1. Badan hukum menurut macamnya : a. Badan Hukum orisinil murni asli, yaitu Negara, contohnya
Negara Republik Indonesia yang berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945;
b. Badan Hukum yang tidak orisinil tidak murniasli, yaitu badan- badan hukum yang berwujud sebagai perkumpulan berdasarkan
ketentuan Pasal 1653 KUHPerdata. 2. Badan hukum menurut jenisnya :
a. Badan Hukum Publik, yaitu badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum misalnya Negara Republik Indonesia mendirikan
Badan Usaha milik Negara, bahkan daerah-daerah otonom dapat mendirikan bank-bank daerah;
b. Badan Hukum Perdata ialah badan hukum yang terjadi atau didirikan atas pernyataan kehendak dari orang-perorangan
misalnya antara lain, perkumpulan koperasi, Yayasan dan lain sebagainya.
3. Badan hukum menurut sifatnya ada dua macam yaitu Korporasi dan Yayasan, mengenai kedua badan hukum tersebut E. Utrecht menjelaskan ;
a. Korporasi ialah suatu gabungan orang dalam pergaulan hukum bertindak bersama-sama sebagai satu subjek hukum tersendiri,
suatu personifikasi, korporasi adalah badan hukum yang
beranggota tetapi mempunyai hak dan kewajiban sendiri yang terpisah dari hak dan kewajiban anggotanya masing-masing.
b. Yayasan ialah tiap kekayaan yang tidak merupakan kekayaan orang atau kekayaan badan dan yang diberi tujuan tertentu. Dalam
pergaulan hukum Yayasan itu bertindak sebagai pendukung hak kewajiban tersendiri, seperti yayasan yang menjadi dasar keuangan
bagi kelompok swasta.
10
C. Yayasan Sebagai Badan Hukum Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi telah mengatur banyak mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi. Baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun yang diselenggarakan oleh pihak swasta. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 60 ayat 1 dan 2 Undang-Undang
Pendidikan Tinggi bahwa “1 PTN didirikan oleh Pemerintah. 2 PTS didirikan
oleh Masyarakat dengan membentuk badan penyelenggara berbadan hukum yang berprinsip nirlaba dan wajib memperoleh izin Menteri.
” Yayasan sebagai penyelenggara pendidikan tinggi mempunyai dasar
hukum yang kuat untuk melaksanakan kegiatannya sesuai dengan pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi bahwa
“Perguruan Tinggi Swasta yang selanjutnya disingkat PTS adalah Perguruan Tinggi yang didirikan danatau diselenggarakan oleh masyarakat.
” Masyarakat
10
Chidir Ali, Badan Hukum, h. 55-63.
disini diartikan sebagai badan penyelenggara berbadan hukum yang kemudian dijelaskan dalam pasal 60 ayat 3 Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang
berbunyi “Badan penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat
berbentuk yayasan, perkumpulan, dan bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
” Kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh yayasan merupakan
kategori kegiatan sosial karena tujuan untuk memajukan pendidikan sudah pasti termasuk di dalam tujuan sosial kemanusiaan, tanpa mempersoalkan asal
penerimaan sumbangan
pendidikan, atau
dengan kata
lain sumber
penghasilannya, tetapi yang penting adalah tujuannya. Bidang pendidikan merupakan bidang yang paling banyak menggunakan bentuk badan hukum
yayasan. Tujuannya adalah untuk mencerdaskan bangsa, memajukan pendidikan, dan atau meningkatkan mutu pendidikan.
11
D. Asas Nirlaba Pada Yayasan
Arti nirlaba sebenarnya adalah tidak mencari laba atau keuntungan. Suatu keuntungan dapat terjadi jika suatu modal setelah diusahakan ternyata
memperoleh hasil yang melebihi modal tersebut. Untuk nirlaba, modal yang ada tidak diolah untuk mendapatkan keuntungan, melainkan untuk melakukan suatu
kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat.
11
Anwar Borahima, Kedudukan Yayasan di Indonesia, Eksistensi, Tujuan dan Tanggung Jawab Yayasan, Cet. I, Jakarta : Kencana, 2010, h. 90.
Pada dasarnya Undang-Undang Yayasan menganut asas nirlaba. Undang- Undang dengan tegas mengatur mendirikan yayasan bukan untuk bertujuan
mencari keuntungan, akan tetapi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 tentang pengertian yayasan, bahwa tujuan yayasan di bidang sosial, keagamaan,
dan kemanusiaan. Asas tersebut juga terlihat pada Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang tentang
Yayasan yang menyebutkan bahwa yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada pembina, pengurus, dan pengawas. Ini artinya, ketiga
organ yayasan tersebut tidak boleh mencari keuntungan dengan menggunakan lembaga yayasan.
12
Berbeda dengan pandangan diatas, Soemitro mengatakan bahwa yayasan lebih tepat disebut sebagai Organisasi Tanpa Tujuan Laba OTTL sebagai
terjemahan dari Non-Profit Organization. Istilah OTTL lebih tepat daripada nirlaba, karena kata “Nir” yang berasal dari bahasa jawa berarti tanpa, sehingga
nirlaba berarti tanpa laba, sedangkan yayasan adakalanya memperoleh laba atau keuntungan, tetapi hal ini tidak menjadi tujuan yang utama.
13
Lebih jauh dijelaskan bahwa istilah OTTL ini lebih luas daripada istilah yayasan. Yayasan ada lah OTTL, tetapi sebaliknya OTTL tidak selalu merupakan
12
Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia, Cet. I, Jakarta : Rineka Cipta, 2008, h.110.
13
Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan, dan Wakaf, h.161.
yayasan. Jadi yayasan merupakan salah satu organisasi tanpa tujuan laba. Oleh ka
rena itu kata “tujuan” harus dicantumkan dalam istilah. Undang-Undang
Yayasan sangat
menekankan keterbukaan
dan akuntabilitas yayasan. Keterbukaan disini menyangkut kelangsungan usaha
yayasan yang perlu diketahui oleh public, sehingga apapun yang terjadi dengan yayasan, wajib bagi pengurus untuk melaporkannya kepada masyarakat. Dalam
UU Yayasan ditegaskan juga mengenai bagaimana sikap pengurus dan pegawas dalam menjalankan tugas.
Pengurus dan pengawas yayasan dituntut untuk menjalankan tugas dengan itikad baik. Itikad baik maksudnya pengurus dan pengawas harus mengelola
dengan jujur. Jujur berarti terbuka untuk memberitahukan apa saja yang telah terjadi pada yayasan kepada pihak-pihak yang berhak mengetahui kelangsungan
yayasan sehingga, tidak ada yang harus disembunyikan dan dirahasiakan dari yayasan.
Keterbukaan ini harus disertai dengan ciri akuntabilitas.
14
Maksudnya, kondisi keuangan yayasan harus selalu bisa dimonitor oleh masyarakat dan
pemerintah. Hal ini nyata dalam laporan keuangan yayasan yang harus diumumkan dalam ikhtisar laporan tahunan. Terkait kedua ciri ini, Undang-
Undang Yayasan mengatur juga mengenai keharusan yayasan untuk mengumumkan ikhtisar laporan tahunan.
14
Rita M. Risiko Hukum Bagi Pembina, Pengawas Pengurus Yayasan, Cet. I, Jakarta : Forum Sahabat, 2009, h. 45.