memiliki prospek yang baik di masa-masa yang akan datang. Seperti di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Sulawesi.
Kurangnya pasokan ini berpengaruh pada timbulnya kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan backlog rumah. Pusat Studi Properti Indonesia PSPI
mencatat pada tahun 2005 saja, backlog rumah mencapai 834.174 unit sampai sekarang, backlog perumahan sudah lebih dari 9 juta unit. Tidak hanya itu, ada sekitar
13 juta unit rumah yang dianggap tidak layak huni. Sementara kawasan permukiman perkotaan telah mencapai lebih dari 54.000 Ha. Dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah RPJM 2001-2005, Pemerintah mematok target pembangunan perumahan sebanyak 1.305.000 unit. Jumlah itu terdiri dari RSS sebanyak 1.265.000
unit, rumah susun sederhana sewa rusunawa, sebanyak 60.000 satuan rumah susun sarusun dan rumah susun sederhana milik rusunami sebanyak 25.000 sarusun.
Perkiraan kebutuhan perumahan berdasarkan jenis bangunan perumahan mengikuti aturan dasar pembangunan parumahan bagi pengembang yang ditetapkan Pemerintah.
Aturan tersebut mengikuti pola 1:3:6. Artinya pembangunan satu unit rumah mewah harus diikuti tiga rumah
sederhana RS, dan enam rumah sangat sederhana RSS. Aturan ini sudah dilaksanakan di lapangan dan merupakan kebijakan Pemerintah dalam program
pemerataan pembangunan khususnya pemerataan pembangunan perumahan.
2.1.3. Kebijakan Pemerintah tentang Perumahan
Kepada para pengembang yang membangun RSRSS, Pemerintah telah mengupayakan agar mendapatkan kredit dengan tingkat suku bunga yang relatif
Universitas Sumatera Utara
murah dibandingkan suku bunga pasar untuk membebaskan tanah. Kemudian biaya untuk mengurus sertifikat RSS dikurangi, hingga sekarang hanya Rp. 35.000. bahkan,
biaya retribusi izin mendirikan bangunan RSS dihilangkan, setelah Menteri Negara Perumahan Rakyat melakukan koordinasi dengan Menteri Dalam Negeri. Kemudian
untuk meningkatkan keterjangkauan masyarakat, Pemerintah juga membarikan subsidi suku bunga Kredit Pemilikan Rumah KPR. Sehingga suku bunga KPR
tahun 1991 untuk; RS dan RSS tipe 21 dan tipe 36 menjadi; RS tipe 21 menjadi 11; dan RS tipe 36 menjadi 14, sedangkan untuk rata-rata harga rumah sederhana tipe
RS 36 sekitar Rp. 8.500.000,00 dan rumah sangat sederhana tipe 21 sekitar Rp. 6.500.000,00. Pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan program bantuan
perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Secara garis besar masyarakat yang dapat menerima bantuan tersebut adalah masyarakat yang berpenghasilan
sampai dengan Rp. 1,3 juta per bulan. Pada masyarakat yang berpenghasilan lebih dari Rp. 1,3 juta per bulan diharapkan dapat mengikuti mekanisme pasar, artinya
dapat mengembalikan semua biaya investasi penyelenggaraan rumah sangat sederhana tanpa bantuan subsidi Pemerintah.
Dengan demikian, pada segmen pasar ini sepenuhnya dapat menarik minat kemitraan dari masyarakat dan swasta untuk membiayai pengadaannya.
Bagi masyarakat yang berpenghasilan lebih rendah Rp. 500.000 – Rp. 850.000 dan Rp. 850.000 – Rp. 1.3000.000 Pemerintah merencanakan tidak
membebani untuk pengembalian lahan, namun demikian sebagai segmen pasar ini masih menarik kemitraan masyarakat dan swasta. Masalah penyediaan lahan perlu
Universitas Sumatera Utara
diatur melalui kemitraan dengan pemilik lahan sehingga biaya investasinya dapat ditekan, pada akhir masa usia ekonomis, aset tersebut menjadi aset pemilik lahan.
Lahan yang dipergunakan milik Pemerintah, masyarakat kelompok atau individual maupun milik swasta. Pada kelompok ini tidak mungkin diterapkan tarif seperti
kelompok di atasnya, akan tetapi perlu dikembangkan tarif kombinasi yang dapat menampung masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. Pada segmen pasar
ini dimungkinkan pula penerapan tarif murah, bila tanah yang dipergunakan adalah milik Pemerintah dan investasi pembiayaannya menggunakan sumber dana
Penyertaan Modal Negara. Pada kelompok miskin, yang berpenghasilan sampai dengan Rp. 350.000 dan
Rp. 350.000 – Rp. 500.000 setiap bulannya, diterapkan kredit yang relatif sangat murah dengan bantuan subsidi dari Pemerintah atau subsidi silang. Dengan demikian
kelompok masyarakat ini yang biasanya tinggal di kawasan-kawasan miskin dapat memperoleh hunian yang layak.
Keberhasilan pembangunan perumahan tersebut tidak lepas dari peran Pemerintah, khususnya Kantor Menteri Perumahan Rakyat yang terus berupaya
secara aktif meningkatkan intensitas kegiatan monitoring, rapat koordinasi bersama Pemerintah Daerah dan pelaku pembangunan perumahan dengan semangat
kemitraan, yang hasilnya cukup efektif dan dapat memacu aktivitas para pelaku pembangunan perumahan.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Teori Permintaan