Konsep Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi

2. Wilayah Fungsional adalah wilayah yang memperlihatkan adanya suatu hubungan fungsional yang saling tergantung dalam kriteria tertentu, terkadang wilayah fungsional diartikan juga sebagai wilayah nodal atau wilayah polaritas yang secara fungsional saling tergantung. 3. Perpaduan wilayah formal dengan wilayah fungsional menciptakan Wilayah Perencanaan. Boudeville dalam Budiharsono 2001 mengemukakan bahwa wilayah perencanaan adalah wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dirancang sedemikian rupa berdasarkan potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut sehingga dapat meningkatkan kondisi perekonomian dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang ada di wilayah tersebut.

2.3. Konsep Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi

Arsyad 1993 menyatakan bahwa pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat dalam jangka panjang. Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDPGNP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Namun demikian, pada umumnya para ekonom memberikan pengertian sama untuk kedua istilah tersebut. Mereka mengartikan pertumbuhan atau pembangunan ekonomi sebagai kenaikan GDPGNP saja. Dalam penggunaan yang lebih umum, istilah pertumbuhan ekonomi biasanya digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negara maju, sedangkan istilah pembangunan ekonomi untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negara sedang berkembang. Menurut Rostow dalam Deliarnov 2005, proses pembangunan ekonomi bisa dibedakan ke dalam lima tahap yaitu : 1 Tahap tradisional statis, yang dicirikan oleh keadaan Iptek yang masih sangat rendah dan belum berpengaruh terhadap kehidupan. Selain itu, perekonomian pun masih didominasi sektor pertanian-pedesaan. Struktur sosial-politik juga masih bersifat kaku; 2 Tahap transisi pra take-off, yang dicirikan oleh Iptek yang mulai berkembang, produktivitas yang meningkat dan industri yang makin berkembang. Tenaga kerja pun mulai beralih dari sektor pertanian ke sektor industri, pertumbuhan tinggi, kaum pedagang bermunculan, dan struktur sosial-politik yang makin membaik; 3 Tahap lepas landas, yang dicirikan oleh keadaan suatu hambatan-hambatan sosial politik yang umumnya dapat diatasi, tingkat kebudayaan dan Iptek yang makin maju, investasi dan pertumbuhan tetap tinggi, dan mulai terjadi ekspansi perdagangan ke luar negeri; 4 Tahap dewasa maturing stage, dicirikan oleh masyarakat yang makin dewasa, dapat menggunakan Iptek sepenuhnya. Terjadi perubahan komposisi angkatan kerja dimana jumlah tenaga kerja skilled lebih banyak dari pada tenaga kerja unskilled. Serikat dagang dan gerakan buruh semakin maju dan berperan, dan tingginya pendapatan perkapita; dan 5 Tahap konsumsi massa mass consumption yang merupakan tahap akhir dimana masyarakat hidup serba kecukupan, kehidupan dirasakan aman tentram, dan laju pertumbuhan penduduk semakin rendah. Penelitian Kuznets 1966 dalam Sukirno 1985 tentang corak perubahan persentase sumbangan berbagai sektor dalam pembangunan ekonomi di 13 negara 2 adalah sebagai berikut: 1. Sumbangan sektor pertanian pada produksi nasional telah menurun di 12 negara dari 13 negara. Umumnya pada awal pembangunan ekonomi, peranan sektor pertanian mendekati setengah hingga duapertiga dari seluruh produksi nasional. Pada akhir penelitian, peranan sektor pertanian dalam menghasilkan produksi nasional hanya mencapai 20 persen atau kurang di beberapa negara, dan di beberapa negara peranannya lebih rendah dari 10 persen. 2. Di 12 negara, peranan sektor industri dalam menghasilkan produksi nasional meningkat. Pada awal penelitian, sumbangan sektor industri berkisar antara 20-30 persen dari seluruh produksi nasional. Pada akhir penelitian, peranan sektor industri paling sedikit meningkat 20 persen sehingga sedikitnya menyumbang 40 persen terhadap produksi nasional. 3. Sektor jasa-jasa sumbangannya dalam menciptakan produksi nasional tidak mengalami perubahan yang berarti dan perubahan tersebut tidak konsisten sifatnya. Perubahan struktur ekonomi tersebut berarti bahwa 1 sektor pertanian produksinya mengalami perkembangan yang lebih lambat dari perkembangan produksi nasional; sedangkan 2 tingkat pertambahan produksi sektor industri adalah lebih cepat dari pada tingkat pertambahan produksi nasional; dan 3 tidak adanya perubahan dalam peranan sektor jasa-jasa dalam produksi nasional berarti 2 Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Denmark, Norwegia, Swedia, Italia, Amerika Serikat, Kanada, Australia, Jepang, Russia. perkembangan sektor jasa-jasa adalah sama dengan tingkat perkembangan produksi nasional. Teori pattern of development oleh Chenery 1975 dalam Tambunan 2001 mengidentifikasi bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat per kapita yang membawa perubahan dalam pola permintaan konsumen dari penekanan pada makanan dan barang-barang kebutuhan pokok lain ke berbagai macam barang-barang manufaktur dan jasa, akumulasi kapital fisik dan manusia SDM. Perkembangan kota-kota dan industri-industri di urban bersamaan dengan proses migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan, dan penurunan laju pertumbuhan penduduk dan family size yang semakin kecil. Struktur perekonomian suatu negara bergeser dari yang semula didominasi oleh sektor pertanian danatau sektor pertambangan menuju ke sektor-sektor nonprimer, khususnya industri. Irawan, Suparmoko 1999 menyatakan bahwa pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita. Jadi pembangunan ekonomi selain untuk meningkatkan pendapatan riil juga untuk meningkatkan produktivitas. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan ekonomi suatu wilayah atau daerah. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor ekonomi dan faktor nonekonomi seperti hukum, pendidikan, agama, pemerintah, dan lainnya. Syarat utama bagi pembangunan ekonomi adalah bahwa proses pertumbuhannya harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam negeri. Hasrat untuk memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan kemajuan material harus muncul dari warga masyarakatnya sendiri dan tidak dapat dipengaruhi atau diidentifikasi oleh daerah luar Jhingan, 2002.

2.4. Konsep Perencanaan dan Pembangunan Wilayah Daerah