Hubungan Antara Asupan Protein dengan Status Gizi pada Siswai SMP N 34 Medan Tahun 2014

Hasil peneltian Medawati 2005 yang dilakukan pada remaja SMP menyatakan bahwa asupan energi yang tinggi dapat mempengaruhi status gizi terutama status gizi lebih. Sejalan dengan penelitian Manurung 2008 yang dilakukan pada remaja SMA menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan status gizi lebih. Menurut penelitian Johanes 2013 pola makan berhubungan dengan kejadian overweight tidak hanya dari segi jumlah makanan yang dimakan, melainkan juga komposisi makanan dan kualitas diet. Menurut Dam 2007 karbohidrat adalah salah satu zat mikro yang menyediakan energi sehingga dapat berkontribusi terhadap kelebihan asupan energi dan kelebihan berat badan.

5.2.2 Hubungan Antara Asupan Protein dengan Status Gizi pada Siswai SMP N 34 Medan Tahun 2014

Pada masa remaja awal protein sangat dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Namum apabila dikonsumsi lebih dari kebutuhan seharusnya, protein akan dimetabolisme menjadi lemak dan akan disimpan sebagai cadangan energi bagi tubuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 45,5 asupan protein yang tinggi memiliki status gizi normal dan gemuk sedangkan 37,5 asupan protein yang rendah memiliki status gizi normal. Hasil uji statistik p 0,05 artinya asupan energi berhubungan dengan status gizi dengan rata-rat 45,21 gr. Asupan protein yang tinggi dapat mempengaruhi status gizi. Asupan protein siswai setiap harinya berbeda terutama pada hari minggu dan hari sekolah. Pada hari minggu siswai lebih banyak mengkonsumsi makanan yang Universitas Sumatera Utara mengandung protein dikarenakan hari minggu adalah hari libur. Namun tetap saja siswai mengkonsumsinya dalam jumlah yang sedikit sehingga belum mencukupi kebutuhan zat gizi per hari. Bahan makanan hewani kaya dalam protein bermutu tinggi, tetapi hanya merupakan 18,4 konsumsi protein rata-rata penduduk Indonesia. Bahan makanan nabati kaya protein adalah kacang-kacangan. Sayur-sayuran dan buah-buahan rendah dalam protein Almatsier, 2001. Sementara banyak siswai yang mengkonsumsi protein dalam jumlah yang sedikit dan kurangnya variasi makanan yang mengandung protein seperti kacang-kacangan sehingga asupan protein belum sesuai dengan kebutuhan pada masa remaja. Hal ini sejalan dengan penelitian Wilson, dkk 2008 menyatakan adanya hubungan signifikan antara asupan protein dengan status gizi. Hal ini kemungkinan terjadi karena asupan protein yang tinggi mengandung lemak yang tinggi juga sehingga berpengaruh dengan kenaikan berat badan. Sementara itu asupan protein pada siswa status gizi lebih cenderung lebih tinggi. Berbeda dengan penelitian Rahayuningtias 2012 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara asupan protein dengan status gizi lebih. Asupan protein lebih banyak digunakan dalam pertumbuhan dan perkembangan. 5.2.3 Hubungan Antara Frekuensi Makanan dan Jenis Makanan dengan Status Gizi pada Siswai SMP N 34 Medan Tahun 2014 Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 33,3 jenis makanan yang baik memiliki status gizi normal dan gemuk sedangkan 40,9 jenis makanan yang Universitas Sumatera Utara tidak baik memiliki status gizi yang normal. Hasil uji statistik p 0,05 artinya jenis makanan tidak berhubungan dengan status gizi. Jenis makanan yang dikonsumsi pada siswai setiap harinya berbeda dan belum sesuai dengan kebutuhan. Jenis makanan yang dikonsumsi pada hari sekolah lebih banyak 2 jenis saja yaitu makanan pokok dan lauk pauk saja. Namun pada hari minggu siswai mengkonsumsi 3 atau 4 jenis yaitu makanan pokok, lauk pauk dan sayuran atau buah-buahan. Jenis makanan yang baik harus dapat memenuhi selera dan mengandung zat gizi yang dibutuhkan bagi tubuh kita dengan jumlah yang seimbang sesuai dengan pedoman gizi seimbang. Jenis makanan yang tidak baik terdiri dari makanan pokok dan lauk pauk tanpa sayur-sayuran dan buah-buahan akan meningkatkan kejadian status gizi lebih Manurung, 2008. Dari hasil penelitian diketahui pada umumnya jenis makanan pokok pada siswai adalah nasi dengan frekuensi 1x sehari. Hasil ini dapat diketahui dari hasil recall selama dua hari dimana setiap kali mengkonsumsi makanan utama responden selalu menyediakan nasi sebagai makanan pokok. Menurut Kardjati 1985 seperti yang dikutip Matondang 2007, berdasarkan data Biro Pusat Statistik dan hasil sosio ekonomi sosial menyatakan bahwa beras merupakan bahan makanan utama pada di Sumatera, Kalimantan dan di Jawa Bagian Barat. Alasan responden memilih nasi sebagai makanan pokok karena responden masih menganggap fungsi makanan pokok adalah hanya untuk memberi rasa kenyang. Namun ada juga sebagian responden mengkonsumsi roti sebagai makanan pokok tetapi hanya untuk sarapan saja. Universitas Sumatera Utara Menurut penelitian Manurung 2008 jenis makanan dan frekuensi makanan berpengaruh terhadap kejadian obesitas. Hal ini disebabkan makanan yang dikonsumsi mengandung tinggi kalori dan tinggi lemak tetapi rendah serat yang dilihat dari frekuensi makan makanan jajanan lebih sering dibandingkan makanan yang mengandung serat seperti sayuran dan buah-buahan.

5.3 Hubungan Antara Asupan Serat dengan Status Gizi pada Siswai SMP N 34 Medan Tahun 2014