29
2.6 Uji Efikasi
Efikasi berkaitan dengan efek atau daya optimal dari adanya intervensi yang dilakukan pada skala laboratorium. Tujuan dari efikasi yang dilakukan pada
penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dari ekstrak daun Iler sebagai plant- based repellent terhadap organisme sasaran, yaitu Aedes aegypti betina pada skala
laboratorium KEPMEN Pertanian, 2001. Untuk mengetahui efektif atau tidaknya sebuah ekstraksi yang digunakan sebagai repellent, maka dapat dilakukan
perhitungan daya proteksi menggunakan data hinggap nyamuk melalui rumus Abbot:
Daya Proteksi x 100
Daya proteksi merupakan ukuran derajat dari sedian repellent, yaitu ekstrak etanol daun iler dalam memberikan perlindungan terhadap nyamuk selama Interval
waktu pengujian. Syarat mutu efektifitas penolakan yang ditetapkan SNI untuk produk anti-nyamuk dengan memanfaatkan bahan aktif kimiawi adalah 80
Prasetyo, 2011. Namun, jika mengacu pada Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida Rumah
Tangga dan Pengendalian Vektor yang dikeluarkan oleh Direktorat Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian tahun 2012, efektif atau tidaknya suatu ekstrak
tanaman sebagai repellent ditentukan berdasarkan kriteria nilai daya proteksi. Ekstrak Keterangan:
Ca = Frekuensi nyamuk hinggap pada lengan kontrol
Ta = Frekuensi nyamuk hinggap pada lengan perlakuan
30 tanaman dikatakan efektif sebagai repellent terhadap organisme sasaran, dalam hal ini
Aedes aegypti, jika persentase daya proteksinya berada diatas 90 dari interval waktu jam ke-0 hingga jam ke-6 pengujian.
Selain itu, dalam pencarian senyawa repellent baru dari bahan alam perlu dilakukan uji hayati untuk mengetahui bioaktivitas apa saja yang dimiliki dari bahan
alam tersebut. Besaran umum dalam uji hayati yang biasa digunakan untuk menyatakan kefektifan zat bioaktif dalam menimbulkan respon pada organisme uji
adalah EC
50
effective concentration 50 dan EC
90
effective concentration 90, yaitu konsentrasi zat yang dapat menyebabkan respon pada 50 dan 90 jumlah
organisme sasaran atau sampel Zaridah, 2005. Respon yang dimaksud pada penelitian ini adalah respon menolak repellent terhadap hinggap-nya nyamuk.
Pengaruh dari ekstrak yang diuji terhadap sampel juga dapat dilihat dari kejadian jatuh atau lumpuhnya knock down organisme sasaran yang dilihat dari nilai KD
60
waktu kejatuhan selama 1 jam. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Phill 2006 dalam Kardian 2006 yang menyatakan bahwa serangga mendeteksi suatu
rangsangan melalui alat sensornya olfaktori, yang pada umumnya responsif terhadap rangsangan kimia aroma khas.
Serangga tersebut akan merespon dengan berusaha untuk mendekat jika besifat menarik attract, atau menghindar repel dari sumber rangsangan tersebut jika
dianggap berbahaya atau tidak disukai oleh serangga tersebut. Ketika serangga tidak mampu atau terlambat untuk menghindar, maka serangga akan mengalami knock
31 down yang dapat bersifat permanen diikuti kematian atau sementara reversible,
dimana serangga akan pulih kembali setelah beberapa waktu Kardian, 2006. Meskipun menurut Metode Standar Efikasi Komisi Pestisida pengujian efek
repellent ekstrak daun Iler terhadap Aedes aegypti dilakukan selama periode 6 jam, pengujian akan dihentikan ketika telah mengalami kegagalan efikasi efficacy failure
disetiap interval waktu pengujian jam ke-0 hingga ke-6. Efficacy failure yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan terjadinya probing Aedes aegypti
sebanyak 2 kali pada lengan subjek uji USEPA, 2010.
32
2.7 Kerangka Teori