BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Minyak goreng bagi masyarakat Indonesia adalah salah satu kebutuhan pokok
atau merupakan salah satu dari Sembako sembilan bahan pokok yang menurut keputusan Menteri Industri dan Perdagangan. Dalam kehidupan sehari-hari
minyak goreng digunakan untuk memasak seprti, penumisan, maupun penggorengan dalam jumlah yang sedikit maupun banyak. Sebab minyak goreng
dapat memberikan citarasa yang lebih lezat, aroma yang sedap, gurih, dan penampilan yang lebih menarik daripada makanan yang direbus atau dikukus.
Selain itu, minyak goreng juga membuat makanan menjadi renyah atau crispy, kering, dan berwarna keemasan dan kecoklatan.
Minyak goreng atau disebut RBD Refined, Bleached, Deodorized Olein
merupakan salah satu hasil olahan kelapa sawit yang menjadi bahan makanan
pokok yang mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Minyak goreng dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang status sosial,
ekonomi, politik Buana, 2001. Minyak goreng secara umum terdiri dari dua kelompok, yakni minyak goreng
hewani dan minyak goreng nabati. Minyak nabati adalah yang paling banyak digunakan, terutama untuk menggoreng, karena lebih mudah didapatkan. Minyak
goreng nabati ini dapat dibuat dari berbagai sumber seperti kelapa, kelapa sawit, dan kedelai Amang, dkk, 1996.
Di Indonesia minyak goreng yang paling sering digunakan adalah minyak goreng
bahan baku kelapa sawit. Selain karena Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit, minyak ini juga cukup ideal dari segi harga dan ketersediaan. Bila
harus mengimpor jenis minyak nabati yang tidak bisa diproduksi di Indonesia, ini akan membutuhkan biaya yang besar. Selanjutnya mempengaruhi daya jual
sehingga hanya dapat dikonsumsi oleh golongan masyarakat tertentu. Disamping itu, minyak kelapa sawit memiliki banyak keunggulan dibanding jenis-jenis
minyak lain dan cocok dengan kebiasaan menggoreng masyarakat Indonesia Buana, 2001.
Minyak goreng dari kelapa sawit ada 2 jenis yaitu, minyak goreng curah dan
minyak goreng kemasan yang bermerek. Minyak goreng curah berbeda dengan kemasan karena minyak goreng kemasan yang bermerek melakukan 3-4
penyaringan, sedangkan minyak goreng curah hanya 1 kali penyaringan. Sehingga
dari warnanya berbeda dengan minyak goreng kemasan yang lebih jenih dibandingkan dengan minyak goreng curah.
Dari segi kandungan minyak goreng curah kadar lemaknya lebih tinggi dan juga
kandungan asam oleat dibandingkan minyak goreng kemasan. Namun tidak masalah menggunakan minyak goreng curah, asalkan tidak berlebihan dan tidak
digunakan berulang-ulang kali, sampai berwarna coklat pekat hingga kehitam- hitaman, karena pemakaian berulang-ulang pada minyak goreng curah sangat
tidak baik bagi kesehatan. Selain itu juga, minyak goreng kemasan lebih higenis dan kualistanya lebih terjamin dari pada minyak goreng curah.
Saat ini semakin maraknya produk minyak goreng kemasan yang beredar di pasaran kota Medan. Produk minyak goreng kemasan itu diantaranya : Bimoli,
Filma, Kunci Mas, Sania, Sunco, fortune, avena, madina dan lain-lain. Meskipun minyak goreng kemasan memiliki banyak keunggulan seperti, lebih higenis, sehat
non-kolesterol, kualitasnya terjamin, tetap saja masih ada minat konsumen untuk membeli minyak goreng curah. Padahal dari segi harga, harga minyak goreng
curah dengan minyak goreng kemasan hanya beda tipis berkisar Rp1500-Rp 3.500.
Minyak goreng dikonsumsi hampir seluruh masyarakat, baik itu di tingkat rumah
tangga maupun industri makanan. Fungsi minyak goreng di kedua tingkat konsumen pada umumnya bukan sebagai bahan baku namun hanya sebagai bahan
pembantu. Fungsi minyak goreng sangat penting dalam menciptakan aroma, rasa,
warna, daya simpan dan dalam beberapa hal juga dapat sebagai alat peningkat nilai gizi Amang, dkk, 1996.
Sehingga berdasarkan latar belakang tersebut, maka menjadi satu hal yang
menarik untuk menganalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam pembelian minyak goreng curah dan kemasan di pasar
tradisional di kecamatan Medan Kota yaitu Pasar Super Market Medan.
1.2. Identifikasi Masalah