yang asupan energi 2200 kkalhari dan waktu menonton TV 3 jamhari. Studi ini menunjukkan adanya interaksi antara gaya hidup sedentarian perilaku hidup kurang
gerak dan diet tinggi kalori.
b. Menghindari Makan Pagi
Makan pagi akan memberikan energi pada saat beraktivitas di siang hari. Sayangnya, karena berbagai alasan seperti tergesa-gesa, ingin kurus dan lain
sebagainya, kegiatan makan pagi banyak ditinggalkan orang. Keadaan ini tentu akan merugikan tubuh karena setelah kurang lebih 12 jam, yakni jarak antara makan
malam dan makan pagi, perut dibiarkan dalam keadaan kosong. Banyak orang yang mengompensasikan makan pagi dengan makan siang yang berlebih atau
mengkonsumsi makanan kecil yang tinggi kalori dan tinggi lemak dalam jumlah yang relatif banyak. Dengan kondisi ini, jika dihitung jumlah kalori yang masuk ke dalam
tubuh lebih banyak jika dibandingkan kalau melakukan makan pagi. Penelitian yang dilakukan oleh University of Minnesota selama lima tahun
terhadap 2000 remaja didapatkan fakta bahwa remaja yang melewatkan sarapan pagi mengalami kenaikan berat badan 2,3 kilogram dibandingkan remaja yang menikmati
sarapan. Menurut ketua penelitian Mark Pereira, remaja yang melewatkan sarapan , saat siang akan makan berlebihan dan cenderung tidak aktif setelahnya. Kekenyangan
akan membuat remaja malas beraktivitas Cesilia, 2008.
c. Salah Memilih dan Mengolah Makanan
Ada berbagai sebab atau karena ketidaktahuan maka seseorang salah memilih makanan. Sementara itu banyak juga orang yang memilih makanan hanya karena
Universitas Sumatera Utara
prestise atau gengsi semata seperti junk food. Makanan cepat saji yang banyak mengandung kalori, lemak dan gula berlebih banyak ditawarkan sekarang ini.
Penelitian Martha 2009 yang dilakukan di Yayasan Pendidikan Swasta SMA Raksana Medan dari 120 orang siswi sebanyak 48 orang 40,33 mengalami
obesitas, overweight sebanyak 11 orang 9,24, normal sebanyak 46 orang 39,49, kurus sebanyak 14 orang 10,92. Hal ini disebabkan oleh pola makan
yang berlebih yang dapat dilihat dari jumlah siswai yang mengonsumsi Kentucky Fried Chicken KFC sebanyak 2-3 kali seminggu yaitu sebesar 43,69 52 orang.
d. Kebiasaan Mengemil Makanan Ringan
Mengemil merupakan kegiatan makan diluar waktu makan. Biasanya makanan yang dikonsumsi berupa makanan kecil makanan ringan yang rasanya
gurih, manis, dan digoreng. Bila tidak dikontrol akan menyebabkan kegemukan. Makanan ringan atau makanan jajanan lebih banyak mengandung karbohidrat dan
sedikit mengandung protein sehingga lebih mengenyangkan. Penelitian Mariza 2012 membuktikan bahwa tidak terdapat hubungan antara
kebiasaan sarapan dengan status gizi lebih secara statistik, tetapi kebiasaan sarapan berhubungan dengan kebiasaan jajan di sekolah dengan risiko sebesar 1,5 kali.
Terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan jajan dengan status gizi lebih secara statistik dan biasa jajan memiliki risiko sebesar 7 kali terhadap terjadinya
status gizi lebih.
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pola Makan Remaja
Menurut Khomsan 2004 mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku makan remaja antara lain :
Universitas Sumatera Utara
a. Pengaruh teman sebaya
Pada praremaja masalah pemilihan makana tidak lagi didasarkan pada kandungan gizinya tetapi lebih banyak sekedar sosialisi dengan teman sebayanya,
untuk kesenangan dan agar tidak kehilangan status. Pada masa ini pengaruh teman sebaya lebih menonjol dari pada peran keluarga. Teman sebaya memberi pengaruh
yang buruk seperti upaya penurunan berat badan dan perilaku makan yang salah. Penelitian Levine 2001 menemukan bahwa perilaku kontrol berat badan
berhubungan dengan teman sebaya. Tekanan yang diberikan teman sebaya ditemukan dapat meningkatkan risiko terjadinya perilaku makan yang menyimpang yang
merupakan dampak dari kontrol berat badan. Penelitian Hayati 2009 juga membuktikan bahwa teman sebaya dapat
meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan dalam memilih makanan jajan sehat pada anak usia sekolah kelas empat dan lima SD dengan p 0,0000.
b. Pengaruh media massa
Media massa sangat berperan penting dalam perilaku makan remaja. Media, baik media cetak maupun elektronik dikatakan juga sebagai salah satu faktor yang
dapat menyebabkan timbulnya pola makan yang buruk Anderson, 2006. Semakin sering menonton televisi semakin tinggi sikap positif terhadap junk food makanan
siap saji. Penelitian yang dilakukan oleh Emalia 2009 membuktikan bahwa ada
hubungan media massa dengan perilaku makan yang buruk, dimana sebagian besar responden 77,2 menggunakan media elektronik sebagai sumber informasi dan
80,4 responden melihat iklan makanan dan minuman ≥ 3 kali sehari. Jenis iklan
Universitas Sumatera Utara
yang sering dilihat adalah snack dengan persentase 56,5 dan 41,3 responden lebih tertarik dengan slogan atau pesan dalam iklan.
c. Tingkat sosial ekonomi