Alasan-alasan Permohonan Pembatalan Pengangkatan anak Oleh Anak Angkat yang Telah Dewasa

BAB IV AKIBAT HUKUM PERMOHONAN PEMBATALAN PENGANGKATAN ANAK OLEH ANAK ANGKAT YANG TELAH DEWASA

A. Alasan-alasan Permohonan Pembatalan Pengangkatan anak Oleh Anak Angkat yang Telah Dewasa

Indonesia merupakan salah satu negara yang melegalkan pengangkatan anak sebagai salah satu instrumen dalam memberikan perlindungan anak dalam kondisi khusus. Namun, realitas implementasi praktek adopsi yang belum matang dari aspek pengaturan sering menjadi celah berbagai tindakan penelantaran bahkan eksploitasi terhadap anak. Permohonan pembatalan pengangkatan anak dapat dilakukan ke Pengadilan dengan alasan : 82 1. 2. Ditelantarkan 3. Kekerasan, kekejaman, dan penganiayaan terhadap anak 4. Perbudakan terhadap anak 1. Ditelantarkan Perdagangan anak 82 Wawancara Hakim Pengadilan Agama Medan, Harmala Harahap, 22 Mei 2014. Universitas Sumatera Utara Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan dan atau tidak mampu melaksanakan kewajibannya sehingga kebutuhan anak baik jasmani, rohani maupun sosialnya tidak terpenuhi. Anak terlantar adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang karena sebab tertentu karena beberapa kemungkinan: kemiskinan, salah seorang dari orang tua atau wali sakit, salah seorang atau kedua orang tua atau wali pengasuh meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada pengasuh sehingga tidak dapat terpenuhinya kebutuhan dasar dengan wajar baik jasmani, rohani , maupun sosial. 83 Menurut Keputusan Menteri Sosial RI. No. 27 Tahun 1984 terdapat beberapa karakteristik atau ciri-ciri anak terlantar yaitu : d. Anak Laki-lakiperempuan usia 5-18 tahun e. Tidak memiliki ayah, karena meninggal yatim, atau ibu karena meninggal tanpa dibekali secara ekonomis untuk belajar, atau melanjutkan pelajaran pada pendidikan dasar. f. Orang tua sakit-sakitan dan tidak memiliki tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap. Penghasilan tidak tetap dan sangat kecil serta tidak mampu membiayai sekolah anaknya. g. Orang tua yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap baik itu rumah sendiri maupun rumah sewaan. 83 Kurniawan. http:ramsen.blogspot.com201306definisi-anak-terlantar.html. Diakses pada pukul 09.00 WIB. Tanggal 12 Juni 2014. Universitas Sumatera Utara h. Tidak memiliki ibu dan bapak yatim piatu, dan saudara, serta belum ada orang lain yang menjamin kelangsungan pendidikan pada tingkatan dasar dalam kehidupan anak. i. Tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya. j. Anak yang lahir karena tindak perkosaan, tidak ada yang mengurus dan tidak mendapat pendidikan. Beberapa faktor yang menjadi penyebab anak menjadi anak terlantar, antara lain : 1 Faktor keluarga Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. 84 2 Faktor pendidikan Dimana keluarga ini merupakan faktor yang paling penting yang sangat berperan dalam pola dasar anak. kelalaian orang tua terhadap anak sehingga anak merasa ditelantarkan. anak-anak sebetulnyahanya membutuhkan perlindungan, tetapi juga perlindungan orang tuanya untuk tumbuh berkembang secara wajar. Di lingkungan masyarakat miskin pendidikan cenderung diterlantarkan karena krisis kepercayaan pendidikan dan juga ketidakadaan biaya untuk mendapatkan pendidikan. 3 Faktor sosial, politik dan ekonomi 84 Undang-undang No 10 Tahun 1992 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Pasal 1 ayat 10. Universitas Sumatera Utara Akibat situasi krisis ekonomi yang tak kunjung usai, pemerintah mau tidak mau memang harus menyisihkan anggaran untuk membayar utang dan memperbaiki kinerja perekonomian jauh lebih banyak dari pada anggaran yang disediakan untuk fasilitas kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial anak. 4 Kelahiran diluar nikah Seorang anak yang kelahirannya tidak dikehendaki pada umumnya sangat rawan untuk ditelantarkan dan bahkan diperlakukan salah child abuse. Pada tingkat yang mengerikan ekstrem perilaku penelantaran anak bisa berupa tindakan pembuangan anak untuk menutupi aib atau karena ketidak sanggupan orang tua untuk melahirkan dan memelihara anaknya secara wajar. Dampak bagi individu anak terlantar anak merasa kasih sayang orang tua yang didapatkan tidak utuh, anak akan mencari perhatian dari orang lain atau bahkan ada yang merasa malu, minder, dan tertekan. Anak-anak tersebut umumnya mencari pelarian dan tidak jarang yang akhirnya terjerat dengan pergaulan bebas. Selain itu juga mengakibatkan anak kurang gizi, kurang perhatian, kurang pendidikan, kurang kasih sayang dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk bermain, bergembira, bermasyarakat, dan hidup merdeka, atau bahkan mengakibatkan anak-anak dianiaya batin, fisik, dan seksual oleh keluarga, teman, orang lain lebih dewasa. Dampak bagi keluarga yaitu keluarga menjadi tidak harmonis khususnya orang tua, keluarga menjadi tidak utuh, anak tidak diberikan haknya oleh orang tua Universitas Sumatera Utara hak memperoleh pendidikan, hak mendapatkan kasih sayang orang tua dan lain- lain, mementingkan kepentingan masing-masing, tidak berfungsinya kontrol keluarga terhadap anak sehingga anak cenderung bebas dan berperilaku sesuai keinginannya bahkan sampai melanggar norma. 2. Dampak terhadap masyarakat, masyarakat memandang bahwa setiap anak terlantar itu pastilah sama halnya dengan anak nakal yang selalu melanggar norma-norma yang ada di masyarakat. Selain itu kontrol masyarakat secara terus menerus kepada anak terlantar ini juga masih kurang dan cenderung hanya mementingkan kepentingan masing-masing. Kekerasan, kekejaman, dan penganiayaan terhadap anak. Anak korban kekerasan adalah anak-anak yang menderita mental, fisik, sosial akibat perbuatan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri yang bertentangan dengan hak dan kewajiban pihak korban. 85 Anak sebagai korban kekerasan adalah pihak yang lemah sehingga mereka harus mendapat perlindungan dengan tujuan agar terjamin hak kewajibannya yang harus sesuai dengan kemampuannya karena usianya yang masih dibawah umur maupun dalam usia produktif anak 13-18 tahun yang sering menjadi korban kekerasan fisik, emosional dan seksual. 85 Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta; PT Bhuana Ilmu Poluler, 2004, hal, 261. Pasal 80 ayat 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur ketentuan khusus tentang penganiayaan terhadap Universitas Sumatera Utara anak berkaitan dengan perlindungan anak menentukan, setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan, atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun 6 enam bulan dan atau denda paling banyak Rp. 72.000.000 tujuh puluh dua juta rupiah. Penganiayaan anak atau kekerasan pada anak atau perlakuan salah terhadap anak merupakan terjemahan bebas dari child abuse, yaitu perbuatan semena-mena orang yang seharusnya menjadi pelindung guard pada seorang anak individu berusia kurang dari 18 tahun secara fisik, seksual, dan emosional. Pengertian kekerasan Menurut Undang-undang perlindungan anak No 23 tahun 2003 dalam Pasal 3 adalah meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran. UNICEF mendefinisikan bahwa kekerasan terhadap anak adalah “Semua bentuk perlakuan salah secara fisik dan atau emosional, penganiayaan seksual, penelantaran, atau eksploitasi secara komersial atau lainnya yang mengakibatkan gangguan nyata ataupun potensial terhadap perkembangan, kesehatan, dan kelangsungan hidup anak ataupun terhadap martabatnya dalam konteks hubungan yang bertanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan” Kekerasan, sebagai salah satu bentuk agresi, memiliki definisi yang beragam. Meski tampaknya setiap orang sering mendengar dan memahaminya. Salah satu definisi yang paling sederhana adalah segala tindakan yang cenderung menyakiti orang lain, berbentuk agresi fisik, agresi verbal, kemarahan atau permusuhan. Masing-masing bentuk kekerasan memiliki faktor pemicu dan konsekuensi yang berbedabeda. . Universitas Sumatera Utara Terdapat banyak penyebab yang berkaitan dengan kekerasan pada anak, di antaranya yang berkaitan dengan stres di dalam keluarga family stress. Stres dalam keluarga tersebut bisa berasal dari anak, orangtua, atau situasional. Stres berasal dari anak child produced stress misalnya anak dengan fisik, mental, atau perilaku beda; anak usia balita, serta anak dengan penyakit menahun. Stres berasal dari orang tua parental produced stress misalnya orangtua dengan gangguan jiwa, orang tua korban kekerasan pada masa lalu, orang tua terlampau perfek dengan harapan pada anak terlampau tinggi, dan orangtua dengan disiplin tinggi. Kekerasan terhadap anak adalah salah satu kasus yang paling dominan dan banyak dijumpai kapanpun, 86 dimanapun, hampir disetiap tempat diseluruh propinsi negeri ini. Hal ini menjadi sangat ironis mengingat anak yang merupakan generasi penerus bangsa seharusnya mendapatkan kasih sayang orang tua, perhatian, bimbingan, serta pendidikan penuh cinta kasih, justru mengalami sebaliknya mungkin inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa problematika bangsa diatas terus terulang kembali dan seakan tidak berpenghujung. Kekerasan terhadap anak apapun bentuknya, 87 mulai dari penelantaran, eksploitasi, diskriminasi, sampai pada perlakuan tidak manusiawi, akan terekam dalam alam bawah sadar mereka hingga beranjak dewasa bahkan sepanjang hidupnya. Tindakan –tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai child abuse atau perlakuan kejam terhadap anak-anak. Psikiater anak Lyle E. Broune 86 Romli Atmasasmita, Peradilan Anak di Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 1995, hal, 165. 87 Haidar Nasir, Agama dan Krisis Kemanusiaan Modren, cet-I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997, hal, 58. Universitas Sumatera Utara membagi perlakuan yang salah pada anak child abuse menjadi 4 empat macam yaitu: 88 a. b. Emotional abuse, terjadi ketika orang tua mengetahui anaknya membutuhkan perhatian, mereka justru mengabaikannya. Si ibu mebiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Si ibu boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk dan dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan itu berlangsung konsisten. c. Verbal abuse, terjadi ketika si ibu mengetahui anaknya meminta perhatian, menyuruh anak itu untuk “diam” atau “jangan menangis”. Jika si anak mulai bicara, ibu terus menerus menggunakan kekerasan verbal seperti, “bodoh”, “cerewet”, “kurang ajar”, dan lain sejenisnya. d. Physical abuse, terjadi ketika si ibu memukul anak. ketika si anak sebenarnya membutuhkan perhatian. Memukul anak dengan tangan, kayu, kulit, logam, atau benda-benda keras lainnya akan diingat oleh sang anak. Sexual abuse, biasanya tidak terjadi selama delapan belas bulan pertama dalam kehidupan anak. 88 Lyle E. Broune, JR., Psychology Its Principles and Meaning, Second Edition USA: university of Colarado, hal 115. Terdapat dua peraturan perundang-undangan penting di Indonesia dalam perlindungan hak anak di Indonesia, yakni Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Konvensi Hak Anak KHA dan Undang-undang Universitas Sumatera Utara No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Substansi kedua perangkat hukum terebut bertujuan untuk menghapus berbagai macam tindak kekerasan terhadap anak serta melindungi hak-haknya. Namun realitas menuntut lebih dari sekedar perundang-undangan. Upaya pemerintah tidak berarti jika tidak disertai dengan kesadaran penuh dari masyarakat serta pemahaman yang utuh terkait hak- hak anak serta kewajiban mereka selaku orang tua. Faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak antara lain : Permasalahan kekerasan yang terjadi terhadap anak tidak hanya terjadi karena satu faktor, melainkan banyak faktor yang melatar belakanginya, diantaranya adalah kemiskinan, tingkat pendidikan, kedewasaan atau tingkat kematangan emosi orang tua, tingkat pemahaman terhadap agama, adat serta norma-norma sosial yang ada dalam masyarakat, kemudian minimnya control sosial terhadap tindak kekerasan ini. Hal tersebut yang kemudian menjadi penyebab seorang anak mendapatkan perlakuan yang semena-mena atau yang tidak semestinya didapatkan. 1. Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu lugu, memiliki temperamen lemah, ketidaktahuan anak akan hak-haknya, dan terlalu bergantung kepada orang dewasa. 2. Kemiskinan keluarga, banyak anak. 3. Keluarga pecah broken home akibat perceraian, ketiadaan ibu dalam jangka panjang, atau keluarga tanpa ayah. Universitas Sumatera Utara 4. Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidak mampuan mendidik anak, harapan orang tua yang tidak realistis, anak yang tidak diinginkan unwanted child, anak lahir di luar nikah. 5. Penyakit gangguan mental pada salah satu orang tua. 6. Pengulangan sejarah kekerasan: orang tua yang dulu sering ditelantarkan atau endapat perlakukan kekerasan sering memperlakukan anak-anaknya dengan pola yang sama. 7. Kondisi lingkungan sosial yang buruk, keterbelakangan. Namun, di luar faktor-faktor tersebut, sebenarnya kekerasan struktural menjadi problem utama kehidupan anak-anak Indonesia. Karena sifatnya struktural, terutama akibat kemiskinan, faktor-faktor lain seperti rendahnya tingkat pendidikan, pengangguran, dan tekanan mental, termasuk lemahnya kesadaran hukum masyarakat dan lemahnya penegak hukum memperkuat tingkat kekerasan terhadap anak. Kerapuhan ekonomi dan kehidupan yang serba kurang memberikan tekanan bagi keluarga, dan kemudian memunculkan rasa frustasi. Keadaan frustasi ini, dengan pemicu yang seringkali sederhana, mampu membangkitkan tingkah laku agresi. Objeknya adalah sesama anggota keluarga, dan seringkali anak karena posisinya yang lemah. Menurut Muslim Harahap Komisi Perlindungan Anak Indonesia Sumatera Utara kekerasan terhadap anak terbagi atas: 89 89 Wawancara Komisi Perlindungan Anak Sumatera Utara, Muslim Harahap. Tanggal 1 Juli 2014. kekerasan fisik, penelantaran, kekerasan seksual, dan kekerasan emosional. Namun antara kekerasan yang satu Universitas Sumatera Utara dengan lainnya saling berhubungan. Anak yang menderita kekerasan fisik, pada saat yang bersamaan juga menderita kekerasan emosional. Sementara yang penderita kekerasan seksual juga mengalami penelantaran. Secara umum ciri-ciri anak yang mengalami kekerasan adalah sebagai berikut : 90 a. Tidak memperoleh bantuan untuk masalah fisik dan masalah kesehatan yang seharusnya menjadi perhatian orang tua. b. Memiliki gangguan belajar atau sulit berkonsentrasi, yang bukan merupakan akibat dari masalah fisik atau psikologis tertentu. c. Selalu curiga dan siaga, seolah-olah bersiap-siap untuk terjadinya hal yang buruk. d. Kurangnya pengarahan orang dewasa. e. Selalu mengeluh, pasif atau menghindar. f. Datang ke sekolah atau tempat aktivitas selalu lebih awal dan pulang terakhir, bahkan sering tak mau pulang ke rumah. Sedangkan ciri-ciri umum orang tua yang melakukan kekerasan pada anak adalah : a. Tak ada perhatian pada anak. b. Menyangkal adanya masalah pada anak baik di rumah maupun sekolah, dan menyalahkan anak untuk semua masalahnya. c. Meminta guru untuk memberikan hukuman berat dan menerapkan disiplin pada anak. 90 Emmy, http:www.kpai.go, Diakses pada pukul 11.30 WIB. Tanggal 14 Juni 2014. Universitas Sumatera Utara d. Menganggap anak sebagai anak yang bandel, tak berharga, dan susah diatur. e. Menuntut tingkat kemampuan fisik dan akademik yang tak terjangkau oleh anak. f. Hanya memperlakukan anak sebagai pemenuhan kepuasan akan kebutuhan emosional untuk mendapatkan perhatian dan perawatan. 3. Perbudakan terhadap anak Para penggiat HAM dan penggiat perlindungan anak melihat ada yang salah kaprah dalam pengangkatan anak yang dilakukan oleh masyarakat kita. Mengangkat anak kebanyakan bukan karena keiklasan untuk memelihara dan mendidiknya hingga memberikan kasih sayang yang tidak dibeda-bedakan antara anak kandung dan anak angkat. Kebanyakan yang terjadi adalah untuk kepentingan tertentu. Kepentingan yang salah kaprah itu antara lain adalah : 91 a. b. Untuk dijadikan sebagai pembantu, dengan mempekerjakan anak dibawah umur, maka mereka tidak perlu membayar, umumnya anak ini tidak disekolahkan karena akan mengganggu aktifitas dia bekerja di rumah. 91 Rika Suartiningsih, http:komunitas-mawaddah.blogspot.com201203kasus-sri- purwati-ditengarai-adopsi.html, Diakses pada pukul 04.18 WIB. Tanggal 14 Juni 2014. Untuk dijadikan sebagai kakak penjaga. Ini juga tidak jauh berbeda dengan yang diatas, namun umumnya ia hanya diberikan tugas menjaga anak. Terkadang ia tidak disekolahkan, namun ada juga yang sadar untuk memberikan pendidikannya. Universitas Sumatera Utara c. d. Besar dilacurkan, Biasanya ini dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam sindikasi pelacuran dan trafficking. Ia hanya dibesarkan namun disengaja pendidikannya diabaikan. Penjualan Organ tubuh, kasus ini kian mencuat, namun baik pelaku hingga kini sulit dideteksi oleh negara. Karena pelakunya juga merupakan sindikasi. Anak angkat yang sudah dipekerjakan sejak kecil, umumnya setelah besar ia memiliki keterbatasan, ini bisa dilihat dengan pekerjaan yang lamban, pembicaraan yang lamban untuk dicerna dan lainnya. Akibatnya Kekerasan demi kekerasan tak dapat dielakan karena menganggap pekerjaan tidak maksimal atau tidak sesuai harapan mereka. Pelanggaran lainnya adalah, mereka cenderung tidak dibayar. Karena orang yang mengadopsinya sudah cukup membayar dengan makan, tempat tinggal dan kebutuhan sehari-hari. Untuk pembagian kerja, anak adopsi disamakan dengan pembantu rumah tangga. Tetapi tiba pada pembagian pendapatan, mereka dikategorikan sebagai anggota keluarga sehingga tidak pantas mendapat pembayaran. Indonesia, yang hingga sekarang masih dililit oleh krisis ekonomi, angka kemiskinan yang tinggi, proporsi penduduk yang bekerja di pertanian yang juga masih tinggi, dan aspirasi pendidikan yang masih rendah di kalangan penduduk miskin, mempunyai tantangan yang lebih berat untuk mengeluarkan anak dari dunia kerja. Universitas Sumatera Utara a. Gagasan membebaskan anak dari pekerjaan didasarkan pada asumsi bahwa pekerja anak rentan mengalami eksploitasi, marginalisasi, kekerasan, dan terancam mengalami gangguan fisik dan mental. Pasal 13 ayat 1 Undang-undang No 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjelaskan, Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: b. Diskriminasi. c. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual. d. Penelantaran. e. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan. f. Ketidakadilan. Perlakuan salah lainnya. Namun dalam kenyataannya tidak semua pekerjaan anak berbahaya, dan tidak semua anak mengalami akibat buruk seperti yang digambarkan di atas. Solusinya adalah melarang mempekerjakan anak sejauh pekerjaan tersebut berbahaya bagi anak dan membuat aturan agar pekerja anak terlindung dari risiko buruk. Alasan lain untuk melarang anak bekerja adalah karena pekerjaan dapat mengganggu anak dalam belajar. Banyak anak drop out dari sekolah atau prestasi belajarnya berkurang karena bekerja. 92 4. Perdagangan Anak 92 Arik Metafora, http:arikmetafora.blogspot.com201308pekerja-anak-di-bawah- umur.html. Diakses pada pukul 11.45 WIB. Tanggal 15 Juni 2014. Universitas Sumatera Utara Pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan peraturan perundang- undangan yaitu bisnis perdagangan dengan dalih pengangkatan anak menjadi marak lantaran menjanjikan keuntungan yang besar. Terlebih pada daerah-daerah bekas konflik dan bencana alam. Gampangnya kasus ini terjadi karena anak-anak pada daerah konflik dan bencana alam tidak memiliki atau kehilangan orang tua. Sehingga pengangkatan anak digunakan untuk melancarkan kejahatan para pelaku tindak pidana perdagangan orang. Tercatat sekitar 390 kasus di daerah Aceh dan 290 kasus di daerah Poso. 93 Pengangkatan anak bukan hal sederhana, dan bukan soal kepedualian sosial saja. Namun, yang lebih penting, adopsi anak adalah masalah hukum. Bahkan ketat dengan kepatuhan hukum artinya kepatuhan hukum atas syarat atau ketentuan normatif adopsi anak, dan konsistensi dalam proses tata cara penyelenggaraannya. 93 Tata Cara Pengangkatan Anak pada Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007. Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dan orang tua angkat private adoption, juga tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh seorang warga negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah atau belum menikah single parent adoption. PP No. 54 Tahun 2007 menjelaskan mengenai pihak-pihak yang terlibat di dalam proses pengangkatan anak. Kemudian di dalam peraturan pemerintah ini, tidak hanya memberikan pengaturan mengenai awal terjadinya suatu pengangkatan seorang anak melainkan juga pengaturan mengenai kewajiban-kewajiban para pihak setelah anak tersebut diangkat. Verdy Burhanuddin, http:prezi.comjytij881y7ppperdagangan-anak-dengan-dalih- adopsi. Diakses pada pukul 23.00 WIB. Tanggal 15 Juni 2014. Universitas Sumatera Utara Pengertian pengangkatan anak yang paling sederhana yaitu, pengangkatan anak orang lain untuk dijadikan anak sendiri berdasarkan proses hukum. Selanjutnya pengertian pengankatan anak didefinisikan lebih luas lagi sebagai pengangkatan anak secara resmi dan disahkan melalui keputusan pengadilan, sehingga hak–hak anak secara hukum diakui terutama dalam pembagian harta, Inti sari dari kedua peraturan tersebut adalah bahwa pelaksanaan pengangkatan terhadap anak dilakukan atas dasar dan tujuan yang terbaik bagi anak.

B. Proses Permohonan Pembatalan