Pelaksanaan KTR di RS

seharusnya memengaruhi wawasan dan pola pikir mereka dalam memberikan tindakan. Berdasarkan dari jawaban seluruh pegawai rumah sakit yang telah menjadi informan, maka dapat dilihat bahwa informan mengetahui adanya KTR, memiliki kewajiban untuk melakukan tindakan melarang orang- orang yang merokok di kawasan rumah sakit demi terlaksananya KTR. Peran serta yang aktif dapat menimbulkan kepatuhan bagi setiap pengunjung serta petugas yang ada di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Meskipun seluruh informan harus menegur orang- orang yang merokok namun beberapa informan yang merokok mengaku kesulitan dalam menegur orang lain untuk tidak merokok. Semua itu dikarenakan mereka juga masih saja merokok di rumah sakit meskipun mereka merokok di dalam ruangan masing- masing. Mereka mengaku ingin mendukung pelaksaan KTR di rumah sakit ini, namun masih terkendala oleh kebiasaan akibat kecanduan dari rokok itu sendiri. Namun pada kenyataannya adalah pegawai yang masih merokok tidak akan berani menegur siapapun yang merokok di kawasan RS meskipun pada dasarnya mereka ingin mendukung terealisasinya KTR di RS ini, hal ini karena mereka masih merokok di lokasi tersebut. Terihat juga dari hasil observasi masih ada yang merokok di halaman rumah sakit, bahkan seorang satpam yang harusnya menjadi salah seorang yang akan ikut membantu pelaksanaan KTR malah ikut serta merokok. Maka dari itu sebuah tindakan yang tegas dari para petugas rumah sakit perlu diadakan agar setiap orang- orang yang ingin melanggar peraturan kawasan tanpa rokok baik itu pengunjung, petugas medis, dan petugas non medis agar befikir ulang untuk melanggar peraturan yang ada karena enggan mendapatkan sanksi yang tegas dari petugas rumah sakit.

5.4 Alasan Penting untuk Menjadikan RS sebagai Kawasan Tanpa Rokok

Sesuai dengan UU No. 44 tentang Rumah Sakit menyatakan alasan kenapa rumah sakit kenapa harus menjadi bagian dari kawasan tanpa rokok adalah karena rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial. Dan salah satunya betujuan untuk memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit; memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien, menghormati dan melindungi hak-hak pasien, melaksanakan etika Rumah Sakit, memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit, memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien. Dalam rangka memberikan kepastian dan perlindungan hukum untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberikan dasar bagi pengelolaan Rumah Sakit diperlukan suatu perangkat hukum yang mengatur Rumah Sakit secara menyeluruh dalam bentuk Undang-Undang. Sesuai dengan Pasal 29 ayat 1 bagian t, ayat 2, dan 3 yang memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok. 2 Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikenakan sanksi admisnistratif berupa: a. teguran; b. teguran tertulis; atau c. denda dan pencabutan izin Rumah Sakit. 3 Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Menteri. Didukung oleh pernyataan informan yang menyatakan bahwa alasan mengapa rumah sakit harus dijadikan kawasan tanpa rokok karena rumah sakit sebagai salah satu pelayanan kesehatan masyarakat wajib menjadikan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok agar berdampak positif terhadap lingkungan sekitar. Selain menunjukkan rasa keperdulian kita terhadap lingkungan baik terhadap kualitas udara maupun untuk kesehatan banyak orang.

5.5 Kawasan Tanpa Rokok telah menjadi Ketetapan di RS

Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok diwilayahnya masing- masing, ini jelas tertera dalam UU No. 36 Tahun pasal 115 ayat 2. Dalam sebuah Policy Paper, mengatakan saat ini kebijakan larangan merokok di tempat umum di Indonesia menjadi kebijakan daerah, meskipun belum semua daerah membuat kebijakan ini. Menjadikan RS menjadi kawasan tanpa rokok juga membutuhkan komitmen dari pemimpin internal. Komitmen merupakan sesuatu yang telah ditetapkan setelah seseorang memberikan persepsinya. Tidak bisa mengesampingkan kebijakan- kebijakan pemangku kepentingan internal, karena hal ini jelas- jelas akan sangat mendukung penyelenggaraan KTR. Pegawai masih