Analisis biaya dan manfaat ekonomi konversi lahan kawasan hutan menjadi pertambangan batubara (studi kasus: wiup ptba bukit munggu, kelurahan tanjung enim, kabupaten muara enim, provinsi sumatera selatan)

(1)

ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT EKONOMI KONVERSI

KAWASAN HUTAN MENJADI PERTAMBANGAN

BATUBARA

(Studi Kasus: WIUP PTBA Bukit Munggu,

Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim,

Provinsi Sumatera Selatan)

ESYA SHADRINA RAHMAPUTRI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi Konversi Lahan Kawasan Hutan Menjadi Pertambangan Batubara (Studi Kasus: WIUP PTBA Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Esya Shadrina Rahmaputri NIM H44100103


(4)

ABSTRAK

ESYA SHADRINA RAHMAPUTRI. Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi Konversi Lahan Kawasan Hutan Menjadi Pertambangan Batubara (Studi Kasus: WIUP PTBA Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan). Dibimbing oleh ADI HADIANTO.

Batubara adalah salah satu sumberdaya alam yang masih sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Konsumsi batubara Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan sekitar 13.4 persen per tahun (BPPT, 2013). Hal tersebut berdampak pada produksi batubara nasional yang terus meningkat, sehingga menuntut adanya perluasan areal pertambangan batubara. Salah satu wilayah yang akan menjadi perluasan areal pertambangan batubara adalah kawasan hutan Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Namun, perluasan areal pertambangan batubara harus mengorbankan beberapa nilai lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi manfaat dan biaya pertambangan batubara, mengestimasi nilai ekonomi sumberdaya kawasan hutan Bukit Munggu, dan menganalisis biaya dan manfaat ekonomi rencana kegiatan konversi kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah valuasi nilai ekonomi kawasan hutan menggunakan Contingen Valuation Method (CVM) dan analisis market value serta metode analisis market value untuk pertambangan batubara, sedangkan untuk analisis biaya dan manfaat ekonomi kegiatan konversi menggunakan B/C rasio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manfaat yang dapat dihasilkan dari produksi batubara di kawasan hutan Bukit Munggu adalah sekitar empat triliun rupiah per tahun, biaya untuk pertambangan batubara adalah sekitar satu triliun rupiah per tahun, dan Total Economic Value (TEV) sebagai opportunity cost adalah sekitar seratus tujuh puluh ribu triliun rupiah per tahun. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan B/C rasio dari kegiatan konversi adalah < 1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konversi lahan kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara perlu dipertimbangkan kembali.

Kata kunci: Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi, Kawasan Hutan, Pertambangan Batubara, Nilai Total Ekonomi.


(5)

ABSTRACT

ESYA SHADRINA RAHMAPUTRI. Economic Cost and Benefit Analysis of Forest Land Conversion to Coal Mining. (Case Study: WIUP PTBA Bukit Munggu, Tanjung Enim District, Muara Enim Regency, South Sumatra Province). Supervised by ADI HADIANTO

Coal is one of natural resources that is still needed to meet the need of national energy. The consumption of Indonesian coal increases about 13.4 persen every year (BPPT, 2013). This influeces the production of national coal which keeps increasing so that this requires the extension of coal mining area. One of the areas that will be become the coal mining area extension are Bukit Munggu forest area, Tanjung Enim District, South Sumatra Province. However, this extension must sacrifice some environmental value. This research aimed to estimate the cost and benefit of coal mining, to estimate the economic value of Bukit Munggu forest resources, and to analyze the economic cost and benefit of plan to change the function of Bukit Munggu forest to coal mining. The method used in this research was valuation of economic value of forest area using Contingen Valuation Method (CVM) and market value analysis and the method of market value analysis for coal mining. Whereas the analysis of economic cost and benefit of conversion activity used B/C ratio. The results showed that the benefit yielded from the coal production in Bukit Munggu forest area was about four trillion rupiah per year, cost for coal mining was about one trillion rupiah per year, and total economic value (TEV) as the opportunity cost was about one hundred seventy thusand trillion rupiah per year. Based on the calculation result, B/C ratio obtained from conversion activity was < 1. The result showed that the land conversion of Bukit Munggu forest area to coal mining should be reconsidered.

Keywords : Economic Cost and Benefit Analysis, Forest Area, Coal Mining, Total Economic Value.


(6)

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT EKONOMI KONVERSI

KAWASAN HUTAN MENJADI PERTAMBANGAN

BATUBARA

(Studi Kasus: WIUP PTBA Bukit Munggu,

Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi

Sumatera Selatan)

ESYA SHADRINA RAHMAPUTRI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(8)

(9)

(10)

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul skripsi ini adalah Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi Konversi Lahan Kawasan Hutan Menjadi Pertambangan Batubara (Studi Kasus: WIUP PTBA Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan). Penelitian dilakukan sejak bulan Februari 2014.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si selaku pembimbing. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada Bapak Novindra, SP, M.Si selaku dosen penguji utama dan Bapak Benny Osta Nababan SPi, M.Si selaku dosen penguji Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Wali Al Hasuna beserta staf satuan kerja perencanaan jangka panjang dari PTBA yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, danadik-adik tersayang, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada teman-teman satu bimbingan Atika Dewi, Ayu Amalia, Dwi Saputra, Entin Febriana, Fikri Nuriyatul, Niki Nurul, Rita Pajarwati, Nurul Puspita, dan Shiraz Fayeza. Terakhir penulis sampaikan terima kasih atas segala dukungan dari sahabat-sahabat terdekat Yunus Djamaluddin, Syarifah Dwi, Melinda, Dian Sidhikah, Yani Luvitasari, Dewi Kuraesin, Tiffany, Asnidar Reni, Rina serta rekan-rekan ESL 47 dan CENTURY 2010-2013. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014


(12)

(13)

ii

PRAKATA ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Definisi dan Kebijakan ... 12

2.1.1 Pertambangan Batubara ... 12

2.1.2 Kawasan Hutan ... 14

2.2 Teori Valuasi ... 16

2.2.1 Valuasi Ekonomi Sumber Daya ... 16

2.2.2 Contingen Valuation Method (CVM) ... 20

2.2.3 Model Regresi Linier Berganda ... 22

2.2.4 Analisis Market Value ... 23

2.3 Konsep Biaya dan Manfaat Ekonomi ... 23

2.4 Penelitian Terdahulu ... 26

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 28

IV. METODE PENELITIAN ... 31

4.1 Lokasi dan Waktu ... 31

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 31

4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 32

4.4 Metode Analisis Data ... 32

4.4.1 Contingen Valuation Method (CVM) ... 33


(14)

iii

4.4.3 Analisis Market Value ... 37

4.4.4 Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi ... 39

V. GAMBARAN UMUM ... 41

5.1 Wilayah Penelitian ... 41

5.2 Karakteristik Responden ... 45

5.2.1 Jenis Kelamin ... 45

5.2.2 Status Pernikahan ... 45

5.2.3 Usia ... 46

5.2.4 Pendidikan ... 46

5.2.5 Pekerjaan ... 47

5.2.6 Pendapatan ... 48

5.2.7 Jumlah Tanggungan ... 48

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

6.1 Analisis Biaya dan Manfaat Pertambangan Batubara ... 49

6.1.1 Manfaat Pertambangan Batubara ... 49

6.1.2 Biaya Pertambangan Batubara ... 52

6.2 Analisis Nilai Penggunaan Kawasan Hutan ... 54

6.2.1 Nilai Air ... 55

6.2.2 Nilai Karbon ... 55

6.2.3 Nilai Oksigen ... 56

6.2.4 Nilai Rumput ... 57

6.2.6 Analisis Willingness To Pay (WTP) ... 58

6.2.6.1 Analisis WTP Existence Value ... 58

6.2.6.2 Analisis WTP Bequest Value ... 61

6.2.6.3 Analisis WTP Option Value ... 64

6.2.7 Nilai Total Ekonomi Kawasan Hutan ... 66

6.3 Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi Konversi ... 67

VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 71

7.1 Simpulan ... 71


(15)

iv

RIWAYAT HIDUP ... 88

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012 ... 2

2 Matriks Metode Valuasi ... 19

3 Penelitian Terdahulu ... 26

4 Metode Analisis Data ... 32

5 Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kecamatan Lawang Kidul Tahun 2013 ... 43

6 Luas Wilayah Kelurahan Tanjung Enim Berdasarkan Penggunaan Tahun 2013 ... 44

7 Biaya Pertambangan Batubara ... 53

8 Nilai Air ... 55

9 Nilai Karbon ... 56

10 Nilai Oksigen ... 57

11 Peternak Sapi di Kawasan Hutan ... 57

12 Nilai Rumput ... 58

13 WTP Existence Value Responden ... 59

14 Analisis Linier Berganda WTP Existance Value ... 60

15 WTP Bequest Value Responden ... 62

16 Analisis Linier Berganda WTP Bequest Value ... 63

17 WTP Option Value Responden ... 64

18 Analisis Linier Berganda WTP Option Value ... 65

19 Nilai Total Ekonomi Kawasan Hutan ... 67


(16)

v

1 Potensi Batubara Indonesia ... 3

2 Pasokan Batubara Indonesia Tahun 2007-2011 ... 5

3 Diagram Nilai Sumber Daya Alam dan Lingkungan ... 18

4 Kerangka Pemikiran ... 30

5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 45

6 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 46

7 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 46

8 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 47

9 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 47

10 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan ... 48

11 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan ... 48

12 Produksi Batubara PT. A Unit Tanjung Enim Tahun 2008-2012 ... 50


(17)

vi

1 Kurva Penawaran WTP Existence Value ... 78

2 Kurva Penawaran WTP Bequest Value ... 78

3 Kurva Penawaran WTP Option Value ... 78

4 Hasil Estimasi Regresi Berganda WTP Existence Value ... 79

5 Hasil Uji Kolgomornov-Smirnov WTP Existence Value ... 80

6 Hasil Uji Scatter plot WTP Existence Value... 80

7 Hasil Uji Gletser WTP Existence Value ... 81

8 Hasil Estimasi Regresi Berganda WTP Bequest Value... 82

9 Hasil Uji Kolgomornov-Smirnov WTP Bequest Value ... 83

10 Hasil Uji Scatter plot WTP Bequest Value ... 83

11 Hasil Uji Gletser WTP Bequest Value ... 84

12 Hasil Estimasi Regresi Berganda WTP Option Value ... 85

13 Hasil Uji Kolgomornov-Smirnov WTP Option Value ... 86

14 Hasil Uji Scatter plot WTP Option Value ... 86


(18)

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, baik sumberdaya alam pulih maupun tidak pulih. Sumberdaya alam tersebut harus dimanfaatkan secara bijak dan optimal agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Fauzi (2010), secara umum sumberdaya alam dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok. Pertama adalah kelompok yang kita sebut sebagai kelompok stok. Sumberdaya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas sehingga eksploitasi terhadap sumberdaya tersebut akan menghabiskan cadangan sumberdaya. Apa yang kita manfaatkan sekarang mungkin tidak lagi tersedia di masa mendatang. Dengan demikian, sumberdaya stok dikatakan tidak dapat diperbarui (non-renewable) atau terhabiskan (exhaustible). Kelompok kedua adalah sumberdaya alam yang kita sebut “flows” (alur). Pada jenis sumberdaya ini jumlah kuantitas fisik dari sumberdaya berubah sepanjang waktu. Berapa jumlah yang kita manfaatkan sekarang, bisa mempengaruhi atau bisa juga tidak mempengaruhi ketersediaan sumberdaya di masa mendatang. Dengan kata lain, sumberdaya jenis ini dikatakan dapat diperbarui (renewable).

Salah satu kekayaan sumberdaya alam melimpah yang dimiliki oleh Indonesia adalah sumberdaya tambang. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2011), kekayaan sumber daya tambang ini telah berperan penting dalam mendukung pembiayaan pembangunan nasional. Meninjau dari struktur Produk Domestik Bruto (PDB) selama tahun 2006-2010 terungkap bahwa sektor pertambangan dan penggalian berkontribusi sekitar 11 persen. Kontribusi ini sepertinya akan tetap bertahan, bahkan cenderung meningkat pada beberapa tahun ke depan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), berdasarkan harga berlaku tahun 2009-2013 PDB Indonesia tiap tahun semakin meningkat. Peningkatan PDB Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sektor lapangan usaha. Lapangan usaha yang paling berpengaruh pada peningkatan PDB Indonesia adalah lapangan usaha pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan serta lapangan usaha


(20)

pertambangan dan penggalian. Pada Tabel 1 dapat dilihat data statistik PDB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha:

Tabel 1 PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) Tahun 2008-2012

Lapangan Usaha Tahun

2008 2009 2010 2011 2012(*)

1. Pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan

284 619.10 295 883.80 304 777.10 315 036.80 328 279.70

2. Pertambangan dan

penggalian

172 496.30 180 200.50 187 152.50 189 761.40 193 115.70

3. Industri Pengolahan

557 764.40 570 102.50 597 134.90 633 781.90 670 190.60

4. Listrik, gas, dan air bersih

14 994.40 17 136.80 18 050.20 18 921.00 20 080.70

5. Konstruksi 131 009.60 140 267.80 150 022.40 159 993.40 170 884.80 6. Perdagangan,

hotel, dan restoran

363 818.20 368 463.00 400 474.90 437 199.70 473 110.60

7. Pengangkutan dan

komunikasi

165 905.50 192 198.80 217 980.40 241 298.00 265 383.70

8. Keuangan, real estate, dan jasa

perusahaan

198 799.60 209 163.00 221 024.20 236 146.60 253 022.70

9. Jasa-jasa 193 049.00 205 434.20 217 842.20 232 537.70 244 869.90 Total PDB 2 082 456.10 2 178 850.40 2 314 458.80 2 464 566.10 2 618 938.40

Keterangan: (*) Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)

Pada tabel terlihat bahwa sektor yang memberikan konstribusi PDB terbesar selama periode 2008 – 2012 adalah industri pengolahan, diikuti oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan rata-rata memberikan kontribusi sebesar 14 persen dari total PDB nasional. Sektor pertambangan adalah sektor terbesar keempat yang memberikan kontribusi terhadap PDB nasional, yaitu rata-rata sekitar 11 persen pada tahun 2008-2012. Sektor pertambangan baik migas maupun non migas merupakan subsektor strategis yang selama ini menjadi tumpuan dalam percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.


(21)

Subsektor pertambangan non migas salah satunya adalah batubara. Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai kekayaan sumberdaya alam batubara yang melimpah. Batubara adalah kekayaan sumberdaya alam yang tidak banyak dimiliki oleh negara lain, oleh karena itu sumberdaya alam batubara yang ada di Indonesia harus dimanfaatkan secara bijak dan optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara tersebut tergolong usia muda, yang dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur tersier bawah dan tersier atas (Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral, 2005).

Potensi batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi. Pada Gambar 1 dapat diketahui potensi batubara yang berada di Indonesia. Potensi batubara terbesar di Indonesia terdapat pada Pulau Sumatera yaitu sebesar 52 483.20 juta ton dan potensi batubara terbesar kedua berada pada Pulau Kalimantan yaitu sebesar 52 326.23 juta ton.

Sumber: Direktorat Jendral Energi dan Batubara (2012)


(22)

Dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan, tujuan pengelolaan mineral dan batubara menurut UU No. 4 tahun 2009 Pasal 3 diantaranya:

a. Menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing;

b. Menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup;

c. Menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau sebagai sumber 4rgani untuk kebutuhan dalam negeri;

d. Mendukung dan menumbuh kembangkan kemampuan nasional agar lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;

e. Meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat; dan f. Menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha

pertambangan mineral dan batubara.

Berdasarkan Undang Undang No. 4 tahun 2009, definisi usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Sedangkan definisi batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.

Pemerintah memperkirakan kebutuhan batubara domestik untuk tahun 2014 sebesar 95.5 juta ton dengan alokasi terbesar untuk PLN (Persero) sebesar 57.4 ton disusul kemudian untuk IPP (Independent Power Producer) sebesar 19.9 juta ton dan kebutuhan industri semen sebesar 9.8 juta ton. Dimana pada tahun 2013 pemanfaatan batubara dalam negeri adalah sebesar 72 juta ton. Kebutuhan akan batubara tiap tahun memang cenderung meningkat, kebutuhan batubara yang meningkat menyebabkan produksi batubara meningkat. Lebih jelas pasokan batubara Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.


(23)

Sumber: Direktorat Jendral Energi dan Batubara (2012)

Gambar 2 Pasokan Batubara Indonesia Tahun 2007-2011

Produksi batubara Indonesia setiap tahun selalu mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2007 produksi batubara sebanyak 217 juta ton hingga pada tahun 2011 produksi batubara mencapai 795 juta ton. Peningkatan produksi batubara ini disebabkan oleh kebutuhan batubara yang juga terus meningkat terutama kebutuhan batubara dalam negeri. Penggunaan batubara di Indonesia paling panyak dimanfaatkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) serta diikuti dengan pemanfaatan batubara untuk keperluan industri (Direktorat Jendral Energi dan Batubara, 2012). Dimana kebutuhan batubara dalam negeri pada tahun 2007 adalah sebesar 61 juta ton hingga pada tahun 2011 kebutuhan batubara dalam negeri mencapai 79 juta ton.

Untuk memenuhi kebutuhan energi nasional terhadap sumberdaya batubara, maka diperlukan perluasan lahan pertambangan batubara untuk meningkatkan jumlah produksi. Kegiatan perluasan lahan untuk pertambangan batubara umunya dijalankan dengan mengalihfungsikan suatu lahan misalnya lahan kawasan hutan yang dialih fungsikan atau mengkonversi menjadi lahan pertambangan batubara. Sihaloho (2004) menjelaskan bahwa konversi lahan adalah alih fungsi lahan khususnya dari lahan pertanian ke penggunaan non pertanian atau dari lahan non pertanian ke lahan pertanian.

0 50000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000 35000000 40000000

2007 2008 2009 2010 2011

Pas o kan B atu 8b ar a (t o n ) Tahun

Produksi Batubara (ton) Dalam Negeri (ton) Ekspor (ton) Impor (ton)


(24)

Tidak semua lahan yang dikonversi menjadi pertambangan batubara adalah lahan yang sebelumnya dimanfaatkan, baik oleh masyarakat maupun oleh pemilik lahan itu sendiri. Salah satunya adalah lahan yang direncanakan sebagai perluasan pertambangan batubara yang akan dilakukan di wilayah Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Wilayah ini adalah wilayah yang kaya akan sumberdaya batubara, untuk melakukan kegiatan pertambangan batubara lahan sebelumnya akan dikonversi atau beralih fungsi dari kawasan hutan menjadi pertambangan batubara.

Kegiatan konversi lahan untuk pertambangan dan kegiatan pertambangan diizinkan untuk dilakukan selama kegiatan tersebut memenuhi syarat dan aturan yang sudah ditetapkan dalam undang-undang yang berlaku. Dalam UU 4/2009 Pasal 95 telah ditetapkan peraturan tentang kewajiban pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) diantaranya:

a. Menerapkan kaidah penambangan yang baik;

b. Mengelola keuangan sesuai sistem akuntansi Indonesia; c. Meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral/batubara;

d. Melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; dan e. Mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan.

Sejak kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan IUP PTBA, perusahaan yang mengelola kawasan hutan Bukit Munggu. Kawasan ini sebelumnya adalah hutan belantara yang tidak menghasilkan manfaat secara langsung untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam hal materil, manfaat yang dapat dihasilkan adalah hanya manfaat tidak langsung dari ekologi yang dihasilkan hutan. Namun setelah dikelola, kawasan hutan ini berubah menjadi kawasan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat disekitarnya. PTBA bekerja sama dengan pemerintah daerah membangun banyak fasilitas di kawasan ini, diantaranya adalah jalan umum, rumah sakit, taman kota, sarana olahraga, perumahan, dan lain-lain. Sehingga masyarakat disekitarnya dapat merasakan peningkatan kesejahteraan hidup yang lebih baik.

Perubahan kawasan hutan juga berdampak pada perekonomian masyarakat disekitarnya. Masyarakat menjadi lebih kreatif untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, banyak masyarakat yang mencoba untuk membuka peluang usaha.


(25)

PTBA sebagai perusahaan pertambangan batubara besar juga ikut andil dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satunya adalah dengan membantu mengembangkan usaha yang dilakukan oleh masyarakat seperti memberdayakan masyarakat sekitar untuk memenuhi keperluan konsumsi perusahaan dan pelatihan pembuatan pupuk sekaligus pemberian modal usaha yang nantinya pupuk tersebut akan dibeli oleh PTBA untuk digunakan pada kegiatan reklamasi lingkungan.

Kawasan hutan yang ada di Kelurahan Tanjung Enim tidak seluruhnya diubah untuk digunakan sebagai fasilitas umum, lahan hutan asli masih sangat luas. Status kawasan lahan hutan ini dimiliki oleh pemerintah, dalam hal ini adalah Kementrian Kehutanan yang bertanggung jawab atas penggunaan lahan hutan tersebut. PTBA sebagai pemegang IUP harus membayar biaya sewa lahan kawasan hutan setiap tahunnya. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga bermanfaat secara tidak langsung bagi peningkatan kesejahteraan negara maupun masyarakat Indonesia.

Lahan yang berada di Bukit Munggu, Tanjung Enim adalah lahan yang diatasnya terdapat kawasan hutan dimana di dalam kawasan hutan tersebut terdapat hutan yang bermanfaat secara ekologi dan di bawahnya terdapat sumber dayaalam batubara yang dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Bahkan tidak hanya masyarakat Tanjung Enim yang dapat merasakan manfaat atas sumber daya alam tersebut, tapi secara tidak langsung bermanfaat bagi masyarakat nasional untuk memenuhi kebutuhan energi maupun untuk meningkatkan pendapatan negara.

Upaya untuk mengetahui manfaat sumber daya alam yang terdapat pada kawasan hutan di Kelurahan Tanjung Enim dan penggunaan terbaik atas kekayaan sumber daya alam tersebut menjadi sangat penting untuk dilakukan. Menurut Fauzi (2014), valuasi ekonomi sumber daya alam dan lingkungan mampu menyediakan informasi untuk membantu proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan publik, dalam hal ini PTBA untuk mengubah kawasan hutan menjadi areal pertambangan batubara. Valuasi dapat menjembatani untuk menilai manfaat dari penggunaan suatu sumber daya alam untuk kegiatan ekonomi tertentu dibanding dengan pemanfaatan lainnya. Champs et al. (2001) dalam


(26)

Fauzi (2014) menyatakan bahwa kebijakan publik harus mencerminkan pemahaman terkait dengan nilai barang publik, apalagi hal yang menyangkut dengan sumber daya alam dan lingkungan karena nilai publik dari Sumberdaya Alam sering tidak tercermin dalam nilai pasar. Lebih jauh dinyatakan bahwa valuasi ekonomi harus menjadi bagian penting dalam kebijakan publik karena valuasi ekonomi akan menjadi sumber informasi yang sangat vital dalam melakukan analisis biaya dan manfaat yang lebih komprehensif.

Menurut Prasetya (2012), dalam menentukan manfaat dan biaya suatu program atau proyek harus dilihat secara luas pada manfaat dan biaya sosial dan tidak hanya pada individu saja. Berdasarkan uraian diatas, maka penting dilakukan penelitian mengenai analisis biaya dan manfaat untuk membandingkan penggunaan terbaik atas pemanfaatan lahan yang ada di areal kawasan hutan Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Sebagai wilayah yang memiliki kekayaan sumberdaya alam batubara yang melimpah maka kekayaan sumber daya alam tersebut harus dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan UU 4/2009 yang menyatakan bahwa mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh Negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.

Kawasan hutan yang berada di Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim adalah kawasan hutan yang sudah menjadi wilayah IUP (Izin Usaha Pertambangan) PTBA. Pada beberapa tahun mendatang PTBA merencanakan untuk mengubah penggunaan kawasan hutan tersebut menjadi areal tambang batubara. Untuk melakukan pertambangan batubara maka akan terjadi konversi lahan dari kawasan hutan menjadi pertambangan batubara. Sebelum kegiatan alih fungsi lahan (konversi) dilakukan, dibutuhkan analisis atau perbandingan biaya


(27)

dan manfaat dari pelaksanaan kegiatan tersebut agar penggunaan terbaik lahan dapat diketahui sehingga menjadi pertimbangan pelaksanaan kegiatan konversi areal kawasan hutan tersebut.

Menurut Suparmoko (2009), setiap kegiatan atau kebijakan selalu timbul adanya biaya dan manfaat sebagai akibat dari kegiatan atau kebijakan tersebut. Sebagai dasar untuk menyatakan bahwa suatu kegiatan atau kebijakan itu layak atau tidak layak diperlukan indikasi yang menunjukkan suatu nilai atau suatu rasio. Untuk itu diperlukan suatu penilaian atau valuasi ekonomi terhadap dampak suatu rencana kegiatan (kebijakan) terhadap lingkungan.

Pada penelitian ini analisis biaya dan manfaat yang akan diestimasi adalah analisis biaya dan manfaat ekonomi kegiatan konversi lahan kawasan hutan menjadi pertambangan batubara. Kawasan hutan memiliki banyak manfaat, baik manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat dari nilai keberadaan, manfaat dari nilai warisan, dan manfaat dari nilai pilihan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada disekitarnya. Manfaat yang dapat dihasilkan dari kawasan hutan diantaranya adalah manfaat ekologis seperti penghasil karbon, penghasil oksigen, penangkap air, pencegah bencana alam, dan sebagainya. Adapun manfaat yang secara langsung dapat dirasakan oleh masyarakat dari sumber daya hutan diantaranya adalah hasil dari sumber daya hutan seperti kayu, madu, rumput, buah-buahan, dan sebagainya, namun pada kawasan hutan ini yang dimanfaatkan hanya sumber daya rumput saja yang digunakan untuk pakan ternak. Perhitungan analisis biaya dan manfaat diperlukan untuk mengetahui penggunaan terbaik pada kawasan hutan, sehingga pemanfaatan kawasan hutan dapat digunakan secara optimal dan memberikan dampak positif atau manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung bagi seluruh masyarakat.

Untuk melakukan kegiatan konversi atau perubahan pemanfaatan lahan dari kawasan hutan menjadi area perluasan tambang batubara dibutuhkan perhitungan analisis biaya dan manfaat ekonomi. Analisis biaya dan manfaat ekonomi dibutuhkan agar pemanfaatan kawasan hutan yang akan dijadikan areal pertambangan batubara dapat diketahui manfaat dan biaya ekonomi yang akan diperoleh dan dikeluarkan, sehingga rencana pembukaan areal tambang batubara tersebut dilakukan secara bijak dengan mempertimbangkan manfaat ekonomi dan


(28)

ekologi yang dihasilkan dari kawasan hutan. Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Berapa besar manfaat dan biaya yang dapat diperoleh dari kegiatan pertambangan batubara di kawasan hutan Bukit Munggu yang akan di konversi menjadi pertambangan batubara?

2. Berapa nilai total ekonomi kawasan hutan Bukit Munggu yang akan di konversi menjadi pertambangan batubara?

3. Bagaimana analisis biaya dan manfaat ekonomi dari rencana kegiatan konversi kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengestimasi manfaat dan biaya yang dapat diperoleh dari kegiatan pertambangan batubara di kawasan hutan Bukit Munggu yang akan di konversi menjadi pertambangan batubara.

2. Mengestimasi nilai ekonomi total kawasan hutan Bukit Munggu yang akan di konversi menjadi pertambangan batubara.

3. Menganalisis biaya dan manfaat ekonomi dari rencana kegiatan konversi kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan tersebut maka penelitian ini memiliki manfaat bagi pihak yang terkait, diantaranya:

1. Mahasiswa

Penelitian ini dilakukan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang sudah di dapatkan pada masa perkuliahan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Menambah dan memberikan pengetahuan bagi mahasiswa tentang analisis biaya dan manfaat serta valuasi ekonomi pertambangan batubara.

2. Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan tambahan informasi kepada pihak perusahaan untuk mempertimbangkan perluasan areal


(29)

pertambangan batubara. Apakah areal pertambangan batubara layak untuk diperluas dengan mengkonversi lahan kawasan hutan, dengan membandingkan manfaat yang didapat dan biaya yang dikeluarkan.

3. Pemerintah

Penelitian ini memberikan informasi tambahan kepada pemerintah dalam mengambil keputusan untuk perluasan areal pertambangan batubara di wilayah Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terbatas pada analisis biaya dan manfaat wilayah IUP PTBA di kawasan hutan Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim. Pendekatan yang digunakan adalah valuasi ekonomi menggunakan metode Contingen Valuation Method (CVM) dan market value. Responden pada penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan Bukit Munggu yaitu masyarakat Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan yang merasakan manfaat langsung maupun tidak langsung dari kawasan hutan Bukit Munggu. Penelitian ini hanya membandingkan total benefit dan total cost per tahun bukan per proyek karena keterbatasan data. Perbandingan perhitungan B/C yaitu hanya pada periode ekonomis pemanfaatan batubara.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Kebijakan 2.1.1 Pertambangan Batubara

Menurut Undang-undang No. 4 Tahun 2009 definisi pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi pendidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan konstruksi, penambangan, pengelolaan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.

Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2011), penyelenggaraan kegiatan pertambangan didasarkan pada tiga hak berikut:

a. Hak milik (Mineral Right), tercantum pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, dimana kekayaan alam berupa mineral dan batubara yang terkandung dalam bumi dan air di wilayah hokum pertambangan Indonesia adalah hak milik Bangsa Indonesia.

b. Hak penguasaan (Mining Right), tercantum pada Pasal 2 Ayat (2) UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Hak ini merupakan azas horizontal, dimana Negara diberikan “Hak Penguasaan” atas kekayaan alam milik Bangsa Indonesia agar dapat dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

c. Hak pengusahaan (Economic Right) sebagaimana tercantum dalam UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dimana badan usaha/perorangan sebagai pelaksana “pengusahaan” pertambangan mineral dan batubara (minerba).

Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1980 tentang penggolongan bahan-bahan galian terbagi atas tiga golongan, diantaranya:

a. Golongan bahan galian yang strategis adalah minyak bumi, butimen cair, lilin bumi, gas alam, butimen padat, aspal, antrasit, batubara, batubara muda, uranium, radium, thorium dan bahan-bahan radioaktif lainnya, nikel, kobalt, dan timah.

b. Golongan bahan galian yang vital adalah besi, mangan, molibiden, khrom, wolfram, vanadium, titan, bauksit, tembaga, timbal, seng, emas, platina, perak,


(31)

air raksa, intan, arsin, antimon, bismut, yttrium, rhutenium, cerium dan logam-logam langka lainnya, berillium, korundum, zirkon, kristal kwarsa, kriolit, fluorpar, barit, yodium, brom, khlor, dan belerang.

c. Golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan a atau b adalah nitrat-nitrat, pospat-pospat, gatam batu (halite), asbes, talk, mika, grafit, magnesit, yarosit, leusit, tawas (alum), oker, batu permata, batu setengah permata, pasirkwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit, batu apung, tras, obsidian, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth), marmer, batu tulis, batu kapur, dolomit, kalsit, granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir sepanjang tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan a maupun golongan b dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.

Adapun menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2011) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan kegiatan pertambangan salah satunya adalah faktor ekonomis. Kajian dimaksudkan untuk mengetahui sebuah proyek penambangan menghasilkan keuntungan atau tidak. Dalam perhitungan aliran uang diperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh dalam situasi ekonomi, meliputi:

1. Nilai (value) dari endapan mineral per unit berat, biasanya dinyatakan dalam ($/ton) atau (Rp/ton).

2. Ongkos produksi, yaitu ongkos yang diperlukan sampai mendapatkan produk (tidak termasuk ongkos stripping).

3. Ongkos stripping of overburden.

4. Cut off grade, yaitu menentukan batas-batas cadangan sehingga akan menentukan bentuk akhir penambangan. Tambang terbuka hanya memiliki nilai ekonomis apabila lapisan batubara berada dekat dengan permukaan tanah.

Menurut UU No. 4 tahun 2009, batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. Pertambangan batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal. Pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berdasarkan:

a. Manfaat, keadilan, dan keseimbangan; b. Keberpihakan kepada kepentingan bangsa;


(32)

c. Partisipasif, transparansi, dan akuntabilitas; d. Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

2.1.2 Kawasan Hutan

Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Menurut Rahmawati (2004) dari definisi dan penjelasan tentang kawasan hutan, terdapat unsur-unsur meliputi:

a. suatu wilayah tertentu

b. terdapat hutan atau tidak terdapat hutan

c. ditetapkan pemerintah (menteri) sebagai kawasan hutan d. didasarkan pada kebutuhan serta kepentingan masyarakat.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan dalam pasal 2 menyebutkan bahwa penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan. Pada pasal 4 ayat (1) menjelaskan penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan. Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 4 ayat (2) bahwa kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan meliputi:

a. religi;

b. pertambangan;

c. instansi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik, serta teknologi energi baru dan terbarukan;

d. pembangunan jaringan telekomusikasi, stasiun pemancar radio, dan stasiun relay televisi;


(33)

f. sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai sarana transportasi umum untuk keperluan pengangkutan hasil produksi;

g. sarana dan prasarana sumber daya air, pembangunan jaringan instalasi air, dan saluran air bersih dan/atau air limbah;

h. fasilitas umum;

i. industri terkait kehutanan j. pertahanan dan keamanan;

k. prasarana penunjang keselamatan umum; atau l. penampungan sementara korban bencana alam.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2010 pasal 5 ayat (1), penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) huruf b dilakukan dengan ketentuan:

a. Dalam kawasan hutan produksi dapat dilakukan:

1. penambangan dengan pola pertambangan terbuka; dan 2. penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah.

b. Dalam kawasan hutan lindung hanya dapat dilakukan penambangan dengan pola penambangan bawah tanah dengan ketentuan dilarang mengakibatkan: 1. turunnya permukaan tanah;

2. berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara permanen; dan 3. terjadinya kerusakan akuiver air tanah.

Kewajiban pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2010 pasal 15, kewajiban tersebut diantaranya adalah:

a. Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan; b. Melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi aliran sungai;

c. Melaksanakan reboisasi pada lahan kompensasi; d. Menyelenggarakan perlindungan hutan;

e. Melaksanakan reklamasi dan/atau reboisasi pada kawasan hutan yang dipinjam pakai yang sudah tidak digunakan; dan


(34)

Berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan, dalam pasal 16 disebutkan pemegang izin dapat melakukan penebangan pohon dalam rangka pembukaan lahan dengan membayar penggantian nilai tegakan, provisi sumber daya hutan, dan/atau dana reboisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.2 Teori Valuasi

2.2.1 Valuasi Ekonomi Sumberdaya

Menurut Fauzi (2010) ilmu ekonomi secara konvensional sering didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana manusia mengalokasikan sumber daya yang langka. Oleh karena itu ilmu ekonomi sumber daya alam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari pengalokasian sumber daya alam seperti air, lahan, ikan, dan, hutan. Secara eksplisit ilmu ini mencari jawaban seberapa besar sumber daya harus diekstraksi sehingga menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Valuasi ekonomi adalah suatu upaya untuk memperkirakan nilai kuantitatif dari barang dan jasa yang diberikan oleh sumber daya alam, tanpa melihat apakah terdapat harga pasar untuk barang dan jasa tersebut (Barbier et al, 1997) dalam (Kementrian Lingkungan Hidup, 2010).

Menurut Suparmoko (2009) sumber daya dapat dinilai atas dasar penggunaan (instrumental value) dan nilai yang terkandung didalamnya (intrinsic value). Penilaian sumber daya hutan dibedakan antara nilai atas dasar penggunaan (instrumental value = use value) dan nilai tanpa penggunaan (intrinsic value = non use value). Atas dasar penggunannnya nilai itu dibedakan lagi menjadi nilai atas dasar penggunaan langsung (direct use value) dan nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value). Dari berbagai macam penggunaan dan keberadaan itu ekonom berusaha memberikan nilai dalam rupiah sehingga semua aset alam dan dampak perubahannya akan dapat dievaluasi secara lebih jelas. Jadi dalam menentukan nilai lingkungan secara keseluruhan atau nilai secara total, kita dapat menjumlahkan nilai penggunaan langsung, nilai penggunaan tidak langsung, nilai pilihan, nilai warisan, dan nilai keberadaannya.

Sumber daya bisa menghasilkan utilitas tanpa melalui proses produksi. Lahan yang menghasilkan panorama indah, misalnya, bisa saja tidak dijadikan


(35)

faktor produksi, namun memberikan utilitas (kepuasan) berupa pemandangan (scenery) yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Dengan demikian pengertian sumber daya tidak hanya menyangkut nilai yang dikonsumsi, namun juga menyangkut nilai yang tidak dikonsumsi secara langsung (Fauzi, 2010).

Persamaan nilai total ekonomi (total economic value) menurut Pearce (1993), Randall and Stoll (1983) adalah sebagai berikut:

Total Economic Value = Direct use value + Indirect use value + Existence value + Option value

Menurut Nurfatriani (2008), nilai guna langsung (directuse value) merupakan nilai dari manfaat yang langsung dapat diambil dari sumber daya. Berbeda dengan nilai guna tidak langsung (indirect use value), yaitu nilai dari manfaat yang secara tidak langsung dirasakan manfaatnya, dan dapat hal yang berupa mendukung nilai guna langsung. Sedangkan nilai bukan guna yaitu semua manfaat yang dihasilkan bukan dari hasil interaksi secara fisik antara hutan dan konsumen (pengguna). Nilai pilihan mengacu kepada nilai bukan guna meliputi manfaat yang tidak dapat diukur yang diturunkan dari keberadaan hutan di luar nilai guna langsung dan tidak langsung. Nilai bukan guna terdiri atas nilai keberadaan (existence value) dan nilai warisan (bequest value).

Nilai keberadaan (existence value) adalah nilai kepedulian seseorang akan keberadaan suatu sumber daya berupa nilai yang diberikan oleh masyarakat kepada kawasan hutan atas manfaat spiritual, estetika, dan kultural. Sementara nilai warisan (bequest value) adalah nilai yang diberikan masyarakat kepada generasi akan datang. Nilai-nilai ini tidak terefleksi dalam harga pasar (Bishop, 1999) dalam Nurfatriani (2006). Berikut adalah diagram total economic value beserta metode analisisnya:


(36)

Sumber: diadaptasi dari Barbier (1989) dalam Barbier, Acreman, Knowler (1997) Gambar 3 Diagram Nilai Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Menurut Fauzi (2010), secara umum nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis ekosistem bisa “diterjemahkan” ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter barang dan jasa. Keinginan membayar juga dapat diukur dalam bentuk kenaikan pendapatan yang menyebabkan seseorang berada dalam posisi indifferent terhadap perubahan eksogenous. Perubahan eksogenous ini bisa terjadi karena perubahan harga (misalnya akibat sumber daya makin langka) atau karena perubahan kualitas sumber daya.

Secara umum, teknik valuasi ekonomi sumberdaya yang tidak dapat dipasarkan (non-market valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit

Total Economic Value

Nilai penggunaan alternatif (Option Value) Nilai penggunaan

tidak langsung (Indirect Use Value) Nilai penggunaan

langsung (Direct Use Value)

Nilai tanpa penggunaan (Non use value) Nilai penggunaan

(Use value)

Hasil penjualan sumberdaya hayati:

kayu, rotan, madu, hewan liar

Rekreasi, asimilasi, karbon, pencegah

air, tata air

CVM CVM

Nilai keberadaan, warisan (Existence, Bequest

Value)

Analisis Pasar, TCM, Hedonic

Prices

Damage Cost Avoided, Value of

Change of Productivitty


(37)

dimana Willingness To Pay terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik ini sering disebut teknik revealed WTP (keinginan membayar yang terungkap). Beberapa teknik yang termasuk dalam kelompok pertama ini adalah travel cost, hedonic pricing, dan teknik yang relatif baru disebut random utility model. Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada survei dimana keinginan membayar atau WTP diperoleh langsung dari responden, yang langsung diungkapkannya secara lisan maupun tertulis. Salah satu teknik yang cukup popoler dalam kelompok ini adalah yang disebut Contingen Valuation Method (CVM), dan Discrete Choice Method (Fauzi, 2010). Beberapa metode valuasi akan disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Matriks Metode Valuasi

Metode Valuasi Penjelasan 1. Travel Cost Method

(TCM)

a. Metode ini kebanyakan digunakan untuk menganalisis permintaan terhadap rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation), seperti memancing, berburu, hiking, dan sebagainya.

b. Tujuan TCM adalah ingin mengetahui nilai kegunaan (use value) dari sumberdaya alam melalui pendekatan proxy.

c. Teknik ekonomi yang digunakan untuk menentukan nilai ekonomi berdasarkan TCM, diantaranya: 1) Pendekatan sederhana melalui zonasi.

2) Pendekatan individual TCM dengan menggunakan sebagian besar dari survey. 2. Hedonic Pricing

(HP)

a. Metode ini digunakan untuk mengestimasi nilai implisit karakteristik dan atribut yang melekat pada suatu produk dan mengkaji hubungan antara karakteristik yang dihasilkan tersebut dengan permintaan barang dan jasa.

b. Analisis HP terdiri dari dua tahap, yaitu:

1) Penentuan variabel kualitas lingkungan yang akan dijadikan studi (fungsi HP) dan pengkajiannya memerlukan ketersediaan data spasial dan data harga objek yang akan dinilai.

2) Penentuan fungsi permintaan. 3.Contingen Valuation

Method (CVM)

a. Pendekatan CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif (nilai non-pemanfaatan) sumberdaya alam atau sering juga dikenal dengan nilai keberadaan. b. Tujuan CVM diantaranya adalah:

1) Untuk mengetahui keinginan membayar (Willingness To Pay atau WTP) dari masyarakat,


(38)

misalnya terhadap perbaikan kualitas lingkungan. 2) Untuk mengetahui keinginan menerima

(Willingness To Accept atau WTA), misalnya terhadap kerusakan suatu lingkungan perairan. Jika individu yang ditanya tidak memiliki hak atas barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam, pengukuran yang relevan adalah WTP maksimum untuk memperoleh barang tersebut. Sebaliknya, jika individu memiliki hak atas sumberdaya, pengukuran yang relevan adalah WTA minimum.

c. Tahapan penerapan CVM diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Membuat hipotesis pasar. 2) Mendapatkan nilai lelang (Bids). 3) Menghitung rataan WTP dan WTA. 4) Memperkirakan kurva lelang (Bid Curve). 5) Mengagregatkan data.

4. Benefit Transfer a. Salah satu metode yang digunakan bagi penelitian yang memiliki ketersediaan data yang sedikit dan biaya penelitian yang sedikit. Penelitian dilakukan dengan menilai perkiraan benefit dari tempat lain (dimana sumberdaya tersedia) kemudian benefit tersebut ditransfer untuk memperoleh perkiraan kasar mengenai lingkungan.

b. Menurut Krupnick (1993) dalam Fauzi (2010) 1) Benefit transfer sulit dilakukan untuk sumberdaya

alam wetland (seperti mangrove dan sejenisnya) karena nilai yang diperoleh akan sangat tergantung pada tempat dan karakteristik populasi. 2) Benefit transfer bisa saja dilakukan jika

sumberdaya alam tersebut memiliki ekosistem yang sama baik dari segi tempat maupun karakteristik pasar (market characteristic).

Sumber: Fauzi (2010)

2.2.2 Contingen Valuation Method (CVM)

Pendekatan ini disebut contingen (tergantung) karena pada praktiknya informasi yang diperoleh sangat tergantung pada hipotesis yang dibangun. Misalnya, seberapa besar biaya yang ditanggung, bagaimana pembayarannya, dan sebagainya. Pendekatan CVM ini secara teknis dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan teknik eksperimental melalui simulasi dan permainan. Kedua, dengan teknik survei. Pendekatan CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif (nilai non-pemanfaatan) sumberdaya alam atau sering juga dikenal dengan nilai keberadaan. Di dalam tahap operasional penerapan pendekatan CVM


(39)

terdapat lima tahap kegiatan atau proses. Tahapan tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut (Fauzi, 2010):

1. Membuat Hipotesis Pasar

Pada awal proses kegiatan CVM, seorang peneliti biasanya harus terlebih dahulu membuat hipotesis pasar terhadap sumberdaya yang akan dievaluasi. 2. Mendapatkan Nilai Lelang (Bids)

Tahap ini dilakukan dengan melakukan survei, baik melalui survei langsung dengan kuesioner, wawancara melalui telepon, maupun lewat surat. Tujuan survei ini adalah untuk memperoleh nilai maksimum keinginan membayar (WTP) dari responden terhadap suatu proyek, misalnya perbaikan lingkungan. Nilai lelang ini bisa dilakukan dengan teknik:

a. Permintaan lelang (Bidding Game). Responden diberi pertanyaan secara berulang-ulang tentang apakah mereka ingin membayar sejumlah tertentu. Nilai ini kemudian bisa dinaikkan atau diturunkan tergantung respons atas pertanyaan sebelumnya. Pertanyaan dihentikan sampai nilai yang tetap diperoleh.

b. Pertanyaan terbuka. Responden diberikan kebebasan untuk menyatakan nilai moneter (rupiah yang ingin dibayar) untuk suatu proyek perbaikan lingkungan.

c. Payment Card. Nilai lelang dengan teknik ini diperoleh dengan cara menanyakan apakah responden mau membayar pada kisaran nilai tertentu dari nilai yang sudah ditentukan sebelumnya. Nilai ini ditunjukkan kepada responden melalui kartu.

d. Model referendum atau descrete choice (dichotomous choice). Responden diberi suatu nilai rupiah, kemudian diberi pertanyaan setuju atau tidak.

3. Menghitung Rataan WTP dan WTA

Setelah survei dilaksanakan, tahap berikutnya adalah menghitung nilai rataan WTP setiap individu. Nilai yang dihitung berdasarkan nilai lelang (bid) yang diperoleh pada tahap dua. Perhitungan ini biasanya didasarkan pada nilai mean (rataan) dan nilai median (tengah).


(40)

4. Memperkirakan Kurva Lelang (Bid Curve)

Kurva lelang atau bid curve diperoleh dengan, misalnya meregresikan WTP/WTA sebagai variabel tidak bebas.

Wi = f ( I, E, A, Q ) Keterangan:

Wi = Nilai WTP I = Pendapatan E = Jenis Pekerjaan A = Usia

Q = Pengeluaran 5. Mengagregatkan Data

Proses ini melibatkan konversi data rataan sampel ke rataan populasi secara keseluruhan. Salah satu cara untuk mengkonversi ini adalah mengalikan rataan sampel dengan jumlah rumah tangga dalam populasi (N).

2.2.3 Model Regresi Linear Berganda

Analisis linear berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara satu peubah tak bebas (independent variable) dengan banyak peubah bebas (dependen variable). Menurut Juanda (2009), membahas model regresi berganda (multiple regression model) dengan asumsi bahwa peubah tak bebas (respons) Y merupakan fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2, ..., Xk, dan komponen

sisaan ε (error). Persamaan model regresi linear berganda secara umum (model populasi) adalah sebagai berikut:

Yi = β0+β1X1i + β2X2i + β3X3i + ... + βkXki + εi ... (1)

Keterangan:

Yi = Fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2, ..., Xk, dan

komponen sisaan ε (error)

i = Nomor pengamatan dari 1 sampai N untuk data populasi, atau sampai nuntuk data contoh (sample)

Xki = Pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk

β0 = Intersep

β1, β2, ..., βki = Koefisien regresi


(41)

2.2.4 Analisis Market Value

Menurut Iskandar (2009), harga adalah sejumlah uang yang diminta, ditawarkan atau dibayarkan untuk suatu barang atau jasa. Biaya adalah sejumlah uang yang dikeluarkan atas barang atau jasa atau jumlah yang dibutuhkan untuk menciptakan atau memproduksi barang atau jasa tersebut. Market value adalah perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran aset antara pembeli dengan penjual dalam suatu transaksi yang bebas ikatan, yang penawarannya dilakukan secara layak dan kedua pihak masing-masing mengetahui dan tanpa paksaan. Sedangkan menurut Koi (2011), nilai pasar (market value) adalah nilai atau harga jual suatu barang yang jika barang tersebut dijual, besarnya harga jual tergantung dengan nilai pasar yang berlaku untuk barang tersebut. Nilai pasar tidak tergantung dengan penyusutan barang tersebut, nilai pasar hanya dipengaruhi kondisi pasar.

2.3 Konsep Biaya dan Manfaat Ekonomi

Menurut Dunn (2003), Cost Benefit Analysis atau Analisis Biaya Manfaat adalah pendekatan untuk rekomendasi kebijakan yang memungkinkan dan menganjurkan suatu kebijakan dengan cara menghitung total biaya dalam bentuk uang. Menurut Yesha (2013), analisis biaya dan manfaat sering kali digunakan untuk menganalisis kelayakan proyek pemerintah. Pada proyek pemerintah, keuntungan (manfaat) sering kali tidak dapat diukur dengan jelas karena tidak berorientasi kepada keuntungan. Dengan kata lain, keuntungan didasarkan kepada manfaat umum yang diperoleh oleh masyarakat.

Menurut Noor (2007), biaya adalah pengeluaran yang tidak dapat direlakan (unavoidable exspenses) dalam melakukan suatu kegiatan. Dengan demikian, secara konsep, maka pengertian biaya adalah sebagai berikut.

a. Biaya (cost) tidak sama dengan pengeluaran (expense). b. Biaya (cost) harus menggambarkan kegiatan.

c. Biaya (cost) harus relevan dengan kegiatan yang dilakukan.

Biaya total produksi atau lebih dikenal total cost (TC) merupakan keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan oleh produsen kaitannya dengan proses produksi yang sebagai aktivitas utama untuk menghasilkan suatu produk. Dalam


(42)

jangka pendek total cost sangat ditentukan oleh input berbagai produksi secara kuantitas maupun kualitas. Di mana input-input produksi tersebut dapat memberikan konsekuensi pembiayaan bersifat tetap dan bersifat variabel.

Menurut Gray, et al. (1993) opportunity cost adalah benefit yang dikorbankan karena sejumlah sumber yang ada telah digunakan untuk kegiatan X, dan bukan kegiatan Y. Dengan kata lain, kegiatan Y tidak dilaksanakan karena sumber yang seyogiyanya dapat dipergunakan untuk kegiatan Y tidak jadi dilaksanakan karena sumber yang seyogiyanya dapat dipergunakan untuk kegiatan Y telah dipergunakan untuk kegiatan X. Jadi dalam hal ini, benefit yang seyogiyanya dapat dihasilkan oleh kegiatan Y, menjadi opportunity cost kegiatan X, yang perlu dibandingkan dengan benefit netto kegiatan X sendiri.

Menurut Kadariah (1999), manfaat dibagi menjadi tiga yaitu manfaat langsung, manfaat tidak langsung, dan manfaat terkait. Pertama, manfaat langsung adalah berupa peningkatan output secara kualitatif dan kuantitatif. Kedua, manfaat tidak langsung adalah manfaat yang muncul akibat adanya suatu kegiatan tertentu. Manfaat ini dapat berupa meningkatnya pendapatan masyarakat sekitar. Ketiga, manfaat terkait adalah keuntungan-keuntungan yang sulit dinyatakan dengan sejumlah uang, namun benar-benar dapat dirasakan.

Manfaat yang dihasilkan dari kegiatan konversi kawasan hutan menjadi petambangan batubara adalah manfaat dari pertambangan batubara. Untuk mengidentifikasi manfaat yang dihasilkan dari kawasan hutan digunakan valuasi sedangkan untuk mengidentifikasi manfaat yang dihasilkan batubara digunakan market value, dimana penerimaan adalah cerminan dari manfaat yang dihasilkan dari tambang batubara. Penerimaan dapat diartikan sebagai nilai produk total dalam jangka waktu tertentu baik yang dipasarkan maupun tidak (Soekartawi, 2002). Penerimaan menurut Sunyoto (2013) adalah penerimaan perusahaan dari hasil penjualan output-nya kepada konsumen. Penerimaan total (total revenue = TR) adalah keseluruhan penerimaan yang diterima perusahaan dari penjualan outputnya kepada konsumen. Penerimaan total atau total manfaat dirumuskan:


(43)

Keterangan:

TR = Total manfaat (Rp)

Q = Kuantitas yang dijual perusahaan kepada konsumen (unit) P = Harga output yang dijual per unit (Rp/unit)

Menurut Devkota (2006) analisis biaya dan manfaat dapat dianalisis menggunakan benefit cost ratio. Sedangkan kriteria kelayakan suatu kegiatan dapat dijalankan jika B/C ≥ 1. Benefit cost ratio dirumuskan sebagai berikut:

B/C = TR TC

=

B1+B2+ ,… + Bi

C1+C2+ ,…+ Ci

...

(3) Keterangan:

B/C = Benefit-cost ratio TR = Total manfaat (Rp) TC = Total biaya (Rp)

B1+B2+,...+Bi = Penjumlahan manfaat (Rp)

C1+C2+,...+Ci = Penjumlahan biaya (Rp)

Untuk penentuan kriteria pengambilan keputusan yaitu:

a. Jika nilai B/C rasio ≥ 1, maka kegiatan atau usaha tersebut layak (feasible) untuk dijalankan.

b. Jika nilai B/C rasio < 1, maka kegiatan atau usaha tersebut tidak layak (not feasible) untuk dijalankan.

2.4 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini terkait dengan identifikasi analisis biaya dan manfaat ekonomi konversi lahan kawasan hutan menjadi pertambangan batubara yang pernah dilakukan sebelumnya dan dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.


(44)

Tabel 3 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Analisis Hasil Penelitian Iriani

(2013)

Analisis Nilai Ekonomi Manfaat dan Dampak Negatif Penambangan Pasir Illegal di Sungai Brantas Kelurahan Semampir Kota Kediri.

Analisis deskriptif dan analisis pendapatan.

Total manfaat dari kegiatan penambangan meliputi segala manfaat yang diterima oleh pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas penambangan yaitu sebesar Rp 61 703 085 000.33. Terdiri dari pendapatan/keuntungan pengusaha tambang pasir sebesar Rp 17 198 085 000.33, pendapatan buruh tambang pasir sebesar Rp 17 820 000 000, pendapatan kuli angkut pasir sebesar Rp 10 674 000 000, pendapatan sopir truk sebesar Rp 7 116 000 000, dan pendapatan preman/keamanan sebesar Rp 8 895 000.

Albarqoni (2013)

Valuasi Ekonomi Lahan Hutan yang Berpotensi untuk Konversi menjadi Kawasan Industri, Kariangau Balikpapan, Kalimantan Timur.

Analisis WTP (Willingness To Pay) dan analisis resgresi linier berganda.

Total manfaat dari kegiatan penambangan meliputi segala manfaat yang diterima oleh pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas penambangan yaitu sebesar Rp 61 703 085 000.33. Terdiri dari pendapatan/keuntungan pengusaha tambang pasir sebesar Rp 17 198 085 000.33, pendapatan buruh tambang pasir sebesar Rp 17 820 000 000, pendapatan kuli angkut pasir sebesar Rp 10 674 000 000, pendapatan sopir truk sebesar Rp 7 116 000 000, dan pendapatan preman/keamanan sebesar Rp 8 895 000.

Sayyidah (2013)

Kerugian Ekonomi Akibat Konversi Lahan Perkebunan Kelapa Sawit menjadi Pertambangan Emas (Studi Kasus: Desa

Analisis deskriptif, teknik loss of earning, contingen

valuation method

(CVM), dan regresi linier berganda.

Dampak aspek sosial-ekonomi dari penelitian ini adalah terbukanya lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan, terjadinya kecelakaan


(45)

Daya Murni, Kecamatan Pelepat Ilir, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi).

pertambangan, terjadinya penyempitan lahan perkebunan. Nilai kerugian ekonomi dari produksi kelapa sawit akibat kegiatan konversi lahan pertambangan emas dan pasir adalah sebesar Rp 2 066 333.3/orang /bulan. Selain itu, responden mendapatkan penerimaan dari sewa lahan sebesar Rp 1 166 666.67 /orang/bulan. Nilai rataan WTP responden adalah sebesar Rp 10 150 dan total WTP responden untuk reboisasi pasca tambang adalah sebesar Rp 315 000.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah membahas mengenai manfaat ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan, valuasi ekonomi nilai guna hutan (langsung dan tidak langsung), dan analisis ekonomi kegiatan konversi lahan pertambangan. Adapun beberapa kesamaan metode yang digunakan dalam penelitian adalah mengkaji Willingness To Pay (WTP) dengan Contingen Valuation Method (CVM) dan menganalisis faktor yang mempengaruhi WTP menggunakan analisis linier berganda. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah lokasi penelitian, dan tujuan penelitian. Penelitian ini akan menghitung nilai ekonomi total kawasan hutan, tidak sebatas nilai ekologinya saja tetapi akan dihitung juga nilai bangunan yang terdapat pada kawasan hutan tersebut dengan menggunakan analisis nilai pasar (market value). Pada penelitian ini akan dilakukan perhitungan analisis biaya dan manfaat dari kegiatan konversi lahan kawasan hutan menjadi pertambangan, sedangkan penelitian sebelumnya hanya menganalisis nilai manfaatnya saja.


(46)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Batubara adalah sumbedaya alam yang tidak dapat diperbarui yang tidak terdapat di seluruh lahan yang ada di Indonesia. Hanya beberapa wilayah di Indonesia yang dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa sumberdaya alam batubara, salah satunya adalah di wilayah Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Sumberdaya alam batubara mempunyai banyak manfaat yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat maupun sektor perindustrian, seperti pabrik kertas. Salah satu manfaat yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat adalah kebutuhan batubara untuk memenuhi energi nasional. Hasil dari pertambangan batubara yang ada di Kelurahan Tanjung Enim sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di wilayah Pulau Sumatera, Jawa, dan Bali.

Pertambangan batubara yang berada di Kelurahan Tanjung Enim merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat, pertambangan batubara diharapkan dapat menopang perekonomian masyarakat. Pemerintah sudah memberikan izin untuk melakukan pertambangan batubara yang ada di wilayah Kelurahan Tanjung Enim, karena wilayah ini adalah salah satu penghasil batubara terbesar di Indonesia yang dapat memenuhi kebutuhan energi nasional. Pertambangan batubara yang sudah dilakukan di Kelurahan Tanjung Enim adalah pertambangan batubara yang peduli akan kelestarian lingkungan, terbukti dengan pelaksanaan reklamasi lahan pasca tambang yang dilakukan oleh PTBA setelah kegiatan pertambangan batubara sudah selesai dilakukan. Hal ini juga yang mendukung pemerintah untuk tetap memberikan izin penambangan batubara kepada PTBA.

Peningkatan kebutuhan batubara mengakibatkan produksi batubara harus ditingkatkan. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi batubara adalah dengan memperluas lahan pertambangan batubara. Maka dari itu Bukit Munggu yang merupakan salah satu wilayah yang memiliki cukup banyak cadangan batubara dengan kalor tinggi direncanakan untuk di konversi menjadi lahan pertambangan batubara. Bukit munggu adalah kawasan hutan yang perizinan penggunaan lahannya dipegang oleh pemerintah Kehutanan, sehingga untuk


(47)

penggunaan lahan tersebut dibutuhkan perizinan dan biaya sewa lahan hutan yang diserahkan kepada pemerintah Kehutanan.

Penelitian ini akan menganalisis biaya dan manfaat ekonomi kawasan hutan dengan menggunakan metode valuasi kawasan hutan. Valuasi hutan yang akan dihitung adalah nilai use value (nilai penggunaan) dan non use value (nilai bukan penggunaan) yang dihasilkan kawasan hutan. Metode untuk mendapatkan nilai hutan adalah dengan menggunakan Willingness To Pay (WTP) masyarakat Kelurahan Tanjung Enim tentang keberadaan hutan, nilai warisan hutan, dan manfaat pilihan hutan. Faktor yang mempengaruhi Willingness To Pay (WTP) masyarakat juga akan dianalisis menggunakan Minitab 14. Sedangkan untuk menganalisis direct value (nilai langsung) kawasan hutan adalah dengan mengidentifikasi manfaat atau hasil hutan yang digunakan secara langsung oleh masyarakat kelurahan Tanjung Enim, misalnya air. Salah satu indirect value (nilai tidak langsung) kawasan hutan yang akan dihitung adalah nilai karbon yang dihasilkan kawasan hutan.

Analisis biaya dan manfaat juga akan digunakan pada pertambangan batubara yang direncanakan akan dilakukan di kawasan hutan tersebut. Analisis biaya dan manfaat akan dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang dapat dihasilkan dari pertambangan batubara, dimana manfaat batubara dihitung dari cerminan penerimaan yang didapatkan dari produksi batubara di wilayah tersebut. Setelah itu akan digunakan analisis deskriptif untuk membandingkan manfaat dan biaya dari kawasan hutan dengan pertambangan batubara. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada kerangka alur pemikiran Gambar 4.


(48)

Gambar 4 Kerangka Pemikiran Rekomendasi

Perbandingan Biaya dan Manfaat Kawasan Hutan dengan Pertambangan Batubara

Market Value Valuasi Ekonomi

(CVM)

Pertambangan Batubara Kawasan Hutan

Identifikasi Manfaat dan Biaya Kawasan Hutan dan Pertambangan Batubara Rencana Konversi Lahan Kawasan Hutan (WIUP PTBA)

menjadi Pertambangan Batubara WIUP PTBA memiliki potensi

Sumberdaya Batubara Peningkatan Kebutuhan Batubara

Menuntut


(49)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tanjung Enim, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi dipilih secara sengaja dengan mempertimbangkan bahwa wilayah ini adalah salah satu wilayah penghasil batubara terbesar di Indonesia dan direncanakan akan dieksplorasi dengan cara mengkonversi kawasan hutan menjadi pertambangan batubara. Pengambilan data primer pada penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2014.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan di lapangan secara langsung terhadap responden menggunakan kuesioner. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain adalah identifikasi manfaat kawasan hutan bagi masyarakat, identitas responden (nama, jenis kelamin, usia, status pernikahan, pekerjaan, pendapatan, jumlah tanggungan), persepsi masyarakat tentang manfaat hutan, besarnya willingness to pay (WTP) masyarakat terhadap keberadaan hutan, nilai warisan hutan, dan manfaat pilihan hutan.

Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini diantaranya adalah harga batubara (Rp/ton), luas lahan kawasan hutan yang akan dikonversi menjadi pertambangan batubara dan jumlah cadangan batubara yang ada di kawasan tersebut yang termasuk dalam lahan yang akan di konversi menjadi pertambangan batubara. Data ini didapatkan dari PTBA sebagai perusahaan batubara yang akan melakukan kegiatan penambangan batubara. Sedangkan data sekunder lainnya diperoleh dari Kementrian Pertambangan Mineral dan Batubara, pemerintah daerah setempat, buku, internet, dan literatur-literatur lain yang mendukung.


(50)

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel untuk penelitian ini digunakan dengan metode purposive random sampling dimana responden dipilih secara sengaja dan diberikan kesempatan yang sama bagi seluruh elemen populasi. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Tanjung Enim, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini berdasarkan Gujarati (2007) yang menetapkan pengambilan jumlah sampel sekurang-kurangnya berjumlah 30 orang. Pada penelitian ini sampel yang digunakan sebanyak 40 orang. Pengambilan data dari responden bertujuan memperoleh gambaran seberapa besar nilai ekonomi hutan dengan menggunakan analisis nilai ekonomi manfaat hutan dari secara langsung (use value) dan nilai ekonomi manfaat hutan secara tidak langsung (non use value).

4.4 Metode Analisis Data

Hasil data penelitian akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data akan dilakukan dengan bantuan Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14. Data mengenai Willingness To Pay (WTP) masyarakat diperoleh melalui wawancara yang akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif serta akan disajikan secara deskriptif, sedangkan untuk data lainnya akan dianalisis secara kuantitatif dan akan disajikan secara deskriptif. Metode analisis data digunakan untuk menjawab tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Metode Analisis Data

No. Tujuan Penelitian Metode Analisis Data

Output Analisis Data 1. Mengestimasi nilai

ekonomi total kawasan hutan yang akan di konversi menjadi areal pertambangan batubara.

Valuasi non-pasar

menggunakan metode CVM dengan WTP, regresi linier berganda.

Untuk mendapatkan nilai ekonomi hutan non guna. Nilai yang didapatkan diantaranya: a. Nilai keberadaan

hutan.

b. Nilai warisan hutan. c. Nilai pilihan hutan. d. Nilai total hutan

baik guna maupun non guna.


(51)

Market Value Untuk mendapatkan nilai ekonomi manfaat langsung maupun tidak langsung dari hutan.

a. Manfaat langsung yaitu nilai rumput. b. Manfaat tidak

langsung diantaranya:  Nilai air  Nilai karbon  Nilai oksigen 2. Mengestimasi pendapatan

dari kegiatan

pertambangan batubara di wilayah yang di konversi.

Market Value dan analisis pendapatan.

Untuk mendapatkan nilai ekonomi yaitu pendapatan dari batubara.

3. Menganalisis

perbandingan biaya dan manfaat dari penggunaan lahan sebagai kawasan

hutan dengan

pertambangan batubara.

Analisis kuantitatif deskriptif.

Untuk mendapatkan hasil dari perbandingan manfaat dan biaya, dengan membandingkan hasil kuantitatif dari tujuan pertama dan kedua. Kemudian akan disajikan secara deskriptif.

Sumber: Data Primer, diolah (2014)

4.4.1 Contingen Valuation Method (CVM)

Untuk mendapatkan nilai willingness to pay masyarakat Tanjung Enim dapat digunakan tahapan CVM (Fauzi, 2010) sebagai berikut:

1. Membuat Hipotesis Pasar

Pasar hipotesis dibentuk berdasarkan pemberian gambaran kepada responden terhadap keberadaan hutan yang memiliki banyak manfaat, baik manfaat guna (use value) maupun manfaat non guna (non use value). Manfaat use value diantaranya manfaat dari nilai pilihan (option value), serta manfaat langsung dan tidak langsung lain dari kawasan hutan Bukit Munggu. Manfaat langsung dari kawasan hutan Bukit Munggu yaitu dapat menghasilkan rumput yang digunakan oleh peternak sapi, sedangkan manfaat tidak langsung yaitu dapat menghasilkan karbon, oksigen, dan air. Masyarakat juga diberi gambaran tentang manfaat bukan guna (non use value) seperti manfaat dari nilai keberadaan hutan (existence value)


(52)

dan nilai warisan hutan (bequest value). Selanjutnya dalam hipotesis pasar masyarakat diberikan gambaran tentang dapat berkurangnya manfaat dan jasa hutan karena akan dilakukan alih fungsi pemanfaatan lahan kawasan hutan Bukit Munggu menjadi areal perluasan tambang batubara.

Setelah pemberian hipotesis pasar, masyarakat ditanyakan seberapa besar keinginan membayar atas existence value (nilai keberadaan) hutan, bequest value (nilai warisan) hutan yaitu keberlanjutan keberadaan hutan untuk generasi mendatang, dan option value (nilai pilihan) hutan yaitu manfaat yang belum diketahui dari sumber daya alam yang ada dalam kawasan hutan Bukit Munggu. 2. Mendapatkan Nilai Lelang WTP

Teknik yang digunakan untuk memperoleh nilai maksimum keinginan membayar (WTP) dari responden adalah dengan menggunakan pertanyaan terbuka. Responden diberikan kebebasan untuk menyatakan nilai moneter (rupiah yang ingin dibayar) untuk menjaga kualitas lingkungan.

3. Menghitung Rataan Nilai WTP

Tahap berikutnya adalah menghitung nilai rataan WTP setiap individu. Nilai ini dihitung berdasarkan nilai lelang pada tahap dua. Perhitungan didasarkan pada nilai mean (rataan) dan nilai median (tengah). Perhitungan dapat menggunakan formula berikut ini:

DWTP = �����

� �=1

... (4) Keterangan:

DWTP = Dugaan WTP

WTPxi = Jumlah nilai WTP responden

n = Jumlah responden

i = Responden ke-i yang bersedia membayar 4. Memperkirakan Kurva Lelang (Bid Curve)

Kurva lelang atau bid curve diperoleh dengan meregresikan WTP sebagai variabel tidak bebas (dependent variable) dengan beberapa variabel bebas. Perkiraan menggunakan persamaan berikut:


(53)

Keterangan:

Wi = Nilai WTP responden TP = Tingkat pendidikan

P = Pendapatan

JT = Jumlah tanggungan

U = Usia

JK = Dummy jenis kelamin (0 = Perempuan; 1 = Laki-laki) 5. Mengagregatkan Data

Tahap terakhir dalam teknik CVM adalah mengagregatkan rataan lelang yang diperoleh pada tahap tiga. Proses ini melibatkan konversi data rataan sampel ke rataan populasi secara keseluruhan. Nilai total WTP dihitung menggunakan formula seperti berikut:

TWTP=

nn=1

WTPi ni

... (6) Keterangan:

TWTP = Total WTP

WTPi = WTP responden ke-i ni = Jumlah responden ke-i

n = Jumlah responden

4.4.2 Analisis Regresi dalam CVM

Analisis fungsi willingness to pay (WTP) menggunakan analisis linier berganda. Analisis linier berganda digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya nilai WTP masyarakat. Pada penelitian ini akan dilakukan tiga analisis WTP yaitu analisis WTP existence value (nilai keberadan), bequest value (nilai warisan hutan), dan (option value) nilai manfaat pilihan hutan. Persamaan regresi besarnya nilai WTP pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Fungsi WTP nilai keberadaan hutan (existence value):

ln WTPK= β0+β1TPi+β2 Pi+β3 JTi+β4 Ui+β4JKi+ e ... (7) Fungsi WTP nilai warisan hutan (bequst value):


(1)

Lampiran 9 Hasil Uji Kolgomornov-Smirnov WTP

Bequest Value

Residuals P e rc e n t 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean >0,150 1,376677E-15 StDev 0,2959 N 40 KS 0,090 P-Value

Probability Plot of Residuals

Normal

Lampiran 10 Hasil Uji

Scatter plot

WTP

Bequest Value

Residual P e r c e n t 0,8 0,4 0,0 -0,4 -0,8 99 90 50 10 1 Fitted Value R e s id u a l 10,5 10,0 9,5 9,0 8,5 0,8 0,4 0,0 -0,4 -0,8 Residual F r e q u e n c y 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 10,0 7,5 5,0 2,5 0,0 Observation Order R e s id u a l 40 35 30 25 20 15 10 5 1 0,8 0,4 0,0 -0,4 -0,8

Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data


(2)

Lampiran 11 Hasil Uji Glejser WTP

Bequest Value

The regression equation is

sln WTPW = 2,25 - 0,0407 Jenis Kelamin - 0,201 Umur - 0,094 Pendidikan - 0,0709 Penghasilan + 0,0165 Tanggungan

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 2,2473 0,9372 2,40 0,022 Jenis Kelamin -0,04073 0,06143 -0,66 0,512 1,1 Umur -0,2009 0,1148 -1,75 0,089 1,2 Pendidikan -0,0938 0,1639 -0,57 0,571 1,6 Penghasilan -0,07089 0,06741 -1,05 0,300 1,5 Tanggungan 0,01647 0,06950 0,24 0,814 1,2

S = 0,187245 R-Sq = 16,1% R-Sq(adj) = 3,8%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 0,22957 0,04591 1,31 0,283 Residual Error 34 1,19206 0,03506

Total 39 1,42163

Source DF Seq SS Jenis Kelamin 1 0,02584 Umur 1 0,10036 Pendidikan 1 0,06459 Penghasilan 1 0,03682 Tanggungan 1 0,00197

Unusual Observations Jenis

Obs Kelamin ln WTPW Fit SE Fit Residual St Resid 10 0,00 0,6391 0,2537 0,0441 0,3855 2,12R 37 1,00 0,6248 0,1749 0,0575 0,4499 2,52R 38 0,00 0,7481 0,2515 0,0440 0,4966 2,73R R denotes an observation with a large standardized residual.


(3)

Lampiran 12 Hasil Estimasi Regresi Berganda WTP

Option Value

The regression equation is

WTPP = - 1,67 - 0,019 Jenis Kelamin - 0,109 Umur + 0,835 Pendidikan + 0,668 Penghasilan - 0,079 Tanggungan

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -1,673 2,120 -0,79 0,436 Jenis Kelamin -0,0188 0,1390 -0,14 0,893 1,1 Umur -0,1093 0,2598 -0,42 0,676 1,2 Pendidikan 0,8353 0,3707 2,25 0,031 1,6 Penghasilan 0,6678 0,1525 4,38 0,000 1,5 Tanggungan -0,0790 0,1572 -0,50 0,619 1,2

S = 0,423631 R-Sq = 60,8% R-Sq(adj) = 55,0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 9,4535 1,8907 10,54 0,000 Residual Error 34 6,1017 0,1795

Total 39 15,5553

Source DF Seq SS Jenis Kelamin 1 0,2062 Umur 1 0,2135 Pendidikan 1 5,5326 Penghasilan 1 3,4560 Tanggungan 1 0,0453

Unusual Observations Jenis

Obs Kelamin WTPP Fit SE Fit Residual St Resid 7 1,00 8,5172 9,3467 0,2230 -0,8295 -2,30R 10 0,00 8,5172 9,8915 0,0999 -1,3743 -3,34R R denotes an observation with a large standardized residual.


(4)

Lampiran 13 Hasil Uji Kolgomornov-Smirnov WTP

Option Value

Residuals P e rc e n t 1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 -1,5 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean >0,150 1,776357E-16 StDev 0,3955 N 40 KS 0,112 P-Value

Probability Plot of Residuals

Normal

Lampiran 14 Hasil Uji

Scatter plot

WTP

Option Value

Residual P e r c e n t 1 0 -1 99 90 50 10 1 Fitted Value R e s id u a l 11,0 10,5 10,0 9,5 9,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 -1,5 Residual F r e q u e n c y 0,5 0,0 -0,5 -1,0 10,0 7,5 5,0 2,5 0,0 Observation Order R e s id u a l 40 35 30 25 20 15 10 5 1 0,5 0,0 -0,5 -1,0 -1,5

Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data


(5)

Lampiran 15 Hasil Uji Glejser WTP

Option Value

The regression equation is

WTPP = 2,07 - 0,0346 Jenis Kelamin - 0,065 Umur + 0,028 Pendidikan - 0,108 Penghasilan - 0,015 Tanggungan

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 2,074 1,397 1,48 0,147 Jenis Kelamin -0,03464 0,09158 -0,38 0,708 1,1 Umur -0,0645 0,1712 -0,38 0,709 1,2 Pendidikan 0,0283 0,2443 0,12 0,909 1,6 Penghasilan -0,1079 0,1005 -1,07 0,290 1,5 Tanggungan -0,0153 0,1036 -0,15 0,883 1,2

S = 0,279139 R-Sq = 6,0% R-Sq(adj) = 0,0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 0,16829 0,03366 0,43 0,823 Residual Error 34 2,64924 0,07792

Total 39 2,81753

Source DF Seq SS Jenis Kelamin 1 0,01684 Umur 1 0,02004 Pendidikan 1 0,02768 Penghasilan 1 0,10201 Tanggungan 1 0,00171

Unusual Observations Jenis

Obs Kelamin WTPP Fit SE Fit Residual St Resid 10 0,00 1,3743 0,3101 0,0658 1,0642 3,92R R denotes an observation with a large standardized residual.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Enim pada 21 April 1993 dari Bapak

Ahmad Yani dan Ibu Esti Handayani. Penulis adalah putri pertama dari 3

bersaudara. Penulis lulus dari SMA Darul Hikam Bandung pada tahun 2010. Pada

tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui jalur Uji Talenta Mandiri (UTM) pada program Mayor Ekonomi

Sumberdaya dan Lingkungan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan

Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Selain itu, penulis juga

melengkapi mandat dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

dengan mengambil program Minor Komunikasi di Departemen Sains Komunikasi

dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.

Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif mengikuti organisasi

kemahasiswaan di IPB seperti Anggota di Organisasi Century (Center of

Enterpreneurship Development for Youth) IPB periode tahun 2010-2011, Kepala

Divisi

Human Resourceand Development

(HRD) Century IPB periode tahun

2011-2012, dan menjadi Dewan Komisaris Century IPB periode tahun 2012-2013.

Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi luar kampus seperti menjadi Ketua

Divisi Taman Baca di Organisasi Sanggar Juara periode 2012-2013. Penulis juga

aktif dalam beberapa kepanitiaan yang ada di dalam kampus maupun luar kampus.