Analisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai (Studi Kasus pada Puskesmas Pisangan)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI
(Studi Kasus pada Puskesmas Pisangan) Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk memenuhi Syarat-syarat guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Muhammad Rio Firdaus NIM: 1110081000090
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
1. Nama : Muhammad Rio Firdaus
2. Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 8 Juli 1992
3. Agama : Islam
4. Alamat : Jln. Masjid Al-Jihad No.29C RT.002/002 Kec.Pesanggrahan Kel.Pesanggrahan Jakarta Selatan, DKI Jakarta.
5. Nomor Hp : 08118501294
6. Email : [email protected]
II. Pendidikan Formal
1. TK (1997-1998) : TK Darunnajah Jakarta 2. SD (1998-2004) : SDIT Darunnajah Jakarta 3. SMP (2004-2007) : MTs Darul Muttaqien Bogor 4. SMA (2007-2010) : SMA Kartika X-1 Jakarta 5. S1 (2010-2016) : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
III. Latar Belakang Keluarga
1. Ayah : Alm.H.Agus Salim
2. Ibu : Alm. Hj.Rosani
3. Alamat : Jln. Masjid Al-Jihad No.29C RT.002/002 Kec.Pesanggrahan Kel.Pesanggrahan Jakarta Selatan, DKI Jakarta.
(7)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI (Studi Kasus pada Puskesmas Pisangan)
ABSTRAK
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar masyarakat. Setiap negara, baik negara maju dan negara berkembang mengakui bahwa tingkat kesehatan menunjukan tingkat kesejahteraan suatu bangsa, karena tingkat kesehatan memiliki keterkaitan dengan tingkat kemiskinan. Salah satu wujud komitmen pemerintah terhadap pelayanan kesehatan masyarakat adalah dengan dibentuknya puskesmas sebagai pelayanan publik dibidang kesehatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dalam penelitian ini dibatasi pada Kepemimpinan, Motivasi, dan Disiplin Kerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai dan untuk mengetahui variabel lain yang mempengaruhi kinerja pegawai pada Puskesmas Pisangan. Penelitian ini menggunakan data premier dengan cara penyebaran kuesioner. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Puskesmas Pisangan. Metode analisis data menggunakan metode analisis faktor. Dari 30 variabel, diperoleh 18 variabel dan terbentuk 3 faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai pada Puskesmas Pisangan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa faktor Kepemimpinan memiliki
eigen value 8,967, faktor Upah dan Kondisi kerja 1,870, dan faktor Fasilitas Kerja memiliki eigen value sebesar 1,683
(8)
ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING THE PERFORMANCE OF EMPLOYEES (Case Study on Pisangan Puskesmas)
ABSTRACT
Health is a basic need of society. Every state, both the developed and developing countries recognize that the health level indicates the level of prosperity of a nation, because the level of health has been linked to poverty levels. One of the government's commitment to public health services is the establishment of health centers as a public service in the field of health. Factors that affect performance in this study is limited to Leadership, Motivation and Work Discipline. The purpose of this study is to analyze and determine the factors that influence employee performance and to identify other variables that affect the performance of employees at the health center Pisangan. This study uses data premiere by distributing questionnaires. The sample in this study were all employees of the health center Pisangan. Methods of data analysis using factor analysis. Of the 30 variables, 18 variables obtained and formed three factors that influence employee performance Pisangan health center. These results indicate that the leadership factor has eigen value 8,967, factor 1,870 Wages and working conditions, and factors Work Facilities have eigen value equal to 1.683.
(9)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai (Studi Kasus pada Puskesmas Pisangan). Shalawat serta salam semoga tetap dan akan terus tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW, manusia pilihan yang pribadinya selalu menjadi tauladan bagi kita semua, kepada keluarganya, kepada sahabatnya sampai kepada para pengikutnya.
Skripsi ini menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja pegawai dan variabel lain yang mempengaruhi kinerja pegawai dengan menggunakan metode analisis faktor. Sample penelitian adalah Pegawai di Puskesmas Pisangan.
Penulis menyadari betul bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak dapat disusun tanpa bantuan pihah-pihak lain. Oleh karena itu, pada sedikit paragraf ini penulis akan menyampaikan terima kasih kepada segenap pihak-pihak tersebut, yang diantaranya adalah:
1. Allah SWT, Terima kasih engkau sudah mendengar do’a-do’a hamba ya Allah.
2. Papa dan Mama di surga yang aku percaya senantiasa melihat, menemani d a n mendo’akanku dari sana dalam menyelesaikan perkuliahan (lulus).
3. Saudara-saudara kandungku drg.Sinta Rosmaini, Mohammad Rommy S.E dan Ria Amalia S.Si yang selalu menbantu dan menyemangati dalam menjalani perkuliahan selama ini.
4. Saudara-saudara iparku ka Yudi, ka Mitha, ka Dandi terimakasih atas doa dan motivasi kalian.
(10)
Khanza, Khafi, Arya, De Gaza terimakasih selalu menghibur dan menjadi penyemangat penulis dalam menyelesaikan perkuliahan. 6. Bapak Dr. Suhendra selaku Dosen Pembimbing Skripsi I, terima
kasih telah berkenan meluangkan waktu untuk membimbing penulisan skripsi ini.
7. Bapak Lili Supriadi selaku Dosen Pembimbing Skripsi II, terima kasih atas bimbingan Bapak selama penulisan skripsi ini.
8. Seluruh dosen UIN Jakarta khususnya dosen fakultas ekonomi dan bisnis terimakasih atas ilmu yang diberikan
9. Sahabatku sedari kecil Achmad Fauji dan Muhammad Yusri terima kasih atas motivasi, do’a dan selalu menyemangatiku dalam
menyelesaikan perkuliahan.
10.Sahabat INTEL (alm.Fazlur rahman, Yayan Achmad, Brihasto Haryo, Gusap Mediatanto, Dicky Fadillah, Abdul Hakim, Rino Dwi Putro, M.Ithaful Muttaqien, Ahmad Lukman) terima kasih atas semua canda, tawa, duka serta semangat dan motivasinya dalam mengarungi perkuliahan yang cukup panjang ini. Semoga kita semua sukses brader. amin
11.Teman-teman seperjuangan kelas Manajemen C 2010 (Eko, Isal, Lay, Adi Waluyo, Agus, Kamal, Aswin, Ijan, Alip, Mojo, Calvin, Siska, Ayu, Anne, Wanti, Tyas, Rona, Sabila, Mutia, Resti, Erni, Meylia, Musdalifah dll) mohon maaf apabila ada yang belum ditulis disini karena banyak tapi penulis akan selalu ingat. 12.Teman-teman kelas lain Engkong, Aris, Dadut, Ijal, Anda, Imel,
Uyung, Budi, Surya, Luthfi, Sofwa, dll. Terimakasih atas bantuan dan masukannya kepada penulis.
13.Dan seluruh teman-teman angkatan Manajemen UIN Jakarta 2010 yang tanpa mengurangi rasa hormat dan terimakasih tidak bisa penulis sebutkan satu persatu karena banyak tapi penulis akan selalu ingat.
(11)
terimakasih atas memori indah KKN nya
15.Teman-teman lain yang penulis kenal terimakasih banyak atas motivasi dan do’anya dari kalian semua
Akhir kata, penulis memahami bahwasannya tak ada satupun di dunia ini yang sempurna, tak terkecuali skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kepada pembaca berkenan memberikan saran yang membangun guna memberikan koreksi pada skripsi ini dan diadakan perbaikan untuk penulisan berikutnya.
(12)
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah. ... 1
B. Perumusan Masalah. ... 7
C. Tujuan Penelitian. ... 8
D. Manfaat Penelitian. ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ... 9
A. Manajemen Sumber Daya Manusia. ... 9
1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. ... 9
2. Teori Manajemen Sumber Daya Manusia. ... 9
3. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia. ... 10
4. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia... 10
B. Perilaku Organisasi. ... 12
1. Pengertian Perilaku Organisasi. ... 12
2. Teori Perilaku Organisasi. ... 12
3. Ruang Lingkup Perilaku Organisasi. ... 12
C. Kinerja. ... 13
1. Pengertian Kinerja. ... 13
2. Teori Kinerja... 13
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 14
4. Penilaian Kinerja. ... 17
5. Prosedur Penilaian Kinerja Aparatur Sipil Negara ... 18
6. Metode dan Teknik Penilaian Kinerja ... 21
7. Model-Model Penilaian Kinerja ... 24
8. Tujuan Penilaian Kinerja. ... 29
9. Manfaat Penilaian Kinerja ... 31
10.Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pencapaian Kinerja. ... 32
(13)
B.Kepemimpinan. ... 35
1. Pengertian Kepemimpinan. ... 35
2. Teori Kepemimpinan... 35
3. Kategori Perilaku Pemimpin. ... 36
4. Perilaku Kepemimpinan Efektif. ... 37
5. Perbedaan Leadership dan Headship ... 39
6. Fungsi dan Peran Kepemimpinan Dalam Organisasi. ... 41
7. Hubungan Kepemimpinan Terhadap Kinerja ... 43
8. Indikator Kepemimpinan yang Digunakan Penulis ... 44
C.Motivasi. ... 45
1. Pengertian Motivasi... 45
2. Teori Motivasi. ... 46
3. Indikator Motivasi yang Digunakan Penulis ... 52
D.Disiplin Kerja. ... 53
1. Pengertian Disiplin Kerja. ... 53
2. Teori Disiplin Kerja. ... 53
3. Macam-Macam Disiplin Kerja... 53
4. Tujuan dan Manfaat Kinerja dalam Organisasi ... 55
5. Mengatur dan Mengelola Disiplin ... 56
6. Pelaksanaan Sanksi Pelanggaran Disiplin Kerja ... 58
7. Hubungan Disiplin Kerja terhadap Kinerja ... 60
8. Kebijakan Pemerintah dalam Meningkatkan Disiplin Kerja ... 60
9. Indikator Disiplin Kerja yang Digunakan Penulis ... 65
E. Penelitian Terdahulu. ... 66
F. Kerangka Berpikir. ... 70
G.Hipotesis ... 71
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 72
A. Ruang Lingkup Penelitian. ... 72
1. Lokasi Penelitian. ... 72
(14)
3. Waktu Penelitian ... 72
B. Pembatasan Masalah/Variabel Penelitian. ... 72
C. Metode Penentuan Sampel. ... 73
1. Populasi. ... 73
2. Sampel. ... 73
D. Metode Pengumpulan Data. ... 74
1. Data Premier. ... 74
2. Data Sekunder. ... 76
E. Metode Analisis Data. ... 76
1. Uji Kualitas Data. ... 77
a. Uji Validitas. ... 77
b. Uji Reliabilitas. ... 77
2. Analisis Faktor. ... 78
a. Pengertian Analisis Faktor. ... 78
b. Kegunaan Analisis Faktor. ... 79
c. Proses Analisis Faktor. ... 79
d. Rotasi Faktor. ... 84
e. Interpretasi Faktor. ... 84
3. Operasional Variabel Penelitian. ... 85
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... ... 87
A. Sekilas gambaran umum objek penelitian.. ... 87
1. Sejarah Singkat Puskesmas.. ... 87
2. Visi, Misi dan Tujuan Puskesmas.. ... 87
B. Hasil dan Pembahasan.. ... 88
1. Karakteristik Responden... 88
2. Analisis Dekskriptif.. ... 91
3. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas... 94
4. Hasil Analisis Faktor.. ... 97
(15)
b. Pembentukan Faktor.. ... 103
c. Estimasi Communality.. ... 103
d. Pembentukan Nilai Faktor.. ... 107
e. Intepretasi Faktor.. ... 109
f. Penamaan Faktor.. ... 112
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 116
A. Kesimpulan... 116
B. Implikasi... 116
DAFTAR PUSTAKA. ... 119
(16)
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Nomor Keterangan Halaman
1.1 Data Ketenagaan Puskesmas Pisangan... ...
4
1.2 Data Absensi Puskesmas Pisangan... 7
2.1 Penelitian Terdahulu... 70
2.2 Kerangka Pemikiran. ... 70
3.1 Skala Likert... ... 75
3.2 Ukuran Ketepatan KMO... 82
3.3 Operasional Variabel ... 86
4.1 Jenis Kelamin... ... 88
4.2 Usia ... 89
4.3 Pendidikan Terakhir... 89
4.4 Masa Kerja... ... 90
4.5 Jabatan... ... 90
4.6 Variabel Kepemimpinan... 92
4.7 Variabel Motivasi... .... 93
4.8 Variabel Disiplin Kerja... 94
4.9 Uji Validitas... .. 96
4.10 Uji Reliabilitas... ... 97
4.11 Uji KMO dan Barlett’s... ... 98
4.12 Uji MSA ... 99
4.13 Uji KMO dan Barlett’s... 101
4.14 Communalities... 104
4.15 Total Variance Explaned... ... 108
4.16 Component Matrix... 110
(17)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar masyarakat. Setiap negara, baik negara maju dan negara berkembang mengakui bahwa tingkat kesehatan menunjukan tingkat kesejahteraan suatu bangsa, karena tingkat kesehatan memiliki keterkaitan dengan tingkat kemiskinan. Sedangkan tingkat kemiskinan juga terkait dengan tingkat kesejahteraan. Oleh karena kesehatan merupakan faktor utama kesejahteraan masyarakat maka kesehatan sudah seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah pusat maupun daerah sebagai penyelenggara pelayanan publik.
Salah satu wujud komitmen pemerintah terhadap pelayanan kesehatan masyarakat adalah dengan dibentuknya puskesmas sebagai pelayanan publik dibidang kesehatan. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan suatu atau sebagian wilayah kecamatan. Puskesmas sebagai unit organisasi fungsional di bidang kesehatan dasar yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, membina peran serta masyarakat dan pelayanan kesehatan dasar secara menyeluruh dan terpadu. (Sumber: profil puskesmas pisangan 2014)
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SL/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
(18)
Masyarakat (puskemas). Dimana puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan dan merupakan ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia, untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, yang bertanggung jawab utama dalam penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota.
Pusat kesehatan masyarakat sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu puskesmas dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu yang memuaskan bagi pasiennya sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Dalam peraturan menteri kesehatan nomor 75 tahun 2014 puskesmas merupakan fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan perorangan tingkat pertama, mengutamakan upaya promotif dan prefentif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Anggota Komisi IX DPR RI Alex Indra Lukman menyebutkan terdapat 8.640 unit puskesmas di Indonesia yang standarnya belum sesuai dengan Permenkes 75/2014 tersebut. (Sumber:www.antarasumbar.com, 27 Oktober 2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika),
(19)
Solidaritas Perempuan serta Lembaga ELVA. Penelitian dilakukan oleh 60 orang ibu-ibu dari berbagai komunitas dan melibatkan 1.800 responden di puskesmas. Para responden dipilih secara acak diberikan pertanyaan seputar pelayanan puskesmas, fasilitas yang tersedia serta tingkat pengetahuan masyarakat soal pelayanan puskesmas.
Hasilnya, 7 dari 12 puskesmas belum memiliki fasilitas yang memadai sesuai dengan standar yang diatur permenkes. Beberapa fasilitas yang dikeluhkan antara lain ruang tunggu yang sempit, ruang poli yang kurang lengkap, hingga toilet dan tempat parkir yang terbatas. (Sumber : detikcom, 30 Maret 2015).
Namun untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja di puskesmas perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu. Penelitian lebih lanjut tersebut berkaitan dengan penulisan skripsi yang mengambil lokasi di Puskesmas Pisangan.
Guna mewujudkan program Tangsel sehat 2015 Puskesmas Pisangan harus senantiasa meningkatkan kualitas pelayananya agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Sesuai dengan misi Puskesmas Pisangan yaitu mengupayakan pelayanan kesehatan dasar yang bermutu, merata dan terjangkau.
Pegawai merupakan salah satu faktor terpenting penentu kemajuan suatu organisasi. Menurut Thompson (dalam Robbins, 2010:264) kualitas organisasi bergantung pada kualitas orang-orang yang berada di dalamnya. Untuk mendapatkan pegawai yang produktif dan berprestasi dalam bekerja
(20)
organisasi dituntut untuk memiliki alat timbal balik yang sesuai dengan kinerja masing-masing pegawai demi mendapatkan pegawai yang produktif dan kinerja terbaik sesuai dengan harapan dan tujuan organisasi.
Tabel 1.1
Data Ketenagaan Pisangan Tahun 2014
No. Kategori Tenaga
Status
Jumlah
PNS PTT Honor
1. Dokter Umum 2 - 1 3
2. Dokter Gigi 1 - - 1
3 Ahli Gizi 1 - - 1
4 Perawat 2 - 2 4
5 Bidan 1 2 2 5
6 Sanitarian - - 1 1
7 TU 3 - - 3
8 Perawat Gigi - - -
-10 Administrasi - - 3 3
11 Kebersihan - - 3 3
12 Petugas Keamanan - - 3 3
13 Pengemudi - - 2 2
14 Kepala Puskesmas 1 - - 1
15 Ka sub Bag TU 1 - - 1
JUMLAH 31
Sumber: TU Puskesmas Pisangan 2015
Menurut Siagian (2002), kinerja karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kompensasi, pelatihan karyawan, lingkungan kerja, budaya kerja, kepemimpinan, motivasi, disiplin, dan kepuasan kerja.
Faktor kepemimpinan sangat berpengaruh dalam perkembangan kinerja para pekerja. Dorongan kerja yang disebut motivasi, mutlak perlu dimiliki oleh seorang pegawai dan merupakan kewajiban bagi seorang
(21)
pemimpin untuk mengarahkannya. Namun, kepemimpinan bukanlah masalah mudah, baik memahami maupun menerapkannya dengan tepat.
Untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal, salah satunya adalah kemampuan pimpinan dalam mengarahkan para pegawai untuk bersedia melakukan apa yang diinginkan perusahaan. Pemimpin di suatu organisasi, baik yang bersifat profit oriented maupun nonprofit oriented memiliki posisi dominan dalam menentukan maju mundurnya suatu perusahaan. Kinerja yang dihasilkan oleh suatu perusahaan merupakan gambaran kepemilikan hasil yang diberikan oleh pemimpin yang mengelola perusahaan tersebut (Fahmi, 2013:14).
Seorang pemimpin haruslah bisa memahami kebutuhan para pekerjanya agar mereka bisa bekerja secara efektif demi pencapaian tujuan perusahaan. Oleh karena itu seorang pemimpin dituntut dekat dengan para pekerjanya dan mampu mengetahui dan menyelesaikan permasalahan mereka dalam bekerja. Dengan memiliki kepemimpinan efektif, diharapkan perusahaan bisa terus berkembang ke arah yang lebih baik.
Menurut hasil wawancara pra penelitian dari 5 pegawai Puskesmas Pisangan terdapat ketidaksenangan terhadap kepemimpinan kepala Puskesmas Pisangan dikarenakan pemimpin yang kurang respon dalam menyikapi kebutuhan pegawai, seperti saat salah satu peralatan poli gigi mengalami kerusakan kepala Puskesmas terkesan mengindahkan dan tidak peduli. Padahal kejadian tersebut bisa memperhambat kinerja pegawai, juga kehadiran
(22)
kepala Puskesmas yang dirasa jarang, lebih banyak menghabiskan waktu di ruanganya dan tidak berbaur dengan pegawai yang lainnya.
Selain itu, motivasi juga memiliki peran penting dalam peningkatan kinerja karyawan. Seorang karyawan akan dapat mencapai motivasi yang berlipat ketika ia merasakan ada peluang dalam mencapai tujuannya. Penghargaan dari pimpinan merupakan salah satu yang dapat memotivasi pegawai, fenomena yang terjadi di Puskesmas Pisangan kurangnya perhatian dari pimpinan yang terkesan cuek dan tidak memperhatikan bawahannya mengindikasikan kurangnya motivasi dari para pegawai dalam bekerja. Selain itu jumlah tunjangan yang di dapatkan dirasa belum sesuai dengan beban pekerjaan yang mereka kerjakan.
Faktor lain yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah sikap disiplin. Tanpa adanya sikap disiplin dari para pihak yang berkepentingan dalam perusahaan, maka menjadi hal yang mustahil dalam pencapaian tujuan perusahaan seperti yang diinginkan. Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan. Tanpa dukungan disiplin karyawan yang baik, sulit bagi perusahaan untuk mewujudkan tujuannya. Jadi, kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya (Hasibuan, 2012:194).
Hasil wawancara pra penelitian dengan ibu Daru (2015) selaku wakil kepala Puskesmas Pisangan mengatakan bahwa masih banyak pegawai yang hadir dan pulang tidak tepat waktu, memanfaatkan waktu istirahat untuk berbelanja sehingga terlambat untuk kembali. Hal ini mengindikasikan adanya
(23)
masalah pada kedisiplinan pegawai.
Tabel 1.2
Data absensi Puskesmas Pisangan Periode Oktober 2014-April 2015
NO Bulan Izin Sakit Alpha Terlambat Jumlah
1. Oktober 1 - - 14 15
2. November - - - 9 9
3. Desember 1 - 1 21 23
4. Januari 2 - 2 26 30
5. Februari - - - 11 11
6. Maret - - - 17 17
7. April - - 1 23 24
Sumber: Absensi Puskesmas Pisangan yang telah diolah 2015 Berdasarkan fenomena di atas tentang kinerja pegawai dan faktor-faktornya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja pegawai di Puskesmas Pisangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dalam penelitian ini dibatasi pada Kepemimpinan, Motivasi, dan Disiplin Kerja.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor – faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Puskesmas Pisangan.
(24)
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai dan untuk mengetahui variabel yang mempengaruhi kinerja pegawai pada Puskesmas Pisangan. D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat kepada berbagai pihak yang terkait, yaitu:
1. Peneliti
Bagi penulis, diharapkan mampu menambah pengetahuan dan kesiapan penulis bila nantinya terjun ke dunia kerja dan memperluas pengetahuan terutama yang berhubungan atara Kepemimpinan, Motivasi, Dsiiplin kerja, dan Kinerja pegawai.
2. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam upaya meningkatkan kinerja pegawai melalui mpeningkatan Kepemimpinan, Motivasi, dan Disiplin Kerja terhadap kinerja pegawai.
3. Bagi akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kepustakaan dan dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain yang akan meneliti mengenai Kepemimpinan, Motivasi, dan Disiplin kerja terhadap kinerja pegawai.
(25)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Manajemen Sumber Daya Manusia
1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan bidang strategis dari organisasi. Manajemen sumber daya manusia harus dipendang sebagai perluasan dari pandangan tradisional untuk mengelola orang secara efektif dan untuk itu membutuhkan pengetahuan tentang perilaku manusia. (Edy Sutrisno, 2009)
2. Teori Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut simamora (1997), manajemen sumber daya manusia adalah pendayaguanaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok pekerja.
Sedangkan menurut Dessler (1997), manajemen sumber daya manusia dapat di definisikan sebagai suatu kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang yang menjalankan aspek orang atau sumber daya manusia dari posisi seorang manajemen, meliputi perekrutan, penyaringan, pelatihan, pengimbalan, dan penilaian.
Sementara itu, Schuler, et al.(1992), mengartikan manajemen sumber daya manusia (MSDM), merupakan pengakuan tentang pentingnya tenaga kerja organisasi sebagai sumber daya manusia yang sangat penting dalam memberi kontribusi bagi tujuan-tujuan organisasi, dan menggunakan beberapa fungsi dan kegiatan untuk memastikan bahwa SDM tersebut
(26)
digunakan secara efektif dan adil bagi kepentingan individu, organisasi, dan masyarakat.
3. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Sculer et al. (dalam Irianto, 2001), setidaknya MSDM memiliki tiga tujuan utama, yaitu:
a. Memperbaiki tingkat produktivitas b. Memperbaiki kualitas kehidupan kerja
c. Meyakinkan organisasi telah memenuhi aspek-aspek legal 4. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
a. Perencanaan
Kegiatan memperkirakan tentang keadaan tenaga kerja, agar sesuai dengan kebutuhan organisasi secara efektif dan efisien, dalam membantu terwujudnya tujuan.
b. Pengorganisasian
Kegiatan untuk mengatur pegawai dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi, dalam bentuk bagan organisasi.
c. Pengarahan
Kegiatan memberi petunjuk kepada pegawai, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan organiasi.
(27)
d. Pengendalian
Kegiatan mengendalikan pegawai agar menaati peraturan organisasi dan bekerja sesuai dengan rencana.
e. Pengembangan
Proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral pegawai melalui pendidikan dan pelatihan.
f. Kompensasi
Pemberian balas jasa langsung berupa uang atau barang kepada pegawai sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada organisasi.
g. Pengintegrasian
Kegiatan untuk mempersatukan kepentingan organisasi dan kebutuhan pegawai, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan h. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun.
i. Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan organisasi dan norma sosial.
j. Pemberhentian
Putusnya hubungan kerja seorang pegawai dari suatu organisasi. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan pegawai, keinginan organisasi, pensiun atau sebab lainnya.
(28)
B. Perilaku Organisasi
1. Pengertian Perilaku Organisasi
Kata perilaku dapat diartikan sebagai tindakan, sikap, atau tingkah laku. Sedangkan organisasi yaitu suatu entitas sosial yang secara sadar terkoordinasi, memiliki suatu batas yang relatif dapat diidentifikasi, dan berfungsi secara relatif berkesinambungan untuk mencapai suatu tujuan atau seperangkat tujuan bersama.
2. Teori Perilaku Organisasi
Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008:11), menyatakan bahwa perilaku organisasi adalah sebuah bidang studi yang menyelidiki pengaruh yang dimiliki oleh individu, kelompok, dan struktur terhadap perilaku dalam organisasi, yang bertujuan menerapkan ilmu pengetahuan semacam ini guna meningkatkan kefektifan suatu organisasi.
Sedangkan Miftah Thoha (2005:5), mendefinisikan perialku orgnisasi sebagai suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok tertentu.
Dari definisi ahli diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku organisasi (organizational behavior) merupakan suatu bidang studi yang mempelajari dan menyelidiki perilaku atau tingkah laku manusia di dalam sebuah organisasi atau kelompok.
3. Ruang Lingkup Perilaku Organisasi
Kajian ruang lingkup perilaku organisasi sesungguhnya terdapat pada perilaku-perilaku individu yang terdapat pada organisasi tersebut tetapi
(29)
terbatas pada dimensi internal dari organisasi tersebut. Aspek-aspek yang menjadi unsur-unsur komponen atau subsistem dari perilaku organisasi antara lain:
a. Motivasi b. Kepemimpinan c. Konflik
d. Hubungan Komunikasi
e. Pemecahan masalah dan Pengambilan keputusan f. Produktivitas dan Kinerja
C. Kinerja
1. Pengertian Kinerja
Kinerja berasal dari pengertian performance. Ada pula yang memberikan arti performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung.
2. Teori Kinerja
Menurut Siagian (2002), kinerja karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kompensasi, pelatihan karyawan, lingkungan kerja, budaya kerja, kepemimpinan, motivasi, disiplin, dan kepuasan kerja.
Istilah kinerja berasal dari Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
(30)
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2011:67).
Kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan kinerja sebagai kata benda di mana salah satu entrinya adalah hasil dari kelompok orang oleh suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika. (Rivai, Basri, dalam sinambella 2012:8)
Sedangkan Lijan Poltak sinambella, dkk (2011:136), mengemukakan bahwa kinerja pegawai didefinisikan sebagai kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu keahlian tertentu. Kinerja pegawai sangatlah perlu, sebab dengan kinerja ini akan diketahui seberapa jauh kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Untuk itu diperlukan penentuan kriteria yang jelas dan terukur serta ditetapkan bersama-sama yang dijadikan sebagai acuan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Dalam praktiknya tidak selamanya bahwa kinerja karyawan dalam kondisi seperti yang diinginkan baik oleh karyawan itu sendiri ataupun organisasi.
(31)
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja baik hasil ataupun perilaku kerja adalah sebagai berikut: (Kasmir, 2016)
a. Kemampuan dan Keahlian
Merupakan kemampuan atau skill yang dimiliki seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Semakin memiliki kemampuan dan keahlian maka akan dapat menyelesaikan pekerjaannya secara benar, sesuai dengan yang telah ditetapkan.
b. Pengetahuan
Maksudnya adalah pengetahuan tentang pekerjaan. Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang pekerjaan secara baik akan memberikan hasil kerja yang baik, demikian pula sebaliknya.
c. Rancangan Kerja
Merupakan rancangan pekerjaan yang akan memudahkan karyawan dalam mencapai tujuannya
d. Kepribadian
yaitu kepribadian seseorang atau karakter yang dimiliki seseorang e. Motivasi Kerja
Motivasi kerja merupakan dorongan bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan. Jika karyawan memiliki dorongan yang kuat dari dalam dirinya atau dorongan dari luar dirinya (misalnya dari pihak perusahaan), maka karyawan akan terangsang atau terdorong melakukan sesuatu dengan baik
(32)
f. Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan perilaku seseorang pemimpin dalam mengatur, mengelola dan memerintah bawahannya untuk mengerjakan sesuatu tugas dan tanggungjawab yang diberikannya
g. Gaya Kepemimpinan
Merupakan gaya atau sikap seorang pemimpin dalam menghadapi atau memerintahkan bawahannya
h. Budaya Organisasi
Merupakan kebiasaan-kebiasaan atau norma yang berlaku dan dimiliki oleh suatu organisasi atau perusahaan
i. Kepuasan Kerja
Merupakan perasaan senang atau gembira, atau perasaan suka seseorang sebelum dan setelah melakukan suatu pekerjaan
j. Lingkungan Kerja
Merupakan suasana atau kondisi di sekitar lokasi tempat bekerja. Lingkungan kerja dapat berupa ruangan, layout, sarana dan prasarana k. Loyalitas
Merupakan kesetiaan karyawan untuk tetap bekerja dan membela perusahaan dimana tempatnya bekerja
l. Komitmen
Merupakan kepatuhan karyawan untuk menjalankan kebijakan atau peraturan perusahaan dalam bekerja.
(33)
m. Disiplin Kerja
Merupakan usaha karyawan untuk menjalankan aktivitas kerjanya secara sungguh-sungguh. Disiplin kerja dalam hal ini dapat berupa waktu, misalnya masuk kerja selalu tepat waktu.
4. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah upaya menilai prestasi dengan tujuan meningkatkan produktivitas karyawan maupun perusahaan.
Menurut Fahmi (2012:237), Penilaian kinerja adalah suatu penilaian yang dilakukan kepada pihak manajemen perusahaan baik para karyawan maupun manajer yang selama ini telah melakukan pekerjaannya. Dan menurut Malthis dan Jackson (dalam Fahmi, 2012:237), penilaian kinerja merupakan proses mengevaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set standar dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut.
Untuk melakukan suatu penilaian kinerja dibutuhkan metode penilaian yang memiliki tingkat dan analisa yang representatif. Menurut Griffin (dalam Fahmi, 2012), terdapat dua kategori dasar dari metode penilaian yang sering digunakan dalam organisasi adalah metode objektif dan metode pertimbangan.
a. Metode objektif (objective methods)
Metode objektif (objective methods) menyangkut dengan sejauh mana seseorang bisa bekerja dan menunjukan bukti kemampuan ia bekerja sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Bagi banyak pihak
(34)
metode objektif bisa memberikan hasil yang tidak begitu akurat atau mengandung bias karena bisa saja seorang karyawan memiliki kesempatan yang bagus maka ia terlihat mampu bekerja dengan sangat baik dan penuh semangat, sedangkan ada karyawan yang tidak memiliki kesempatan dan ia tidak bisa menunjukkan kemampuannya secara maksimal.
b. Metode pertimbangan (judgemental methods)
Metode pertimbangan (judgemental methods) adalah metode penilaian memiliki nilai ranking yang tinggi maka artinya ia memiliki kualitas kinerja yang bagus dan begitu pula sebaliknya. Sistem penilaian ranking dianggap memiliki kelemahan jika seorang karyawan ditempatkan dalam kelompok kerja yang memiliki ranking yang bagus maka penilaiannya akan mempengaruhi posisinya sebagai salah satu karyawan yang dianggap baik, begitu pula sebaliknya jika seseorang ditempatkan dalam kelompok dengan ranking buruk maka otomatis rangkingnya juga tidak bagus.
5. Prosedur Penilaian Kinerja Aparatur Sipil Negara
Penilaian prestasi kerja pegawai negeri sipil adalah suatu proses penialian secara sistematis yang dilakukan oleh pejabat penilai terhadap sasaran kerja pegawai dan perilaku kerga pegawai negeri sipil. Penilaian prestasi kerja PNS berdasarkan Pasal 12 ayat 2 UU Nomor 43 Tahun 1999 bertujuan untuk menjamin objektifitas pembinaan pegawai negeri sipil yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier. Prestasi kerja
(35)
pegawai negeri sipil diarahkan sebagai pengendalian perilaku kerja produktif yang disyaratkan untuk mencapai hasil kerja yang disepakati. Penilaian prestasi kerja PNS dilakukan berdasarkan prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif dan transparan.
Terbitnya Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil, mewajibkan setiap pegawai negeri sipil menyusun sasaran kerja pegawai (SKP).
Penilaian prestasi kerja PNS terdiri atas unsur sasaran kerja pegawai dan unsur perilaku kerja.
a. Sasaran kerja pegawai yang selanjutnya disingkat SKP adalah rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh pegawai negeri sipil. Dalam menyusun SKP harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Jelas
Kegiatan atau pekerjaan yang idlakukan harus dapat diuraikan secara jelas
2) Dapat Diukur
Kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan harus dapat diukur secara kuantitas dalam bentuk angka seperti jumlah satuan, jumlah hasil, dan lain-lain.
3) Relevan
Kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan harus berdasarkan lingkup tugas jabatan masing-masing pada tugas dan fungsi, wewenang dan tanggung jawab, dan uraian tugasnya.
(36)
4) Dapat Dicapai
Kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan harus disesuaikan dengan kemampuan PNS
5) Memiliki Target Waktu
Kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan harus dapat ditentukan waktunya
b. Perilaku kerja merupakan setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang dilakukan oleh seorang PNS yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun unsur perilaku kerja meliputi:
1) Orientasi pelayanan merupakan sikap dan perilaku kerja PNS dalam memberikan pelayanan kepada yang dilayani antara lain meliputi masyarakat, atasan, rekan sekerja, unit kerja terkait, dan atau instansi lain.
2) Integritas merupakan kemampuan seorang PNS untuk bertindak sesuai dengan nilai, norma dan etika dalam organisasi.
3) Komitmen merupakan kemauan dan kemampuan seorang PNS untuk dapat menyeimbangkan antara sikap dan tindakan untuk mewujudkan tujuan organisasi dengan mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan diri sendiri, seseorang, dan atau golongan.
4) Disiplin merupakan kesangguan seorang PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan
(37)
perundang-undangan atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi sanksi.
5) Kerja sama merupakan kemauan dan kemampuan seorang PNS untuk bekerja sama dengan rekan sekerja, atasan, bawahan baik dalam unit kerjanya maupun instansi lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan tanggungjawab yang diembannya.
6) Kepemimpinan merupakan kemampuan dan kemauan PNS untuk memotivasi dan mempengaruhi bawahan atau orang lain yang berkaitan dengan bidang tugasnya demi tercapainya tujuan organisasi. 6. Metode dan Teknik Penilaian Kinerja
a. Metode penilaian berorientasi masa lalu
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal prestasi kerja yang telah dilakukan, telah terjadi, dan sampai batas tertentu, dapat diukur. Kelemahannya adalah prestasi kerja masa lalu tidak dapat diukur. Akan tetapi, dengan mengevaluasi prestasi kerja masa lalu, karyawan mendapat bahan masukan mengenai upaya untuk memperbaiki prestasi kerja mereka.
1) Rating scale
Pada metode ini, evaluasi subjektif dilakukan oleh penilaian terhadap prestasi kerja karyawan dengan skala waktu tertentu dari rendah sampai tinggi. Evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, dengan cara membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan
(38)
faktor-faktor yang dianggap penting terhadap pelaksanaan pekerjaan tersebut.
2) Checklist
Metode penilaian checklist dilakukan oleh atasan langsung. Metode ini menggunakan kalimat atau kata-kata yang menggambarkan prestasi kerja dan karakter karyawan, sehingga dapat tinggal memilihnya. Pada checklist ini terdapat item-item yang masing-masing diberi bobot. Pemberian bobot ini memungkinkan penilai dapat menjumlahkan skor yang diperoleh untuk memperoleh skor total.
3) Metode peristiwa kritis (critical incident method)
Metode ini berdasarkan catatan penilaian yang memerhatikan perilaku karyawan yang sangat baik atau sangat buruk saat pelaksanaan kerja. Berbagai peristiwa tersebut dicatat selama peristiwa evaluasi terhadap setiap karyawan. Kemudian, peristiwa ini dibagi menjadi beberapa kategori, seperti pengendalian bahaya keamanan, pengawasan sisa bahan atau pengembangan karyawan.
4) Metode peninjauan lapangan (field revie method)
Pada metode ini, tenaga ahli yang diwakilkan dari personalia turun ke lapangan dan membantu atasan langsung dalam penilaian mereka. Tenaga ahli dari personalia mendapatkan informasi khusus dari atsan langsung tentang prestasi kerja karyawan. Kemudian, tenaga ahli ini mempersiapkan evaluasi atas dasar informasi tersebut. Evaluasi
(39)
dikirim ke atasan langsung untuk dilakukan review, perubahan, persetujuan, dan pembahasan dengan karyawan.
5) Tes dan observasi prestasi kerja
Metode ini dilakukan pada tes pengetahuan dan keterampilan. Tes yang dilakukan dapat dapat berupa tes tertulis atau peragaan keterampilan.
6) Metode evaluasi kelompok
Metode ini dilakukan oleh atasan langsung. Kegunaan penilaian kelompok adalah menentukan keputusan kenaikan upah, promosi dna berbagai bentuk penghargaan organisasional karena menghasilkan rangking karyawan dari yang terbaik sampai dengan membandingkan karyawan yang satu dengan yang lainnya.
b. Metode Penilaian Berorientasi Masa Depan
Penilaian yang berorientasi masa depan dilakukan melalaui penilaian potensi karyawan untuk menentukan prestasi kerja pada waktu yang akan datang atau penetapan sasaran prestasi kerja pada masa mendatang.
Metode yang digunakan terdiri atas sebagai berikut: 1) Penilaian diri (self-appraisal)
Metode penilaian ini digunakan untuk pengembangan diri. Apabila karyawan menilai dirinya sendiri, perilaku defensif cenderung tidak akan terjadi, sehingga upaya perbaikan cenderung tidak dapat dilakukan.
(40)
2) Penilaian psikologis (psylogical appraisal)
Penilaian psikologis terdiri atas wawancara, tes-tes psikologi, diskusi dengan atasan langsung, dan penilaian langsung lainnya. Penilaian mengenai psikologi biasanya dilakukan oleh psikolog. Penilaian mengenal intelektual, emosi, motivasi karyawan, dan lainnya ditujukan untuk menentukan prestasi kerja pada masa yang akan datang.
3) Pendekatanmanagement by objective(MBO)
Inti dari metode pendekatan MBO adalah karyawan dan penilai bersama-sama menetapkan tujuan atau sasaran pelaksanaan kerja untuk masa yang akan datang. Dengan menggunakan sasaran-sasaran tersebut., penilaian prestasi kerja dilakukan secara bersama-sama pula. 7. Model-Model Penilaian Kinerja
a. Balanced scorecard
Balanced scorecard (BSC) merupakan pendekatan baru terhadap terhadap manajemen, yang dikembangkan oleh David Norton dan Robert Kaplan (1990). Balanced scorecard adalah sebuah sistem manajemen (bukan hanya sebuah alat pengukuran saja) dimana organisasi dapat menjelaskan visi dan strategi mereka dan sekaligus menerjemahkannya ke dalam tindakan. Balanced scorecard menyediakan umpan balik baik dalam proses bisnis internal maupun hasil eksternal untuk meningkatkan kinerja secara terus menerus. Jika dipahami dan digunakan balanced scrorecard secara optimal, maka balanced scorecard dapat
(41)
mentransformasikan perencanaan strategis dari latihan akademis untuk diterapkan dalam sistem suatu perusahaan. Balanced scorecard dalam konsep ini memperkenalkan suatu sistem pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut sebenarnya merupakan penjabaran dari apa yang menjadi misi dan strategi perusahaan dalam jangka panjang, yang digolongkan menjadi 4 perspektif yang berbeda yaitu:
1) Persprektif finansial
Yaitu bagaimana kita berorientasi pada para pemegang saham 2) Perspektifcustomer
Adalah bagaimana kita bisa menjadi supplier utama yang paling bernilai bagi paracustomer
3) Perspektif proses bisnis internal
Yakni proses bisnis apa saja yang terbaik yang harus kita lakukan, dalam jangka panjang maupun jangka pendek untuk mencapai tujuan finansial dan kepuasan customer
4) Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran
Ialah bagaimana kita dapat meningkatkan dan menciptakan value secara terus menerus terutama dalam hubungannya dengan kemampuan dan motivasi karyawan
(42)
b. SMARTSystem
Model SMART (Strategic Management Analysis and Reporting Technique)systemmerupakan sistem yang dibuat oleh Wang Laboratory, Inc. Lowell, yang mampu mengintegrasikan aspek finansial dan non finansial yang dibutuhkan manajer. Model ini dibuat untuk merespon keberhasilan perusahaan menerapkan Just In Time, sehingga fokusnya lebih mengarah ke operasional setiap departemen dan fungsi di perusahaan. Tanpa adanya strategi yang jelas pun, kerangka kerja ini dapat digunakan, akan tetapi akan lebih baik didasarkan atas visi dan strategi perusahaan. Langkah-langkah pengukuran kinerja dengan SMARTsystemmeliputi:
1) Identifikasi strategi objektif dankey performance indicator(KPI) Dengan menggunakan kerangka kerja SMART system, strategi objektif perusahaan dilihat dari level bisnis perusahaan dan perspektif masing-masing level bisnisnya. Melalui data perusahaan dan wawancara dengan para manajer perusahaan, strategi objektif perusahaan dapat ditentukan.
2) PenstrukturanKey Performance Indicator(KPI)
Pihak manajemen telah menyimpulkan bahwa hasil KPI dianggap valid kemudian dilakukan penstrukturan sesuai dengan jenis perspektif yang terdapat pada kerangka kerja SMARTsystem
(43)
3) PembobotanKey Performance Indicator
Pembobotan KPI dengan proses hierarki analitik didasarkan pada strukturisasi hierarki sistem pengukuran kinerja. Pembobotan diperlukan agar preferensi dari pihak manajemen terhadap tingkat kepentingan kriteria (perspektif, strategi, dan KPI) dapat diketahui. Desain kuesioner bersifat tertutup dan diberikan kepada pihak manajemen yang mengerti terhadap kriteria-kriteria yang hendak ditanyakan.
c. Performance Prism
Merupakan suatu model yang digunakan untuk pengukuran kinerja yang menggambarkan kinerja organisasi sebagai bangunan 3 dimensi (prisma) yang memiliki 5 bidang sisi, yaitu sisi kepuasan, stakeholder, strategi, proses, kapabilitas, dan kontribusi stakeholder. Pengukuran kinerja yang digunakan berasal dari visi dan strategi badan usaha yang dijabarkan dalam lima perspektif performance prism sehingga membentuk sebuah kerangka performance prism. Selanjutnya akan diidentifikasikan siapa saja stakeholder dalam perusahaan untuk dicari keinginan maupun kebutuhannya dan dilakukan pengukuran kinerja pada setiapstakeholder
(44)
Performance prism mempunyai 5 perspektif kinerja yang saling berkaitan, yaitu:
1) Kepuasanstakeholder
Stakeholderyang dipertimbangkan disini meliputi konsumen, tenaga kerja, supplier, investor, serta pemerintah dan masyarakat sekitar. Penting bagi perusahaan berupaya memberikan kepuasan terhadap apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh stakeholder nya serta melakukan komunikasi yang baik dengan mereka agar stakeholder dapat menjalankan perannya secara baik demi keberhasilan perusahaan.
2) Strategi
Strategi dalam hal ini sangat diperlukan untuk mengukur kinerja organisasi sebab dapat dijadikan sebagai monitor sudah sejauh mana tujuan organisasi telah dicapai.
3) Proses
Proses disini diibaratkan sebagai mesin dalam meraih sukses, yaitu bagaimana caranya agar organisasi mampu memperoleh pendapatan yang tinggi dengan pengeluaran serendah mungkin, misalnya dengan pengoptimalan sistem pengadaan barang.
4) Kapabilitas
Kemampuan yang dimiliki oleh organisasi meliputi keahlian sumber dayanya, praktik-praktik bisnisnya, pemanfaatan teknologi, serta fasilitas-fasilitas pendukungnya. Kemampuan organisasi ini
(45)
merupakan pondasi yang paling dasar yang harus dimiliki oleh organisasi untuk dapat bersaing dengan organisasi lain.
5) Kontribusistakeholder
Untuk menentukan apa saja yang harus diukur yang merupakan tujuan akhir pengukuran kinerja dengan model performance prism
ini, maka organisasi harus mempertimbangkan hal-hal apa saja yang diinginkan dan dibutuhkan dari parastakeholder-nya.
8. Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Werther dan Davis (1996:342) (dalam, Suwatno 2013:197), penilaian kinerja mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi perusahaan dan karyawan yang dinilai, antara lain:
a. Memungkinkan karyawan dan manajer untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja.
b. Compensation Adjustment. Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.
c. Placement Decision.Menentukan promosi, transfer, dan demosi.
d. Training and Development Needs. Mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi karyawan agar kinerja mereka lebih optimal.
e. Career Planning and Development. Memandu untuk menentukan jenis karier dan potensi karier yang dapat dicapai.
f. Staffing Process Defiencies. Mempengaruhi prosedur perekrutan karyawan.
(46)
g. Informational Inaccuracies and Job-Design Errors. Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama di bidang informasi job-analysis, job-design,dan sistem informasi manajemen sumber daya manusia.
h. Equal Employment Opportunity. Menunjukkan bahwa placement decisiontidak diskriminatif.
i. External Challenges. Kadang-kadang kinerja karyawan dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya. Biasanya faktor ini tidak terlalu kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja, faktor-faktor eksernal ini akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber daya manusia untuk memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja karyawan.
j. Feedback.Memberikan umpan balik bagi urusan kekaryawanan maupun bagi karyawan itu sendiri.
Tujuan dilaksanakannya penilaian kinerja menurut Milkovich (1991:91) (dalam Suwatno 2013:198), ialah untuk mengenali kekuatan dan kelemahan karyawan, sehingga proses umpan balik sebagai motivator dapat berjalan dengan baik untuk rewardsyang tepat sesuai dengan prestasi kerja masing-masing karyawan. Umpan balik bagi karyawan merupakan informasi untuk mendapatkan bimbingan dan pembinaan agar terbentuk tingkat kemampuan kerja dan usaha kerja karyawan.
(47)
9. Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Sedarmayanti, menyatakan bahwa manfaat penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan prestasi kerja
Dengan adanya penilaian, baik pimpinan maupun karyawan, memperoleh umpan balik dan mereka dapat memperbaiki pekerjaan dan prestasinya. b. Memberi kesempatan kerja yang adil
Penilaian akurat dapat menjamin karyawan memperoleh kesempatan menempati sisi pekerjaan sesuai kemampuannya.
c. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan
Melalui penilaian kinerja, terdeteksi karyawan yang kemampuannya rendah sehiingga memungkinkan adanya program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka.
d. Penyesuaian kompensasi
Melalui penilaian, pimpinan dapat mengambil keputusan dalam menentukan perbaikan pemberian kompensasi dan sebagainya.
e. Keputusan promosi dan demosi
Hasil penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk mempromosikan atau mendemosikan karyawan.
f. Mendiagnosis kesalahan desain pekerjaan
Kinerja yang buruk mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan tersebut.
(48)
g. Menilai proses rekrutmen dan seleksi
Kinerja karyawan baru yang rendah dapat mencerminkan adanya penyimpangan proses rekrutmen dan seleksi.
10. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja
Dalam mengetahui tingkat kinerja seorang karyawan dalam suatu perusahaan, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya.
Seperti yang dikemukakan oleh Mangkunegara (2011:67-68), antara lain:
a. Faktor Kemampuan (ability)
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, setiap pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan sesuai dengan keahliannya.
b. Faktor Motivasi (Motivation)
Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai kinerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik,
(49)
tujuan, dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus memiliki sikap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan dan target.
David C. Mc Clelland dalam Mangkunegara (2011:68), berpendapat bahwa ada hubungan positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri pegawai untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai kinerja yang maksimal. Pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal apabila pegawai tersebut memiliki motif berprestasi tinggi. Motif berprestasi tersebut perlu dimiliki oleh pegawai yang ditumbuhkan dari dalam diri sendiri selain dari lingkungan kerja.
11. Tujuan Manajemen Kinerja
Untuk mendapatkan hasil yang optimal dari para pekerja, pada umumnya perusahaan membentuk manajemen kinerja profesional untuk mengelolanya.
Ada beberapa tujuan yang diharapkan guna tercapainya tujuan manajemen kinerja
menurut Armstrong (dalam Fahmi, 2012:226-227), yaitu:
a. Mencapai peningkatan yang dapat diraih dalam kinerja organisasi. b. Bertindak sebagai pendorong perubahan dalam mengembangkan suatu
budaya yang berorientasi pada kinerja. c. Meningkatkan motivasi dan komitmen.
(50)
meningkatkan kepuasan kerja mereka dan mencapai potensi penuh mereka bagi keuntungan mereka sendiri dan organisasi secara keseluruhan.
e. Memberikan suatu kerangka kerja bagi kesepakatan sasaran sebagaimana diekspresikan dalam target dan standar kinerja sehingga pengertian bersama tentang sasaran dan peran yang harus dimainkan manajer dan individu dalam mencapai sasaran tersebut meningkat. f. Memusatkan perhatian pada atribut dan kompetensi yang diperlukan
agar bisa dilaksanakan secara efektif dan apa yang seharusnya dilakukan untuk mengembangkan atribut dan kompetensi tersebut. g. Memberikan ukuran yang akurat dan objektif dalam kaitannya dengan
target dan standar yang disepakati sehingga individu menerima umpan balik dari manajer tentang seberapa baik yang mereka lakukan.
h. Asas dasar penilaian ini, memungkinkan individu bersama manajer menyepakati rencana peningkatan dan metde pengimplementasian dan secara bersama mengkaji pelatihan dan pengembangan serta menyepakati bagaimana kebutuhan itu dipenuhi.
i. Memberi kesepakatan individu untuk mengungkapkan aspirasi dan perhatian mereka tentang pekerjaan mereka.
j. Menunjukkan pada setiap orang bahwa organisasi menilai mereka sebagai individu.
k. Membantu memberikan wewenang kepada orang memberi lebih banyak ruang lingkup untuk bertanggung jawab atas pekerjaan itu.
(51)
l. Membantu mempertahankan orang-orang yang mempunyai kualitas yang tinggi.
m. Mendukung misi jauh manajemen kualitas total.
B. Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mengarahkan orang lain yang terorganisir sesuai dengan keinginan dan ketetapan demi tercapainya tujuan organisasi.
Pada hakekatnya, para pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, kehidupan kerja, dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Untuk mencapai semua hal tersebut, seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam melakukan pengarahan kepada bawahannya untuk.mencapai tujuan suatu perusahaan.
2. Teori Kepemimpinan
Yukl (2009:4) merangkum beberapa pendapat para ahli tentang definisi kepemimpinan, yaitu:
a. Kepemimpinan adalah perilaku individu yang mengarahkan aktivitas kelompok untuk mencapai sasaran bersama (Hemphill,Coons1957 h.7) b. Kepemimpinan adalah pengaruh tambahan yang melebihi dan berada
di atas kebutuhan mekanis dalam mengarahkan organisasi secara rutin (D. Katz & Kahn, 1978, h. 528).
(52)
c. Kepemimpinan dilaksanakan ketika seseorang memobilisasi sumber daya institusional, politis, psikologis, dan sumber-sumber lainnya untuk membangkitkan melibatkan dan memenuhi motivasi pengikutnya (Burns,1978, h. 18).
d. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas kelompok yang terorganisir untuk mencapai sasaran (Rauch & Behling, 1984, h. 46).
2. Kategori Perilaku Pemimpin
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh para ahli yang dirangkum dalam buku Yukl (2009:62), terdapat hasil yang menunjukkan bahwa para bawahan memandang perilaku penyelia mereka terutama berdasarkan dua kategori yang terdefinisi secara luas, yang satu berhubungan dengan tujuan tugas dan yang lainnya berhubungan dengan hubungan antar pribadi.
a. Pertimbangan. pemimpin bertindak dalam cara yang bersahabat dan mendukung, memperlihatkan perhatian terhadap bawahan, dan memperhatikan kesejahteraan mereka. Contohnya meliputi melakukan kebaikan kepada bawahan, meluangkan waktu untuk mendengarkan permasalahan bawahan, mendukung atau berjuang bagi bawahan, berkonsultasi dengan bawahan mengenai hal penting sebelum dilaksanakan, bersedia menerima saran dari bawahan, dan memperlakukan bawahan sebagai sesamanya.
(53)
membuat struktur perannya sendiri dan peran para bawahan ke arah pencapaian tujuan formal. Contohnya meliputi mengkritik pekerjaan yang buruk, menekeankan pentingnya memenuhi tenggat waktu, menugaskan bawahan, mempertahankan standar kinerja tertentu, meminta bawahan untuk mengikuti prosedur standar, dan menawarkan pendekatan baru terhadap masalah, dan mengkoordinasikan aktivitas para bawahan yang berbeda-beda.
Pertimbangan dan struktur memprakarsai menjadi penting untuk menghubungkan kategori-kategori perilaku yang independen.
3. Perilaku Kepemimpinan Efektif
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Likert (dalam Yukl, 2009:65), ditemukan tiga jenis perilaku kepemimpinan yang dapat dibedakan antara manajer yang efektif dan manajer yang tidak efektif. Setiap jenis perilaku dijelaskan secara singkat
a. Perilaku yang Berorientasi Tugas
Para manajer yang efektif tidak menggunakan waktu dan usahanya dengan melakukan pekerjaan yang sama seperti para bawahannya. Sebaliknya, para manajer yang lebih efektif berkonsentrasi pada fungsi- fungsi yang berorientasi pada tugas seperti merencanakan dan mengatur pekerjaan, mengkoordinasikan kegiatan para bawahan, dan menyediakan keperluan, peralatan dan bantuan teknis yang dibutuhkan. Di samping itu, para manajer efektif memandu para bawahannya dalam menetapkan sasaran kinerja yang tinggi, tetapi
(54)
realistis.
b. Perilaku yang Berorientasi Hubungan
Bagi para manajer yang efektif perilaku yang berorientasi tugas tidak terjadi dengan mengorbankan perhatian terhadap hubungan antarmanusia. Para manajer yang efektif lebih penuh perhatian, mendukung, dan membantu para bawahan. Perilaku mendukung yang berkorelasi dengan kepemimpinan yang efektif meliputi memperlihatkan kepercayaan dan rasa dipercaya, bertindak ramah dan perhatian, berusaha memahami permasalahan bawahan, membantu mengembangkan bawahan dan memajukan karier mereka, selalu memberi informasi kepada bawahan, memperlihatkan apresiasi terhadap ide-ide para bawahan, dan memberikan pengakuan atas kontribusi dan keberhasilan bawahan.
c. Kepemimpinan Partisipatif
Para manajer yang efektif menggunakan lebih banyak supervisi kelompok dari pada mengendalikan tiap bawahan sendiri-sendiri. Pertemuan berkelompok memudahkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi, mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan konflik.Peran manajer dalam pertemuan kelompok yang utama adalah harus memandu diskusi dan membuatnya mendukung, konstruktif, dan berorientasi pada pemecahan masalah. Namun penggunaan partisipasi tidak menyiratkan hilangnya tanggung jawab dan manajer tersebut tetap
(55)
bertanggungjawab atas semua keputusan dan hasilnya.
4. PerbedaanLeadershipdanHeadship
Banyak ahli manajemen mendefinisikan leadership dalam arti luas, dalam arti meliputi banyak cara yang dilakukan oleh leaders dan headers serta berbagai sumber yang digunakan untuk mengungkapkan kekuasannya. Akan dapat pula didefinisikan secara lebih sempit, seperti yang dilakukan oleh C.A Gibb (1969), yang membedeakan antara
leadershipdenganheadship:
a. Headship diselenggarakan melalui suatu sistem yang diorganisasikan dan tidak berdasarkan pengakuan spontan para anggotanya.
b. Tujuan kelompok dipilih oleh kepala (head person) sesuai dengan minat dan tidak ditentukan oleh kelompok itu sendiri secara internal.
c. Dalam headship hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali tindakan bersama dalam mencapai tujuan.
d. Dalamheadship, ada jurang sosisal yang lebar antara anggota kelompok dan kepala, yang mengusahakan agara ada jarak sosial ini, sebagai suatu alat bantu untuk memaksa ke kelompoknya.
e. Kewibawaan seorang pemimpin (leader) secara spontan diakui oleh para anggota kelompok yang bersangkutan dan terutama oleh para pengikutnya.
Sedangkan kewibawaan seorang kepala (the head) timbul karena adanya kekuasaan dari luar kelompok yang mendukung seseorang itu terhadap kelompok yang bersangkutan, yang tidak dapat disebut sebagai
(56)
para pengikut sesungguhnaya. Mereka menerima dominasi kepalanya (headship) dalam hal penderitaan suatu hukuman daripada upaya pengikutnya dalam arti menginginkan hadiah.
Kochan, Schmidt dan de Cotties (1975), menurut Bass, setuju dengan pendapat Gibb karena mereka melihat bahwa para manajer, para pemimpin pelaksana, para pejabat dan lain-lain dalam kenyataan lebih banyak melakukan berbagai hal, lebih dari sekedar hanya memimpin saja. Kita tidak dapat menafsirkan begitu saja bahwa, misalnya seseorang yang mengikuti semua tata cara seremonial dalam anggota. Akan tetapi menururt definisi yang lebih luas, bagi Bass (1960) pimpinan atau seorang kepala adalah merupakan konsekuensi dari kedudukan (status) mereka, jadi merupakan suatu kekuasaan dari jabatan yang dipegangnya. Tanpa kedudukan semacam itu, para pemimpin (leader) masih dapat mencapai tujuan, apabila kekuasaannya itu betul-betul sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh kelompok yang dipimpinnya.
Baik kedudukan (status) maupun penghormatan (esteem) tidak dapat ditafsirkan secara kaku. Dalam setiap kelompok akan berbeda. Itulah sebabnya kepemimpinan (leadership) pada hakikat dapat dibagikan kepda para anggotanya dalam derajat tertentu dan dalam situasi yang sama. Istilah kepala, ketua, direktur, menteri, presiden dan lain-lainnya, pada umumnya berkaitan dengan pengertian kekeapalaan (headship).
(57)
5. Fungsi dan Peran Kepemimpinan dalam Organisasi
Fungsi pemimpin dalam organisasi kerap kali memiliki spesifikasi berbeda dengan bidang kerja atau organisasi lain. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa macam hal, antara lain: macam organisasi, situasi sosial dalam organisasi, dan jumlah anggota kelompok (Ghiselli & Brown, 1973).
Fungsi pemimpin dalam organisasi menurut Terry (1960), dapat dikelompokkan menjadi empat:
a. Perencanaan b. Pengorganisasian c. Penggerakan d. Pengendalian
Dalam menjalankan fungsinya pemimpin mempunyai tugas-tugas tertentu, yaitu mengusahakan agar kelompoknya dapat mencapai tujuan dengan baik, dalam kerja sama yang produktif, dan dalam keadaan yang bagaimanapun yang dihadapi kelompok. Menurut Gerungan (1981), tugas pemimpin adalah:
a. Memberi struktur yang jelas terhadap situasi-situasi rumit yang dihadapi kelompok
b. Mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok
c. Merasakan dan menerangkan kebutuhan kelompok pada dunia luar, baik mengenai sikap-sikap, harapan, tujuan, dan kekhawatiran kelompok.
(58)
Pemimpin dalam suatu organisasi memilki peranan yang sangat penting, tidak hanya secara internal bagi organisasi yang bersangkutan, akan tetapi juga dalam menghadapi berbagai pihak di luar organisasi yang kesemuanya dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan organisasi mencapai tujuannya.
a. Peranan yang bersifat interpersonal
1) Selaku simbol keberadaan organisasi. Peranan tersebut dimainkan dalam berbagai kegiatan yan sifatnya legal dan seremonial. Menghadiri berbagai upacara resmi, memenuhi undangan atasan, rekan setingkat, para bawahan, dan mitra kerja.
2) Selaku pemimpin yang bertanggungjawab untuk memotivasi dan memberikan arahan kepada para bawahan yang dalam kenyataannya berurusan dengan para bawahan.
3) Peran selaku penghubung dimana seorang manajer harus mampu menciptakan jaringan yang luas dengan memberikan perhatian khusus kepada mereka yang mampu berbuat sesuatu bagi organisasi. b. Peranan yang bersifat informasional
1) Seorang manajer adalah pemantau arus informasi yang terjadi dari dan ke dalam organisasi.
2) Peran sebagai pembagi informasi 3) Peran selaku juru bicara organisasi c. Peranan pengambilan keputusan
(59)
terus menerus situasi yang dihadapi oleh organisasi, untuk mencari dan menemukan peluang yang dapat dimanfaatkan, meskipun kajian tersebut sering menuntut terjadinya perubahan dalam organisasi. 2) Peredam gangguan
3) Pembagi sumber daya dan dana
6. Hubungan Kepemimpinan terhadap Kinerja
Kemajuan ataupun kemunduran organisasi sangat ditentukan oleh komponen-komponen yang ada di dalamnya, pemimpin maupun pegawainya. Menurut Georg Von Krogh, Ikujiro Nonaka, dan Lise Rechsteiner (2011:240), kepemimpinan didistribusikan di tiga lapisan kegiatan: lapisan inti penciptaan pengetahuan lokal, lapisan kondisional yang menyediakan sumber daya dan konteks penciptaan pengetahuan, dan lapisan struktural yang membentuk kerangka keseluruhan dan arah untuk penciptaan pengetahuan dalam organisasi.
Pemimpin memegang peran kunci dalam memformasikan strategi organisasi, sehingga perannya akan mempengaruhi keberhasilan organisasi. Dalam perusahaan tidak hanya produk ataupun jaminan jasa saja yang menentukan keberhasilan, kualitas pelayanan, profesionalitas dan kinerja pegawai turut pula memberikan andil pegawai (Su’ud, 200:51). Kinerja tentunya tidak akan dapat terbentuk apabila tidak adanya semangat didalam tugas dan pekerjaan. Untuk itu pengaruh dari kepemimpinan sangat penting di dalam memberikan semangat dan motivasi kepada pegawai. Kepemimpinan yang buruk akan berakibat pada adanya
(60)
penurunan kinerja pegawai yang akan berdampak pada terjadinya penurunan kinerja total pegawai.
7. Indikator Kepemimpinan yang Digunakan Penulis
Dalam penelitian ini penulis menggunakan indikator yang dikemukakan oleh Likert (dalam Yukl, 2009:65) yaitu:
a. Perilaku yang Berorientasi Tugas
Para manajer yang efektif tidak menggunakan waktu dan usahanya dengan melakukan pekerjaan yang sama seperti para bawahannya. Sebaliknya, para manajer yang lebih efektif berkonsentrasi pada fungsi- fungsi yang berorientasi pada tugas seperti merencanakan dan mengatur pekerjaan, mengkoordinasikan kegiatan para bawahan, dan menyediakan keperluan, peralatan dan bantuan teknis yang dibutuhkan. Di samping itu, para manajer efektif memandu para bawahannya dalam menetapkan sasaran kinerja yang tinggi, tetapi realistis.
b. Perilaku yang Berorientasi Hubungan
Bagi para manajer yang efektif perilaku yang berorientasi tugas tidak terjadi dengan mengorbankan perhatian terhadap hubungan antarmanusia. Para manajer yang efektif lebih penuh perhatian, mendukung, dan membantu para bawahan. Perilaku mendukung yang berkorelasi dengan kepemimpinan yang efektif meliputi memperlihatkan kepercayaan dan rasa dipercaya, bertindak ramah dan perhatian, berusaha memahami permasalahan bawahan, membantu
(61)
mengembangkan bawahan dan memajukan karier mereka, selalu memberi informasi kepada bawahan, memperlihatkan apresiasi terhadap ide-ide para bawahan, dan memberikan pengakuan atas kontribusi dan keberhasilan bawahan.
c. Kepemimpinan Partisipatif
Para manajer yang efektif menggunakan lebih banyak supervisi kelompok dari pada mengendalikan tiap bawahan sendiri-sendiri. Pertemuan berkelompok memudahkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi, mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan konflik.Peran manajer dalam pertemuan kelompok yang utama adalah harus memandu diskusi dan membuatnya mendukung, konstruktif, dan berorientasi pada pemecahan masalah. Namun penggunaan partisipasi tidak menyiratkan hilangnya tanggung jawab dan manajer tersebut tetap bertanggungjawab atas semua keputusan dan hasilnya.
C. Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Menurut Robbins dan Mary (2005:92) motivasi adalah kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi guna mencapai sasaran organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan usaha tersebut memuaskan kebutuhan sejumlah individu
Sedangkan menurut Veithzal (2010:837), motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai
(62)
hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invesible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu tersebut bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Apabila individu termotivasi, mereka akan membuat pilihan yang positif untuk melakukan sesuatu, karena pada dasarnya motivasi dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat memuaskan keinginan mereka dan meningkatkan produktivitas kerja mereka serta pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Berdasarkan pengertian motivasi diatas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan sesuatu yang timbul dari dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan tertentu dan juga bisa dikarenakan dorongan orang lain. Akan tetapi motivasi yang baik merupakan motivasi yang muncul dari dalam diri sendiri tanpa adanya paksaan.
2. Teori Motivasi
Banyak teori tentang motivasi dan penemuan riset yang mencoba menjelaskan hubungan antara perilaku dan hasilnya. Menurut Gibson (2006:95-161) teori motivasi dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu: teori kepuasan dan teori proses. Teori kepuasan memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menggerakkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilaku. Teori proses menguraikan dan menganalisis bagaimana perilaku itu digerakkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.
(63)
Maslow, teori ERG dari Aldefre dan teori dua faktor dari Hezberg dan teori kebutuhan Mc Clelland.
Rincian dari teori-teori tersebut dipaparkan sebagai berikut: a. Hirarki Kebutuhan Maslow.
Inti teori Maslow ialah bahwa kebutuhan masnusia tersusun dalam satu hierarki. Tingkat kebutuhan yang paling rendah adalah kebutuhan fisiologis dan tingkat yang tertinggi adalah kebutuhan perwujudan diri (self-actualization needs).
Kebutuhan-kebutuhan tersebut didefinisikan sebagai berikut.
• Fisiologis: kebutuhan akan makan minum, tempat tinggal, dan bebas dari rasa sakit.
• Keselamatan dan keamanan (safety and security): krbutuhan akan kebebasan dari ancaman, yakni aman dari ancaman kejadian atau lignkungan.
• Rasa memiliki (belongingness), sosial, dan cinta: kebutuhan akan teman afiliasi interaksi dan cinta.
• Harga diri (estems): kebutuhan akan penghargaan diri dan penghargaan dari orang lain.
• Perwujudan diri (self actualization): kebutuhan untuk memenuhi diri sendiri dengan maksimum penggunaan kemampuan, keahlian dan potensi.
Teori maslow mengasumsikan bahwa orang berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih pokok (fisiologis) sebelum
(64)
mengarahkan perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi (perwujudan diri). Hal yang penting dalam teori maslow ialah bahwa kebutuhan yang telah dipenuhi mereda daya motivasinya. Apabila seseorang pekerjaanya dari organisasi tempat ia bekerja, maka uang tidak mempunyai daya motivasi lagi.
b. Teori ERG Alderfer
Aldefler setuju dengan pendapat Maslow bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan yang tersusun dalan suatu hirarki. Akan teteapi, hiraki kebutuhannya hanya meliputi tiga perangkat kebutuhan, yaitu:
• Eksistensi: ini adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor-faktor seperti makanan, air, udara, upah dan kondisi kerja.
• Keterkaitan: ini adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan hubungan antar pribadi yang bermanfaat.
• Pertumbuhan: ini adalah kebutuhan dimana individu meras puas dengan membuat suatu kontribusi (sumbangan) yang krearif dan produktif.
Penjelasan Aldefler tentang kebutuhan berbeda dengan Maslow dalam beberapa hal. Pertama, Aldefler mengajukkan suatu kebutuhan tiga hirarki – Eksistensi (E), Keterkaitan (R), dan Pertumbuhan (G), yaitu fisiologis dan keselamatan; kebutuhan akan keterkaitan sama dengan kategori kebutuhan rasa akan memiliki, sosial, dan cinta; dan kebutuhan akan pertumbuhan sama dengan kategori harga diri dan perwujudan diri. Kedua, teori ERG dan hierarki kebutuhan
(65)
Maslow berbeda dalam cara bagaimana orang melangkah melalui rangkaian kebutuhan. Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan yang tidak terpenuhi adalah kebutuhan utama, dan bahwa tingkat kebutuhan yang lebih tinggi berikutnya tidak akan tergerak apabila kebutuhan utama belum dipenuhi secara wajar. Seseorang maju keatas hirarki kebutuhan, segera setelah terpenuhi tingkat kebutuhan lebih rendah. Sebaliknya, teori ERG Aldefler mengemukakan bahwa sebagai tambahan terhadap proses kemajuan pemuasan yang dikemukakan oleh Maslow, juga terjadi proses pengurangan keputusan. Yaitu, jika seseorang terus menerus terhambat dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan, maka kebutuhan akan keterkaitan akan muncul kembali sebagai kekuatan motivasi utama yang menyebabkan individu tersebut mengarahkan kembali upayanya menuju pemenuhan kategori kebutuhan yang lebih rendah. Jadi hambatan tersebut mengarah pada upaya pengurangan karena menimbulkan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang lebih rendah.
c. Teori Dua Faktor dari Hezberg
Hezberg mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor tentang motivasi. Dua faktor ini dinamakan faktor yang membuat orang merasa tidak puas dan faktor yang membuat orang merasa puas (dissatisfiers-satisfiers) atau faktor-faktor motivator iklim baik atau ekstrinstik-intrinstik tergantung dari orang yang membahasa teori tersebut. Penelitian Hezberg menghasilkan dua kesimpulan khusus
(66)
mengenai teori tersebut. Pertama, ada serangkaian kondisi ekstrinstik, keadaan pekerjaan (job context), yang menghasilkan ketidakpuasan dikalangan karyawan jika kondisi tersebut tidak ada. Jika kondisi tersebut ada, maka tidak perlu memotivasi karyawan. Kondisi tersebut adalah faktor-faktor yang membuat orang merasa tidak puas (dissatisfier) atau disebut juga faktor-faktor iklim baik (Hygiene factors), karena faktor-faktor tersebut diperlukan untuk mempertahankan tingkat yang paling rendah yaitu “tidak adanya ketidakpuasan”. Faktor-faktor tersebut mencakup:
• Upah
• Jaminan pekerjaan
• Kondisi kerja
• Status
• Prosedur perusahaan
• Mutu supervisi
• Mutu hubungan antar pribadi diantara rekan sekerja, dengan atasan dan dengan bawahan.
Kedua, serangkaian kondisi intrinstik, isi pekerjaan (job content) yang apabila ada dalam pekerjaan tersebut akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Jika kondisi ini tidak ada, maka tidak akan timbul rasa ketidakpuasan yang berlebihan.
(67)
meliputi:
• Prestasi (achievment)
• Pengakuan (recognition)
• Tanggung jawab (responsibility)
• Kemajuan (advancement)
• Pekerjaan itu sendiri (the work it self)
• Kemungkinan berkembang (the possibility of growth)
Model Hezberg pada dasarnya mengasumsikan bahwa kepuasan bukanlah konsep berdimensi satu. Penelitiannya menyimpulkan bahwa diperlukan dua kontinum untuk menafsirkan kepuasan kerja secara tepat.
d. Teori kebutuhan Mc Clelland
Mc Clelland mengajuka teori motivasi yang berkaitan erat dengan konsep belajar. Mc Clelland (1962) dalam Gibson (2006:111) berpendapat bahwa banyak kebutuhan yang diperoleh dari kebudayaan. Tiga dari kebutuhan yang dipelajari adalah kebutuhan prestasi (need for achievment), kebutuhan berafiliasi (need for affiliation), dan kebutuhan berkuasa (need for power). Mc Clelland mengemukakan bahwa jika kebutuhan seorang sangat kuat, dampaknya ialah memotivasi orang tersebut untuk menggunakan perilaku yang mengarah ke pemuasan kebutuhannya. Sebagai contoh, seseorang mempunyai kebutuhan berprestasi yang tinggi mendorong untuk menetapkan tujuan yang penuh tantangan, dan bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut serta
(68)
menggunakan keahlian dan kemampuan yang diperlukan untuk mencapainya.
3.Dimensi Motivasi yang Digunakan Penulis
Hezberg mengemukakan dua faktor tentang motivasi yaitu a. Faktor Motivator
Ada serangkaian kondisi ekstrinstik, keadaan pekerjaan (job context), yang menghasilkan ketidakpuasaan dikalangan karyawan jika kondisi tersebut tidak ada. Jika kondisi tersebut ada, maka tidak perlu memotivasi karyawan. Kondisi tersebut adalah faktor-faktor yang membuat orang merasa tidak puas (dissatisfairs) atau isebut juga faktor-faktor iklim baik (hygiene factors), karena faktor-faktor tersebut diperlukan untuk mempertahakan tingkat yang paling rendah yaitu “tidak adanya ketidakpuasaan”. Faktor-faktor tersebut mencakup: upah, jaminan pekerjaan, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu supervisi, hubungan antar pribadi diantara rekan sekerja, dengan atasan dan dengan bawahan.
b. Faktor Iklim Baik
serangkaian kondisi intrinstik, isi pekerjaan (job context) yang apabila ada dalam pekerjaan tersebut akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Jika kondisi ini tidak ada, maka akan timbul rasa ketidakpuasaan yang berlebihan. Faktor-faktor lain dari rangkaian ini disebut pemuas atau motivator, yang meliputi: prestasi (achievment), pengakuan (recognition),
(69)
tanggung jawab (responsibility), kemajuan (advancement), pekerjaan itu sendiri (the work it self).
D. Disiplin Kerja
1. Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin kerja merupakan suatu sikap, tingkah laku, dan
perbuatan yang sesuai dengan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang dibuat oleh manajemen perusahaan demi tercapainya tujuan
perusahaan, dan bila melanggar akan ada sanksi atas pelanggarannya. 2. Teori Disiplin Kerja
Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku (Rivai dan Jauvani, 2009:825).
Menurut Davis (dalam Mangkunegara, 2011:129) mengemukakan bahwa disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi. Jadi, disiplin kerja merupakan salah satu fumgsi manajemen sumber daya manusia sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas-tugas bagi karyawannya.
3. Macam-Macam Disiplin Kerja
Ada 2 bentuk disiplin kerja, yaitu disiplin preventif dan disiplin korektif.
(1)
133
Communalities
Initial Extraction
Pengaturan jadwal kerja 1,000 ,586
Mengingatkan pentingnya pencapaian sasaran
kerja 1,000 ,713
Bersikap ramah kepada pegawai 1,000 ,556 Membantu memberikan masukan atas
permasalahan kerja 1,000 ,816
Membantu mengembangkan potensi pegawai 1,000 ,729
Dapat membina para pegawai 1,000 ,600
Mengapresiasi ide-ide dari pegawai 1,000 ,595 Memberikan pujian kepada pegawai 1,000 ,701
Dapat membina para pegawai 1,000 ,693
Membantu memecahkan masalah kerja 1,000 ,742 Memberikan apresiasi positif kepada pegawai 1,000 ,768 Gaji sesuai dengan beban pekerjaan 1,000 ,693
Memperoleh fasilitas sesuai dengan beban
pekerjaan 1,000 ,890
Penyelesaian pekerjaan dipantau oleh pimpinan 1,000 ,586 Memiliki hubungan baik dengan rekan kerja 1,000 ,730
Merawat peralatan kantor 1,000 ,891
Melaksanakan pekerjaan sesuai rencana kerja
yang ditetapkan 1,000 ,587
Memberikan keterangan jika tidak hadir 1,000 ,643 Extraction Method: Principal Component
(2)
134
Total Variance Explained
Comp onent
Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings
Rotation Sums of Squared Loadings
Total % of Varianc
e
Cumulati ve %
Total % of Variance
Cumulative %
Total % of Variance Cumulative %
1 8,967 49,815 49,815 8,967 49,815 49,815 5,398 29,989 29,989
2 1,870 10,391 60,206 1,870 10,391 60,206 4,265 23,692 53,681
3 1,683 9,352 69,558 1,683 9,352 69,558 2,858 15,877 69,558
4 ,858 4,766 74,324
5 ,776 4,311 78,635
6 ,695 3,860 82,495
7 ,646 3,590 86,085
8 ,578 3,210 89,294
9 ,469 2,608 91,902
10 ,426 2,364 94,267
11 ,262 1,453 95,720
12 ,228 1,264 96,984
13 ,197 1,096 98,080
14 ,127 ,705 98,785
15 ,098 ,547 99,332
16 ,060 ,334 99,667
17 ,036 ,202 99,868
18 ,024 ,132 100,000
(3)
135
Component Matrixa
Component
1 2 3
VAR00004 ,836 -,116 -,013
VAR00023 ,830 -,165 ,121
VAR00011 ,818 ,011 -,179
VAR00008 ,813 -,071 -,251
VAR00007 ,802 -,286 -,301
VAR00006 ,730 -,112 ,098
VAR00014 ,730 -,349 -,296
VAR00015 ,729 -,481 ,064
VAR00030 ,725 -,027 -,341
VAR00010 ,724 -,180 ,195
VAR00019 ,671 ,082 ,486
VAR00022 ,640 ,208 ,366
VAR00027 ,637 -,088 ,416
VAR00001 ,595 -,010 ,482
VAR00020 ,594 ,716 -,154
VAR00026 ,643 ,643 -,254
VAR00013 ,532 ,583 ,265
VAR00009 ,536 ,138 -,542
Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 3 components extracted.
(4)
136
Rotated Component Matrixa
Component
1 2 3
VAR00007 ,861 ,253 ,106
VAR00014 ,833 ,218 ,020
VAR00008 ,749 ,287 ,293
VAR00030 ,718 ,160 ,319
VAR00015 ,687 ,514 -,175
VAR00011 ,677 ,343 ,354
VAR00004 ,651 ,494 ,211
VAR00009 ,626 -,124 ,439
VAR00019 ,170 ,784 ,223
VAR00001 ,157 ,741 ,113
VAR00027 ,258 ,718 ,072
VAR00022 ,162 ,661 ,351
VAR00023 ,592 ,601 ,137
VAR00010 ,482 ,598 ,068
VAR00006 ,512 ,520 ,152
VAR00020 ,204 ,187 ,902
VAR00026 ,326 ,140 ,875
VAR00013 -,018 ,494 ,670
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalizati
(5)
137
Penamaan Faktor
No.
Indikator
Faktor yang
terbentuk
Eign
Val
ue
Factor
Loading
%
Varia
nce
%
Cumul
ative
F
A
K
T
O
R
1
-
membantu memberikanmasukan atas
permasalahan kerja
-
membantu memecahkan masalah kerja-
membantu mengembangkan potensi pegawai-
memberikanketerangan jika tidak hadir
-
memberikanapresiasi positif kepada pegawai
-
memberikan pujian kepada pegawai-
mengingatkan pentingnyapencapaian sasaran kerja
-
dapatmenyampaikan informasi dengan baik Kepemimpinan 8,967 %
-
0,861-
0,833-
0,749-
0,718-
0,687-
0,677-
0,651-
0,626 49,815 % 49,815%F
A
K
T
O
R
2
-
gaji sesuai dengan beban pekerjaan-
pengaturan jadwal kerja-
melaksanakan pekerjaan sesuai rencana kerja-
penyelesaianpekerjaan dipantau oleh pimpinan
-
memiliki hubungan baik dengan rekan kerja-
mengapresiasi ide-ide pegawai-
bersikap ramahkepada pegawai Upah dan Kondisi Kerja 1,870 %
-
0,784-
0,741-
0,718-
0,661-
0,601-
0,598-
0,520 10,391 60,206(6)
138
terbentuk
Val
ue
Loading
Varia
nce
Cumul
ative
F
A
K
T
O
R
3
-
memperoleh fasilitas sesuai dengan beban pekerjaan-
merawat peralatan kantor-
dapat membina para pegawaiFasilitas Kerja 1,683 %