Menurut Odum 1994, menyatakan bahwa keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dalam tiap jenisnya, karena
suatu komunitas walaupun banyak jenisnya tetapi bila penyebaran individunya tidak merata maka keanekaragaman jenis dinilai rendah. Indeks Keanekaragaman
Shannon-Wiener H’ adalah suatu indeks keanekaragaman biota pada suatu daerah, bila nilainya semakin tinggi, maka semakin tinggi tingkat
keanekaragamannya dan begitu juga sebaliknya. Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 0,96 dan
nilai indeks keseragaman terendah terdapat pada stasiun 1 dengan nilai 0,87. Indeks keseragaman pada stasiun penelitian sebesar 0,87-0,96 tergolong
keseragaman sangat merata. Hal ini menunjukkan bahwa pada semua stasiun merupakan daerah yang sesuai dengan keberadaan makroalga, dilihat dari kondisi
perairannya yang bersih, ekosistem terumbu karang yang baik dan faktor fisik kimia perairannya yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
makroalga. Menurut Krebs 1985, apabila indeks keseragaman mendekati 0 maka
semakin kecil keseragaman suatu populasi dan penyebaran individu setiap genus tidak sama, serta ada kecenderungan suatu genus mendominasi pada populasi
tersebut. Sebaliknya semakin mendekati nilai 1 maka populasi menunjukkan keseragaman jumlah individunya merata. Menurut Suin 2002, menyatakan
bahwa penyebaran organisme yang tidak merata pada suatu perairan dapat disebabkan adanya perbedaan suhu, kadar oksigen, intensitas cahaya dan faktor
abiotik lainnya.
4.4 Indeks Similaritas IS Makroalga pada Setiap Stasiun Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian diperoleh nilai indeks similaritas IS seperti pada Tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4 Nilai Indeks Similaritas IS pada Setiap Stasiun Penelitian
1 2
3 Stasiun 1
- 72,72
66,66 Stasiun 2
- -
75 Stasiun 3
- -
-
Dari Tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa indeks similaritas IS yang diperoleh pada stasiun penelitian tergolong mirip berkisar 72,72 - 75. Nilai indeks
similaritas tertinggi yaitu antara stasiun 2 dan 3 dengan nilai 75, sedangkan nilai indeks similaritas terendah yaitu antara stasiun 1 dan 3. Hal ini menunjukan
bahwa pada genus yang ditemukan stasiun 2 dan 3 tergolong mirip jika dibandingkan dengan genus makroalga yang ditemukan pada stasiun 1 dan 3.
Tingkat kemiripan antar stasiun ini dapat dipengaruhi oleh faktor fisik kimia dari ketiga stasiun.
Menurut Krebs 1985 indeks similaritas digunakan untuk mengetahui seberapa besar kesamaan makroalga yang hidup di luar tempat yang berbeda.
Apabila semakin besar indeks similaritasnya, maka jenis makroalga yang sama pada stasiun yang berbeda semakin banyak. Selanjutnya dijelaskan bahwa
kesamaan makroalga antara dua lokasi yang dibandingkan sangat dipengaruhi oleh kondisi faktor lingkungan yang terdapat pada daerah tersebut.
4.5 Faktor Fisik-Kimia Perairan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh rata-rata nilai faktor fisik- kimia pada setiap stasiun penelitian seperti pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Nilai Faktor Fisik-Kimia pada Setiap Stasiun Penelitian
No. Parameter Fisik-
Kimia Satuan
Stasiun 1
2 3
1 Temperatur Air
o
C 28,5
29 28
2 Penetrasi Cahaya
M 3
3 2,9
3 Ph
- 7,9
7,8 7,6
4 DO
mgL 6
6,1 5,5
5 Salinitas
‰
.
31 31
30 6
Nitrat mgL
5,20 5,40
5,50 7
Posfat mgL
0,028 0,026
0,029
Keterangan: Stasiun 1: Daerah yang berhadapan langsung dengan samudra Hindia
Stasiun 2: Daerah Dermaga Stasiun 3: Daerah yang berhadapan langsung dengan daratan Sumatera
4.5.1 Temperatur Air
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa temperatur air pada semua stasiun penelitian berkisar antara 28ºC – 29ºC. Temperatur tertinggi terdapat pada
stasiun 2 sebesar 29ºC dan temperatur terendah terdapat pada stasiun 3. Menurut
Nontji 2002 dalam Alam 2011 perbedaan suhu terjadi karena adanya perbedaan energi matahari yang diterima oleh perairan. Suhu akan naik dengan
meningkatkan kecepatan fotosintesis sampai pada radiasi tertentu. Kecepatan fotosintesis akan konstan pada produksi maksimal, tidak tergantung pada energi
matahari lagi sampai pada reaksi mengenzim. Suhu perairan di setiap stasiun masih mendukung keberadaan makroalga. Menurut Direktorat Jenderal
Perikanan, 1990, makroalga hidup dan tumbuh pada perairan dengan kisaran suhu air antara 20ºC - 28ºC, namun masih ditemukan tumbuh pada suhu 31ºC.
4.5.2 Penetrasi Cahaya
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa penetrasi cahaya pada semua stasiun penelitian berkisar antara 2,9 m - 3 m. Hal ini disebabkan karena kondisi
perairan masih jernih dan penetrasi cahaya sampai ke dasar perairan. Cahaya yang masuk dipengaruhi oleh kondisi kejernihan perairan. Semakin jernih suatu
perairan maka semakin tinggi tingkat penetrasi cahaya pada perairan tersebut. Menurut Boyd 1988 dalam Apriyana 2006 kecerahan perairan menentukan
jumlah intensitas sinar matahari atau cahaya yang masuk ke dalam perairan dan sangat ditentukan oleh warna perairan, kandungan bahan - bahan organik maupun
anorganik tersuspensi di perairan, kepadatan plankton, jasad renik dan detritus.
4.5.3 pH potential of Hydrogen
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa derajat keasamaan atau kebasaan pH pada semua stasiun penelitian berkisar antara 7,6 – 7,9, pH
tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 7,9, sedangkan pH yang terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 7,6. Namun demikian secara keseluruhan nilai pH pada
lokasi penelitian masih dapat mendukung kehidupan makroalga, pH sangat berperan penting di dalam metabolisme makroalga. Menurut US - EPA 1973
dalam Iksan 2005 kisaran pH maksimum untuk kehidupan organisme laut adalah 6,5 - 8,5. Chapman 1962 dalam Supit 1989 menyatakan bahwa hampir
seluruh alga menyukai kisaran pH 6,8 - 9,6 sehingga pH bukanlah masalah bagi pertumbuhannya.
4.5.4 DO Disolved Oxygen
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai kandungan oksigen terlarut pada semua stasiun penelitian berkisar antara 5,5 – 6,1 mgL. Nilai
tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 6,1 mgL dan terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 5,5 mgL. Secara keseluruhan nilai kandungan oksigen terlarut
masih dapat ditoleransi makroalga. Sumber utama oksigen terlarut dalam air berasal dari adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan juga dari
proses fotosintesis. Menurut Sulistijo dan Atmadja 1996 Baku mutu DO untuk makroalga adalah lebih dari 5 mgL, hal ini berarti jika oksigen terlarut dalam
perairan mencapai 5 mgL. Pada nilai DO tersebut metabolisme makroalga dapat berjalan dengan optimal.
4.5.5 Salinitas
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai salinitas berkisar antara 30 – 31‰
.
Nilai tertinggi pada stasiun 1 dan 2 sebesar 31‰ dan terendah terdapat
pada stasiun 3 sebesar 30‰
.
Namun demikian secara keseluruhan nilai salinitas pada lokasi penelitian masih dapat mendukung kehidupan makroalga. Menurut
Luning 1990 makroalga umumnya hidup di laut dengan salinitas antara 30‰– 32‰. Salinitas berperan penting dalam kehidupan makroalga. Salinitas yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan gangguan pada proses fisiologis.
4.5.6 Nitrat
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai nitrat semua stasiun penelitian berkisar antara 5,5 – 5,2 mgL. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 3
sebesar 5,5 mgL dan terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 5,2 mgL. Menurut Riani 1994 dalam Alam 2011, kandungan nitrat dalam kadar yang berbeda
dibutuhkan oleh setiap jenis alga untuk keperluan pertumbuhannya sedangkan kadar nitrat untuk makroalga dapat tumbuh optimal sebesar 0,9-3,5 mgL.
Apabila kadar nitrat dibawah 0,1 atau diatas 4,5 mgL, merupakan faktor pembatas.
4.5.7 Fosfat
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai posfat semua stasiun penelitian berkisar antara 0,026 – 0,029 mgL. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun
3 sebesar 0,029 mgL dan terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,026 mgL. Menurut Indriani dan Sumiarsih 1988 dalam Alam 2011 Fosfat PO
4
dapat menjadi faktor pembatas baik secara temporal maupun spasial karena sumber
Fosfat yang lebih sedikit di perairan.
4.6. Analisis Korelasi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai analisis korelasi keanekaragaman makroalga dengan faktor fisik kimia perairan seperti pada Tabel
4.6.
Tabel 4.6 Nilai Korelasi Antara Parameter Fisik-Kimia Perairan dengan Keanekaragaman Makroalga dari Setiap Stasiun Penelitian
Temperatur Penetrasi
Cahaya Ph
DO Salinitas
Nitrat Posfat
H’ +0,691
+0,960 +0,999
+0,905 +0,960
-0,909 -0,542
Keterangan : - = korelasi negatif berlawanan
+ = korelasi positif searah
Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa hasil uji analisis korelasi pearson, penetrasi cahaya, pH, oksigen terlarut, salinitas, dan nitrat berhubungan sangat kuat dengan
indeks keanekaragaman H’ Makroalga. Analisis korelasi pearson antara beberapa faktor fisik kimia perairan
berbeda tingkat korelasinya dan arah korelasinya dengan indeks keanekaragaman H’. Nilai + menunjukan hubungan yang searah antara nilai faktor fisik kimia
perairan dengan indeks diversitas H’, artinya semakin besar nilai faktor fisik kimia maka indeks keanekaragaman akan semakin besar pula, sedangkan nilai -
menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara nilai faktor fisik kimia perairan dengan indeks keanekaragaman H’, artinya semakin besar nilai faktor
fisik maka nilai H’ akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, jika semakin kecil nilai faktor fisik kimia maka nilai indeks diversitasnya akan semakin besar.
Menurut Atmadja 1999, penetrasi cahaya matahari yang terbatas akan membatasi kemampuan makroalga dalam melakukan fotosintesis. Kehadiran dan
kelimpahan alga akan berkurang pada tempat – tempat yang lebih dalam dibandingkan dengan daerah yang lebih dangkal. Kehadiran dan kelimpahan
makroalga di daerah terumbu karang tampaknya berkurang pada tempat – tempat yang lebih banyak cahaya menembus dan memperlancar proses fotosintesis yang
mengakibarkan akan bertambah baik dan berlimpahnya alga yang tumbuh di tempat tersebut.
Menurut Ambas 2006, salinitas merupakan salah satu parameter kualitas air yang cukup berpengaruh pada organisme dan tumbuhan yang hidup di
perairan. Salinitas perairan yang ideal bagi lahan budidaya alga berkisar antara 28-34 ‰, dimana salinitas optimumnya 32‰
.
Menurut Bold et al 1985, derajat keasaman pH perairan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan makroalga. Nilai pH sangat
menentukan molekul karbon yang dapat digunakan makroalga untuk fotosintesis. PH yang baik untuk pertumbuhan alga hijau dan alga coklat berkisar 6 hingga 9.
Beberapa jenis alga toleran terhadap kondisi pH yang demikian. Menurut Suin 2002, oksigen terlarut DO merupakan suatu faktor yang
sangat penting dalam ekosistem akuatik, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian organisme. Barus 2004, umumnya kelarutan oksigen
dalam air sangat terbatas. Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara,
dan dari proses fotosintesis. Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman yang dipengaruhi oleh temperatur dan juga
aktivitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen. Menurut Riani 1994 dalam Alam 2011 menjelaskan bahwa kandungan
nitrat dalam kadar yang berbeda dibutuhkan oleh setiap jenis alga untuk keperluan pertumbuhannya sedangkan kadar nitrat utnuk mikroalga dapat tumbuh dan
optimal diperlukan kandungan nitrat 0,9-3,5 mgL.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap keanekaragaman Makroalga di perairan Pulau Ungge, Kabupaten Tapanuli Tengah diperoleh kesimpulan
sebagai berikut: a.
Makroalga yang ditemukan pada seluruh stasiun penelitian adalah berjumlah 7 spesies yang terbagi atas 3 kelas.
b. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan nilai 1,57 dan
indeks keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 1,05. c.
Indeks keseragaman tertinggi pada stasiun 3 sebesar 0,96 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 0,87.
d. Indeks similaritas tertinggi terdapat antara stasiun 2 dan 3 dengan nilai
75 yang tergolong mirip. e.
Penetrasi cahaya, pH, oksigen terlarut, salinitas, nitrat, kejenuhan oksigen merupakan faktor fisik kimia yang berhubungan sangat kuat dengan indeks
keanekaragaman H’ makroalga.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keragaman dan distribusi biota laut lainnya sehingga dapat meningkatkan informasi komunitas
yang berada di Perairan Pulau Ungge Kabupaten Tapanuli Tengah.