Upaya penyelesaian konflik melalui International Criminal

PBB dapat bertindak sebagai mediator untuk menengahi para pihak yang bersengketa dalam hal ini adalah Pemerintah China dan kelompok masyarakat etnis Uighur, serta PBB dapat membantu memberikan usulan-usulan bagi para pihak untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi tanpa ada pihak yang dirugikan. Jika dalam menggunakan cara mediasi sudah digunakan oleh negara dalam mengakhiri konflik yang terjadi, namun belum dapat menyelesaikan konflik tersebut, maka permasalahan mengenai Pelanggaran HAM terhadap etnis Uighur dapat diambil ahli oleh Dewan Keamanan PBB untuk diselesaikan menggunakan cara melalui Mahkamah Pidana Internasional International Criminal Court.

b. Upaya penyelesaian konflik melalui International Criminal

Court ICC Mahkamah Pidana Internasional International Criminal Court merupakan lembaga parlemen yang memiliki kekuatan untuk memberlakukan yuridikasinya terhadap pelaku tindak pidana Internasional yang paling serius sebagaimana yang telah diatur dalam statuta roma diantaranya adalah genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang 110 , dimana tujuan pembentukan mahkamah Internasional adalah untuk mencegah penindasan berkelanjutan terhadap HAM . 110 Pengadilan Pidana Internasional, diakses dari http:sesukakita.wordpress.com, diakses pada tanggal 14 April 2014, pukul 09.20 Universitas Sumatera Utara Pembentukan ICC dilatarbelakangi oleh banyaknya tuntutan akan keadilan bagi kejahatan yang luar biasa kejamnya seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang telah menimbulkan korban manusia yang sangat besar 111 , maka tahun 1948, PBB mulai menyadari perlunya untuk mendirikan suatu pengadilan Internasional untuk mengadili para pelaku tindak kejahatan luar biasa extra ordinary crime. Akhirnya pada tanggal 17 Juli 1998 dalam sebuah konfrensi diplomatik PBB di Roma, yang akan menjadi embrio terbentuknya Mahkamah Pidana Internasional International Crime Court, konfrensi ini kemudian menghasilkan sebuah perjanjian multi- lateral yaitu Statuta Roma yang merupakan dasar berdirinya ICC. Pada tanggal 1 Juli 2002, statuta ini telah diratifikasi oleh 60 negara dan secara otomatis statuta ini telah berlaku, dan terbentuklah International Crime Court. International Crime Court memiliki beberapa tujuan yaitu, 1. Bertindak sebagai pencegah terhadap orang yang berencana melakukan kejahatan serius menurut hukum Internasional 2. Mengusahakan supaya para korban dan keluarganya bisa mendapatkan keadilan dan memulai proses rekonsiliasi 111 Tahegga primananda alfath, Selayang Pandang International Criminal Court, diakses dari http:taheggaalfath201109selayang-pandang-internationalcriminal.htm , diakses pada tanggal 15 April 2014, pukul 14.45 Universitas Sumatera Utara 3. Agar dapat mengadili para pelaku tindak pidana kejahatan luar biasa seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang tanpa memandang kedudukan dan status 4. Melakukan langkah besar untuk mengakhiri masalah pembebasan dari hukuman ICC. Keduukan ICC hanya sebagai institusi pelengkap bagi peradilan domestik yang dimiliki oleh masing-masing negara. Hal ini ditegaskan dalam Preambule Paragraf 10 Statuta Roma yang menyatakan bahwa “ emphasizing that the ICC establishment under this statute shall be complementary to national criminal jurudication”, yang dapat berarti bahwa Hukum nasional didahulukan untuk diterapkan terhadap kejahatan-kejahatan internasional luar biasa yang terjadi di wilayah negara yang bersangkutan. ICC hanya dapat mengadili suatu praktek kejahatan luar biasa, mencakup kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, sepanjang pengadilan domestik tersebut tidak mau atau tidak mampu melaksanakan fungsinya. Dalam beberapa kasus kejahatan Internasional dimana ICC tidak dapat mengadilinya, yaitu 112 1. Kasusnya sedang diselidiki atau dituntut oleh suatu negara yang mempunyai yuridiksi atas kasus tersebut. 112 Pasal 17 Statuta Roma 1998 Universitas Sumatera Utara 2. Kasusnya telah diselidiki oleh suatu negara yang mempunyai yuridiksi atas kasus tersebut, dan negara telah memutuskan untuk tidak menuntut orang yang bersangkutan 3. Orang yang bersangkutan telah diadili atas suatu perbuatan yang merupakan pokok pengaduan itu dan suatu sidang oleh mahkamah tidak diperkenankan 4. kasusnya tidak cukup gawat untuk membenarkan tindakan lebih lanjut oleh mahkamah. Dalam upaya menetapkan adanya unwillingness suatu negara ICC harus memperhatikan prinsip due process yang diakui oleh hukum Internasional sebagai berikut, 1. Proses pengadilan diambil atau putusan dibuat dengan maksud untuk melindungi orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kejahatan-kejahatan yang menjadi yuridiksi ICC 2. Ada penundaan yang tidak dibenarkan dalam proses peradilan, yang tidak konsisten dengan tujuan untuk memberi keadilan pada tertuduh 3. Proses peradilan tidak dilaksanakan dengan bebas atau memihak . Universitas Sumatera Utara Untuk menetapkan ketidakmampuan Inability negara, ICC harus mempertimbangkan apakah ada kegagalan keseluruhan atau pada substansi-substansi tertentu atau tidak tersedianya sistem peradilan nasional, negara tidak dapat menangkap tertuduh, tidak dapat memperoleh bukti-bukti dan kesaksian penting, atau ketidakmampuan lain untuk melaksanakan proses proses peradilan sendiri 113 Dalam keterkaitannya dengan kasus yang terjadi di China, dimana Pemerintah China telah melakukan tindak kejahatan yang termasuk dalam tindak kejahatan luar biasa terhadap etnis Uighur yaitu berupa Genosida dan Kejahatan terhadap kemanusiaan, maka berdasarkan tujuan dari terbentuknya ICC, maka kasus ini baiknya diselidiki dan kemudian diadili oleh ICC, mengingat jika sebelumnya telah dilakukannya penyelesaiaan masalah ini melalui proses Diplomasi namun permasalahan ini tidak dapat diselesaikan dan tidak dapat dibiarkan secara berlarut-larut, jika dibiarkan berlarut-larut maka yang ditakutkan adalah semakin meruncingnya konflik ini sehingga menyebabkan banyaknya korban jiwa yang akan jatuh. Namun ICC memiliki kewenangan dan yuridikasi, berkaitan dengan yuridikasi atau kewenangan mengadili, maka ICC dibatasi oleh beberapa hal yaitu , 113 Pasal 17 ayat 3 Statuta Roma 1998 Universitas Sumatera Utara 1. Berdasarkan subjek hukum, yang dapat diadili atau personal juridication rationae personae ICC hanya dapat mengadili idividu natural person. Pelaku, termasuk pejabat pemerintahan, komandan, baik militer maupun sipil 114 2. Berdasarkan jenis kejahatan yang menjadi ruang lingkupnya atau material juridication rationae matirae maka yuridikasi ICC adalah pada kejahatan-kejahatan yang paling serius dalam pandangan masyarakat internasional yang diatur dalam Pasal 5-8 Suta Roma 3. Berdasarkan waktunya atau temporal juridication rationae temporis ICC hanya memiliki yuridikasi terhadap kejahatan yang dilakukan setelah berlakunya Statuta Roma, yaitu tanggal 1 Juli 2002 115 4. Berdasarkan wilayah tempat berlakunya kejahatan atau territorial jurudication rationae loci maka ICC dapat mengadili kasus yang diserahkan negara peserta yang wilayahnya menjadi tempat dilakukannya kejahatan tersebut 116 . 114 Pasal 25 Statuta Roma 1998 115 Pasal 11 Statuta Roma 1998 116 Pasal 12 Statuta Roma 1998 Universitas Sumatera Utara Dalam kasus ini Negara China bukanlah negara yang meratifikasi Statuta Roma yang berarti pemerintah China tidak mengakui eksistensi keberadaan International Criminal Court sebagai suatu lembaga peradlian Internasional yang mempunyai tugas untuk mengadili para pelaku tindak kejahatan luar biasa berdasarkan Stauta Roma, hal ini juga berarti bahwa dalam Hukum Nasional pemerintah China juga tidak mengakui adanya Statuta Roma yang menjadi dasar hukum International Crime Court. Namun hal ini bukan berarti pelanggaran genosida dan pelanggaran terhadap kemanusiaan yang terjadi di China tidak dapat diselidiki dan diadili oleh International Crime Court, karena International Crime Court mempunyai yuridiksi terhadap warga negara yang berasal dari non-State party, hal ini terdapat dalam Statuta Roma 1998, yakni 117 . 1. Dalam kasus yang diserahkan oleh Dewan Keamanan PBB kepada ICC 2. Dalam kasus warga negara dari non-state parties melakukan kejahatan di wilayah atau teritorial negara anggota Statuta Roma, atau negara yang sudah menerima yuridiksi ICC berkaitan dengan kejahatan tersebut 3. Dalam kasus negara non state parties sudah menyetujui untuk melaksanakan yuridiksi berkaitan dengan kejahatan tertentu. 117 Dapo Akande, The Juridiction of International Crime Court Over Nationals of Non- Parties, Journal of International Crime Justice, 2003, hlm. 1 Universitas Sumatera Utara Jadi, walaupun Negara China bukan merupakan negara peserta bukan berarti negara China dapat bebas akan segala tuntutan yang ditujukan kepadanya mengenai pelanggaran HAM yang dilakukannya terhadap etnis minoritas muslim Uighur , karena International Crime Court mempunyai persyaratan yang mengatur tentang berlakunya yuridiksi International Crime Court terhadap negara yang bukan merupakan anggota peserta. Disamping itu International Crime Court juga tidak mengakui adanya imunita personal yang artinya yaitu kekebalan seseorang terhadap hukum Sebaliknya Pasal 27 Statuta Roma 1998, merekomendasikan bahwa pejabat negara akan bertanggung jawab terhadap segala tindakan yang dilakukannya atas nama negara, jika terjadi suatu kejahatan Internasional, dimana pejabat negara mendapatkan hak personal imunitas Hal ini dipertegas dalam pasal 28 Statuta Roma 1998 yang menyebutkan ” Responbility of commanders and other superior in addition to other grounds of criminal responbility under this statute for crimes within the juridiction of the court” yang artinya menetapkan bahwa seorang atasan baik militer maupun sipil harus bertanggungjawab secara pidana ketika terjadi tindak kejahatan dalam yuridiksi ICC. Pasal ini bertujuan untuk dapat menghukum the most responsible person dan untuk menghapus praktek impunitas atau kekebalan, dimana secara umum impunitas di pahami sebagai tindakan yang mengabaikan penegakan hukum. Universitas Sumatera Utara Permasalahan yang terjadi antara Pemerintah China dan kelompok masyarakat etnis Uighur, menjadi suatu permasalahan atau konflik yang sangat besar bagi dunia Internasional, dimana Pemerintah China telah melakukan propaganda terhadap etnis Han untuk menyudutkan Etnis Uighur, yang dapat dikatakan sebagai kejahatan Genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, karena Pemerintah China mengeluarkan kebijakan- kebijakan yang melanggar hak asasi paling mendasar yaitu kebebasan dalam beragama, kebebasan dalam berpendapat, Kebebasan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak, serta penyerangan yang ditujukan kepada etnis Muslim Uighur yang merupakan etnis minoritas sehingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, dapat disebut sebagai Kejahatan Genosida. Peranan PBB melalui Dewan Keamanan sangat penting dalam penyelesaian konflik ini agar tidak terjadi berlarut-larut. Dewan Keamanan PBB harus menyerahkan kasus ini kepada ICC untuk dapat diselidiki, mengingat konflik ini dapat dikategorikan sebagai Kejahatan luar biasa extra ordinarry crime yang merupakan bagian dari yuridiksi ICC berdasarkan Statuta Roma 1998 yang merupakan sumber hukum dari ICC. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN 1.

Hak Asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki sejak manusia lahir atau saat dimulainya manusia tersebut berinteraksi dengan masyarakat. Hak tersebut tidak dapat diambil oleh siapapun bahkan negara seharusnya mempunyai tanggungjawab untuk melindungi hak- hak yang dimiliki oleh individu tidak peduli apakah individu terssebut termasuk dalam etnis mayoritas ataupun minoritas, khususnya etnis minoritas sudah diatur tentang perlindungan akan hak-haknya berdasarkan Hukum Internasional dalam instrmen-instrumen Internasional

2. Konflik antara Pemerintah China dan etnis Muslim Uighur dilatar

belakangi oleh beberapa hal yaitu, keinginan China untuk menerapkan One China Policy, dan menguasai daerah otonomi Xinjiang yang merupakan tempat bermukimnya etnis minoritas Uighur, sehingga Pemerintah China melakukan tindakan represif terhadap etnis Muslim Uighur, yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa extra ordinarry crime

3. Berdasarkan pada pasal 33 Piagam PBB, para pihak yang bersengketa

etnis muslim uighur dan pemerintah China dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan menggunakan mediasi terlebih dahulu. Apabila cara tersebut tidak berhasil, Dewan Keamanan PBB dapat mengajukan kasus yang terjadi ke peradilan internasional seperti International Criminal Court yang diatur dalam statuta roma tahun 1998. Universitas Sumatera Utara