32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
belum masuk pada fase demam atau fase syok, yang mana trombosit dalam jumlah normal atau lebih akan kemudian menurun pada fase
tersebut. Berdasarkan diagnosis DHF menurut kriteria WHO 1999, secara
klinis pasien DHF dengan trombositopenia 100.000µ L. Terjadi penurunan hitung trombosit dari nilai normal. Umumnya pada masa akut
jumlah trombosit 100.000mm3 darah untuk patokan rawat inap dan rawat jalan 150.000mm3. Pada saat awal infeksi, trombosit dalam jumlah
normal kemudian menurun drastis, hingga saat fase demam, fase syok mencapai puncak terendah bisa mencapai 20.000, setelah itu perlahan
naik kembali pada fase konvalesken, setelah itu 7 – 10 setelah sakit maka
akan kembali normal.
4.13.2.3. Analisis Tepat Indikasi
Berdasarkan hasil penelitian dari pemberian antibiotik pada pasien DHF, antibiotik yang diindikasikan untuk pasien DHF dengan tanpa
komplikasi infeksi tidak tepat. Antibiotik yang diindikasikan untuk pasien DHF dengan disertai infeksi tifoid merupakan tepat indikasi. Akan tetapi,
terdapat 1 pasien yang disertai infeksi tifoid tidak diberikan antibiotik merupakan tidak tepat indikasi, karena pengobatan dari tifoid yaitu
antibiotik. Kemudian antibiotik yang diindikasikan untuk pasien DHF dengan disertai infeksi ISPA termasuk tepat indikasi dan terdapat pula 4
pasien yang disertai infeksi ISPA tidak diberikan antibiotik termasuk tidak tepat indikasi.
Sesuai indikasi antibiotik secara umum yaitu antibiotik mempunyai indikasi penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Sedangkan DHF itu
sendiri adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti Nursalam, 2005.
Karena disebabkan oleh virus, maka pemberian antibiotik dalam pengobatan DHF tidak diperlukan kecuali jika terdapat infeksi sekunder
yang disebabkan oleh bakteri dan apabila terjadi DSS Dengue Syok
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Syndrome, mengingat kemungkinan infeksi sekunder dapat terjadi dengan adanya translokasi bakteri dari saluran cerna.
karena antibiotik yang digunakan kebanyakan adalah golongan sefalosporin generasi ketiga. Dimana, sefalosporin generasi ketiga
sebaiknya diberikan pada pasien apabila pemberian sefalosporin generasi pertama dan generasi kedua sudah tidak bisa untuk memperbaiki keadaan
pasien Farmakologi bergambar.
4.13.2.4. Analisa Tepat Obat
Berdasarkan hasil penelitian dari pemberian antibiotik pada pasien DHF, antibiotik yang paling banyak diberikan adalah seftriakson.
Antibiotik yang diindikasikan untuk pasien dengan diagnosis tanpa disertai infeksi tidak tepat. Antibiotik yang diindikasikan untuk pasien DHF
dengan disertai infeksi tifoid dapat dikatakan tepat obat. Akan tetapi, pemilihan antibiotik seftriakson bukan merupakan pengobatan pilihan
utama untuk infeksi tifoid. Pengobatan untuk tifoid pilihan utama menggunakan antibiotik seperti kloramfenikol. Kemudian antibiotik yang
diindikasikan untuk pasien DHF dengan disertai infeksi ISPA juga dapat dikatakan tepat. Namun, pemilihan antibiotik seftriakson bukan
merupakan pengobatan pilihan utama. Seftriakson merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga. Dimana, sefalosporin generasi ketiga
sebaiknya diberikan pada pasien apabila pemberian sefalosporin generasi pertama dan generasi kedua sudah tidak bisa untuk memperbaiki keadaan
pasien Farmakologi bergambar.
Seftriakson termasuk anitibiotik spektrum luas yaitu golongan sefalosporin. Karena termasuk sefalosporin generasi ketiga, seftriakson
sebaiknya diberikan pada pasien apabila sefalosporin generasi pertama dan generasi kedua sudah tidak bisa untuk memperbaiki keadaan pasien.
Seftriakson diberikan sebagai generasi selanjutnya untuk perbaikan dari generasi pertama dan generasi kedua Farmakologi bergambar. Antibiotik
berspektrum luas sering kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi