Implementasi Kebijakan Perizinan Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta.

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh: INTAN NADIA NIM 11401241030

JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015


(2)

(3)

(4)

iv

HALAMAN PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Intan Nadia

NIM : 11401241030

Program Studi : Pendidikan Kewarganegaraan Fakultas : Ilmu Sosial

Judul TAS :Implementasi Kebijakan Perizinan Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Yogyakarta, 10 Desember 2015 Yang menyatakan

s

Intan Nadia


(5)

v

MOTTO

Berjuanglah dengan hasil perjuanganmu, perjuangkanlah hasil hingga

menghasilkan sejuta hasil, nikmati, hargai, syukuri dan jagalah segala hasil

perjuanganmu!!


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan YME, kupersembahkan karya ini untuk:

1. Almarhum eyang kakung Bernadus Koesmanto tercinta, terimakasih atas semangat yang tersirat dalam damaimu di surga.

2. Bapak Benyamin Haryanto dan Ibu Erni Astuti, terimakasih atas segala kasih sayang, doa, semangat, motivasi, dan dukungan yang tak terhingga. 3. Adikku tersayang Tito Ardian yang selalu memberikan semangat dan

motivasi.

4. Fajar Afrianto yang selalu memberikan dukungan, semangat dan motivasinya.

5. Sahabat-sahabatku Hardiyan, Nunung, Retno, Ayrton, Fahmi, Dwi As, Sapta, Vito, Dany, Wahyu, Jojo dan Setyo, terimakasih atas dukungan, kebersamaan dan doanya.

6. Keluarga besar PKnH A 2011 terimakasih akan kenangan yang takkan terlupakan.

7. Dosen-dosenku PKnH yang ku kasihi, terimakasih atas ilmu, doa dan bimbingannya.

8. Keluarga besar PT. Sentosa Agung Suryatama, terimakasih atas dukungan dan ilmu yang sangat berguna.

9. Teman-teman “Jogjakarta Corpse Grinder” dan “Drosophila”, terimakasih atas semangat dan doanya.


(7)

vii

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MENGENAI PERIZINAN PEMBANGUNAN HOTEL DI KOTA YOGYAKARTA

Oleh: Intan Nadia NIM. 11401124030

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) regulasi kebijakan perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta; (2) mengetahui implementasi kebijakan mengenai perizinan pembangunan hotel di kota Yogyakarta; (3) mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat pembangunan hotel di Kota Yogyakarta; (4) mengetahui upaya Pemerintah Daerah Yogyakarta dalam mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan tekhnik purposive. Subjek penelitian ini adalah Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, 2 pemohon pengajuan Izin Mendirikan Bangunan Hotel, 1 pihak hotel yang sudah memiliki IMB, 2 warga masyarakat sekitar hotel di Kota Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan dokumentasi. Tekhnik pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik cross check. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan tekhnik yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penegasan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) Regulasi kebijakan perizinan pembangunan hotel Di Kota Yogyakarta mengacu pada Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel; (2) Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dalam mengimplementasikan kebijakan mengenai perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta cukup baik; (3) Dampak positif yang ditimbulkan akibat pembangunan hotel di Kota Yogyakarta ialah (a) meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) yang berupa pajak, retribusi ataupun pungutan-pungutan lain; (b) dapat menambah lapangan pekerjaan; (c) mendukung pembangunan Kota Yogyakarta sebagai kota pariwisata; (d) meningkatkan kegiatan ekonomi. Sedangkan Dampak negatif yang dirasakan oleh warga masyarakat Kota Yogyakarta akibat pembangunan hotel ialah kekeringan, gangguan limbah, pencemaran air dan udara, kemacetan lalu lintas. (4) Upaya yang dilakukan oleh pemeritah dalam mengatasi dampak negatif akibat pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta ialah dengan mengeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke-hadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Perizinan Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta”. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan, pada Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya:

1. Prof. Dr. Rohmat Wahab, M.Pd, M.A selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melakukan studi di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial, yang telah memberikan ijin penelitian kepada penulis.

3. Dr. Samsuri, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum yang telah memberikan ijin penelitian kepada penulis.

4. Dr. Suharno, M.Si selaku pembimbing yang telah begitu sabar membimbing, memberikan nasehat, dan motivasi dalam penyelesaian tugas akhir skripsi. 5. Dr. Sunarso, M.Si selaku ketua penguji yang bersedia memberikan masukan

dan saran, sehingga tugas akhir skripsi ini menjadi lebih baik lagi.

6. Eny Kusdarini, M.Hum selaku narasumber skripsi yang bersedia memberikan masukan dan saran, sehingga tugas akhir skripsi ini menjadi lebih baik lagi.


(9)

ix

7. Suripno, S.H. M.Pd selaku sekretaris penguji yang bersedia memberikan masukan dan saran, sehingga tugas akhir skripsi ini menjadi lebih baik lagi. 8. Seluruh dosen dan karyawan Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan,

Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan penelitian berlangsung.

9. Bapak Setiyono, selaku Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian di Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta.

10. Warga masyarakat yang telah bersedia menjadi narasumber dan memberikan informasi demi kelancaran dalam pembuatan tugas akhir skripsi saya.

11. Teristimewa untuk kedua orang tua ku tercinta, Ayahanda Benjamin Haryanto dan Ibunda Erni Astuti yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, doa yang selalu terucap untuk peneliti, serta memberikan dukungan moril dan materiil kepada peneliti. Adikku Tito Ardiyan yang telah memberikan dukungan serta doanya.

12. Teman-teman PKnH angkatan 2011 yang telah memberikan dukungan, doa, dan semangat dalam penyelesaian tugas akhir skripsi.

13. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga tugas akhir skripsi ini dapat terselesaikan.


(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10

G. Batasan Istilah ... 11

BAB II ... 13

KAJIAN TEORI ... 13

A. Penelitian Yang Relevan ... 13

B. Deskripsi Teori ... 14

1. Tinjauan tentang Implementasi Kebijakan ... 14

2. Tinjauan tentang Perizinan ... 20

3. Tinjauan Tentang Pembangunan Hotel... 29


(11)

xi

BAB III ... 34

METODE PENELITIAN ... 34

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian... 34

B. Penentuan Subjek Penelitian ... 34

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

D. Teknik Pengumpulan Data ... 36

E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 37

F. Teknik Analisis Data ... 38

BAB IV ... 41

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

B. Regulasi Kebijakan Perizinan Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta . 48 C. Implementasi Kebijakan Mengenai Perizinan Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta ... 50

D. Dampak Yang Ditimbulkan Akibat Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta ... 77

E. Upaya Pemerintah Daerah Yogyakarta Dalam Mengatasi Dampak Negatif Yang Ditimbulkan Oleh Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta ... 80

BAB V ... 85

KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Simpulan ... 85

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89

Lampiran 1 ... 91

Lampiran 2 ... 96


(12)

xii

DAFTAR TABEL


(13)

xiii

DAFTAR BAGAN


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Gedung Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ...111

Gambar 2: Standing Banner Visi, Misi, dan Kebijakan Mutu Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ...111

Gambar 3: Jenis Pelayanan Perizinan Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ...112

Gambar 4: Papan Bagan Prosedur Pelayanan Perizinan ...112

Gambar 5: Papan Bagan Layanan Pengaduan Kantor Dinas Perizinan ...113

Gambar 6: Bagian Informasi Kantor Dinas Perizinan ...113

Gambar 7: Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas Perizinan ...114

Gambar 8: Loket bagian Pendaftaran Pengajuan Perizinan Kantor Dinas Perizinan ...114

Gambar 9: Loket bagian Pengambilan Surat Perizinan Kantor Dinas Perizinan ...115

Gambar 10: Formulir Penaftaran Kantor Dinas Perizinan ...115

Gambar 11: Data IMB yang telah diterbitkan ...116

Gambar 12: Data Pengajuan IMB yang masih dalam proses ...116

Gambar 13: Palang IMB PT. Mendut Nusantara Hotel yang sudah habis masa berlakunya ...117


(15)

xv

Gambar 14: Bangunan PT. Mendut Nusantara Hotel yang sudah habis masa berlaku IMB nya ...117

Gambar 15: Peninjauan Lapangan Oleh Bidang Pengawasan Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ...118

Gambar 16: Kondisi parkiran kendaraan pengunjung Greenhost hotel yang memakai jalan umum karena kurangnya lahan parkir yang diseiakan oleh hotel ...118

Gambar 17: Formulir Permohonan Izin Mendirikan Bangunan ...119


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebutan Yogyakarta, sebagai kota kebudayaan, kota pelajar, dan kota pariwisata sudah sangat lekat sebagai bagian dari laju pertumbuhannya. Tentu bukan tanpa alasan, Yogyakarta memiliki atmosfer kebudayaan yang sangat mendukung masyarakat untuk berkembang, baik dalam hal seni maupun budayanya. Yogyakarta juga sangat kaya dengan sumber daya, tempat wisata, maupun ragam kebudayaan. Keberagaman etnis, budaya, suku, dan agama di Yogyakarta membawa dampak positif tersendiri dalam kajian pariwisata. Hal-hal tersebut mungkin belum tentu ditemukan di kota lain. Namun, akhir-akhir ini kita sering menemukan fenomena yang kurang serasi dengan keberadaan kota kebudayaan ini, yakni maraknya pembangunan hotel dalam jumlah banyak secara bersamaan yang tidak sebanding dengan terbatasnya objek wisata, menimbulkan banyak dampak negatif. Dampak yang paling dirasakan adalah kekeringan dan kemacetan lalu lintas.

Keresahan sangat dirasakan sebagian masyarakat Kota Yogyakarta atas maraknya pembangunan hotel yang mengakibatkan sumur-sumur warga asat (kekeringan). Kekeringan dan sumur asat dirasakan oleh warga Kampung Miliran yang terletak disekitar Fave Hotel Yogyakarta. Sumur-sumur warga mengalami kekeringan sejak muncul hotel tersebut. Warga menjadi korban dampak pembangunan Fave

Hotel. Sejak beroperasi 2012 silam sumur warga jadi kering. “Padahal

sejak saya hidup disini dari kecil sumur tidak pernah kering meski

musim kemarau” ucap warga (http://www.mongabay.co.id/2015/04/29/ pembangunan-hotel-dan-mal-di-yogyakarta-merusak-lingkungan-mengapa/, diakses pada 1 Agustus 2015).

Tidak hanya itu pembangunan hotel yang tidak matang dalam perencanaan dan perizinannya berdampak pada kemacetan lalu lintas,


(17)

disebabkan lahan parkir yang kurang dalam hotel tersebut, sehingga pihak hotel menggunakan jalan raya sebagai sarana parkir kendaraan para pengunjung. Hal ini sangat berdampak negatif bagi kelancaran lalu lintas di kota Yogyakarta. Melihat hal tersebut, pemerintah yang seharusnya bertugas mengatasi ketidakwajaran ini dalam kenyataannya justru membiarkan penambahan porsi pembangunan hotel di Kota Yogyakarta. Dampak tersebut mengakibatkan kekhawatiran bagi warga masyarakat Kota Yogyakarta. Kekhawatiran tersebut adalah hal yang wajar, karena suasana nyaman dan tenteram adalah suatu hal penting bagi kehidupan bermasyarakat. Tidak hanya masalah tersebut, muncul masalah-masalah besar lain terkait dengan proses pembangunan hotel-hotel tersebut yakni penggusuran, pengalihan lahan secara paksa, transaksi jual beli tanah secara paksa, perusakan Bangunan Warisan Budaya (BWB) dan lain-lain.

Kasus yang berkaitan dengan perusakan Bangunan Warisan Budaya ialah pembangunan Hotel Amaris Malioboro di Jalan Pajeksan, Sosromenduran, Gedongtengen, Jogja yang telah merobohkan BWB rumah Tjan Bian Thiong. Rumah dengan keunikan arsitektur Thionghoa itu ditetapkan sebagai BWB dengan Surat Keputusan (SK) Walikota Jogja dengan Nomor 798/Kep/2009 ( http://sorotjogja.com/ombudsman-telusuri-perizinan/, diakses pada 2 Agustus 2015).

Dari tahun ke tahun pertumbuhan hotel di kota Yogyakarta semakin meningkat. Berikut data mengenai pertumbuhan hotel di Kota Yogyakarta:


(18)

3

Sumber: (print.kompas.com, diakses pada 3 Agustus 2015)

Namun kondisi berbeda dengan kehidupan masyarakat di kota Yogyakarta, disaat maraknya pembangunan di kota ini seakan masyarakat Yogyakarta merasa terdesak oleh pembangunan hotel yang berada di lingkungan tempat tinggal masyarakat. Sudah jelas bahwa lahan di Yogyakarta semakin tergerus oleh proses pembangunan. Dampaknya masalah lingkungan terutama masalah air dan limbah terjadi


(19)

(http://www.phrionline.com/page-search-results.html?s=yogyakarta, diakses pada 17 September 2015).

Hal tersebut mengakibatkan munculnya pertanyaan mengenai pembangunan gedung-gedung baru terutama hotel di Kota Yogyakarta.

“Apakah semudah itu mendirikan hotel mewah yang berjumlah banyak dan

serentak di kota yang merupakan kota budaya ini, sedangkan ojek wisata tidak sebanding jumlahnya?”. Jelas tertulis dalam peraturan daerah, banyak disebutkan mengenai syarat dan ketentuan yang cukup kompleks sebagai syarat perizinan pembangunan hotel-hotel tersebut. Pengetatan aturan izin pendirian hotel, alih fungsi lahan, persyaratan tata bangunan, izin mendirikan bangunan dan sebagainya.

Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan tata ruang. Oleh karena itu dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada peraturan penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan serta harus dilaksanakan secara tertib. Sebenarnya sudah ada Peraturan Daerah yang digunakan sebagai acuan pendirian bangunan di Kota Yogyakarta yakni Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Bangunan Gedung. Dan peraturan yang diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2016 dengan maksud memperbaiki tata ruang, menjaga kualitas pelayanan wisata serta mengurangi dampak-dampak negatif yang dirasakan warga


(20)

5

masyarakat Kota Yogyakarta yakni Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel. Sayangnya langkah bijak Pemerintah Daerah terkesan terlambat dan peraturan ini hanya berlaku efektif tertanggal 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2016. Sedangkan terkait masalah perizinan ada 104 permohonan perizinan yang masuk ke Dinas Perizinan kota Yogyakarta per 31 Desember 2013 dan 11 izin pembangunan hotel baru telah dikeluarkan untuk dibangun diwilayah Wirobrajan, Pakualaman, Gondokusuman, Jetis, Danurejan, dan Gedongtengen, hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Namun dengan berlakunya peraturan ini seharusnya Pemerintah Daerah melakukan pembatalan izin pendirian bangunan hotel, bisa saja para investor yang mengetahui peraturan ini akan diterbitkan dan berlomba-lomba untuk memasukan perizinan sebelum tenggang waktu. Seakan Peraturan Wali Kota ini hanya sebagai penghibur masyarakat yang gelisah akibat pembangunan hotel.

Sejarah perhotelan sebenarnya sejalan dengan peradaban manusia. Manusia selalu membutuhkan tempat dimana ia dapat berlindung. Terutama saat ia berpergian jauh dari tempat tinggalnya. Dunia perhotelan berkembang sejajar dengan kebutuhan manusia pada umumnya, penginapan yang tadinya hanya menyediakan tempat untuk menginap sekarang sudah berkembang dengan fasilitas penyedia makanan, karaoke, ruang pertemuan, kolam renang, dan lain-lain. Dari hal tersebut kebutuhan lahan pun semakin meningkat (Oka, 1983: 12).


(21)

Pembangunan hotel pada dasarnya merupakan salah satu fondasi penopang utama aspek pariwisata, selain pemeliharaan dari unit situs budaya itu sendiri. Namun, melihat Yogyakarta sekarang ini justru tidak ada keselarasan terkait dengan hotel yang berjumlah banyak, dan minimnya objek wisata. Penginapan bertolak ukur pada frekuensi dari jumlah wisatawan yang masuk ke Kota Yogyakarta untuk mengunjungi cagar budaya yang ada, juga dari ukuran faktor momentum musim liburan. Dari sejumlah faktor tersebut dan beberapa faktor lain yang berkaitan dengan isu permasalahan, pembangunan hotel yang dianggap terlalu massif dan berbenturan dengan esensi kultural yang diangkat oleh sejumlah masyarakat kritis yang seharusnya bisa dijadikan sebagai bahan refleksi terutama oleh pemerintah daerah yang berwenang dalam membuat kebijakan tentang peraturan pembangunan penginapan tersebut. Dampak yang timbul hanya menjadi wacana belaka ketika dibenturkan secara langsung dengan kepentingan investasi ataupun bisnis yang secara gamblang memberikan dampak negatif terhadap masyarakat sekitar tempat usaha tersebut didirikan. Penataan kota yang ideal dimasa sekarang dan akan datang adalah dengan menyerasikan semua kepentingan yang ada, kata kuncinya adalah jangan ada satu kelompok pun yang dirugikan (Cholis, 2007: 7).

Beberapa jenis dari konsep hotel yang ditawarkan pun seharusnya menjadi bahan pertimbangan dari pemerintah daerah, seperti konsep condotel ataupun hotel bintang 5 yang menawarkan fasilitas modern atau elegan ala eropa dan terlihat menjauh dari kesan Yogyakarta sebagai kota budaya dan


(22)

7

hanya menampilkan beberapa persen dari konsep budaya lokal yang digunakan sebagai pemacu daya tarik, tidak lagi menjadikan hotel sebagai pihak yang serius memikirkan dampak negatif dari pembangunan hotel. Padahal yang dicari bukan hanya tinggi atau mewahnya sebuah hotel. Semakin unik hotel meskipun hanya kelas lux, akan banyak diminati oleh para wisatawan. Banyak contoh hotel yang bagus dan mewah tetapi tingkat penghuninya rendah, hanya karena jauh dari lokasi objek wisata. Faktor yang harus dipertimbangkan sebagai acuan pembangunan hotel paling utama adalah lokasi objek wisata serta konsep budaya yang menarik bagi para wisatawan.

Polarisasi perkembangan pariwisata dapat menimbulkan masalah besar terhadap lingkungan, seperti polusi air dan udara, kekurangan air, keramaian lalu lintas, dan kerusakan pemandangan alam yang tradisional. Hal ini sangat mengurangi kualitas industri pariwisata itu sendiri. Pariwisata harus disesuaikan dengan kebutuhan dan prioritas dari masyarakat tuan rumah. Kebijakan terhadap pariwisata yang cocok hanya dapat ditentukan setelah kebutuhan dan prioritas tersebut dirumuskan dengan tepat, lalu jenis pariwisata yang ditawarkan dapat dipilih. Pariwisata harus menarik wisatawan yang datang dengan keinginan yang diperlukan wisatawan untuk mengerti kebudayaan tujuan wisata. Industri pariwisata tidak boleh dikembangkan jika lingkungan fisik dan sosio budaya rakyat dikorbankan (Winarno, 1994: 61).

Kondisi tersebut memerlukan advokasi Pemerintah Daerah dengan bentuk regulasi-regulasi yang mengatur, agar berbagai masalah tersebut kedepan tidak semakin meluas. Dari uraian di atas yang menjadi persoalan


(23)

adalah pelaksanaan regulasi yang ada akhir-akhir ini disinyalir semakin longgar. Masalah-masalah tersebut menjadi tantangan pemerintah daerah dan warga masyarakat Yogyakarta, hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang ada dalam materi ke PKnH an. Tetapi sudah dipahami bersama bahwa PKn adalah bidang kajian Pendidikan Politik suatu negara yang mempunyai misi jelas untuk membangun harmonisasi hubungan antara elemen-elemen yang ada di negara; antar institusi negara, pemerintah dengan warga negara, warga negara dengan warga negara, baik pusat maupun daerah. Sehingga dengan demikian kajian implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam rangka pembangunan daerah yang perlu memperoleh dukungan maupun pengkritisan warga negara juga menjadi bagian penting kajian PKn ini. Fokus dalam penelitian ini yaitu perihal Implementasi Kebijakan Perizinan Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1. Timbulnya keresahan oleh warga terhadap proses pembangunan hotel-hotel di Kota Yogyakarta.

2. Penerbitan izin pembangunan hotel yang terlalu banyak menimbulkan dampak negatif.

3. Ketidak pedulian para pengusaha hotel dan investor terkait dampak yang terjadi di lingkungan sekitar hotel.

4. Laju pertumbuhan hotel yang sangat cepat tidak sebanding dengan terbatasnya objek wisata.


(24)

9

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini fokus dan dapat dikaji lebih mendalam maka diperlukan pembatasan masalah. Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi kebijakan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta terutama pada proses perizinan pembangunan hotel serta dampak yang diakibatkan oleh pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana regulasi kebijakan perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta?

2. Bagaimana implementasi kebijakan mengenai perizinan pembangunan hotel di kota Yogyakarta?

3. Apa dampak yang ditimbulkan akibat pembangunan hotel di Kota Yogyakarta?

4. Bagaimana upaya Pemerintah Daerah Yogyakarta dalam mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui regulasi kebijakan perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui implementasi kebijakan mengenai perizinan pembangunan hotel di kota Yogyakarta.


(25)

3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.

4. Untuk mengetahui upaya Pemerintah Daerah Yogyakarta dalam mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini penulis berharap semoga hasil penelitian dapat memberikan manfaat, yakni sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

a. Sebagai bahan kajian dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan khususnya dalam bidang hukum dan kebijakan publik.

b. Dapat dijadikan referensi bagi penelitian sejenis yang akan datang. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta

Dapat digunakan sebagai sarana evaluasi kinerja dalam hal penerapan kebijakan perizinan pembangunan hotel agar menjadikan kinerja yang lebih baik.

b. Bagi Masyarakat Kota Yogyakarta

Dapat membantu masyarakat untuk lebih memperhatikan baik dan buruknya dampak dari pembangunan hotel serta memperhatikan kinerja pemerintah daerah terutama instansi yang berkaitan dengan perizinan dalam mengutamakan kepentingan warga masyarakatnya.


(26)

11

c. Bagi Peneliti

Dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan pengalaman dalam mempelajari kajian mengenai kebijakan publik secara langsung terutama pada proses dan prosedur perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.

G. Batasan Istilah

Agar tidak menimbulkan adanya multi interpretasi atas judul penelitian ini, maka dibuat batasan istilah sebagai berikut:

1. Implementasi kebijakan

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan implementasi kebijakan adalah tindakan yang dilakukan individu atau kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan sebelumnya (Winarno, 2007: 146).

2. Perizinan

Menurut Utrecht (Sutedi, 2011: 167) perizinan merupakan suatu persetujuan yang diberikan oleh penguasa berdasarkan peraturan pemerintah atau undang-undang dalam keadaan tertentu. Perizinan juga salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat mengendalikan yang dimiliki oleh pemerintah terhadap masyarakat atau lembaga tertentu.

3. Bangunan Gedung (Hotel)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2002 bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang


(27)

menyatu dengan tempat kedudukannya yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Jika dikaitkan dengan pembangunan hotel maka pegertiannya ialah wujud nyata dari hasil penyatuan konstruksi yang digunakan sebagai tempat tinggal atau hunian sementara bagi seseorang ataupun kelompok masyarakat yang sedang melakukan kegiatan di suatu tempat yang berada jauh dari tempat tinggalnya.


(28)

1 BAB II KAJIAN TEORI

Untuk kepentingan penelitian dengan judul Implementasi Kebijakan Perizinan Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta ini peneliti akan menggunakan kajian teori yang terdiri dari hal-hal penting sebagai berikut: A. Penelitian Yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Akbar (2015) dengan judul

“Studi Kasus Implementasi Kebijakan Pengendalian Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta”. Hasil penelitian ini ialah terkait pada kebijakan

tersebut, dalam hal ini ada pemangku kepentingan atau stakeholder yang terlibat pada proses kebijakan publik yang dibagi dibagi menjadi dua, yaitu stakeholder primer yang terdiri dari Sultan dan Pemerintah Kota Yogyakarta dan stakeholder sekunder yang terdiri dari investor dan masyarakat. Dalam konteks kebijakan pengendalian pembangunan hotel di Kota Yogyakarta dijelaskan bahwa aktor-aktor seperti Sultan, Pemerintah Kota Yogyakarta, investor dan masyarakat mempunyai kepentingan masing-masing dan mempunyai hubungan dengan aktor lainnya. Dalam hal ini kepentingan aktor Sultan, Pemerintah Kota Yogyakarta dan investor hampir sama yaitu ingin memaksimalkan keuntungan dan potensi dari Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya Kota Yogyakarta. Sehingga hubungan antara aktor tersebut terjalin komunikasi dua arah yang saling menguntungkan. Kemudian lain halnya dengan aktor masyarakat yang mana aktor masyarakat mempunyai


(29)

kepentingan yang berbeda dengan aktor lainnya, masyarakat hanya ingin Kota Yogyakarta menjadi kota yang seperti dahulu yang melekat dengan nilai kebudayaannya. Sehingga hubungan aktor masyarakat dengan aktor lainnya saling berkonflik walaupun konflik dengan aktor Sultan hanyalah konflik kecil karena kedudukan Sultan yang dihormati oleh masyarakat Kota Yogyakarta.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Evi Dwi Nurmala (2015) dengan judul Tinjauan Yuridis Atas Pelaksanaan Peraturan Walikota Yogyakarta No 77 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Pembangunan Hotel Terhadap Izin Pendirian Hotel di Kota Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan yang diwujudkan oleh adanya Peraturan Walikota Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Hotel perlu mendapat evaluasi lebih lanjut dengan menyesuaikan kebutuhan dari masyarakat Kota Yogyakarta. Masih banyak aktor di luar maupun di dalam pemerintahan yang memiliki pengaruh atas keluarnya Peraturan Walikota tersebut.

B. Deskripsi Teori

1. Tinjauan tentang Implementasi Kebijakan a. Pengertian Implementasi Kebijakan

Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai organisasi, prosedur dan teknik bekerja sama untuk menjalankan suatu kebijakan dalam rangka mencapai tujuan. Menurut Van Meter dan Van Horn, implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan individu atau kelompok


(30)

15

pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kepuutusan kebijakan sebelumnya. Tindakan yang mencakup usaha untuk mengubah keputusan menjadi tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha uuntuk mencapai perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan kebijakan (Winarno, 2007: 146).

Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus Webster yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab adalah:

Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu) (Webster dalam Wahab, 2004: 64).

Menurut Nurdin Usman (Usman, 2002: 70) dalam bukunya yang berjudul Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi yakni bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem, implemantasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.

Menurut Hanifah (Harsono, 2002: 67) Implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kegiatan menjadi tindakan kebijakan dari politik kedalam administrasi. Pengembangan suatu kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program. Pengertian implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier adalah pelaksanaan keputusan


(31)

kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksanaan, kesediaan dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata baik yang dikehendaki atau yang tidak dari output tersebut, dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan-badan yang mengambil keputusan, dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting (atau upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan) terhadap undang-undang/peraturan yang bersangkutan (Wahab, 2004: 68).

Pengertian implementasi di atas apabila dikaitkan dengan kebijakan adalah bahwa sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu dibuat dalam suatu bentuk positif seperti undang-undang dan kemudian didiamkan dan tidak dilaksanakan atau diimplmentasikan, tetapi sebuah kebijakan harus dilaksanakan atau diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk


(32)

17

mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu (Sunggono 1994: 137).

b. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Kebijakan Menurut pendapat George. Edwards III (Suharno, 2010: 188-189), mengajukan empat variabel atau faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu:

1) Komunikasi

Untuk menjamin keberhasilan implementasi kebijakan, pelaksana harus memahami betul mengenai apa yang harus dilakukan berkaitan dengan kebijakan tersebut. Selain itu kelompok sasaran kebijakan juga harus diinformasikan mangenai apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan.

2) Sumber Daya Manusia

Keberhasilan implementasi kebijakan selain ditentukan oleh kejelasan informasi juga ditentukan oleh sumber daya yang dimiliki oleh implementor. Tanpa sumber daya yang memadai, tentu implementasi kebijakan tidak akan berjalan secara optimal.

3) Sikap Para Pelaksana

Menyangkut watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis, dsb. Hal ini merupakan salah satu variabel penting dalam implementasi kebijakan. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka


(33)

dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik sebagaimana yang diharapkan oleh pembuat kebijakan.

4) Struktur Birokrasi

Merupakan struktur organisasi yang bertugas untuk menerapkan kebijakan, dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Untuk mendukung keberhasilan impementasi kebijakan diperlukan sebuah prosedur operasional yang standar.

c. Hambatan Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan tidak selalu berhasil dilaksanakan. Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa tujuan dari kebijakan tidak selalu berjalan seperti yang dicita-citakan. Hal tersebut dikarenakan terdapat berbagai hambatan. Menurut Gow dan Morss dalam Yeremias (2004: 73), hambatan tersebut bisa berupa:

1) Hambatan politik, ekonomi, dan lingkungan; 2) Kelemahan institusi;

3) Ketidakmampuan SDM di bidang teknik dan administratif; 4) Kekurangan dalam bantuan teknis;

5) Kurangnya desentralisasi dan partisipasi; 6) Pengaturan waktu;

7) Sistem informasi yang kurang mendukung; 8) Perbedaan agenda tujuan antara aktor;


(34)

19

Dari hambatan tersebut diperlukan solusi pemecahan. Ada cara yang dapat menjadi solusi untuk meminimalisasi hambatan penerapan suatu kebijakan. Menurut Marcus Lukman dalam Ridwan HR (2011: 184), agar hambatan bisa diminimalkan, penerapan atau penggunaan peraturan kebijakan harus memerhatikan hal-hal diantaranya sebagai berikut.

1) Harus sesuai dan serasi dengan tujuan Undang-Undang yang memberikan ruang kebebasan bertindak (beoordelingsvrijheid); 2) Serasi dengan asas hukum yang berlaku (asas-asas umum

pemerintahan yang baik), seperti:

a) asas perlakuan yang sama menurut hukum; b) asas kepatutan dan kewajaran;

c) asas keseimbangan;

d) asas pemenuhan kebutuhan dan harapan;

e) asas kelayakan dalam mempertimbangkan segala sesuatu yang relevan dengan kepentingan publik dan warga masyarakat. 3) Serasi dan tepat guna dengan tujuan yang hendak dicapai.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu aktivitas atau kegiatan dinamis dalam pelaksanaan kebijakan untuk mendapatkan suatu hasil akhir yang sesuai dengan tujuan kebijakan. Suatu kebijakan dikatakan berhasil apabila tujuan dari kebijakan tersebut tercapai. Sebaliknya, kebijakan dikatakan gagal melalui implementasi apabila tujuannya tidak tercapai.


(35)

2. Tinjauan tentang Perizinan a. Pengertian Perizinan

Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai perkenaan atau izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki. Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh. Sementara itu menurut Sjahran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan (Ridwan, 2003: 152).

Utrecht (Sutedi, 2011: 167) perizinan merupakan suatu persetujuan yang diberikan oleh penguasa berdasarkan peraturan pemerintah atau undang-undang dalam keadaan tertentu. Perizinan juga salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat mengendalikan yang dimiliki oleh pemerintah terhadap masyarakat atau lembaga tertentu. Dengan memberikan izin, penguasa berarti memperkenankan orang yang memohon untuk melakukan suatu tindakan yang sebenarnnya dilarang demi mementingkan kepentingan umum yang mengharuskan adanya pengawasan. Dengan mengeluarkan atau memberikan izin tersebut sudah seharusnya pemerintah melakukan pengawasan terhadap hal terkait.


(36)

21

Penolakan dalam perizinan terjadi apabila kriteria yang telah ditetapkan oleh penguasa tidak dipenuhi. Dalam topik ini misalnya larangan mendirikan suatu bangunan, untuk memperoleh izin tersebut sang pengusaha harus mengantongi persetujuan dari penguasa melalui pemenuhan syarat-syarat. Dalam hal tertentu terkadang orang sulit membedakan antara izin dengan dispensasi, karena keduanya memiliki pengertian yang hampir sama. Perbdaan keduanya dikemukakan oleh W.F Prins (Sutedi, 2011: 168) pada izin memuat uraian yang terbatas mengenai alasan-alasan penolakannya, sedangkan bebas syarat atau yang sering disebut dispensasi memuat uraian terbatas tentang hal yang untuknya dapat diberikan dispensasi itu, tetapi perbedaannya tiddak selamanya jelas. Sebagai contoh Bouwvergunning atau izin bangunan diberikan berdasarkan Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonnantie) tahun 1926 Staatsblad 1926-226 yang mana pada Pasal 1 ayat (1) ditetapkan secara terperinci objek-objek mana yang tidak boleh didirikan tanpa izin dari pihak pemerintah, yakni objek yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan-gangguan bagi bangunan sekelilingnya. Jadi maksud dari pasal ini adalah bahwa untuk mendirikan sebuah bangunan harus ada izin terlebih dahulu dari pihak pemerintah, dengan adanya pasal ini dapat dicegah berdirinya bangunan yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan bagi bangunan lain disekelilingnya.


(37)

b. Sifat Izin

Pada dasarnya izin merupakan keputusan pejabat atau badan tata usaha negara yang berwewenang, yang memiliki substansi seperti berikut:

a. Izin bersifat bebas, adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara yang penerbitnya tidak terikat pada aturan atau hukum tertulis serta lembaga terkait dalam izin tersebut memiliki kadar kebebasan yang besar dalam memutuskan pengeluaran izin.

b. Izin bersifat terikat, izin sebagai keputusan tata usaha negara yang penerbitnya terikat pada aturan atau hukum tertulis maupun tidak tertulis serta lembaga yang berwewenang dalam izin kadar kebebasan dan wewenangnya tergantung pada kadar sejauh mana peraturan perundang-undangan mengaturnya. Sebagai contoh adalah izin mendirikan bangunan (IMB), izin usaha industri, dan lain-lain. c. Izin yang bersifat memberatkan, merupakan izin yang isinya

mengandung unsur memberatkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang berkaitan pada isi permohonan izin terkait. Di samping itu izin yang bersifat memberatkan biasanya merupakan izin yang memberi dampak beban kepada orang lain atau masyarakat sekitar. Misalnya, pemberian izin pada pendiriaan hotel. Bagi mereka yang tinggal disekitar hotel dan merasa dirugikan akan adanya izin tersebut merupakan suatu beban.


(38)

23

d. Izin segera berakhir, merupakan izin yang menyangkut tindakan yang akan segera berakhir atau izin yang masa berlakunya relatif pendek, misalnya izin mendirikan bangunan (IMB), yang hanya berlaku untuk mendirikan bangunan dan akan berakhir ketika bangunan selesai didirikan (Sutedi, 2011 : 167).

c. Elemen Pokok Perizinan

Berdasarkan pemaparan tentang beberapa pengertian perizinan ada beberapa unsur dalam perizinan yaitu sebagai berikut:

1) Wewenang

Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu prinsip negara hukum. Dengan kata lain, setiap tindakan hukum pemerintah baik dalam menjalankan menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan harus berdasarkan undang-undang yang berlaku.

2) Izin Sebagai Bentuk Ketetapan

Dalam negara hukum modern tugas dan kewenangan pemerintah tidak hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan, tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum. Dalam melaksanakan tugas tersebut, pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan. Dari fungsi pengaturan muncul beberapa instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret, yaitu dalam bentuk ketetapan. Ketetapan ini merupakan ujung tombak dari instrumen hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah


(39)

satu wujud dari ketetapan ini adalah izin. Izin merupakan jenis ketetapan yang bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tidak tercantum dalam ketetapan itu. 3) Lembaga Pemerintah

Lembaga atau kelembagaan secara teoretis merupakan suatu rule of the game yang mengatur tindakan dan menentukan apakah suatu organisasi dapat berjalan secara efisien dan efektif. Dengan demikian, tata kelembagaan apat menjadi pendorong pencapaian keberhasilan sekaligus juga bila tidak tepat dalam menata, maka dapat menjadi penghambat tugas-tugas termasuk tugas menyelenggarakan perizinan.

4) Peristiwa Konkret

Izin merupakan instrumen yuridis yang berbentuk ketetapan, yang digunakan pemerintah dalam menghadapi peristiwa konkret dan individual. Peristiwa konkret artinya peristiwa nyata yang terjadi pada waktu tertentu, tempat tertentu dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret ini beragam, sejalan dengan keragaman perkembangan masyarakat, izin pun memiliki berbagai keragaman. 5) Proses dan Prosedur

Permohonan izin harus menempuh proses dan prosedur yang sudah ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Selain itu pemohon juga harus memenuhi persyaratan yang ditentukan secara


(40)

25

sepihak oleh pemerintah selaku pemberi izin. Proses dan prosedur serta persyaratan pada setiap permohonan berbeda-beda tergantung jenis izinnya.

6) Persyaratan

Persyaratan merupakan hal yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh izin terkait permohonannya. Persyaratan tersebut berupa dokumen kelengkapan atau surat-surat.

7) Waktu Penyelesaian Izin

Waktu penyelesaian izin harus ditentukan oleh lembaga yang bersangkutan. Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan. Dimensi waktu selalu melekat pada proses perizinan karena adanya tata cara dan prosedur yang harus ditempuh seseorang dalam mengurus perizinan tersebut.

8) Biaya Perizinan

Biaya pelayanan perizinan termasuk rinciannya sudah ditetapkan dalam proses pemberian izin yang meliputi rincian untuk tindakan penelitian, pemeriksaan, pengukuran dan pengajuan. Rincian tersebut sudah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. 9) Pengawasan Penyelenggaraan Izin

Dalam hal ini pengawasan harus dilakukan karena kinerja pelayanan perizinan yang dilaksanakan oleh pemerintah dituntut untuk lebih baik. Pelayanan perizinan yang dilaksanakan oleh


(41)

birokrasi pemerintah digerakkan oleh peraturan dan anggaran bukan digerakkan oleh misi. Hal tersebut berdampak pada pelayanan yang menjadi kaku, tidak kreatif dan tidak inovatif, sehingga tidak dapat mengakoodasi kepentingan masyarakat yang selalu berkembang. Juga disebabkan oleh budaya aparatur dan penguasa yang kurang disiplin serta sering melanggar peraturan. Adanya pembuatan metode atau sistem pelayanan perizinan terkadang tidak dapat mengatasi dampak atau masalah, sehingga dari hari ke hari keluhan dari masyarakat bukan menjadi berkurang tetapi malah bertambah.

10) Penyelesaian Pengaduan dan Sengketa

Setiap pimpinan unit penyelenggara pelayanan perizinan wajib menyelesaikan setiap pengaduan masyarakat mengenai ketidakpuasan dalam pemberian pelayanan izin sesuai wewenang. Untuk menampung pengaduan masyarakat tersebut unit pelayanan perizinan harus menyediakan sarana pengaduan dalam menyelesaikan pengaduan masyarakat tersebut. Mekanisme pengaduan merupakan mekanisme yang dapat ditempuh oleh pemohon izin atau pihak-pihak yang dirugikan akibat dikeluarkannya izin. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk memperbaiki kualitas pelayanan secara terus-menerus. Apabila dalam penyelesaian pengaduan tersebut oleh pemohon atau pihak yang dirugikan akibat pengeluaran izin, maka


(42)

27

dapat melakukan penyelesaian melalui jalur hukum, yakni melalui mediasi, ombusman, atau ke pengadilan untuk menyelesaikan sengketa hukum perizinan tersebut.

11) Sanksi

Sebagai produk kebijakan publik, peraturan prizinan di Indonesia perlu memperhatikan materi sanksi yang harus ddijalani akibat penyalahgunaan atau pelaksanaan yang tidak sesuai dengan kaidah. 12) Hak dan Kewajiban

Hak dan kewajiban antara pemohon izin dan instansi pemberi izin harus tertuang dalam peraturan perizinan di Indonesia. Tertulis dengan jelas dan memuat hal pokok mengenai keseimbangan antara pihak serta wajib dipenuhi oleh para pihak (Sutedi, 2011: 192-193). d. Fungsi Pemberian Izin

Ketentuan tentang perizinan memiliki fungsi sebagai penertib dan pengatur. Sebagai fungsi penertib dimaksudkan agar izin pada tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnya tidak bertentangan, sehingga tercipta ketertiban dalam segi kehidupan masyarakat. Sedangkan dalam fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya sehingga tidak terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah.


(43)

Fungsi dari izin bangunan ini dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu:

1) Segi Teknis Perkotaan

Pemberian izin mendirikan bangunan sangat penting bagi pemerintah guna mengatur, menetapkan, dan merencanakan pembangunan gedung di wilayah sesuai dengan potensial dan prioritas kota. Untuk mendapatkan pola pembangunan gedung di daerah kota tersebut, pelaksanaan pembangunan diwajibkan memiliki izin mendirikan bangunan dan pembangunannya sesuai dengan yang disetujui oleh dinas perizinan yang berlandaskan peraturan yang berlaku.

2) Segi Kepastian Hukum

Izin mendirikan bangunan sangat penting artinya sebagai pengawasan dan pengendalian bagi pemerintah dalam hal pembangunan. Bagi masyarakat pentingnya izin mendirikan bangunan ini adalah untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap hak dan dapat akibat pembangunan tersebut, sehingga tidak adanya gangguan atau hal-hal yang merugikan pihak lain dan akan memungkinkan untuk mendapatkan keamanan serta ketentraman ddalam pelaksanaan usaha atau pekerjaan. Sedangkan untuk pemilik bangunan ialah sebagai sarana atau bukti kepemilikan bangunan yang sah (Sutedi, 2011 : 193).


(44)

29

e. Tujuan Pemberian Izin

Tujuan dan fungsi perizinan adalah untuk pengendalian aktivitas pemerintah dalam hal-hal tertentu, dimana isi ketentuan yang berisi pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan oleh yang berkepentingan atau oleh pejabat yang berwenang. Selain itu tujuan dari perizinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:

1) Sisi Pemerintah

Pemberian izin dari sisi pemerintah bertujuan untuk mengetahui apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan atau tidak, sekaligus digunakan untuk mengatur ketertiban. Selain itu bertujuan juga sebagai sumber pendapatan daerah, dimana dengan adanya permintaan permohonan izin maka secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah. Pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu sebagai syarat dikeluarkannya izin tersebut.

2) Sisi Masyarakat

Tujuan pemberian izin bagi masyarakat ialah adanya kepastian hukum dan adanya kepastian hak terkait pengeluaran izin tersebut (Sutedi, 2011: 200).

3. Tinjauan Tentang Pembangunan Hotel Pengertian Bangunan Gedung

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2002 bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi


(45)

yang menyatu dengan tempat kedudukannya yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Berdasarkan undang-undang tersebut menyatakan bahwa untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya, harus menjamin keandalan bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan (http://dcktr.surabaya.go.id/cktrweb/dasarhukum/imb/UU_no_28_th_20 02.pdf diakses pada 17 September 2015). Sedangkan Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya.

Jika dikaitkan dengan pembangunan hotel maka pegertiannya ialah wujud nyata dari hasil penyatuan konstruksi dengan tempat kedudukan yang digunakan sebagai tempat tinggal atau hunian sementara bagi seseorang ataupun kelompok masyarakat yang sedang melakukan kegiatan di suatu tempat yang berada jauh dari tempat tinggalnya.

Konsep pembangunan hotel seharusnya desain fisik bangunan berorientasi pada kultur budaya. Dimana pembangunan harus menyesuaikan dengan karakter kebudayaan disekitarnya. Desain atau


(46)

31

konsep pemmbangunan diletakkan atau disesuaikan dengan karakter lokal. Karakter fisik bangunan biasanya memuat nilai-nilai kepercayaan yang diyakini masyarakat lokal dan konsep yang tidak menggangu kenyamanan kehidupan masyarakat tersebut. Memperhatikan konsep, tata letak dan tenaga kerja perlu ditelaah secara tepat dan hati-hati, penentuan tempat tidak boleh secara gegabah dilaksanakan (Nugroho, 2011: 143). Pendekatan lingkungan dalam pembangunan sarana fisik perlu diperhatikan, guna meminimalisir dampak lingkungan. Hasil dari pembangunan sebaiknya mencipkatan kesan yang baik kepada para pengunjung dalam hal ini ialah wisatawan. Kreativitas desain dan konsep bangunan sebaiknya mengangkat kondisi lokal kebudayaan seperti bentuk bangunan, warna cat pada bangunan, dan desain interiornya.

4. Tinjauan tentang Kota Yogyakarta Asal Usul Kota Yogyakarta

Yogyakarta adalah salah satu kota besar di Pulau Jawa yang merupakan ibu kota dan pusat pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sekaligus tempat pendudukan bagi Sultan Yogyakarta dan Adipati Pakualam. Nama Yogyakarta diambil dari dua kata, yaitu Ayogya atau Ayodhya yang berarti kedamaian dan Karta yang berarti baik. Ayodhya merupakan kota yang bersejarah di India dimana wiracarita Ramayana terjadi. Tapak keraton Yogyakarta sendiri menurut babad (misalnya Babad Giyanti) dan leluri (riwayat oral) telah berupa sebuah dalem yang bernama Dalem Gerjiwati lalu dinamakan


(47)

ulang oleh Sunan Pakubuwana II sebagai Dalem Ayogya (https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Yogyakarta diakses pada 17 September 2015).

Keberadaan Kota Yogyakarta tidak lepas dari berdirinya Kraton Kasultanan Yogyakarta pada tanggal 13 Februari 1755. Peristiwa itu bertepatan dengan terlaksananya Perjanjian Giyanti yang menandai terbaginya Kerajaan Mataram Islam menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Di sini awal mulanya asal usul Kota Yogyakarta. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, meskipun Kasultanan Yogyakarta secara de jure (wilayah) telah ada sejak tahun 1755, namun keberadaan Kota Yogyakarta sebagai ibukota Kasultanan Yogyakarta diakui tanggal 7 Oktober 1756. Hal ini merupakan pertanda mulai ditempatinya Kraton Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan Sultan HB I. Perjanjian Giyanti atau Palihan Nagari disepakati pada 13 Februari 1755. Sehari sesudahnya Pangeran Mangkubumi resmi

bergelar ”Kanjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati Ing Ngalaga

Ngabdurrahman Sayyidin Panatagama Kalifatullah Ing Ngayogyakarta

Hadingrat Ingkang Jumeneng Kaping Sepisan” (Sri Sultan Hamengku

Buwana I). Pada hari kamis Pahing, 13 Syura-Jimakir 1682 Tahun Jawa atau 7 Oktober 1756 M, Sri Sultan Hamengku Buwana I mulai menempati Kraton yang baru. Sejak saat itulah kehidupan sebuah kota mulai tumbuh dan juga berkembang (Haryadi, 2011 : 98).


(48)

33

Selain terkenal dengan kota gudeng dan kota pelajarnya, Yogyakarta juga terkenal dan kota Seni dan Budaya. Julukan ini memang tidak berlebihan di berikan untuk kota Yogyakarta. Banyak seniman-seniman besar yang menghasilkan karya-karya besar yang berasal dari Yogyakarta minimal pernah sekolah dan kuliah di Yogyakarta. Seniman dan budayawan yang sudah tidak asing sebut saja Bagong Kusdiarjo, Amri Yahya, Andang suprihadi, Angger sukisno dll. Mereka berasal dari kota Yogyakarta. Selain bertabur seniman, Yogyakarta sering sekali mengadakan festival-festival tentang budaya. Juga banyak sanggar-sanggar budaya yang tersebar di seluruh Yogyakarta yang semakin menguatkan kalo Yogyakarta sebagai kota seniman dan budaya.

Julukan ini bukan hanya sebagai anugrah tapi juga beban bagi para penduduknya. Bagaimana tidak walaupun tidak di haruskan tapi warga Yogyakarta dengan julukan ini mau tidak mau harus bisa sesuatu atau tahu sesuatu tentang seni dan budaya. Akan tetapi julukan ini ikut menaikan rating Yogyakarta sebagai tempat yang wajib di kunjungi oleh wisatawan lokal ataupun mancanegara. Oleh karena itu sudah selayaknyalah sebagai warga Yogyakarta kita harus betul-betul membuktikan dan mempertahan Yogyakarta tetap sebagai kota seni dan budaya. Dengan menunjukan sikap dan kepribadian kita yang betul-betul berbudaya.


(49)

34 A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hamid Darmadi (2011: 145) menguraikan bahwa pada penelitian deskriptif ditujukan untuk menggambarkan fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat dan sistematis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena sumber data dalam penelitian ini adalah tampilan yang berupa tulisan atau lisan dalam bentuk wawancara yang dicermati oleh peneliti. Berdasarkan hal tersebut penelitian deskriptif kualitatif ini dipilih untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta. B. Penentuan Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik purposive untuk menentukan subjeknya. Teknik purposive digunakan saat sampel yang dituju untuk diteliti telah ditentukan berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013: 85). Pertimbangan tertentu yang dimaksud ialah pertimbangan-pertimbangan bahwa narasumber tersebut merupakan subjek yang paling tahu dan dapat memberikan informasi tentang proses pelaksanaan kebijakan perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.

Berikut ini kriteria yang digunakan peneliti untuk menentukan subjek dalam penelitian:


(50)

35

2. Mengetahui lingkup kerja pelayanan perizinan yang diberikan oleh Kantor Dinas Perizinan Yogyakarta.

3. Mengetahui perihal proses pelaksanaan perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.

4. Pihak yang mengajukan permohonan izin terkait pembangunan hotel yang dibagi menjadi 3 kriteria lagi, yakni:

a. 2 (dua) pemohon yang sedang dalam proses pengajuan izin pembangunan hotel

b. 1 (dua) hotel yang sudah keluar IMB nya

5. Warga Masyarakat Kota Yogyakarta yang bertempat tinggal di sekitar wilayah hotel terkait.

Berdasarkan kriteria tersebut, maka subjek penelitian dalam penelitian ini, adalah:

1. Kepala Bidang Pelayanan Dinas Perizinan Kota Yogyakarta 2. 2 (dua) pemohon izin pembangunan hotel di Kota Yogyakarta 3. 1 (satu) pihak hotel yang sudah dikeluarkan IMB nya

4. 2 (dua) warga masyarakat sekitar hotel di Kota Yogyakarta C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta yang berlokasi di Jalan Kenari No.56 Yogyakarta 55165. Waktu penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan September minggu keempat sampai dengan bulan November minggu ke dua 2015.


(51)

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitan ini dilakukan dengan beberapa teknik yang kemudian diperiksa keabsahannya melalui teknik cross check. Teknik yang dimaksudkan ialah sebagai berikut:

1. Wawancara

Ridwan (2010: 102) mengemukakan bahwa wawancara adalah cara pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan informasi langsung dari sumbernya. Menurut Esterberg (2002) mendefinisikan interview sebagai berikut: “a metting of two persons to exchange information and idea through question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”, artinya wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topic tertentu (Sugiyono, 2010: 317).

Dalam wawancara, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur yaitu wawancara yang memuat garis besar pedoman wawancara tetapi kemudian pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan dikembangkan oleh peneliti dengan subyek penelitian guna memperoleh keterangan informasi dari subjek penelitian. Penggunaan teknik wawancara ini dimaksudkan untuk mengungkap proses pelaksanaan kebijakan yang menunjukkan implementasi kebijakan perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.


(52)

37

2. Dokumentasi

Menurut Ridwan (2010: 105) dokumentasi ditujukkan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, data penelitian yang relevan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan dokumentasi dimaksudkan untuk memperoleh data yang berupa foto maupun surat pelengkap mengenai proses perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.

Dokumen yang diperoleh dalam penelitian ini antara lain Peraturan perundang-undangan yaitu Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel, foto proses kinerja Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, formulir dan sertifikat terkait perizinan pembangunan hotel, foto hotel terkait hal perizinan, dan lain-lain.

E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Agar hasil penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, peneliti merasa perlu untuk melakukan pemeriksaan keabsahan data. Dalam penelitian ini digunakan teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik cross check (Bungin, 2008: 95-96). Teknik ini akan digunakan untuk melakukan pengecekan data yang diperoleh dari wawancara dan dokumentasi terkait implementasi kebijakan perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta. Teknik ini juga akan digunakan untuk mengecek data dari hasil


(53)

wawancara dari narasumber satu dengan narasumber lain dan juga dokumen satu dengan lainnya.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan uraian dasar (Lexy Moleong, 2007: 103). Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Burhan Bungin (2008: 70), yaitu sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan teknik wawancara yang melibatkan beberapa subjek yaitu kepala Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, pengusaha hotel, serta warga masyarakat Kota Yogyakarta. Dan menggunakan studi dokumentasi dengan mengumpulkan data atau foto terkait dengan proses perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.

2. Reduksi Data

Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode,


(54)

39

menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya, dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan.

Pada tahap ini peneliti memilih hal-hal yang pokok terhadap hasil wawancara yang dilakukan dengan 6 (enam) orang subjek penelitian dan data dokumen yang didapatkan. Keterangan yang diberikan oleh subjek penelitian melalui wawancara tidak seluruhnya relevan dengan tujuan penelitian. Selain itu, data yang berasal dari dokumen juga beragam dan tidak semua data yang tersedia sesuai dengan kebutuhan penelitian. Oleh karena itu, peneliti melakukakan reduksi data umtuk memilah-milah data-data pokok sesuai tujuan penelitian.

3. Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk uraian singkat atau dengan teks yang bersifat naratif dan akan dilengkapi dengan tabel maupun grafik. Melalui penyajian data tersebut, data akan terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, dan data yang disajikan semakin mudah untuk dipahami.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penyajian data secara deskriptif atas data yang telah dikategorisasikan ke dalam bentuk laporan yang sistematis. Penyajian data ini dilakukan untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan mengenai perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kota Yogyakarta dalam mengatasi dampak-dampak pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.


(55)

4. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan

Merupakan kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan berupa kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah disajikan. Antara penyajian data dan penarikan kesimpulan terdapat aktivitas analisis data yang ada.

Menurut Sugiyono (2014: 345), dalam penelitian kualitatif kesimpulan yang diharapkan adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan tersebut dapat berupa deskripsi suatu objek yang sebelumnya masih belum jelas, namun setelah diteliti menjadi jelas. Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan cara berfikir induktif, yaitu dari hal-hal yang bersifat khusus diarahkan ke hal-hal yang bersifat umum untuk menjawab permasalahan penelitian, yaitu terkait dengan implementasi kebijakan mengenai perizinan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kota Yogyakarta dalam mengatasi dampak-dampak pembangunan hotel di Kota Yogyakarta.


(56)

41 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta terletak di Jalan Kenari No.56 Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kantor ini terletak di pusat kota sehingga mudah dijangkau.

2. Profil Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat, berdasarkan SE Mendagri No 503/125/PUOD tahun 1997 perihal Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Perizinan di Daerah, Pemerintah Kota Yogyakarta membentuk Unit pelayanan terpadu satu atap dengan keputusan Wali Kota No 01 tahun 2000 tentang Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) Kota Yogyakarta. Pembentukan lembaga UPTSA sebagai upaya untuk menjawab tuntutan dari masyarakat umum dan dunia usaha terhadap pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dalam pengurusan perizinan agar dalam memberi pelayanan perizinan tidak berbelit-belit, tidak berbiaya tinggi dan lebih transparan dalam memproses izin. Jenis pelayanan tersebut ada 12 jenis izin.

Jangka waktu proses perizinan melalui UPTSA masih dirasa terlalu lama. UPTSA hanya merupakan front office sedangkan untuk proses perizinannya tetap di instansi/SKPD teknis. Untuk proses pengiriman berkas permohonan izin dari UTSA ke SKPD teknis sudah memakan


(57)

waktu. Proses semakin panjang apabila dalam penelitian berkas di SKPD ditemukan kekurangan persyaratan.

Berdasarkan Peraturan Pemeritah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, maka dibentuk lembaga pelayanan perizinan yang definitif berupa Dinas Perizinan dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 17 Tahun 2005 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perizinan dengan susunan Organisasi dipimpin seorang Kepala Dinas dibantu dengan Sekretarian dan 3 (tiga) bidang.

Sebagian kewenangan SKPD teknis yang memberi pelayanan perizinan dilimpahkan kepada Dinas Perizinan meliputi:

1. Pemberian Izin 2. Penolakan Izin 3. Pencabutan Izin

4. Legalisasi dan Duplikat Izin 5. Pengawasan Izin

Jenis pelayanan pada Dinas Perizinan berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 09 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Perizinan pada Pemerintah Kota Yogyakarta secara bertahap menjadi 35 jenis. Seiring ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah maka Pemerintah Kota Yogyakarta menetapkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Dinas Daerah, serta


(58)

43

susunan organisasi Dinas Perizinan mengalami perubahan terutama di struktur bidang menjadi 4 (empat) bidang. Dan berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 33 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Perizinan pada Pemerintah Kota Yogyakarta. Jenis pelayanan Perizinan menjadi 29 jenis izin. Dan yang terakhir dengan ditetapkannta Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perizinan pada Pemerintah Kota terdapat penambahan jenis izin dan penyesuaian izin menjadi 31 izin. 3. Visi dan Misi Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

a. Visi

Visi Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta adalah “Terwujudnya

Pelayanan Yang Pasti Dalam Biaya, Waktu, Persyaratan, dan Akuntabel

di Bidang Perizinan”. c. Misi

1. Mewujudkan pelayanan internal 2. Meningkatkan SDM yang berkualitas

3. Melaksanakan pelayanan perizinan sesuai dengan kewenangannya 4. Melaksanakan pengawasan dan penyelesaian pengaduan perizinan

serta advokasi

5. Melaksanakan pengelolaan data dan sistem informasi


(59)

4. Kedudukan dan Tugas Pokok Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

a. Kedudukan

3. Dinas Perizinan merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang perizinan

4. Dinas Perizinan dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melali Sekretaris Daerah.

b. Tugas Pokok

Dinas Perizinan mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dibidang perizinan.

c. Kewenangan 1. Penerbitan 2. Pencabutan 3. Perpanjangan Izin

4. Duplikasi dan Legalisir Izin 5. Pengawasan izin yang terbit

5. Struktur Organisasi Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

Struktur organisasi Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta terdiri dari Kepala Dinas; Sekretaris; Kelompok Jabatan Fungsional; Kepala Sub Bagian; Kepala Bidang; Kepala Seksi; Staf dan Naban. Berikut ini adalah


(60)

45

bagan yang menggambarkan struktur organisasi Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta:

BAGAN STRUKTUR ORGANISASI

Bagan 1: Struktur Organisasi Dinas Perizinan Kota Yogyakarta Sumber: Brosur Profil Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

Kepala Dinas

Kelompok Jabatan Fungsional

Sekretaris

Ka. Sub. Bag. Umum & Kepegawaian

Ka. Sub. Bag. Keuangan

Ka. Sub. Bag. Adm Data &

Pelaporan

Ka. Bid. Pelayanan

Ka. Bid. Data & Informasi Ka. Bid. Pengawasan & Pengaduan Perizinan Ka. Bid. Regulasi & Pengembangan Kinerja

Ka. Sie Advis Planing & Administrasi Perizinan Ka. Sie Koordinasi Lapangan & Penelitian

Ka. Sie Data

Ka. Sie Sistem Informasi

Ka. Sie Pengawasan

Ka. Sie Pengaduan Perizinan & Advokasi

Ka. Sie Regulasi

Ka. Sie Pengemban gan Kinerja


(61)

Berdasarkan bagan di atas, tersusun nama-nama pejabat dalam struktur organisasi Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, yaitu:

1) Kepala Dinas : Drs. Heri Karyawan 2) Sekretaris: Eny Retnowati, SH

3) Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian: Isniyarti Putranti, S.Ip, M.Pa

4) Kepala Sub Bagian Keuangan: Drs. Sahlan Sumantri

5) Kepala Sub Bagian Administrasi Data dan Pelaporan: Dra. Reni Dewi 6) Kepala Bidang Pelayanan: Setiyono, S.Sos

7) Kepala Bidang Data dan Sistem Informasi: Dodit S Murdowo, SH 8) Kepala Bidang Pengawasan dan Pengaduan Perizinan: Drs. Sutarto 9) Kepala Bidang Regulasi dan Pengembangan Kinerja: Gatot

Sudarmono,SH

10) Kepala Seksi Advis Planing dan Administrasi Perizinan: Dra. Ratih Eka 11) Kepala Seksi Data: Nur Sulistiyohadi, SM, Hk

12) Kepala Seksi Pengawasan: Giri Widjonartomo, ST, MT 13) Kepala Seksi Regulasi: Iswari Mahendrarko, ST

14) Kepala Seksi Koor Lapangan dan Penelitian:Bernardino Mariano, S. Be 15) Kepala Seksi Sistem Informasi: Drs. Subanjar Haryanta

16) Kepala Seksi Pengaduan Perizinan dan Advokasi: Yustina N, SH 17) Kepala Seksi Pengembangan Kinerja: Darsana, SH


(62)

47

6. Jenis dan Waktu Pelayanan Perizinan Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

Tabel 1. Jenis Perizinan Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

Sumber: Brosur Profil Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

No Jenis Perizinan Waktu

1. Izin mendirikan bangunan a. Bangunan sederhana

b. Bangunan tidak pakai hitungan konstruksi c. Bangunan pakai hitungan konstruksi

21 Hari 25 Hari 28 Hari

2. Izin In Gang 17 Hari

3. Izin Penyambungan SAL 17 Hari

4. Izin Penyambungan SAH 17 Hari

5. Izin Gangguan

a. Gangguan Kecil/sedang b. Gangguan Besar

14 Hari 17 Hari

6. IUI dan TDI 15 Hari

7. SIUP 9 Hari

8. SIUPMB 9 Hari

9. Izin Usaha Angkutan 17 Hari

10. SIUJK 16 Hari

11. IUP2T 13 Hari

12.. IUPP 13 Hari

13. IUTM 13 Hari

14. TDUP 19 Hari

15. Izin Pemakaian Air Tanah 16 Hari

16. Izin Pengusahaan Air Tanah 16 Hari 17. Izin Perusahaan Pengeboran ABT 16 Hari

18. Izin Juru Bor ABT 15 Hari

19. Izin Pemakaman 16 Hari

20. Izin Salon Kecantikan 21 Hari

21. Izin Pendirian LPF 21 Hari

22. Izin Pendirian LPNF 16 Hari

23. Izin Penjual Daging 16 Hari

24. Izin Pengusaha Penggilingan Daging 16 Hari 25. Izin Pengusaha Penyimpanan Daging 16 Hari

26. Izin Penelitian 4 Hari

27. Izin PKL 4 Hari

28. Izin KKN 4 Hari

29. TDG 9 Hari

30. TDP 9 Hari


(63)

B. Regulasi Kebijakan Perizinan Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta Pembangunan Hotel merupakan proses perwujudan nyata dari hasil penyatuan konstruksi dengan tempat kedudukan yang digunakan sebagai tempat tinggal atau hunian sementara bagi seseorang ataupun kelompok masyarakat yang sedang melakukan kegiatan di suatu tempat yang berada jauh dari tempat tinggalnya. Dalam kegiatan pembangunan baik pra maupun paska pembangunan tentu ada ketentuan maupun landasan hukum yang mengikatnya, baik dari segi prosedur, cara, syarat dan izin pembangunan serta pemanfaatan pendirian bangunan tersebut.

Di Kota Yogyakarta saat ini sedang banyak berjalan proses pembangunan hotel, dimana proses pembangunan tersebut juga harus sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh lembaga yang berwewenang. Pembangunan hotel di Kota Yogyakarta mengacu pada aturan hukum yang terdiri dari:

1. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung. Undang-undang tersebut memuat ketentuan umum serta pokok syarat yang harus dipenuhi oleh para pemohon izin pembangunan gedung seperti:

a. Ketentuan Umum b. Ruang Lingkup c. Maksud dan Tujuan d. Fungsi Bangunan Gedung e. Persyaratan Bangunan Gedung


(64)

49

f. Izin Mendirikan Bangunan

g. Sertifikat Fungsi Laik Bangunan Gedung h. Pengawasan

i. Pelayanan Administrasi IMB j. Pembongkaran

k. Peran Serta Masyarakat l. Insetif

m. Sanksi Administrasi

2. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel

Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung tersebut menjadi pedoman Pemerintah Daerah khususnya Dinas Perizinan Kota Yogyakarta untuk mengeluarkan izin pembangunan hotel. Dalam perjalanan proses tersebut ternyata banyak warga masyarakat yang mengeluhkan tentang keberadaan hotel-hotel yang marak dibangun di Kota Yogyakarta, dikarenakan banyak warga masyarakat yang merasakan dampak negatif akibat pembangunan hotel tersebut. Dari situ Pemerintah Daerah mencoba menimbang dan menindak lanjuti keluhan warga masyarakat dengan mengeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel. Maksud ditetapkannya Peraturan Walikota ini adalah dalam rangka mengendalikan pembangunan hotel di Kota Yogyakarta. Pengendalian yang dimaksud ialah dengan menghentikan sementara penerbitan izin pembangunan hotel di Kota


(65)

Yogyakarta. Penghentian sementara penerbitan izin mendirikan bangunan hotel ini berlaku sejak 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2016. Sebelum diterbitkannya Peraturan Walikota tersebut ada 22 pengajuan permohonan izin pembangunan Hotel, namun setelah ada pemberitahuan bahwa akan diterbitkan Peraturan Walikota Tentang Pengendalian Hotel yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2016 maka sebelum diberlakukan Peraturan Walikota tersebut pengajuan permohonan izin meningkat menjadi 104 permohonan izin, hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Bagian Pelayanan Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Sampai saat ini pengajuan permohonan izin yang sudah dikeluarkan oleh Dinas Perizinan berjumlah 80 permohonan, sedangkan yang masih dalam proses berjumlah 24 permohonan. Tujuan dari dikeluarkannya Peraturan Walikota tersebut bukan untuk menghentikan sementara pembangunan hotel, namun untuk menghentikan sementara pendaftaran permohonan izin membangun hotel di Kota Yogyakarta.

C. Implementasi Kebijakan Mengenai Perizinan Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta

Peraturan atau kebijakan ditetapkan sebagai fungsi pedoman dan pengendali kegiatan yang ada disuatu daerah dimana ditetapkannya kebijakan tersebut. Kebijakan yang ada tentunya menimbulkan suatu peristiwa hukum dan menimbulkan hak serta kewajiban baru bagi pihak-pihak yang terkait. Peristiwa-peristiwa tersebut dilaksanakan atau dijalankan harus sesuai dengan ketetapan yang ada, sehingga kebijakan dapat diimplementasikan dengan baik dan benar. Dalam penelitian ini, implementasi kebijakan mengenai perizinan


(66)

51

pembangunan hotel di Kota Yoggyakarta mengacu pada Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel.

Keberhasilan implementasi suatu kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel atau faktor, begitu pula kebijakan yang diambil oleh Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Menurut George D. Edwards III sebagaimana dikutip oleh Suharno (2010:188), terdapat empat faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, faktor tersebut tidak berdiri sendiri, namun dapat saling terkait satu sama lain. Faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Komunikasi

Pelaksana harus memahami betul mengenai apa yang harus dilakukan berkaitan dengan kebijakan tersebut. Selain itu kelompok sasaran kebijakan juga harus diinformasikan mangenai apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan. Untuk itu, maka perlu dilakukan sosialisasi yang intensif mengenai kebijakan tersebut. Sosialisasi dapat dilakukan melalui bermacam-macam cara, misalnya melalui penyuluhan, sosialisasi, media cetak atau media elektronik.

Menurut Kepala Bidang Pelayanan Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, pemerintah Kota Yogyakarta berusaha menjalin komunikasi yang baik dengan calon investor dan warga masyarakat Kota Yogyakarta. Salah satu penerapan komunikasinya yaitu melalui penyuluhan atau


(67)

sosialisasi mengenai regulasi terkait yang diberikan oleh pejabat Kantor Dinas Perizinan kepada beberapa perwakilan dari warga masyarakat seperti Camat, Lurah, RW atau RT yang dimaksudkan untuk disampaikan kepada warga masyarakatnya. Selain komunikasi sebagai sosialisasi, komunikasi dalam hal ini juga digunakan sebagai cara dalam pengambilan keputusan pengeluaran izin oleh Kantor Dinas Kota Yogyakarta, yakni komunikasi dalam hal musyawarah untuk mencapai mufakat. Yang dimaksud dalam hal ini adalah pembicaraan antara ketiga pihak yang bersangkutan yaitu Pejabat Kantor Dinas Perizinan, calon investor dan warga masyarakat setempat mengenai rencana proses pembangunan hotel terkait yang harus disepakati oleh pihak-pihak tersebut sesuai dengan apa yang ada dalam peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan keterangan dari warga masyarakat, pemerintah memang selalu mengajak para warga untuk berdiskusi terkait pengambilan keputusan pengeluaran izin pembangunan hotel, namun pemerintah hanya meminta beberapa perwakilan saja, sehingga tidak semua warga tau tentang hal-hal tersebut. Sehingga banyak warga yang protes mengenai dampak negatif oleh pembangunan hotel yang tidak mereka ketahui, disitu warga sering merasa dirugikan.

Berdasarkan pemaparan keterangan narasumber diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang ada antara pemerintah dan warga masyarakat kurang begitu baik. Hal tersebut menyebabkan persepsi buruk warga masyarakat terhadap pemerintah daerah, dimana masyarakat


(68)

53

menilai hal tersebut hanya menguntungkan pihak pemerintah dan investor selaku pelaksana.

2. Sumber Daya

Keberhasilan implementasi kebijakan selain ditentukan oleh kejelasan informasi juga ditentukan oleh sumber daya yang dimiliki oleh implementor. Tanpa sumber daya yang memadai, tentu implementasi kebijakan tidak akan berjalan secara optimal. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia yakni kompetensi implementor dan sumber daya finansial. Tanpa sumber daya, maka kebijakan hanya akan menjadi sekedar angan-angan ataupun dokumen semata.

Sumber daya yang dimiliki oleh Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta terdiri dari Kepala Dinas, Sekretaris, Kelompok Jabatan Fungsional, Kepala Sub Bagian, Kepala Bidang, Kepala Seksi, Staf dan Naban. Kompetisi yang dimiliki sudah cukup baik, latar belakang pendidikan para pegawai yaitu S2, S1, D3 dan lulusan SLTA. Latar belakang pendidikan yang baik tersebut diharapkan sejalan dengan kinerja dan pelayanan yang baik pula guna diberikan kepada masyarakat.

Kepala Bagian Pelayanan Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta mengungkapkan bahwa jumlah pegawai yang ada sangat memadai untuk pelaksanaan proses kegiatan yang ada. Sumber daya manusia tidak lagi menjadi hambatan Kantor Dinas Perizinan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Selain sumber daya manusia, faktor yang berpengaruh ialah sumber daya finansial. Kepala Bagian Pelayanan Kantor Dinas


(69)

Perizinan Kota Yogyakarta mengungkapkan bahwa sumber daya finansial sudah cukup baik untuk proses kegiatan di Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, dikarenakan dana sebagai penopang pelayanan terhadap masyarakat sudah dianggarkan. Dengan tercukupinya kedua sumber daya tersebut diharapkan dinas terkait dapat melayani kebutuhan masyarakat dengan baik pula.

Menurut salah satu warga selaku pemohon pengajuan izin, beliau menyatakan bahwa pegawai di Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta sudah cukup, hal ini dibuktikan ketika beliau melakukan proses pendaftaran izin diberikan pelayanan yang cukup baik dan terarah, pegawai-pegawai di Kantor Dinas Perizinan juga memberikan pelayanan yang cukup baik sehingga sangat membantu proses pendaftaran izin tersebut, selain itu kepuasan warga masyarakatpun diiringi dengan adanya fasilitas cukup memadai yang diberikan oleh Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta sehingga warga masyarakat merasa mudah dan nyaman dalam melakukan proses pendaftaran izin.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa sumber daya yang dimiliki oleh Kantor Dinas Perizinan sudah sangat memadai dan sudah memberikan pelayanan dan fasilitas terbaik untuk membantu warga masyarakat Kota Yogyakarta dalam melakukan proses pendaftaran izin.


(70)

55

3. Sikap Para Pelaksana

Menyangkut watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis, dsb. Hal ini merupakan salah satu variabel penting dalam implementasi kebijakan. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik sebagaimana yang diharapkan oleh pembuat kebijakan. Dengan kata lain, pada tahap ini komitmen dan kejujuran dari implementor sangat dibutuhkan.

Kepala Bagian Pelayanan Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta mengungkapkan bahwa pegawai Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta berusaha untuk selalu menerapkan nilai kejujuran dalam melaksanakan tugas terutama dalam memilah dan memilih permohonan izin yang akan dikabulkan. Komitmen selalu dijunjung tinggi dan menjadi dasar pelaksanaan pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan berjalan dengan baik. Meskipun dalam pelaksanaannya sering mendapat keluhan dari masyarakat terkait dampak-dampak pengeluaran izin tersebut, pegawai Kantor Dinas Perizinan Kota Yoyakarta selaku pelaksana kebijakan selalu menerima dan menimbang serta meninjak lanjuti keluhan dari masyarakat-masyarakat untuk diperbaiki dan menjadikan kinerja yang lebih baik sehingga menghasilkan sesuatu yang baik pula untuk masyarakat Kota Yogyakarta.

Hal senada diungkapkan oleh salah satu pemohon yang sedang melakukan proses pendaftaran izin, beliau merasa para petugas yang ada di


(1)

118

Gambar 15

Peninjauan Lapangan Oleh Bidang Pengawasan Kantor Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

(Dokumentasi Dinas Perizinan)

Gambar 16

Kondisi parkiran kendaraan pengunjung Greenhost hotel yang memakai jalan umum karena kurangnya lahan parkir yang diseiakan oleh hotel


(2)

(3)

120

Gambar 17

Formulir Permohonan Izin Mendirikan Bangunan (Dokumentasi Dinas Perizinan)


(4)

(5)

(6)

123

Gambar 18

Peraturan Walikota Nomor 77 Tahun 2013 (Dokumentasi Dinas Perizinan)