Tinjauan Tentang Pembangunan Hotel

konsep pemmbangunan diletakkan atau disesuaikan dengan karakter lokal. Karakter fisik bangunan biasanya memuat nilai-nilai kepercayaan yang diyakini masyarakat lokal dan konsep yang tidak menggangu kenyamanan kehidupan masyarakat tersebut. Memperhatikan konsep, tata letak dan tenaga kerja perlu ditelaah secara tepat dan hati-hati, penentuan tempat tidak boleh secara gegabah dilaksanakan Nugroho, 2011: 143. Pendekatan lingkungan dalam pembangunan sarana fisik perlu diperhatikan, guna meminimalisir dampak lingkungan. Hasil dari pembangunan sebaiknya mencipkatan kesan yang baik kepada para pengunjung dalam hal ini ialah wisatawan. Kreativitas desain dan konsep bangunan sebaiknya mengangkat kondisi lokal kebudayaan seperti bentuk bangunan, warna cat pada bangunan, dan desain interiornya.

4. Tinjauan tentang Kota Yogyakarta

Asal Usul Kota Yogyakarta Yogyakarta adalah salah satu kota besar di Pulau Jawa yang merupakan ibu kota dan pusat pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sekaligus tempat pendudukan bagi Sultan Yogyakarta dan Adipati Pakualam. Nama Yogyakarta diambil dari dua kata, yaitu Ayogya atau Ayodhya yang berarti kedamaian dan Karta yang berarti baik. Ayodhya merupakan kota yang bersejarah di India dimana wiracarita Ramayana terjadi. Tapak keraton Yogyakarta sendiri menurut babad misalnya Babad Giyanti dan leluri riwayat oral telah berupa sebuah dalem yang bernama Dalem Gerjiwati lalu dinamakan ulang oleh Sunan Pakubuwana II sebagai Dalem Ayogya https:id.wikipedia.orgwikiKota_Yogyakarta diakses pada 17 September 2015. Keberadaan Kota Yogyakarta tidak lepas dari berdirinya Kraton Kasultanan Yogyakarta pada tanggal 13 Februari 1755. Peristiwa itu bertepatan dengan terlaksananya Perjanjian Giyanti yang menandai terbaginya Kerajaan Mataram Islam menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Di sini awal mulanya asal usul Kota Yogyakarta. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, meskipun Kasultanan Yogyakarta secara de jure wilayah telah ada sejak tahun 1755, namun keberadaan Kota Yogyakarta sebagai ibukota Kasultanan Yogyakarta diakui tanggal 7 Oktober 1756. Hal ini merupakan pertanda mulai ditempatinya Kraton Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan Sultan HB I. Perjanjian Giyanti atau Palihan Nagari disepakati pada 13 Februari 1755. Sehari sesudahnya Pangeran Mangkubumi resmi bergelar ”Kanjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrahman Sayyidin Panatagama Kalifatullah Ing Ngayogyakarta Hadingrat Ingkang Jumeneng Kaping Sepisan” Sri Sultan Hamengku Buwana I. Pada hari kamis Pahing, 13 Syura-Jimakir 1682 Tahun Jawa atau 7 Oktober 1756 M, Sri Sultan Hamengku Buwana I mulai menempati Kraton yang baru. Sejak saat itulah kehidupan sebuah kota mulai tumbuh dan juga berkembang Haryadi, 2011 : 98. Selain terkenal dengan kota gudeng dan kota pelajarnya, Yogyakarta juga terkenal dan kota Seni dan Budaya. Julukan ini memang tidak berlebihan di berikan untuk kota Yogyakarta. Banyak seniman-seniman besar yang menghasilkan karya-karya besar yang berasal dari Yogyakarta minimal pernah sekolah dan kuliah di Yogyakarta. Seniman dan budayawan yang sudah tidak asing sebut saja Bagong Kusdiarjo, Amri Yahya, Andang suprihadi, Angger sukisno dll. Mereka berasal dari kota Yogyakarta. Selain bertabur seniman, Yogyakarta sering sekali mengadakan festival-festival tentang budaya. Juga banyak sanggar-sanggar budaya yang tersebar di seluruh Yogyakarta yang semakin menguatkan kalo Yogyakarta sebagai kota seniman dan budaya. Julukan ini bukan hanya sebagai anugrah tapi juga beban bagi para penduduknya. Bagaimana tidak walaupun tidak di haruskan tapi warga Yogyakarta dengan julukan ini mau tidak mau harus bisa sesuatu atau tahu sesuatu tentang seni dan budaya. Akan tetapi julukan ini ikut menaikan rating Yogyakarta sebagai tempat yang wajib di kunjungi oleh wisatawan lokal ataupun mancanegara. Oleh karena itu sudah selayaknyalah sebagai warga Yogyakarta kita harus betul-betul membuktikan dan mempertahan Yogyakarta tetap sebagai kota seni dan budaya. Dengan menunjukan sikap dan kepribadian kita yang betul- betul berbudaya.