiliki kemampuan untuk berbuat dan mempertahankan hubungan
dengan orang lain. Kesehatan jasmani adalah dimensi sehat yang nyata
dan memiliki fungsi mekanistik tubuh. Kondisi kesehatan sangat
diperlukan agar seseorang dapat melakukan coping dengan baik agar
berbagai permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik.
(2) Kepribadian adalah perilaku yang dapat diamati dan mempunyai
ciri-ciri biologi, sosiologi dan moral yang khas baginya yang dapat
membedakannya dari kepribadian yang lain. Pendapat lain menyatakan
bahwa kepribadian adalah ciri, karakteristik, gaya atau sifat-sifat yang
memang khas dikaitkan dengan diri seseorang. Dapat dikatakan bahwa
kepribadian itu bersumber dari bentukan bentukan yang terima dari
lingkungan, misalnya bentukan dari keluarga pada masa kecil dan juga
bawaan sejak lahir misalnya orang tua membiasakan anak untuk
menyelesaikan pekerjaannya sendiri, menyelesaikan setiap permasalahan
bersama-sama, tidak mudah tersinggung/marah dan harus selalu bersikap
optimis (Maryam 2009)
Kepribadian dapat digolongkan menjadi dua yaitu: .
(62)
(a) Introvert, adalah orang yang suka memikirkan tentang diri sendiri,
banyak fantasi, lekas merasakan kritik, menahan ekspresi emosi, lekas
tersinggung dalam diskusi, suka membesarkan kesalahannya, analisis
dan kritik terhadap diri sendiri dan pesimis; dan
(b) Ekstrovert, adalah orang yang melihat kenyataan dan keharusan, tidak
lekas merasakan kritikan, ekspresi emosinya spontan, tidak begitu
merasakan kegagalan, tidak banyak mengadakan analisis dan kritik
terhadap diri sendiri, terbuka, suka berbicara dan optimis (Maryam 2009)
(3) Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian
seseorang yang diketahui dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep
diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan
orang lain misalnya orang tua yang menginginkan anak-anaknya tetap
sekolah walaupun dalam keadaan darurat, sehingga berupaya keras
mencarikan sekolah untuk anaknya.
.
(4) Dukungan sosial adalah adanya keterlibatan orang lain dalam
menyelesaikan masalah. Individu melakukan tindakan kooperatif dan
mencari dukungan dari orang lain, karena sumberdaya sosial
menyediakan dukungan emosional, bantuan nyata dan bantuan informasi.
Menurut Cronkite dan Moos (Holahan & Moos, 1987), orang yang
mempunyai cukup sumberdaya sosial cenderung menggunakan strategi
problemfocused coping dan menghindari strategi avoidance coping dalam
(63)
(5) Aset ekonomi. Keluarga yang memiliki aset ekonomi akan mudah
dalam mela- kukan coping untuk penyelesaian masalah yang sedang
dihadapi. Namun demikian, tidak berimplikasi terhadap bagaimana
keluarga tersebut dapat menggunakannya (Lazarus & Folkman, 1984).
Menurut Bryant (1990) aset adalah sumberdaya atau kekayaan yang
dimiliki keluarga. Aset akan berperan sebagai alat pemuas kebutuhan.
Oleh karena itu, keluarga yang memiliki banyak aset cenderung lebih
sejahtera jika dibandingkan dengan keluarga yang memilki aset terbatas
(Maryam 2009).
II.2.8. Hubungan Stres Dengan Outcome Stroke
Pengetahuan masyarakat terhadap konsep-konsep ilmiah
menemukan bahwa hubungan antara stres psikologis dan risiko stroke
ada sejak awal lima puluhan, ketika Ecker (1954) menyatakan bahwa
sebelum serangan stroke, pasien sering memiliki masalah emosional.
Segera sebelum stroke ia mungkin menghadapi masalah pribadi yang
berat. Banyak penelitian mencoba untuk mencari hubungan, beberapa
studi menunjukkan bahwa ada hubungan dan lain yang menunjukkan tidak
ada hubungan (Abdelsamee dkk, 2009).
Ada kemungkinan mekanisme yang berbeda dengan stres
psikologis dapat meningkatkan risiko stroke. Mekanisme ini dapat menjadi
kronis (dijelaskan oleh stres terjadi berbulan-bulan sebelum stroke) atau
(64)
Stres mengaktivasi simpatik yang cepat dan meningkatkan pelepasan
katekolamin yang menyebabkan perubahan dalam faktor hemodinamik
sistemik. Menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah.
Pengulangan respon ini dapat mengakibatkan elevasi berkelanjutan dari
tekanan darah (Abdelsamee dkk 2009).
Stres psikologis memainkan peran penting dalam perkembangan
ateroklerosis dan juga telah dikaitkan dengan perkembangan perubahan
aterosklerotik dari arteri karotis, katekolamin disekresikan pada saat stres
mengaktifkan trombosit secara langsung karena membran platelet
mengandung reseptor α2 adrenergik. Aktivasi platelet berulang dengan sekresi platelet–derived growth factor dapat meningkatkan proliferasi otot
polos arteri dalam perkembangkan atheroma. Stres juga meningkatkan
konsentrasi plasma bersama-sama dengan beberapa faktor protrombolitik
dan meningkatnya fungsi platelet yang mungkin merupakan mekanisme
stres psikologis dalam perkembangan formasi plak (Abdelsamee dkk
2009).
Episode singkat stres dapat menimbulkan disfungsi endotel
sementara. Stres berat dan sering dapat menyebabkan disfungsi endotel
yang berkelanjutan merupakan hubungan lebih lanjut antara stres dan
ateroskelosis. Selama aktivasi trombosit dalam respon terhadap stres,
mensekresikan protein trombosit sebagai platelet factor 4 ( PF4 ) dan
B-thromboglobulin (BTG). Aktivasi platelet menyebabkan sekresi protein
(65)
platelet dan interaksi platelet dinding pembuluh darah. Jadi aktivasi
trombosit dapat meningkatkan akumulasi trombosit dalam turbulen aliran
darah pada sisi kerusakan arteri dan obstruksi parsial dan ini bisa memicu
iskemik akut (Abdelsamee dkk 2009).
Beberapa penelitian menemukan hubungan stres dengan fatal
stroke. Penjelasan yang mungkin kenapa stres berhubungan dengan fatal
stroke adalah subyek stres menderita stroke yang lebih berat dan lebih
mungkin terjadi komplikasi. Dasar mekanisme biologi masih belum jelas.
Pada keadaan stres dijumpai peningkatan hormon kortisol pada manusia
atau kortikosteron pada tikus. Penelitian pada tikus jantan pada kondisi
iskemik ekspresi Bcl2 selektif meningkat pada daerah peri-infark.
Protoonkogen Bcl2 berperan agar sel tetap hidup dan melindungi sel dari
proses apopptosis dan nekrosis seluler. Pada tikus jantan yang stres
sebelum oklusi arteri serebri ekspresi Bcl2 70% lebih rendah daripada tikus
yang bukan stres setelah iskemik. Berdasarkan penelitian ini apakah
mekanisme ini sama pada manusia belum diketahui. Tetapi peneliti
menyarankan hasil penelitian ini sebagai mekanisme biologi hubungan
(1)
LAMPIRAN 2
SURAT PERSETUJUAN IKUT DALAM PENELITIAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
Pekerjaan :
Alamat :
Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian yang berjudul, “Hubungan Stres dan Sleep Stroke dengan Outcome Stroke” dan setelah mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai seg ala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan saya ikut dalam penelitian tersebut.
Medan, 2014
1.____________________________
(2)
LAMPIRAN 3
LEMBAR PENGUMPULAN DATA PENELITIAN
I. Karakteristik Sampel :
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Umur :
4. Suku Bangsa : 5. Pendidikan : 6. Pekerjaan : 7. Status perkawinan : 8. Alamat :
9. No.MR :
10. Tanggal Masuk RS : Jam : 11 . Tanggal KeluarRS : Jam : II. Pemeriksaan Umum
Sensorium : SKG : SS : ( ) Tekanan Darah : mmHg
Nadi : x/i RR : x/i Temp : ◦C III. Riwayat Penyakit
Diabetes : Ya Tidak Hipertensi : Ya Tidak Stroke : Ya Tidak Penyakit Jantung : Ya Tidak Dan Lain-lain : ...
IV. Hasil Pemeriksaan Laboratorium :
Hari ke... Darah :
Hb :
Ht :
Leukosit : Trombosit : Difftel :
(3)
Kimia Darah : SGOT/SGPT : Ureum : Creatinin : Asam Urat : KGD ad R : Elektrolit : Natrium : Kalium : Chloride :
(4)
Lampiran 4
Nama Pasien :
MODIFIED RANKIN SCALE
DESKRIPSI NILAI
Tidak ada gejala
0
Tidak ada disabilitas yang signifikan meskipun ada gejala ; 1
mampu melakukan semua aktifitas yang biasa sehari-hari
Disabilitas ringan ;
2
tidak mampu melakukan beberapa jenis aktifitas baru akan tetapi masih mampu mempertahankan urusan hal-hal sehari-hari tanpa bantuan
Disabilitas sedang ;
3
memerlukan sedikit pertolongan akan tetapi bisa berjalan tanpa bantuan
Disabilitas sedang-berat ;
4
tidak mampu berjalan tanpa bantuan dan tidak mampu melayani kebutuhan diri sendiri tanpa dibantu
Disabilitas berat ;
5
bedridden, tidak mampu duduk sendiri,
inkontinensia, membutuhkan perawatan, bantuan, dan perhatian perawat
Meninggal
6
Nilai Modified Rankin Scale = ...
(5)
LAMPIRAN 5
Skala Holmes dan Rahe
No PENGALAMAN-PENGALAMAN KEHIDUPAN Ya Tdk Waktu
1 Kematian suami/istri 2 Kematian keluarga dekat
3 Perkawinan
4 Kehilangan jabatan
5 Pensiunan
6 Kehamilan istri
7 Kesulitan seks
8 Tambah anggota keluarga baru
9 Kematian kawan dekat
10 Konflik suami atau istri
11 Menggadaikan rumah
12 Perubahan dalam tanggung jawab pekerjaan 13 Konflik dengan ipar, mertua, menantu
14 Perasaan tersinggung atau penyakit
15 Rujuk dalam perkawinan
16 Perubahan kesehatan seseorang anggota keluarga 17 Perubahan dalam status keuangan keluarga
18 Perceraian
19 Peralihan jenis pekerjaan
20 Mencegah terjadinya penggadaian/pinjaman 21 Anak laki-laki atau perempuan meninggalkan rumah
22 Prestasi pribadi yang luar biasa
23 Istri mulai atau berhenti bekerja
24 Kesulitan dengan atasan
25 Tukar tempat tinggal
26 Perubahan dalam hiburan
27 Pinjaman dengan rumah sebagai jaminan
28 Perubahan dalam jumlah pertemuan keluarga
29 Pelanggaran ringan
30 Menukar kebiasaan pribadi
31 Perubahan jam kerja
32 Tukar sekolah
33 Tukar kegiatan sekolah
34 Tukar kebiasaan tidur
35 Perubahan dalam kebiasaan makan
(6)