Morfologi Makroalga Habitat Makroalga

tambahan penting dari alga berkapur dan organisme-organisme lain penghasil kapur Romimohtarto, 2009. Komunitas makroalga sebagai salah satu komponen penting dari ekosistem terumbu karang, berpotensi menjadi pesaing utama dengan karang. Makroalga jarang dan baru mulai dikaji dalam ekologi terumbu karang pada beberapa tahun terakhir, meskipun peran alga sangat baik dalam membangun terumbu dan kehancuran terumbu. Bahkan sering alga disebut sebagai “biotic reefs” Nessa, 2011.

2.3 Morfologi Makroalga

Makroalga termasuk tumbuhan tingkat rendah Thallophyta. Tumbuhan ini tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Makroalga dikenal dengan nama ganggang atau rumput laut Handayani, 2009. Makroalga umumnya disebut tallus. Tallus makroalga umumnya terdiri atas blade yang memiliki bentuk seperti daun, stipe bagian yang menyerupai batang dan holdfast yang merupakan bagian talus yang serupa dengan akar Sumich, 1992. Aslan 1998 dalam Oktaviani 2013, menyatakan bahwa bentuk talus makroalga bermacam-macam, antara lain bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong dan rambut. Percabangan talus ada yang dichotomous bercabang dua terus menerus, pectinate berderet searah pada satu sisi talus utama, pinnate bercabang dua-dua pada sepanjang talus utama secara berselang-seling, ferticillate cabangnya berpusat melingkari aksis atau sumbu utama dan ada pula yang sederhana dan tidak bercabang. Sebagian besar alga laut berwarna indah dan ada pula yang bercahaya. Pigmen-pigmen dari kromatofor chromatophore menyadap sinar matahari untuk fotosintesis. Atas dasar warna yang dimiliki oleh alga laut yang berbeda antara satu kelompok dan kelompok yang lain, maka pembagian kelas dari divisi Thallophyta yang artinya tumbuh-tumbuhan bertalus ini mengikuti warna yang dimiliki Romimohtarto, 2009. Nontji 1993 dalam Oktaviani 2013, menyatakan bahwa secara sepintas banyak alga memperlihatkan bentuk luar seperti mempunyai akar, batang, daun, dan bahkan buah. Alga pada hakikatnya tidak mempunyai akar, batang dan daun seperti terdapat pada tumbuhan yang lazim telah dikenal. Seluruh wujud alga itu terdiri dari seperti batang yang disebut “talus”, hanya bentuknya yang beraneka ragam. 2.4 Klasifikasi Makroalga 2.4.1 Chlorophyceae Alga Hijau Dawes 1981 dalam Candra 1998, menyatakan bahwa Chlorophyceae bersifat bentik dan planktonik. Kebanyakan hidup di periran tawar, namun ada juga bentuk yang terdapat di teresterial dan lautan. Bereproduksi secara seksual dan aseksual. Mempunyai klorofil a dan b, λ, β, γ karoten dan xantofil dengan cadangan makanan berupa kanji dan lemak seperti yang ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi. Menurut Romimohtarto 2009, di Indonesia tercatat sedikitnya 12 marga alga hijau, yang banyak diantaranya sering dijumpai di perairan indonesia. Berikut ini adalah marga-marga alga hijau tersebut: a. Caulerpa yang dikenal beberapa penduduk pulau sebagai anggur laut. b. Ulva mempunyai tallus berebentuk lembaran tipis seperti sla, oleh karena itu dinamakan sla laut. Alga ini biasanya melekat dengan menggunakan alat pelekat berebentuk cakram pada batu atau pada substrat. c. Valonia mempunyai tallus yang membentuk gelembung berisi cairan berwarna ungu atau hijau mengkilat, menempel pada karang mati atau batu karang. d. Dictyosphaera dan jenis-jenis dari marga ini di Nusa Tenggara Barat dinamakan bulung dan dimanfaatkan untuk sayuran. e. Halimeda, alga ini berkapur dan menjadi salah satu penyumbang endapan kapur di laut. f. Chaetomorpha mempunyai tallus atau daunnya berbentuk benang yang menggumpal. g. Codium hidup menempel pada batu atau batu karang. h. Udotea tercatat dua jenis dan banyak terdapat di perairan Sulawesi, dan alga ini tumbuh di dasar pasir dan terumbu karang. i. Tydemania tumbuh di paparan terumbu karang yang dangkal dan di daerah tubir pada kejelukan 5-30 m di perairan jernih. j. Bernetella menempel pada karang mati dan pecahan karang di paparan terumbu karang. k. Burgesenia mempunyai tallus berbentuk kantung silendrik berisi cairan warna hijau tua atau hijau kekuning-kuningan, menempel di batu karang atau pada tumbuh-tumbuhan lain. l. Neomeris, tumbuh menempel pada substrat dari karang mati di dasar laut. Contoh Makroalga dari filum Chlorophyta Gambar 1 Klasifikasi Filum : Plantae Divisi : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Caulerpales Famili : Caulerpaceae Genus : Caulerpa Spesies : Caulerpa sp.

2.4.2 Phaeophyceae Alga Coklat

Dawes 1981 dalam Candra 1998, menyatakan bahwa umumnya tumbuh sebagai alga bentik, termasuk tumbuhan eukaryotik, menghasilkan zoospora dan gamet-gamet biflagellata. Bereproduksi secara seksual dan aseksual. Secara seksual dengan zoospora motil aplanospora immotil atau dengan fusi gamet yang tersusun dengan isogami dan oogami. Mempunyai pigmen klorofil a dan c, β karoten, violasantin dan fukoxantin dengan cadangan makanan berupa laminarin. Jenis Phaeophyceae hampir semua terdapat di perairan laut. Yang termasuk Phaeophyceae diantaranya adalah Sargassum, Turbinaria, Hormophysa. Menurut Romimohtarto 2009, di Indonesia terdapat delapan marga alga coklat yang sering ditemukan yakni: a. Cystoseira sp. yang hidup menempel pada batu di daerah rataan terumbu karang dengan alat pelekatnya yang berbentuk cakram kecil. Alga ini mengelompok bersama sama dengan komunitas Sargassum dan Turbinaria. b. Dictyopteris, hidup melekat pada batu di pinggiran luar rataan terumbu karang dan jarang dijumpai. c. Dictyota, alga ini tumbuh menempel pada batu karang mati di daerah rataan terumbu karang. d. Hormophysa, hidup menempel pada batu dengan alat pelekatnya berbentuk cakram kecil. Hidup bercampur dengan Sargassum dan Turbinaria dan hidup di rataan terumbu karang. e. Hydroclatrhus, tumbuh melekat pada batu atau pasir di daerah rataan terumbu karang dan penyebarannya luas di Indonesia. f. Padin, tumbuh menempel di batu pada daerah rataan terumbu karang, baik di tempat terbuka di laut maupun di tempat terlindung. g. Sargassum, terdapat sangat melimpah mulai dari air surut pada pasut bulan- setengah ke bawah. Alga ini hidup melekat pada batu atau bongkahan karang dan dapat terbedol dari substratnya selama ombak besar dan menghanyut ke permukaan laut atau terdampat di bagian atas pantai. h. Turbinaria, mempunyai cabang-cabang silendrik dengan diameter 2-3 mm dan mempunyai cabang lateral pendek dari 1-1,5 cm panjangnya. Gambar 2 Klasifikasi Filum : Plantae Divisi : Phaeophyta Kelas : Phaeophyceae Ordo : Dictyotales Famili : Dictyotaceae Genus : Padina Spesies : Padina sp.

2.4.3. Rhodophyceae Alga merah

Rhodophyceae merupakan tumbuhan eukariotik yang tidak menghasilkan sel-sel yang berflagel, bereproduksi secara seksual dengan karpogonia dan spermatia, memiliki klorofil a, b dan mempunyai pigmen fikobilin yang terdiri dari pigmen fikoeritrin dengan cadangan makanan berupa pati fluoridean Candra, 1998. Menurut Romimohtarto 2009, di Indonesia tercatat 17 marga terdiri dari 34 jenis. Berikut catatn singkat dari marga-marga alga merah tersebut: a. Achanthophora, hidup menempel pada batu atau benda keras lainnya. b. Actinotrichia, terdapat di bawah pasut dan menempel pada karang mati. Sebarannya luas, terdapat pula di padang lamun. c. Amansia, tumbuh melekat pada batu di daerah terumbu karang dan dapat hidup melimpah di padang lamun. d. Amphiroa, tumbuh menempel pada dasar pasir di rataan pasir atau mempel pada substrat dasar lainnya di padang lamun. e. Chondrococcus, tumbuh melekat pada substrat batu di ujung luar rataan terumbu yang senantiasa terendam air f. Corallina, alga ini tumbuh di bagian luar terumbu karang yang biasa terkena ombak langsung. g. Eucheuma adalah alga merah yang biasa ditemukan di bawah air surut rata- rata pada pasut bulan-setengah. h. Galaxaura, tumbuh melekat pada substrat batu di rataan terumbu. i. Gelidiella, tumbuh menempel pada batu di mintakat pasut atau di bawah pasut. j. Gigartina, tumbuh menempel pada batu di rataan terumbu, terutama di tempat-tempat yang masih tergenang air pada air surut terendah. k. Gracilaria, terdiri dari tujuh jenis l. Halymenia, hidup melekat pada batu karang di luar rataan terumbu karang yang selalu tergenang air. m. Hypnea, hidup di habitat berpasir atau berbatu, ada pula yang bersifat epifit. n. Laurencia, hidup melekat pada batu di daerah terumbu karang. o. Rhodymenia, hidup melekat pada substrat batu di rataan terumbu. p. Titanophora, jarang dijumpai. Jenis ini terdapat di perairan Sulawesi. q. Porphyra adalah alga kosmopolitan, alga ini terdapat mulai dari perairan subtropik sampai daerah tropik, tetapi sebaran menegaknya sangat terbatas. Gambar 3 Klasifikasi Filum : Plantae Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Hypnales Famili : Hypneaceae Genus : Hypnea Spesies : Hypnea sp.

2.5 Habitat Makroalga

Arthur 1972 dalam Kadi 2009, menyatakan bahwa kompleksitas habitat berpengaruh terhadap kelimpahan dan keragaman jenis. Substrat dasar makroalga yang utama yakni pasir, pecahan karang, karang mati, dan batu karang. Sebagian besar alga hidup pada ekosistem terumbu karang baik pada daerah rataan terumbu reef flat atau lereng terumbu reef slope bahkan ada pula yang dapat hidup pada lautan dalam yang sangat sedikit terjangkau oleh sinar matahari. Daerah rataan terumbu karang yang tidak begitu dalam, lebih banyak menerima cahaya matahari dan terjangkau oleh cahaya matahari, sehingga suhu air laut pada daerah tersebut juga lebih tinggi dan arusnya tidak sekuat pada daerah lereng terumbu yang lebih dalam Candra, 1998. Sebagai salah satu organisme yang banyak dijumpai hampir di seluruh pesisir Indonesia, terutama di pesisir yang mempunyai rataan terumbu karang, makroalga menempati posisi sebagai produsen primer yang menyokong kehidupan organisme lain pada tropik level yang lebih tinggi di dalam perairan. Selain itu, makroalga juga mempunyai fungsi yang tidak kalah pentingnya, yaitu sebagai tempat ikan berlindung, biofilter bagi laut, serta dimanfaatkan oleh manusia sebagai makanan. Makroalga umumnya hidup di dasar laut dan substratnya berupa pasir, pecahan karang rubble, karang mati, serta benda-benda keras yang terendam di dasar laut Yudasmara, 2011.

2.6 Manfaat Makroalga