Latar Belakang Analisis Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2015

kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan. Beberapa penyakit yang ditimbulkan akibat merokok antara lain gangguan impotensi dan beberapa jenis kanker. Baik perokok itu sendiri maupun orang yang tidak merokok namun terpapar asap rokok. Menurut survei Global Youth Tobacco Survey GTS Indonesia pada tahun 2006 sebanyak 81,6 pelajar usia SMP di Jakarta tercemar asap rokok di luar rumah, ironisnya, di dalam rumahpun mereka punya pengaruh yang besar untuk tercemari. Data terkini menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara terbesar mengkonsumsi rokok menempati urutan ke-5 di dunia. Jumlah perokok di Indonesia mencapai 34,5 pada tahun 2004 atau sekitar 60 juta jiwa Aditama, 2006 Menurut WHO 2008 dalam lima tahun terakhir posisi Indonesia diantara negara-negara dengan jumlah perokok terbanyak didunia telah bergeser dari negara ke-5 menjadi negara ke-3 terbanyak di dunia dengan jumlah perokok 65 juta orang atau 28 per penduduk, diperkirakan 225 miliar batang rokok yang dihisap per tahun. Menurut World Health Organisation WHO, 2003, prevalensi perokok tiap hari pada lima provinsi tertinggi ditemukan di Provinsi Kalimantan Tengah 36,0, diikuti dengan Kepulauan Riau 33,4, Sumatera Barat 33,1, Nusa Tenggara Timur dan Bengkulu masing-masing 33 dan Provinsi Aceh sebesar 31,9 Kemenkes, 2010. Prevalensi penduduk umur 15 tahun ke atas yang merokok tiap hari sebesar 28,2. Rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap tiap hari lebih dari separuh 52,3 perokok adalah 1-10 batang dan sekitar 20 sebanyak 11-20 batang per hari Riskesdas, 2010 Masalah rokok pada hakikatnya sudah menjadi masalah nasional bahkan internasional. Dampaknya menyangkut bidang ekonomi dan kesehatan manusia. Perilaku merokok tidak hanya merugikan perokok, tetapi juga orang yang ada di sekitarnya yang bukan perokok perokok pasif. Rokok merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Diperkirakan hingga menjelang 2030 kematian akibat merokok akan mencapai 10 juta per-tahunnya dan di negara- negara berkembang diperkirakan tidak kurang sekitar 70 kematian yang disebabkan oleh rokok Kemenkes RI, 2011 Dari sudut ekonomi, di satu pihak memang jelas penjualan rokok akan meningkatkan devisa negara. Tetapi dipihak yang lain harus pula dihitung kerugian yang ditimbulkannya secara ekonomis. Para ahli Bank Dunia memperkirakan kerugian bersih akibat konsumsi rokok di dunia mencapai angka 200 trilyun dollar AS pertahun. Separuh kerugian ini terjadi di negara berkembang. Perhitungan para ahli, setiap konsumsi tembakau 1.000 ton akan terjadi kerugian ekonomi dunia sebanyak 27,2 juta dollar AS Aditama, 2001 Dari aspek kesehatan, merokok sangat tidak memberi manfaat bagi pemakainya. Rokok mengandung 4000 zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan, seperti nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik, bahkan juga formalin TCSC, 2012 Asap rokok tidak hanya menyerang para perokok saja, melainkan juga menyerang orang-orang yang ada di sekitar perokok oleh karena terhirup asap rokok perokok pasif. Konsentrasi zat berbahaya didalam tubuh perokok pasif lebih besar karena racun yang terhisap melalui asap rokok perokok aktif tidak terfilter. Sedangkan racun rokok dalam tubuh perokok aktif terfilter melalui ujung rokok yang dihisap WHO, 2008 Kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia masih menimbulkan perdebatan yang panjang, mulai dari hak asasi seorang perokok, fatwa haram merokok di tempat umum sampai dengan dampak anti rokok terhadap perekonomian dan tenaga kerja di Indonesia. Kebijakan merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok Prabandari, 2009 Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia TCSC-IAKMI bekerjasama dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance SEATCA dan World Health Organization WHO Indonesia melaporkan empat alternatif kebijakan yang terbaik untuk pengendalian tembakau, yaitu menaikkan pajak 65 dari harga eceran, melarang bentuk semua iklan rokok, mengimplementasikan 100 kawasan tanpa rokok di tempat umum, tempat kerja, tempat pendidikan, serta memperbesar peringatan merokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada bungkus rokok Prabandari, 2009 Salah satu upaya untuk mengatasi masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh asap rokok atau perilaku merokok yang salah diperlukan kegiatan pemberdayaan masyarakat atau program yang bisa melindungi perokok pasif. Kegiatan itu adalah dengan membentuk suatu kawasan yang bebas dari asap rokok TCSC, 2012 Negara-negara maju seperti Amerika, Australia dan beberapa negara di Eropa mulai gencar menerapkan KTR secara efektif, sebagai contoh yaitu Australia saat ini sedang menggodok aturan pencabutan SIM kepada pengendara yang sedang merokok dikendaraannya dan didalamnya ada anak berumur di bawah 16 tahun. Pemerintah Kota New York mengeluarkan Undang-undang Bebas Asap Rokok pada tanggal 30 Desember 2002 yang mengatur tentang KTR termasuk di restoran. Beberapa negara di kawasan Asia tenggara juga sangat ketat dalam melaksanakan KTR di wilayahnya TCSC, 2012 WHO mengadakan Sidang Majelis Kesehatan Dunia ke 56 pada bulan Mei 2003 yang dihadiri 191 negara anggota dari WHO, dengan suara bulat mengadopsi Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian TembakauFramework Convention on Tobacco Control FCTC. FCTC ini berlaku efektif sejak tanggal 27 Februari 2005. Pemerintah mempunyai kewajiban dan kewenangan untuk melindungi masyarakat, dan yang merupakan pokok-pokok kebijakan FCTC seperti peningkatan cukai, larangan iklan menyeluruh, penerapan KTR, peringatan kesehatan dalam bentuk gambar, program berhenti merokok dan pendidikan masyarakat TCSC, 2012 Namun, Indonesia hingga saat ini menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum menjadi peserta FCTC, sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum menandatangani dan meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control FCTC. Rata-rata perokok menghabiskan 10-11 batang per hari di tahun 2004 TCSS-IAKMI, 2008 Salah satu terobosan penting yang dilakukan oleh pemerintah baru-baru ini adalah perumusan Memorandum Of Understanding MOU antara Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan yang menekankan pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri dituangkan dalam surat bernomor 188MENKESPBI2011 dan Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa rokok. Peraturan bersama ini sebenarnya sudah menyebutkan adanya sanksi bagi pihak pelanggar, namun masih perlu diperkuat dengan petunjuk operasional dan konsistensi implementasinya dilapangan TCSC, 2012 Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah BPLHD DKI Jakarta dan Swisscontact Indonesia Foundation bekerja sama dengan Lembaga Demografi Universitas Indonesia LDUI, menunjukkan bahwa 98 responden menyatakan dukungannya terhadap peraturan Kawasan Dilarang Merokok KDM, diikuti dengan 93 responden menyatakan telah mengetahui adanya Peraturan Daerah ini. Saat ini kebijakan larangan merokok di tempat umum di Indonesia menjadi kebijakan daerah, meskipun belum semua daerah sudah membuat kebijakan ini. Ada pula beberapa kabupaten kota yang membuat semacam peraturan dari walikota atau bupati, namun hal ini belum terlalu kuat dalam penerapan sanksi dan juga implementasinya TCSC, 2012 Penetapan Kawasan Tanpa Rokok KTR sebenarnya selama ini telah banyak diupayakan oleh berbagai pihak baik lembagainstitusi pemerintah maupun swasta dan masyarakat. Namun pada kenyataannya upaya yang telah dilakukan tersebut jauh tertinggal dibandingkan dengan penjualan, periklananpromosi dan atau penggunaan rokok Juanita, 2011 Kesehatan merupakan hak azasi manusia yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Amanat Undang- Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 115, menetapkan Kebijakan KTR. KTR adalah area atau ruangan yang dilarang untuk melakukan kegiatan seperti produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau penggunaan rokok. Tujuannya adalah agar dapat melindungi kesehatan masyarakat dilingkungan dengan memastikan bahwa tempat-tempat yang umum bebas dari jangkauan asap rokok. Adapun tempat-tempat umum yang dimaksud meliputi : a fasilitas tempat pelayanan kesehatan, b tempat belajar mengajar, c tempat bermain anak, d tempat ibadah, e angkutan umum, f tempat kerja, serta g tempat-tempat yang telah ditentukan. Dasar hukum kawasan tanpa rokok di Indonesia cukup banyak, yaitu Undang-Undang No. 231997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, UU No.81999 tentang perlindungan konsumen, UU No. 232002 tentang perlindungan anak, UU No. 322002 tentang penyiaran, Peraturan Pemerintah PP RI No. 411999 tentang pengendalian pencemaran udara, PP RI No. 192003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 459MENKESINSVI1999 tentang kawasan bebas rokok pada sarana kesehatan. dan Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 4U1997 tentang lingkungan sekolah bebas rokok. KTR merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik individu, masyarakat, parlemen, maupun pemerintah untuk melindungi generasi sekarang maupun yang akan datang. Komitmen bersama dari berbagai elemen akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan KTR. Hanya Undang-Undang atau PERDA KTR yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi bukan perokok terhadap paparan asap rokok orang lain TCSC, 2012 Undang-UndangPERDA tentang lingkungan Bebas Asap Rokok memiliki kekuatan untuk melindungi masyarakat dari kesakitan dan kematian akibat paparan asap rokok orang lain. Lingkup undang-undang bervariasi antar negara, sebagian merupakan peraturan di tingkat nasional yang berlaku untuk seluruh wilayah negara, sementara beberapa negara lain memiliki UU Bebas Asap Rokok di tingkat negara bagian. Sesuai PP 192003 yang masih berlaku di Indonesia sampai saat ini, kewenangan untuk membuat UU Kawasan Tanpa Rokok berada pada pemerintah daerah dalam bentuk PERDA. Di beberapa wilayah di Indonesia KTR sudah berjalan dengan baik, misalnya Kota Bandung dengan Perda No. 03 Tahun 2005, Kota Bogor dengan Perda No. 08 Tahun 2006, Kota Palembang dengan Perda No. 07 Tahun 2009, Kota Padang Panjang dengan Perda No. 08 Tahun 2009, Kota Surabaya dengan Perda No. 05 Tahun 2008 dan Peraturan Walikota Perwali No. 25 tahun 2009, Provinsi D.I Yogyakarta dengan Peraturan Gubernur Provinsi Yogyakarta No. 42 Tahun 2009, serta beberapa daerah lainnya. Pemerintah Daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. Saat ini Kota Medan sudah memiliki Perda No. 03 tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Penetapan KTR bertujuan: a terciptanya ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat; b memberikan perlindungan kepada masyarakat dari dampak buruk rokok baik langsung maupun tidak langsung; dan menciptakan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat. Peraturan mengenai KTR juga terdapat dalam Undang-Undang RI tentang Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 BAB VIII pasal 29 ayat 1 bagian m, n dan t, serta ayat 2 dan 3. Menyebutkan m menghormati dan melindungi hak-hak pasien, n melaksanakan etika Rumah Sakit, t memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok. Ayat 2 menyebutkan; Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikenakan sanksi admisnistratif berupa: a. teguran; b. teguran tertulis, atau c. denda dan pencabutan izin rumah sakit. Ayat 3 menyebutkan; Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Menteri. Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan atau sering disingkat RSUPM beralamat di Jl. Prof. HM Yamin SH No. 47 Medan yang merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan di Kota Medan yang berstatus milik pemerintah Kota Medan. RSU Dr. Pirngadi Kota Medan didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda dengan nama GEMENTE ZIEKEN HUIS pada tanggal 11 Agustus 1928. Bidang manajemen RSUD Dr Pringadi Medan RSUDPM membuat suatu aturan seperti larangan merokok, larangan penjualan rokok, serta diberlakukannya tulisan- tulisan dilarang merokok pada setiap ruangan di dalam lingkungan rumah sakit. Pihak manajemen menggerakkan petugas keamanan satpam untuk ikut melakukan sosialisasi penerapan kawasan tanpa rokok. Tugas dari para satpam adalah menegur secara halussopan kepada setiap pengunjung dan keluarga pasien yang merokok untuk tidak merokok metrosiantar, 2014 Menurut hasil observasi peneliti, RSUD Dr. Pirngadi Medan telah melaksanakan kawasan tanpa rokok yang di mulai dengan sebuah himbauan dan tanda-tandasimbol larangan merokok. Terlihat dari beberapa lokasi rumah sakit terdapat poster-poster di beberapa ruangan rumah sakit, serta spanduk larangan merokok pun terpajang di kantin rumah sakit meskipun kantin itu sendiri masih saja menjual rokok. Para pegawai rumah sakit mengaku bahwa KTR telah dilaksanakan di rumah sakit tersebut. Namun masih terlihat jelas di beberapa lokasiruangan yang digunakan sebagai tempat untuk merokok belum dapat dikatakan layakmemenuhi syarat sebagai ruangan khusus merokok, karena dapat kita lihat jelas dari ventilasi, pintu yang sering terbuka, serta sampah puntungan rokok yang masih saja dibuang sembarangan. Alur pemikiran dari dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya kebijakan mengenai kawasan tanpa rokok serta sarana dan prasarana dapat mendukung terjadinya sebuah proses-proses seperti penyuluhan dan serta sebuah sanksi yang tegas yang kemudian akan mendukung terjadinya implementasi kawasan tanpa rokok. Narasumber dimintai keterangannya mengenai pengetahuannya terhadap ada atau tidak adanya kebijakan-kebijakan KTR khususnya bagi rumah sakit sehingga nantinya dari hasil penelitian atas pengetahuan mereka maka dapat diketahui sejauh mana mereka berperan dalam kebijakan KTR terhadap pengimplementasian kebijakan tersebut serta bagaimana komitmen mereka terhadap implementasi KTR tersebut. Namun jelas terlihat di RSUD Dr. Pirngadi Medan bahwa penegasan dalam bentuk sanksi bagi para pelanggar kebijakan belum sampai kepada sanksi yang tegas. Dari pembahasan di atas, maka perlu adanya analisis implementasi KTR di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan untuk mengetahui sejauh apa pelaksanaan KTR telah di laksanakan serta untuk mengetahui seberapa besar dukungan agar dapat memperkuat pelaksanaan KTR agar dapat dijadikan sebagai suatu program.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana implementasi kebijakan KTR di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pingadi Kota Medan Tahun 2014?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi atau pelaksanaan kebijakan KTR Kawasan Tanpa Rokok di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan bacaan untuk menambah pengetahuan tentang kawasan tanpa rokok 2. Dapat sebagai masukan dan informasi bagi RSUD Dr. Pirngadi Medan untuk menanggulangi masalah rokok 3. Bagi RSUD Dr. Pirngadi Medan dapat sebagai rancangan strategi menciptakan kawasan tanpa rokok di rumah sakit tersebut