Relevansi pribadi situasional selalu berkombinasi dengan relevansi pribadi intrinsik konsumen untuk menciptakan tingkat keterlibatan yang benar-benar
dialami oleh konsumen selama proses pengambilan keputusan. Ini berarti bahwa konsumen biasanya mengalami beberapa tingkatan keterlibatan ketika membuat
pilihan pembelian, bahkan untuk produk yang relatif tidak penting. Setiadi, 2003: 115-120
Perilaku konsumen dapat dilihat dari pemilihan produk suatu merek tertentu untuk digunakannya. Mereka akan lebih melihat perbedaan dalam sifat
yang ditawarkan oleh berbagai produk dalam berbagai merek. Apa keunggulan dan kelebihan dari masing-masing produk yang ditawarkan berbagai merek
tersebut, dan hasilnya yang lazim adalah kesetiaan dan loyalitas yang lebih besar. Akhirnya terdapat kemungkinan yang lebih besar dari pemecahan masalah
yang diperluas apabila tingkat keterlibatan tinggi, sementara keterlibatan yang relatif rendah akan menyebabkan teknik pilihan yang lebih disederhanakan dari
pemecahan masalah yang relatif terbatas. Setiadi, 2003: 123-124
2.1.5 Merek Brand
Merek brand telah menjadi elemen penting yang berkontribusi terhadap kesuksesan sebuah organisasi pemasaran, baik perusahaan bisnis maupun nirlaba,
manufaktur maupun penyedia jasa, dan organisasi lokal maupun global. Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1 merek adalah tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
perdagangan barang atau jasa. Tjiptono, 2005: 2
Universitas Sumatera Utara
Nama merek bisa didasarkan pada sejumlah aspek, di antaranya: 1.
Nama orang; misalnya pendiri, pemilik, manajer, mitra bisnis atau orang lain yang disosialisasikan dengan merek produk.
2. Nama tempat; baik asal ditemukannya, dikembangkannya maupun tempat
dijualnya produk atau jasa yang bersangkutan. Misalnya: Hotel Solo, Jakarta Post.
3. Nama ilmiah yang diciptakan; biasanya dari bahasa Yunani atau Latin.
Misalnya: Cuticura Soap artinya perawatan kulit. 4.
Nama “status” misalnya: Crown Piano, Diamond Dies. 5.
“Good Association” names, misalnya: Ivory Soap, Quaker Oats, Sunlight Soap semuanya berasosiasi positif dengan kemurnian, kehalusan dan
kesehatan 6.
Artifical names, yang bisa jadi tidak mengandung khusus misalnya: Kodak, Uneeda Biscuit.
7. Deskriftive names, yaitu merek yang menggambarkan manfaat atau aspek
kunci produk, misalnya Obat Gosok Tjap Onta. 8.
Alpha-numeric brand names, yaitu merek yang mengandung unsur angka, baik dalam bentuk digit maupun tertulis, misalnya Obat Nyamuk Tiga
Roda. Tjiptono, 2005: 4
Universitas Sumatera Utara
Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen merek berperan penting sebagai:
1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan
pencatatan akuntansi. 2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek
bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual. Nama merek bisa diproteksi melalui merek terdaftar, proses pemanufakturan bisa dilindungi
melalui hak paten, kemasan dapat dirpoteksi melalui hak cipta dan desain. 3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka
bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi dilain waktu. 4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna yang unik yang membedakan
produk dari para pesaing. 5. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum,
loyalitas pelanggan, citra yang unik yang terbentuk dalam benak konsumen. Tjiptono, 2005: 20-21
Sedangkan bagi konsumen, merek bisa memberikan berbagai macam nilai melalui sejumlah fungsi dan manfaat potensial, misalnya mengklasifikasikan
dimensi manfaat atau utilitas merek ke dalam sembilan kategori: utilitas fungsional produk, pilihan, inovasi, trustworthiness, emosional, estetis, novelty,
identifikasi sosial, dan identifikasi personal.
Universitas Sumatera Utara
Ada 5 tahap utama dalam proses evolusi branding menurut McEnally dan De Chernatony Tjiptono, 2005: 26-27 yaitu:
1. Unbranded Goods Dalam tahap ini, barang diperlakukan sebagai komoditas dan sebagian
besar diantaranya tidak diberi merek. Tahap ini biasanya bercirikan situasi permintaan jauh melampaui penawaran.
2. Merek sebagai referensi acuan Dalam tahap ini, tekanan persaingan menstimulasi para produsen untuk
mendiferensiasikan produknya dari output produsen-produsen lain. Diferensiasi diwujudkan terutama melalui penyediaan atribut fungsional
yang unik atau perubahan atribut fisik produk. 3. Merek sebagai keperibadian
Dalam tahap ini, konsumen menghadapi begitu banyak merek produk yang semuanya menyampaikan janji fungsional. Konsekuensinya, setiap merek
yang bersaing dalam kategori produk yang sama cenderung menjadi serupa atau mirip dalam hal fungsionalitas. Dalam rangka menciptakan
diferensiasi, pemasar mulai berfokus pada upaya menyertakan nilai emosional pada mereknya dan mengkomunikasikannya lewat metafora
keperibadian merek. 4. Merek sebagai ikon
Pada tahap ini, makna berbagai merek telah berkembang sedemikian rupa sehingga merek telah menjadi simbol tertentu bagi konsumen. Melalui
pemahaman dan pengalaman tertentu dengan merek spesifik, konsumen
Universitas Sumatera Utara
merasa sangat dekat dengan merek tersebut atau bahkan merasa bahwa merek tersebut telah menjadi bagian dari dirinya.
5. Merek sebagai perusahaan Pada tahap ini, merek memiliki identitas kompleks dan banyak poin
kontak antara konsumen dan merek. Karena merek sama dengan perusahaan, maka konsumen akan mempersepsikan merek dan perusahaan
dengan cara yang sama.
2.2 Penelitian Terdahulu