Makna denotasi pada gambar di atas adalah tampak seorang penari Seudati menggunakan tangkulok merupakan hiasan kepala berwarna merah yang terbuat
dari kain songket. Tampak seperti bentuk ekor burung balam yang tegak namun indah.
2 Makna Konotasi dan Mitos
Makna konotasinya adalah para penari menggunakan hiasan di bagian kepala, yang mana itu menjadi ciri khas budaya Aceh. Hiasan kepala itu disebut
dengan tangkulok Aceh terbuat dari kain songket. Terlihat pada gambar tersebut seperti bentuk ekor burung balam yang tegak namun begitu indah. Mitosnya
menegaskan bahwa tangkulok merupakan suatu hiasan kepala yang digunakan oleh para penari Seudati Aceh, dan tangkulok ini juga menjadi ciri khas bagi
Nanggroe Aceh Darussalam. Ada juga tangkulokkhas Aceh lainnya yaitu tangkulok palet. Tangkulok palet ini berbahan kain segitiga yang dilipat-lipat
hingga berbentuk seperti topi sehingga tidak dijahit, sedangkan tangkulok yang dipakai oleh para penari Seudati sekarang ini, umumnya sudah dijahit. Ditengah
tangkulok juga biasa dipakaikan karton agar ia dapat berdiri tegak seperti berbentuk lidah.
Adapun bentuk hiasan kepala itu terinspirasi dari bentuk ekor burung balam yang tegak namun indah. Bentuk yang demikian itu sangat tepat untuk
menggambarkan figur laki-laki yang tegas dan bijaksana. Dahulu, tangkulok dijahit dengan tangan tanpa pola. Untuk menyambung bagian ujungnya biasanya
cukup dengan jahitan tangan. Hal ini menunjukkan keistimewaan tangkulok yang dibuat tanpa teknik gunting sambung. Layaknya pertunjukkan Seudati yang
bersifat pemersatu.
b. Pakaian Seudati Bajee Seudati
1 Objek Penelitian dan Denotasi
Di bawah ini terlihat para penari Seudati memakai baju kaos berwarna hitam dan celana panjang berwarna putih, yang menggambarkan semangat
kepahlawanan.
Gambar 4.10. Bajee Seudati baju kaos hitam lengan panjang dan celana panjang putih
Sumber: Analisis penulis pespektif semiotika Roland Barthes, video Seudati Aceh dari Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Kota Lhokseumawe serta
direkomendasi dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Aceh, tahun 2013.
Makna denotasi pada gambar di atas adalah terlihat para penari memakai baju kaos berwarna hitam kombinasi kuning emas di bagian leher dan bagian
bawah para penari menggunakan celana panjang putih.
2 Makna Konotasi dan Mitos
Makna konotasinya adalah para penari Seudati Aceh menggunakan baju kaos oblong berwarna hitam dengan kombinasi kuning emas di bagian leher. Dan
untuk bagian bawah para penari menggunakan celana panjang putih. Dari pakaian tersebut melambangkan semangat kepahlawanan rakyat Aceh pada masa dulu.
Mitosnya menegaskan bahwa pahlawan adalah orang-orang yang berjuang untuk menegakkan pendapatnya, untuk suatu kemuliaan masyarakat luas, dan untuk
keyakinannya. Seorang pahlawan yaitu berkorban sedemikian rupa, dengan segala kegigihannya, mengorbankan pikiran, waktu, tenaga, harta, atau bahkan
mengorbankan nyawanya untuk tegaknya ideologi tersebut. Berani mengatakan yang benar sebagai benar, yang haq sebagai haq. Karena itu, yang layak disebut
pahlawan dalam Islam adalah orang yang berjuang untuk menegakkan syariat Islam. Berjuang membebaskan kaum Muslimin dari upaya-upaya pemurtadan
secara terselubung, dan berjuang untuk membebaskan kaum muslimin dari liberalisme pemikiran Islam yang mengakibatkan orang-orang Islam kurang yakin
dengan wahyu Allah.
Hitam adalah warna tegas, solid, dan kuat. Sesuai dengan tarian Seudati pula yang selalu membangkitkan semangat pemuda Aceh untuk bangkit
menegakkan ajaran Islam dan bangkit melawan penjajahan. Begitu pula dengan warna kuning mengandung arti memberi kesan kegembiraan, terang, cerah,
bersinar, dan ketegasan. Serta putih mencerminkan kesan yang bersih, yang mana untuk menguatkan identitas Islam dan juga mengkomunikasikan kepada khalayak
ramai bahwa pakaian yang mereka gunakan menggambarkan sifat heroik atau pejuang yang gagah berani.
c. Songket