Profil K.H. E. Junaedi Nawawi

B. Profil K.H. E. Junaedi Nawawi

a. Riwayat Hidup

Bagi masyarakat Kota Tangerang nama Kyai H. Edi Junaedi Nawawi tidaklah asing. Beliau adalah ketua Umum Majlis Ulama Indonesia MUI Kota Tangerang saat ini. Selain itu beliau adalah salah satu orang yang memprakarsai dibangunnya Masjid Raya Al- ‘Azhom, masjid yang menjadi kebanggaan Kota Tangerang. Jabatan sebagai Ketua Dewan Kegiatan Masjid DKM Masjid Raya Al-‘Azhom pun dilimpahkan padanya. Nama Junaedi merupakan pemberian kedua orang tuannya. Junaedi diambil dari kata Junudun yang dalam Bahasa Arab berarti tentara. Menurut cerita, kedua orang tuanya memberi nama tersebut agar ia bisa kuat seperti seorang tentara. Sedangkan kata Nawawi adalah nama ayahnya yakni H. Nawawi. 90 Itulah sedikit kisah dibalik nama beliau. Dan kini, nama Junaedi Nawawi telah banyak dikenal orang terutama masyarakat Kota Tangerang. Ketika kecil, ia memiliki nama kesayangan yakni Edi. Hingga kini nama tersebut terselip dalam namanya, sehingga banyak orang yang mengenalnya dengan nama Edi Junaedi Nawawi. Kedua orang tuanya bernama H. Nawawi dan Hj. Siti Khodijah. Ayahnya berasal dari Pandeglang sedangkan ibunya berasal dari Purwakarta. Keluarganya 90 Hasil wawancara dengan K.H. Edi Junaedi Nawawi pada tanggal 12 Desember 2008 di rumah singgah K.H. Edi Junaedi Nawawi. adalah keluarga besar. Ia merupakan anak pertama dari delapan bersaudara. 91 Cita-citanya saat kecil sangatlah sederhana. Ia ingin menjadi seorang guru. Baginya menjadi seorang guru adalah pekerjaan yang mulia. Dengan menjadi seorang guru ia dapat mengamalkan ilmu yang dimilikinya. Cita-citanya tersebut tidak jauh berbeda dari pekerjaan kedua orang tuanya. Selain berdagang ayahnya adalah seorang guru agama. Sedangkan ibunya adalah seorang guru ngaji. 92 Ia sangat bersyukur menjadi anak kedua orang tuanya, karena apa yang ia capai saat ini tidaklah terlepas dari andil kedua orang tuanya. Dalam perjalanan hidupnya beliau ditemani oleh seorang istri tercintanya Hj. Siti Napsiah. Namun, Allah telah memanggilnya terlebih dahulu pada tahun 2004. Selama dua tahun beliau hidup tanpa seorang istri. Ternyata Allah memiliki rencana lain, pada tahun 2006 ia dipertemukan dengan seorang wanita bernama Hj. Rosmini seorang wanita yang hingga saat ini setia mendampinginya. Baginya kedua istrinya adalah orang-orang yang memiliki bagian terpenting dalam hidupnya. Kedua istrinyalah yang selalu setia mendampinginya dalam berjuang di jalan dakwah. 93 Dari kedua istrinya ia memiliki delapan orang anak. Tiga diantaranya mengikuti jejaknya memilih jalur keagamaan. Dalam mendidik anak-anaknya ia meneladani kedua orang tuanya yang menyeimbangkan antara pengetahuan umum dengan pengetahuan agama. 91 Ibid. 92 Ibid. 93 Ibid. Nasihat yang selalu ia berikan kepada anak-anaknya adalah harus mampu menghargai orang lain, menghargai waktu, dan jangan pernah meninggalkan ibadah. Ketiga hal tersebut baginya adalah pokok utama untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. 94

b. Latar Belakang Pendidikan

Dalam menerapkan pendidikan kepada putraputrinya, kedua orang tua beliau berusaha menyeimbangkan antara pendidikan umum dengan pendidikan agama. Pada saat Sekolah Menengah Pertama SMP dan Sekolah Menengah Atas SMA ia diharuskan kos di rumah seorang Kyai oleh kedua orang tuanya. Orang tuanya ingin ia memiliki pengetahuan yang luas baik dalam hal ilmu umum maupun ilmu agama. Pada waktu SMP ia kos di rumah K.H. Tubagus Mansyur Mahmud di daerah Galur kecamatan Senen Jakarta. Sedangkan ketika SMA ia tinggal di rumah K.H. Muhammad Dari di daerah Tanah Abang. Junaedi kecil adalah seorang anak yang cerdas. Ia tamat Sekolah Rakyat SR pada tahun 1951, kemudian langsung melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama SMP dan lulus pada tahun 1954 dengan meraih nilai kelulusan rata-rata sembilan dan menjadi juara umum. Pada tahun 1957 ia pun lulus Sekolah Menengah Atas SMA dan kemudian melanjutkan kuliah di bidang Pendidikan Pengatur Teknik Telekomunikasi Telkom. Tahun 1959 ia lulus sebagai Diploma II D2 Telkom. Keinginannya untuk memperdalam ilmu agama, membuatnya memutuskan untuk masuk ke dalam sebuah pesantren. Maka, ia pun 94 Ibid. mengikuti pendidikan pesantren pada tahun 1959 hingga tahun 1962. Pesantren tersebut adalah Pondok Pesantren Al-Falahiyah di daerah Panggang Balaraja. Ia menjadi santri di pesantren tersebut selama satu tahun. Kemudia ia melanjutkan di Pondok Pesantren Al-Jauharotun Naqiyah di daerah Cibeber Cilegon pimpinan K.H. Muhaimin. 95

c. Latar Belakang Keluarga

Nama Junaedi Nawawi adalah pemberian kedua orang tua tercintanya H. Nawawi dan Hj. Siti Khodijah. Ayahnya berasal dari Pandeglang dan ibunya berasal dari Purwakarta. Beliau dapat merasakan kasih sayang seorang ayah hanya sampai di masa Sekolah Menengah Atas SMA. Ayahnya meninggalkan dirinya, adik-adiknya, dan ibunya pada tahun 1957. 96 Ia sangat mencintai kedua orang tuanya. Baginya kedua orang tuanya adalah orang-orang yang sangat memiliki andil besar sehingga ia dapat menjadi seperti sekarang ini. Namun, saat ia menjabat sebagai Ketua Majlis Ulama Indonesia MUI saat ini, kedua orang tuanya tidak dapat menyaksikannya. Ibunya menyusul sang ayah pada tahun 1994. 97 Mungkin jika mereka masih hidup, mereka akan sangat bahagia. Baginya kedua orang tuanya adalah seorang yang sangat luar biasa. Ayahnya berdagang untuk menghidupi ke delapan anaknya. Selain berdagang ayahnya juga menjadi guru agama. Tidak berbeda dengan sang ayah, ibunya pun menjadi seorang guru ngaji. Kehidupan yang relijius telah ia dapatkan sejak kecil. Ayah dan ibunya menciptakan suasana yang 95 Ibid. 96 Ibid. 97 Ibid. agamis dalam lingkungan keluarganya dan juga dalam mendidik anak- anaknya. Ada sebuah nasihat dari kedua orang tuanya yang hingga saat ini masih ia ingat, orang tuanya selalu berpesan untuk menghargai orang lain. Kata-kata yang sangat ia ingat adalah “Mendapat kawan seratus orang sehari, terlalu sedikit.“ Mendapat musuh satu orang sehari terlalu banyak. Jadilah orang yang dicintai orang dengan cara mencintai orang lain“. Itulah pesan dari kedua orang tuanya yang sangat mendalam bagi dirinya. Dengan nasihat tersebut ia selalu berusaha menghargai orang lain agar dicintai banyak orang sebagaimana nasehat kedua orang tuanya. 98

d. Aktifitas dan Kiprah Dakwah

Sejak di bangku Sekolah Menengah Pertama SMP ia telah aktif dalam organisasi, terutama yang bergerak dalam bidang keagamaan. Ketika Sekolah Menengah Pertama SMP dan Sekolah Menengah Atas SMA ia aktif di Pandu ANSOR. Pada tahun 1962-1965 terpilih menjadi Ketua Gerakan Pemuda Ansor Cabang Serang. Tahun 1965-1971 menjadi Ketua SARBUMUSI Syarikat Buruh Muslim Indonesia di PT. Krakatau Steel. Tahun 1985-1991 menjadi Ketua MDI Majlis Da’wah Islamiyah di Kabupaten Tangerang. Masih pada tahun yang bersamaan tahun 1986- 1991 juga menjadi ketua IKSAN Ikatan Santri Kabupaten Tangerang. Tahun 1998-2003 menjabat sebagai Rois Suriah NU Provinsi Banten. Pada tahun 2003 hingga sekarang menjadi Mustasar NU Provinsi Banten. Dan 98 Ibid. diangkat sebagai Ketua Umum MUI Majlis Ulama Indonesia pada tahun 2005 hingga saat ini. 99 Berbagai organisasi yang ia ikuti telah memberikan pengalaman yang luar biasa bagi dirinya. Namun ia tidak hanya mengikuti organisasi- organisasi yang bergerak di bidang keagamaan, aktifitas dakwahnya pun telah dilakukan jauh sebelum ia menjabat sebagai Ketua Majlis Ulama Indonesia MUI Kota Tangerang. Baginya dakwah adalah pengaplikasian dari sifat Nabi yang bernama “Tabligh“ yang berarti menyampaikan, mengajak, menyadarkan, dan mengamalkan. 100 Orang tuanya tidak pernah menyuruhnya untuk menjadi seorang pemuka agama. Ia memilih jalur keagamaan karena terdorong oleh situasi dan kondisi umat. Ia melihat tidak sedikit kegagalan dakwah yang terjadi dan semakin mundurnya ketaatan beragama dikalangan umat Islam, sehingga membuatnya tergerak untuk melakukan dakwah. Baginya dakwah adalah hal yang ia sukai melebihi kesukaannya pada membaca dan memelihara tanaman. Kegiatan dakwahnya dilakukan dengan mengajar dan memenuhi undangan-undangan pada acara-acara tertentu sebagai pembicara muballigh. Sesekali ia juga diundang menjadi narasumber pada penataran-penataran dan seminar-seminar. Bahkan yang paling ia sukai adalah melakukan Study Banding terutama ke daerah-daerah kumuh untuk membuat peta dakwah. Bisa dikatakan ia melakukan dakwah bil lisan maupun bil hal. Dalam menyampaikan dakwahnya secara umum ia menggunakan pendekatan psikologis. Ia berdakwah diberbagai kalangan 99 Ibid. 100 Ibid. mulai dari grass root sampai Birokrat, karena visinya dalam berdakwah adalah “Keselamatan dan Kemaslahatan Umat“. 101 Ketika diangkat menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia MUI Kota Tangerang pada tanggal 18 Oktober 2005 14 Ramadhan 1426 H, ia merasa sangat terharu dan sedih. Ia terharu karena terpilih secara Aklamasi, dan sedih karena merasa hanya memiliki kemampuan yang sedikit. Tidak pernah terbayangkan olehnya dapat terpilih menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia MUI Kota Tangerang. Sedikit pun ia tidak memiliki ambisi untuk menjabat sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia MUI. Bahkan ketika namanya dipilih menjadi salah satu calon Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia MUI Kota Tangerang ia telah menyatakan tidak bersedia. Namun atas desakan para sesepuh dan para Ulama Sepuh, akhirnya ia menerima jabatan tersebut. Ia berharap dapat menjadi orang yang bermanfaat bagi umat. 102 101 Ibid. 102 Ibid.

BAB IV TEMUAN DATA DAN HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Responden

Dalam penelitian yang berjudul Respon Jamaah Majlis Ta’lim At- Tarbiyah terhadap Metode Dakwah Kyai H. Edi Junaedi Nawawi ini, peneliti menggunakan data primer dengan cara menyebarkan kuesioner. Kuesioner peneliti sebar kepada 30 orang responden. Responden tersebut adalah jamaah majlis ta’lim At-Tarbiyah. Untuk mengetahui deskripsi responden, peneliti mengelompokkan responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan dan pendidikan terakhir. Berikut adalah deskripsi responden berdasarkan hasil penelitian: Tabel 1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin n = 30 No. Jenis Kelamin f 1. Pria 16 53 2. Wanita 14 47 Jumlah 30 100 Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar jumlah responden adalah pria. Hasil penelitian menggambarkan bahwa responden pria berjumlah 16 orang 53, sedangkan responden wanita berjumlah 14 orang 47. Hal ini berarti jumlah responden pria lebih besar