dapat di temui perkataan “anak pungut dari orang lain”

Dalam kitab perundang-undangan Majapahit, yang dikenal dengan nama kitab Perundang-undangan Agama atau Kutara Manawa, pada Pasal 216 dan Pasal

217, dapat di temui perkataan “anak pungut dari orang lain”

7 yang mengindikasikan pada masa itu sudah di kenal lembaga pengangkatan anak. Pada berbagai kebudayaan kuno lembaga pengangkatan anak berpungsi sebagai cara untuk melanjutkan keturunan, dan memang seperti yang dikemukakan oleh Subekti bahwa “pada pengangkatan anak yang asli pertimbangannya adalah untuk mendapatkan anak laki-laki untuk meneruskan keturunan.” 8 Di antara sekian banyak negara di dunia pada umumnya mengenal lembaga pengangkatan anak dalam sistem hukum mereka, bahkan menurut Subekti “lebih banyak yang mengenal lembaga pengangkatan anak dari pada yang tidak mengenalnya”. 9 Lembaga pengangkatan anak dikenal dalam Code Civil Prancis, Burgerliches Gezetzbuch Jerman, Hukum Anglo Saxon, Hukum Perdata China, juga Civil Code Jepang. Mengambil anak untuk dipelihara, dibimbing dan dibiayai pendidikannya dalam hukum Islam itu dibolehkan. Terutama anak-anak yang memang membutuhkan bantuan seperti anak yatim piatu, anak dari keluarga miskin, anak yang tidak diketahui orang tuanya, dan sebagainya. 7 Slamet Mulyana, Perundang-undangan Madjapahit, Bharatara, Jakarta 1967, hal.153; Slamet Mulyana 1979. Nagara kertagama dan Tafsir Sejatahnya. Bharatara, Jakarta, hal.214 8 R.Subekti, Perbandingan Hukum perdata, Jakarta: Pramya Paramita, 1997, hal. 19 9 Ibid, hal. 96. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, syarat formal dalam pengangkatan anak adalah bahwa anak tersebut harus didaftarkan sebagai anak yang diangkat termasuk dalam hal perwalian. Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 diatur Tentang Pengangkatan Anak Antar Warga Negara Indonesia WNI. Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dan orang tua angkat, juga tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh seorang warga negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah atau belum menikah single parent adoption. Dijelaskan bahwa konsekuensi hukum dari pengangkatan anak khususnya hal perwalian dan waris. Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang dapat menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya, di dalam hal waris, Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang dapat memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat. Universitas Sumatera Utara Dilihat dari calon orang tua angkat, adanya peraturan pengangkatan anak yang jelas dan pasti adalah suatu yang menguntungkan dan sangat dibutuhkan. Berbicara tentang pihak pengangkat anak akan berhadapan dengan persoalan seberapa jauh lembaga pengangkatan anak masih diperlukan, Hingga sekarang ketidak punyaan anak masih merupakan dorongan yang utama untuk melakukan pengangkatan anak, meskipun pemikirannya tidak sejauh sampai pada rasa takut musnahnya keturunan seperti pada pengangkatan anak yang asli, terutama di daerah perkotaan Khususnya di kota-kota besar yang menempatkan keluarga sebagai unit masyarakat yang terkecil dan bersifat otonom, sehingga perhatiannya berkisar pada keluarga tersebut. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, menempatkan soal “mendapat keturunan” sebagai salah satu faktor yang penting dalam perkawinan. Sedemikian pentingnya, sehingga dalam hal ”istri tidak dapat melahirkan keturunan” dapat menjadi alasan bagi suami untuk beristri lebih dari seorang poligami yang merupakan suatu pengecualian terhadap asas monogami. 10 10 Undang-undang No 1Tahun 1974 LN.1974 No.1,Pasal 4 ayat 1 sub.c. jo.Pasal 3. Dari uraian di atas dapat dimengerti betapa beban psikis yang harus ditanggung oleh pasangan-pasangan yang tidak atau belum dapat memperoleh anak atau keturunan karena berbagai sebab, terutama sebab-sebab yang terletak dalam bidang medis, sehingga pembahasan tentang ketidak Universitas Sumatera Utara punyaan anak ini sudah selayaknya diserahkan kepada mereka yang membidangi atau mendalami bidang tersebut. Kenyataannya tidak semua anak dapat mendapatkan kasih sayang dan kebahagiaan dari orang tuanya. Bagi anak-anak yatim piatu maupun anak-anak terlantar jarang yang bisa mendapat kasih sayang bahkan ada juga yang belum pernah mendapatkannya, karena sejak kecil orang tua mereka ada yang sudah meninggal dunia. Mereka tidak pernah mendapatkan pendidikan dari orang tuanya sendiri. Mereka juga banyak yang tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Lingkunganlah yang membentuk dan mempengaruhi karakter anak-anak tersebut. Mereka akan mencari jati dirinya sesuai dengan lingkungan luar yang kadang kurang baik untuk membentuk karakter anak. Untuk memenuhi kebutuhannya, mereka ada yang menjadi pengemis, pemulung, pengamen jalanan, dan sebagainya. Bahkan ada juga yang melakukan tindakan-tindakan yang negatif, seperti mencuri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak pasal 35 dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, dengan kata lain pemerintah berperan aktif dalam proses pengangkatan anak melalui pengawasan dan perizinan. Adanya beberapa kepercayaan yang masih kuat di beberapa daerah, yang menyatakan bahwa dengan jalan mengangkat anak nantinya akan mendapat keturunan atau dengan perkataan lain mengangkat anak hanya sebagai pancingan untuk mendapat keturunan sendiri. Universitas Sumatera Utara Umat Islam diwajibkan mendirikan lembaga dan sarana yang menanggung pendidikan dan pengurusan anak yatim. Dalam Kitab Ahkam Al-awlad fil Islam disebutkan bahwa Syari’at Islam memuliakan anak pungut dan menghitungnya sebagai anak muslim, kecuali di negara non-muslim. 11 Anak angkat atau anak pungut tidak dapat saling mewarisi dengan orang tua angkatnya, apabila orang tua angkat tidak mempunyai keluarga, maka yang dapat dilakukan bila ia berkeinginan memberikan harta kepada anak angkat adalah, dapat disalurkan dengan cara hibah ketika dia masih hidup, atau dengan jalan wasiat dalam batas sepertiga pusaka sebelum yang bersangkutan meninggal dunia. Oleh karena itu, agar mereka sebagai generasi penerus Islam, keberadaan institusi yang mengkhususkan diri mengasuh dan mendidik anak pungut merupakan fardhu kifayah. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaa kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Meskipun demikian, dipandang masih sangat diperlukan suatu undang-undang yang khusus mengatur mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Dengan demikian, pembentukan undang-undang perlindungan anak harus didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala 11 Amira. http:amiramira404.bloqspot.com20130101archive.html. Diakses pada pukul 10.35 WIB. Tanggal 11 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian juga dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, Negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah. Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia telah melakukan pengangkatan anak dengan cara dan motivasi yang berbeda, sesuai dengan sistem hukum adat dan perasaan hukum yang hidup serta berkembang di daerah yang bersangkutan. Pemerintah melalui menteri sosial menyatakan bahwa, dalam kenyataan kehidupan sosial tidak semua orang tua mempunyai kesanggupan dan kemampuan penuh untuk memenuhi kebutuhan pokok anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak. Kenyataan yang demikian mengakibatkan anak menjadi terlantar baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Pengangkatan anak juga dapat dilakukan secara ilegal, artinya pengangkatan yang dilakukan hanya berdasarkan kesepakatan antar pihak orang yang akan mengangkat anak dengan orang tua anak yang diangkat, rendahnya kualitas perlindungan anak di Indonesia banyak menuai kritik dari berbagai kalangan masyarakat. Universitas Sumatera Utara Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah sejauh mana pemerintah telah berupaya memberikan perlindungan hukum pada anak, sehingga anak dapat memperoleh jaminan atas kelangsungan hidup dan penghidupannya sebagai bagian dari hak asasi manusia. Padahal, berdasarkan Undang- undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua. Banyaknya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Indonesia dianggap sebagai salah satu indikator buruknya kualitas perlindungan anak. Keberadaan anak yang belum mampu untuk hidup mandiri tentunya sangat membutuhkan orang-orang sebagai tempat berlindung, 12 H.A.R. Gibb dalam bukunya Muhammadanisme, An Historical Survey, sebagaimana dikutip oleh Muhammad Muslehuddin Eksistensi anak sebagai pelanjut pengembangan misi agama dan misi negara perlu dikawal dengan penegakan aturan yang melindunginya, sebab anak-anak termasuk kelompok lemah dan rawan dari perlakuan eksploitatif kaum dewasa. 13 12 Dikdik M Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realitas Cet. I ; Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 122. bahwa hukum Islam memiliki jangkauan paling jauh dan alat yang efektif dalam membentuk tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat Islam. Keluasan jangkauan hukum Islam ini menjadi potensi besar untuk dilahirkannya fiqih anak yang adabtable mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman. 13 Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991, hal. 58. Universitas Sumatera Utara

B. Rumusan Masalah