III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2006-Mei 2007. Lokasi penelitian adalah Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih sebagai
objek penelitian karena : 1 Kota Depok mengalami perkembangan dari tahun ke tahun karena di dukung oleh berbagai potensi sektor perekonomian, seperti sektor
industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran; 2 Letak Kota Depok cukup strategis, yaitu terbentang antara Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
dengan Provinsi DKI Jakarta; 3 Tersedianya data PDRB dan data pendukung lainnya yang relatif lengkap; 4 Belum adanya penelitian tentang analisis
pertumbuhan sektor-sektor perekonomian pasca otonomi daerah dengan studi kasus Kota Depok.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Kota Depok, BPS Kabupaten Bogor, dan instansi terkait lainnya. Data
yang dibutuhkan adalah data PDRB Kota Depok tahun 1997-2004, data PDRB Jawa Barat tahun 1997-2004, dan data-data lainnya yang mendukung.
3.3. Metode Analisis Shift Share
Pada analisis
Shift Share diasumsikan bahwa perubahan indikator
kegiatan ekonomi disuatu wilayah antara tahun dasar analisis dengan tahun akhir analisis dibagi menjadi tiga komponen pertumbuhan, yaitu komponen
pertumbuhan regional, komponen pertumbuhan proporsional, dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah.
3.3.1. Analisis PDRB Kota dan PDRB Provinsi
Asumsikan dalam suatu wilayah perekonomian terdapat m wilayah kota j=1,2,3,...,m dan n sektor ekonomi i=1,2,3,...,n, maka perubahan dalam PDRB
dapat dinyatakan sebagai berikut :
∆Y
ij
= PR
ij
+ PP
ij
+ PPW
ij
1
dimana : ∆Y
ij
= Perubahan PDRB sektor i pada wilayah ke j,
PR
ij
= Persentase perubahan PDRB Kota yang disebabkan komponen pertumbuhan regional,
PP
ij
= Persentase perubahan PDRB Kota yang disebabkan komponen pertumbuhan proporsional,
PPW
ij
= Persentase perubahan PDRB Kota yang disebabkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah.
Untuk memperoleh nilai PR, PP dan PPW, ada beberapa rumusan yang harus dipenuhi yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis :
Y
i
=
∑
= m
j ij
Y
1
dimana: Y
i
= PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis. Y
ij
= PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis.
2. PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis :
Y`
i
=
∑
= m
j ij
Y
1
` dimana:
Y
i
= PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis. Y`
ij
= PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis. Sedangkan Total PDRB propinsi pada tahun dasar analisis dan tahun akhir
analisis dapat dirumuskan sebagai berikut. 3.
Total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis : Y
..
=
∑∑
= =
n i
m j
ij
Y
1 1
dimana: Y
..
= Total PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis. Y
ij
= Total PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis. 4.
Total PDRB provinsi pada tahun akhir analisis : Y`
..
=
∑∑
= =
n i
m j
ij
Y
1 1
` dimana:
Y`
..
= Total PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis. Y`
ij
= Total PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis.
3.3.2. Rasio PDRB Kota dan PDRB Propinsi Nilai R
a
, R
i
, dan r
i
Nilai R
a
, R
i
, dan r
i
digunakan untuk mengidentifikasi perubahan PDRB dari sektor i di wilayah ke j pada tahun dasar analisis maupun tahun akhir analisis.
Menghitung nilai R
a
, R
i
, dan r
i
menggunakan nilai PDRB yang terjadi pada dua titik waktu, yaitu tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis.
1. Nilai R
a
R
a
merupakan selisih antara total PDRB provinsi pada tahun akhir analisis dengan total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis dibagi total PDRB provinsi
pada tahun dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut. R
a
=
.. ..
..
` Y
Y Y
−
dimana : Y`
..
= Total PDRB Provinsi pada tahun akhir analisis, Y
..
= Total PDRB Provinsi pada tahun dasar analisis. 2.
Nilai R
i
R
i
adalah selisih antara PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis dengan PDRB provinsi sektor i pada tahun dasar analisis dibagi PDRB
propinsi sektor i pada tahun dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut. R
i
=
. .
.
`
i i
i
Y Y
Y −
dimana : Y`
i.
= PDRB Provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis, Y
i.
= PDRB Provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis. 3.
Nilai r
i
r
i
adalah selisih antara PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis dengan PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun
dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut.
r
i
=
ij ij
ij
Y Y
Y −
`
dimana : Y`
ij
= PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis, Y
ij
= PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis.
3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah
Nilai komponen PR, PP, dan PPW didapat dari perhitungan nilai R
a
, R
i
, dan r
i
. Dari ketiga komponen tersebut apabila dijumlahkan akan didapatkan nilai perubahan PDRB.
1. Komponen Pertumbuhan Regional PR
Komponen Pertumbuhan Regional adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi regional secara umum,
perubahan kebijakan ekonomi regional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian suatu sektor dan wilayah. Bila diasumsikan bahwa
tidak ada perbedaan karakteristik ekonomi antar sektor dan antar wilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor dan
wilayah. Pada kenyataannya beberapa sektor dan wilayah tumbuh lebih cepat daripada sektor dan wilayah lainnya. Komponen PR dirumuskan sebagai berikut.
PR
ij
= R
a
Y
ij
2
dimana : PR
ij
= Komponen pertumbuhan regional sektor i pada wilayah ke j, R
a
= Persentase perubahan PDRB Kota yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan regional,
Y
ij
= PDRB kota dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. Bila persentase total perubahan PDRB suatu wilayah lebih besar daripada
persentase komponen PR, maka pertumbuhan sektor-sektor ekonomi wilayah tersebut kota lebih besar dari pada pertumbuhan sektor-sektor ekonomi wilayah
diatasnya provinsi. Bila persentase total perubahan PDRB suatu wilayah lebih kecil daripada persentase komponen PR, maka pertumbuhan sektor-sektor
ekonomi wilayah tersebut kota lebih kecil dari pada pertumbuhan sektor-sektor ekonomi wilayah diatasnya provinsi.
2. Komponen Pertumbuhan Proporsional PP
Komponen Pertumbuhan Proporsional terjadi karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah,
perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Komponen pertumbuhan proporsional dapat dirumuskan sebagai berikut.
PP
ij
= R
i
-R
a
Y
ij
3
dimana : PP
ij
= Komponen pertumbuhan proposional sektor i pada wilayah ke j, R
i
-R
a
= Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan proposional,
Y
ij
= PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis. Apabila
PP
ij
0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke j laju pertumbuhannya lambat. Sedangkan bila PP
ij
0 menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke j laju pertumbuhannya cepat.
3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah PPW
Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan
dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan oleh akses pasar, keunggulan komparatif, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan
ekonomi, serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut. Komponen PPW dirumuskan sebagai berikut.
PPW
ij
= r
i
-R
i
Y
ij
4
dimana : PPW
ij
= Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah ke j, r
i
-R
i
= Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan pangsa wilayah,
Y
ij
= PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis. Apabila PPW
ij
0, maka sektor i pada wilayah ke j tidak dapat bersaing dengan baik bila dibandingkan dengan wilayah yang lainnya. Sedangkan bila
PPW
ij
0 menunjukkan bahwa wilayah ke j memiliki daya saing yang baik untuk perkembangan sektor ke i bila dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Berdasarkan nilai PR, PP, dan PPW, maka akan didapat nilai perubahan PDRB, seperti yang dirumuskan pada persamaan 1. Perubahan PDRB juga
dapat dirumuskan sebagai berikut :
∆Y
ij
= Y`
ij
– Y
ij
5
Bila persamaan 2, 3, 4, dan 5, disubstitusikan ke persamaan 1, maka didapat :
∆Y
ij
= PR
ij
+ PP
ij
+ PPW
ij
Y`
ij
– Y
ij
= R
a
Y
ij
+ R
i
-R
a
Y
ij
+ r
i
-R
i
Y
ij
dimana: ∆Y
ij
= Perubahan PDRB sektor i pada wilayah ke j, Y
ij
= PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis, Y`
ij
= PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis, R
a
= Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan regional,
R
i
-R
a
= Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan proporsional,
r
i
-R
i
= Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan pangsa wilayah,
3.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan Wilayah dan Pergeseran Bersih
Analisis profil pertumbuhan PDRB bertujuan untuk mengidentifikasi pertumbuhan PDRB sektor ekonomi di suatu wilayah pada kurun waktu yang
ditentukan dengan cara mengekspresikan persentase perubahan komponen pertumbuhan proposional PP
.j
dengan pertumbuhan pangsa wilayah PPW
.j
. Data-data yang telah dianalisis akan diinterprestasikan dengan cara memplotkan
persentase perubahan PP dan PPW ke dalam sumbu vertikal dan horizontal. Komponen PP diletakkan pada sumbu horizontal sebagai absis, sedangkan
komponen PPW pada sumbu vertikal sebagai ordinat. Profil pertumbuhan PDRB disajikan pada Gambar 3.1 berikut ini.
Gambar 3.1. Profil Pertumbuhan PDRB
Sumber : Budiharsono, 2001.
a. Kuadran I menginterprestasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah
memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Selain itu, sektor tersebut juga mampu bersaing dengan sektor-sektor perekonomian dari wilayah lain. Karena
pertumbuhan sektor-sektor perekonomiannya tergolong dalam pertumbuhan yang cepat, maka wilayah tersebut merupakan wilayah yang progresif maju.
b. Kuadran II menginterprestasikan bahwa sektor perekonomian di suatu
wilayah memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tapi sektor tersebut tidak mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari wilayah lain.
c. Kuadran III menginterprestasikan bahwa sektor perekonomian di suatu
wilayah memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan tidak mampu bersaing dengan wilayah lain. Jadi wilayah tersebut tergolong pada wilayah yang
memiliki pertumbuhan yang lambat. PPW
Kuadran IV
Kuadran II Kuadran III
PP Kuadran I
d. Kuadran IV menginterprestasikan bahwa sektor perekonomian pada suatu
wilayah memiliki laju pertumbuhan yang lambat, tetapi sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari wilayah lain.
e. Pada kuadran II dan IV terdapat garis diagonal yang memotong kedua
kuadran tersebut sehingga membentuk sudut 45°. Bagian atas garis diagonal mengindikasikan bahwa suatu wilayah merupakan wilayah yang progresif,
sedangkan dibawah garis berarti suatu wilayah merupakan wilayah yang pertumbuhannya lambat.
Berdasarkan nilai persen PP
.j
dan PPW
.j
, maka dapat diidentifikasikan pertumbuhan suatu sektor atau suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Kedua
komponen tersebut bila dijumlahkan akan didapat nilai pergeseran bersih PB
.j
yang mengidentifikasikan pertumbuhan suatu wilayah. PB
.j
dirumuskan sebagai berikut.
PB
.j
= PP
.j
+ PPW
.j
,
adapun,
PP
.j
= PP
1j
+ PP
2j
+ PP
3j
+ ... + PP
nj
, PPW
.j
= PPW
1j
+ PPW
2j
+ PPW
3j
+ ... + PPW
nj
dimana: PB
.j
= pergeseran bersih wilayah ke j, PP
.j
= komponen pertumbuhan proposional dari seluruh sektor untuk wilayah ke j,
PPW
.j
= komponen pertumbuhan pangsa wilayah dari seluruh sektor untuk wilayah ke j.
Pada profil pertumbuhan sektor perekonomian dapat dilihat garis yang memotong kuadran II dan IV melalui sumbu yang membentuk sudut 45°. Garis
tersebut merupakan nilai PB
.j
= 0. Bagian atas garis tersebut menunjukkan PB
.j
0 yang mengindikasikan bahwa sektor-sektor perekonomian tersebut pertumbuhannya progresif maju. Sebaliknya, dibawah garis 45° berarti PB
.j
0, menunjukkan sektor-sektor perekonomian yang lamban.
Pergeseran bersih
sektor i
pada wilayah ke j dirumuskan sebagai berikut.
PB
ij
= PP
ij
+ PPW
ij
dimana: PB
ij
= pergeseran bersih sektor i pada wilayah ke j, PP
ij
= komponen pertumbuhan proposional sektor i pada wilayah ke j, PPW
ij
= komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah ke j. Apabila
PB
ij
≥ 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah ke j termasuk ke dalam kelompok progresif maju. Sedangkan bila PB
ij
0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah ke j termasuk ke dalam kelompok lambat.
Persentase perubahan PDRB, PR
.j
, PP
.j
, dan PPW
.j
akan mengidentifikasi pemerataan suatu sektor atau suatu wilayah dalam hal pertumbuhan. Adapun
rumusannya adalah sebagai berikut. ∆ PDRB
.j
= 100
dasar tahun
PDRB dasar
tahun PDRB
- akhir
tahun PDRB
×
PR
.j
=
.j
PR 100
PDRB tahun dasar ×
PP
.j
= 100
dasar tahun
PDRB PP
.j
×
PPW
.j
= 100
dasar tahun
PDRB PPW
.j
×
PB
.j
=
.j .j
PP + PPW 100
PDRB tahun dasar ×
3.4. Definisi Operasional
Analisis pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dengan menggunakan analisis Shift Share dapat dipermudah dengan menggunakan software komputer,
yaitu program Microsoft Excel XP. Hasil perhitungan tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengidentifikasi atau menganalisa pertumbuhan sektor-sektor
perekonomian Kota Depok sebelum dan pada masa otonomi daerah. 1.
Produk Domestik Regional Bruto PDRB Data PDRB suatu daerah adalah salah satu indikator makro untuk
mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan suatu daerah dan untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam periode tertentu. Pada
dasarnya PDRB merupakan jumlah nilai tambah value added yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB disajikan atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Ini
dimaksudkan agar perkembangan PDRB dapat ditelaah sebelum dan sesudah memperhitungkan pengaruh harga. PDRB atas dasar harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan
menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu waktu tertentu sebagai tahun dasar BPS, 2002.
Pada penelitian ini data PDRB yang dianalisis adalah PDRB atas dasar harga konstan 1993 menurut lapangan usaha. Data-data PDRB yang dibutuhkan
adalah PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat tahun 1997-2004, yang dalam kurun waktu delapan tahun tersebut akan dibagi dalam dua periode waktu.
Tahun 1997-2000, dalam penelitian ini, diasumsikan sebagai periode sebelum otonomi daerah. Namun, pada periode 1997-2000 juga telah terjadi krisis ekonomi
nasional. Periode kedua yaitu tahun 2001-2004, dimana pada saat itu undang- undang otonomi daerah dijalankan. Walaupun UU No. 15 Tahun 1999 tentang
pembentukan Kotamadya Dati II Depok telah dikeluarkan pada tahun 1999, namun pada penelitian ini tetap mengambil tahun 2001 sebagai tahun mulai
diimplementasikannya undang-undang otonomi daerah secara serempak di Indonesia.
2. Tahun Dasar Analisis dan Tahun Akhir Analisis
Tahun dasar analisis merupakan tahun dasar yang dijadikan patokan untuk menganalisis atau tahun yang dijadikan sebagai titik awal untuk melihat
pertumbuhan sektor-sektor perekonomian. Sedangkan tahun akhir analisis merupakan tahun yang dijadikan sebagai titik akhir untuk melihat pertumbuhan
sektor-sektor perekonomian. Pada periode 1997-2000, tahun 1997 merupakan tahun dasar analisis dan tahun 2000 adalah tahun akhir analisis. Pada periode
2001-2004, tahun 2001 adalah tahun awal analisis dan tahun 2004 adalah tahun akhir analisis.
3. Sektor-sektor perekonomian
Sektor ekonomi adalah kesatuan dari unit-unit produksi yang dihasilkan oleh suatu wilayah tertentu. Sektor-sektor ekonomi yang ada di Kota Depok
antara lain sektor: 1 pertanian, 2 pertambangan dan galian, 3 industri pengolahan, 4 listrik, gas, dan air minum, 5 ba
ngunankonstruksi, 6 perdagangan, hotel, dan industri, 7 pengangkutan dan komunikasi, 8 keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan 9 jasa-jasa.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Kota Depok Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1997-2000
4.1.1. Analisis PDRB Kota Depok Sebelum Otonomi Daerah Pada analisis PDRB ini akan menampilkan hasil olahan data PDRB pada
masa sebelum otonomi daerah. Sebelum otonomi terjadi, PDRB Kota Depok mengalami penurunan sebesar Rp -436.922,86 juta, atau sebesar -25,18 persen.
Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. PDRB Kota Depok Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1997-2000 Berdasarkan Harga Konstan 1993
PDRB Kota Depok Juta Rupiah
Perubahan PDRB Kota Depok
No. Sektor
1997 2000 Juta
Rupiah Persen
1 Pertanian 58.130,66 43.099,10
-15.031,56 -25,86 2 Pertambangan dan Galian
- - -
- 3 Industri Pengolahan
848.819,14 517.377,26 -331.441,88 -39,05 4 Listrik, Gas dan Air Bersih
55.203,84 51.596,04 -3.607,80
-6,54 5 Bangunan
118.178,74 91.145,39 -27.033,35 -22,87
6 Perdagangan, Hotel, dan
Restoran 390.096,12 330.852,92
-59.243,20 -15,19 7 Pengangkutan dan Komunikasi 76.898,56 77.761,24
862,68 1,12
8 Keuangan, Persewaan, Jasa
Perusahaan 64.391,69 62.441,44
-1.950,25 -3,03
9 Jasa Lainnya 123.294,77 123.817,27
522,50 0,42
TOTAL 1.735.013,52 1.298.090,66 -436.922,86 -25,18
Sumber : BPS Kota Depok 1997-2000 diolah Sektor pertambangan dan penggalian tidak memiliki PDRB
Pada tabel dijelaskan bahwa yang mengalami tingkat pertumbuhan terbesar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, yaitu sebesar 1,12 persen.
Sektor tersebut cukup berkembang karena adanya kontribusi subsektor pengangkutan untuk angkutan jalan raya yang mendominasi. Subsektor tersebut
menyumbang lebih dari Rp 58 juta pada tahun 1997 dan terus meningkat menjadi