Guwandi, Kelalaian Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, h. 51

27 a Kelalaian negligence, dan b Persetujuan dari pasien yang bersangkutan. 18 Berkaitan dengan adanya kesalahan profesional yang berupa kelalaian neligence, harus dilihat dengan adanya kelalaian tersebut berakibat pertanggung jawaban pidana, terutama pertanggung jawaban pidana akibat dari pelanggaran Informed consent. Istilah kelalaian dalam hukum pidana identik dengan kealpaan. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang kelalaian atau kealpaan dalam konteks malpraktek, kita harus melihat pada hukum pidana umum. Menurut hukum pidana, kelalaian atau kealpaan dibedakan menjadi: a Kealpaan ringan culpa levissma, dan b Kealpaan berat culpa lata. KUHP tidak menyebutkan apa arti dari kelalaian, tetapi memperoleh gambaran tentang itu, Jonkers menyebutkan unsur kelalaian dalam arti pidana ialah: a Bertentangan dengan hukum b Akibat sebenarnya dapat dibayangkan c Akibat sebenarny adapat dihindarkan d Perbuatannya dapat dipersalahkan kepadanya. 19 18 Nanik Marianti, Op. cit., h. 8 19

J. Guwandi, Kelalaian Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, h. 51

28 Dari uraian tentang unsur kelalaian yang dikemukakan oleh Jonkers tersebut jika diterapkan dengan adanya pertanggung jawaban pidana terutama tentang malpraktek: a Tidak adanya persetujuan tindakan medik terhadap pasien yang dimintakan oleh dokter, jelas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum. b Akibat sebenarnya dapat dibayangkan, artinya bahwa tanpa adanya persetujuan tersebut seharusnya dokter dapat membayangkan akibatnya mislnya: pasien merasa dirugikan atas tindakan dokter tersebut c Akibat sebenarnya dapat dihindarkan, artinya sebenarnya dokter dapat meminta persetujan terlebih dahulu kepada pasien. Hal tersebut untuk menghindari sesuatu yang merugikan pasien. d Perbuatan dapat dipersalahkan kepadanya, artinya bahwa dengan adanya pelanggaran kentuan informed consent maka perbuatan dokter tersebut dapat dipersalahkan dan dimintai pertanggung jawaban. Arrest Hoge Raad , tanggal 3 februari 1913 merumuskan definisi kelalaian sebagai suatu sifat yang kurang hati-hati, kurang waspada atau kelalaian berat. 20 Van Hamel menyatakan bahwa kelalaian atau kealpaan itu mengandung dua syarat, yaitu: a. Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum b. Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum. 20 Ibid., h. 52 29 Dalam praktek menentukan kelalaian atau kealpaan, dan harus dituduhkan dan dibuktikan oleh jaksa adalah syarat kedua tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana yang diharuskan oleh hukum. Sesungguhnya kalau syarat kedua ini sudah ada maka pada umumnya syarat pertama juga sudah ada. Barang siapa dalam melakukan suatu perbuatan tidak mengadakan penghati-hati yang seperlunya, maka dia juga tidak menduga-duga akan terjadinya akibat yang tertentu itu karena kelakuannya. Alasan ini dipahami, karena syarat yang kedua objek penilaiannya terletak pada apa yang dilakukan atau tingkah laku terdakwa itu sendiri hubungan lahir. Sedangkan syarat pertama lebih menitik beratkan pada hubungan batin terdakwa dengan akibat yang timbul karena perbuatannya, sesuatu hal yang sukar untuk dibuktikan oleh jaksa. Hubungan batin diperlukan untuk dapat mempertanggungjawabkan terhadap akibat yang dilarang. c Tanggung Jawab Administrasi Mengenai tanggung jawab dokter dalam segi hukum administrasi dalam kaitannya dengan pelaksanaan informed consent maka dengan tegas telah dinyatakan dalam pasal 13 Permenkes Nomor 585 tahun 1989 yaitu: ”Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik atanpa adanya persetujuan dari pasien tau keluarganya dapat dimintakan sanksi aministratif berupa pencabutan surat izin praktek ”. 21 Selain ketentuan dalam pasal 13 permenkes tersebut, diperkuat lagi dengan ketentuan pasal 11 UU. No 6 tahun 1963 yaitu: 21 Nanik Marianti, Op, cit., h. 8 30 1. Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam KUHP dan peraturan perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan adaministratif dalam hal sebagai berikut: a Melalaikan kewajiban b Melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupu mengingat sumpah sebgai tenaga kesehatan. c Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan. d Melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-undang. 22 Apabila ketentuan diatas dikaitkan dengan malpraktek karena pelanggaran informed consent, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan administratif tersebut setelah mendengar Majelis Kehormatan Etik Kedoktean MKEK. Diantara beberapa penjelasan tentang tanggungjawab dokter, maka tidak akan lepas dari penjelasan tentang hak-hak tenaga kesehatan khususnya dokter, antara lain: 23 1 Meakukan praktek kedokteran setelah memperoleh Surat Izin Dokter SID dan Surat Izin Praktek SIP. 2 Memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari pasien atau keluarganya tentang penyakitnya, 22 Husen Kerbala, Op, cit., h 95 23 Ibid , h. 52-54 31 3 Bekerja sesuai dengan standar profesi. 4 Menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan etika, hukum, agama, dan, hati nurani. 5 Menolak pasien yanga bukan bidang spesialisnya, kecuali dalam keadaan gawat darurat, atau tidak ada dokter lain yang mampu menanganinya 6 Menerima imbalan jasa 7 Hak membela diri Jadi sepanjang perlakuan medis terhadap pasien telah dilakukan secara benar dan patut menurut standar profesi, standar prosedur operasional, maka meskipun tanpa hasil penyembuhan yang diharapkan, tidak melahirkan malpraktek kedokteran dari sudut hukum, namun apabila setelah perlakuan medis terjadi keadaan tanpa hasil sebagaimana yang diharapkan tanpa penyembuhan atau bisa jadi lebih parah sifat penyakitnya karena perlakuan medis dokter yang menyalahi standar profesi, maka dokter dianggap melakukan malpraktek kedokteran. Tentu dengan beberapa syarat, yakni, tidak sembuh atau lebih parah penyakitnya setelah perlakuan medis dari sudut standar profesi, standar prosedur, dan prinsip-prinsip umum kedokteran. Dua keadaan itu benar-benar sebagai akibat langsung causal verband dari sebuah perlakuan medis oleh dokter. Jika dua syarat ini ada, berarti dokter telah termasuk melakukan malpraktek kedokteran sehingga pasien berhak menuntut penggantian kerugian atas kesalahan perlakuan medis dokter tersebut. Apabila perlakuannya parah sampai memenuhi kreteria pidana, seperti kematian 32 atau luka pasal 359 atau 360 KUHP maka pertanggungjawaban pidana yang wujudnya bukan sekedar penggantian kerugian perdata saja, akan tetapi boleh jadi pemidanaan. 24

C. Tanggung Jawab Profesi Kedokteran Menurut Syariat Islam