Penerapan Konsep Badan Hukum Pendidikan Pada Yayasan

Disampaikan pula oleh seorang praktisi notaris yang berulang-ulang memproses pengesahan yayasan, perubahan anggaran dasarnya melalui Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, mengalami banyak sekali kendala yang akan dihadapi dan sudah mulai dihadapi untuk penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Sejak tanggal 16 Januari 2009, hak hidup yayasan untuk menjalankan kegiatan pendidikan sudah tercabut karena apabila notaris membuat akta yayasan maka tidak dapat lagi memasukkan kegiatan pendidikan formal di dalamnya. Kalaupun memasukkan, maka akan dicoret oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Begitu pula kalau mengubah anggaran dasar yayasan di bidang kegiatan, tidak boleh lagi dicantumkan pendidikan formal. Dalam badan hukum pendidikan tidak ada lagi pengurus yayasan menjalankan haknya mengelola pendidikan, bahkan eksistensinya tidak ada lagi. Hal ini karena hak mengelola yayasan yang juga merupakan hak asasi tercabut dengan adanya kewajiban harus berbentuk tata kelola seperti badan hukum pendidikan. Pada ketentuan tersebut diatas tidak ada peran pengurus yayasan, akibatnya peran pengurus diserahkan kepada Organisasi Penyelenggara Pendidikan OPP. Hal ini adalah sesuatu yang kontradiktif, karena OPP di satu sisi akan memimpin satu sekolah, satu unit, tetapi OPP juga bertindak ke luar mewakili unit pendidikannya. Dengan dasar ini, maka pengurus yang semula menjadi pengelola dan berhak mewakili yayasan ke luar, dengan adanya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan tidak lagi berwenang mewakili ke luar.

D. Status Badan Hukum Yayasan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta

Ditinjau Dari Dikabulkannya Hak Uji Materil atas Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi RI Pada hakikatnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan mengandung prinsip-prinsip pengelolaan pendidikan formal yang baik, hanya saja yang termuat di dalam Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan tersebut tidak cocok untuk diterapkan pada Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia yang berada dalam naungan badan hukum yayasan. Hal tersebut dikarenakan dengan lahirnya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan dianggap telah melanggar konstitusi Republik Indonesia mengenai kebebasan berserikat yang merupakan hak dari setiap warga negara. Hingga pada tanggal 31 maret 2010 Mahkamah Konstitusi RI membatalkan semua pasal dalam Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan tersebut. Kemudian dengan dibatalkannya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, Mahkamah Konsitusi RI memberikan penafsiran mengenai Badan Hukum Pendidikan, yaitu diputuskan bahwa isti lah ”Badan Hukum Pendidikan ” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bukanlah nama atas badan hukum tertentu, melainkan sebutan fungsional bagi penyelenggaraan pendidikan dan bukan lagi sebagai badan hukum tertentu. Apapun bentuk penyelenggaraan pendidikan di Indonesia diharapkan dapat memberikan pendidikan yang baik bagi peserta didik. Dikarenakan setiap Warna Negara Indonesia berhak untuk mendapatkan pendidikan. Sejalan dengan hak pendidikan yang terdapat dalam UUD 1945 di dalam Al- Qur’an juga dijelaskan mengenai kedudukan orang yang memiliki ilmu. Sebagaimana diamanatkan dalam Al- Qur’an Surat Al-Mujadilah 58 : 11 Artinya : “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: Berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ” QS. Al-Mujadilah 58 : 11 Mengenai istilah Badan Hukum Pendidikan jika dikaitkan dengan salah satu Pertimbangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang menyatakan bahwa suatu lembaga pendidikan harus dikelola oleh sebuah badan hukum yayasan. Adapun bentuk dari badan hukum yang dikenal dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu seperti yayasan, perkumpulan, perserikatan, badan wakaf, dan sebagainya, sehingga dengan dibatalkannya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan dan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 12-14-126- 136PUU2009, maka bentuk badan hukum bagi penyelenggara pendidikan kembali dalam bentuk Badan Hukum Yayasan. Hal tersebut diperkuat dengan diterimanya permohonan pengesahan akta pendirian badan hukum penyelenggara pendidikan yang didirikan pasca pembatalan Undang-Undang mengenai Badan Hukum Pendidikan, sehingga pasca terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi RI tersebut penyelenggaraan pendidikan kembali kepada payung hukum Undang-Undang Yayasan maupun badan hukum lain yang sejenis. 9 kemudian pernyataan tersebut dipertegas kembali dengan adanya Pasal 220E Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, yang menyatakan bahwa Yayasan, perkumpulan, dan badan lain yang sejenis dan telah berstatus badan hukum tetap menyelenggarakan satuan pendidikan sepanjang tidak 9 Kementerian Pendidikan Nasional, “Amar, Implikasi, dan Solusi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136PUU-VII2009 ”. bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai badan hukum nirlaba. 10 Dengan adanya pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan, maka pendaftaran bagi yayasan penyelenggara pendidikan akan dikembalikan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bagi yayasan yang sudah ada masih dapat beroperasi selama izin-izin yang dimiliki masih berlaku. Menurut pandangan penulis mengenai batalnya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan menjadikan yayasan yang menyelenggarakan pendidikan seharusnya membuat yayasan pendidikan yang terpisah dari kegiatan badan usaha lainnya. Dengan demikian kegiatan penyelenggaraan pendidikan akan terfokus demi terlaksananya amanat mencerdaskan kehidupan bangsa yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. 10 Wawancara pribadi dengan Moh. Yasin Ardhy, Jakarta, 16 Maret 2014.