V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pola Pertumbuhan Ekonomi KabupatenKota
Krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997, berpengaruh negatif terhadap PDRB per kapita masing-masing kabupatenkota. Tahun berikutnya,
tahun 1998 terjadi penurunan PDRB kabupatenkota yang signifikan di Jawa Barat, kecuali Kabupaten Indramayu dan Kota Bekasi yang mengalami
peningkatan PDRB per kapita. Setahun berikutnya, tahun 1999 PDRB per kapita mayoritas kabupatenkota mulai tumbuh lagi, dengan angka pertumbuhan yang
tipis. Pada tahun 2000 terjadi penurunan pada beberapa daerah, seperti : Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Sumedang, Subang, Purwakarta, Kota Bogor, dan
Kota Sukabumi. Masa Otonomi Daerah, tahun 2001-2005 mengalami perubahan, angka
pertumbuhan PDRB bertambah di sebagian daerah di Jawa Barat. Kebijakan Otonomi Daerah telah memberikan angin segar, khususnya pada sebagian daerah
yang bisa berhasil di dalam menjalankan pemerintahan daerahnya. Pengamatan struktur pertumbuhan ekonomi daerah melalui penggabungan
secara sistematis terhadap laju pertumbuhan PDRB dan PDRB per kapita masing- masing kabupatenkota mengklasifikasikan kabupatenkota ke dalam kategori
menurut Klasen Typologi. Setelah dicermati, rata-rata pertumbuhan untuk tingkat provinsi pada periode 1997-2000 sebesar -0,18 persen naik menjadi 5,66 persen
pada periode 2001-2005. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan.
Tabel 5.1. Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB per Kapita KabupatenKota di Jawa Barat
Laju Pertumbuhan PDRB Rata-Rata Persen
PDRB Per Kapita Juta Rupiah
KabupatenKota 1997-2000 2001-2005 1997-2000
2001-2005 Kab. Bogor
2,91 5,12
1,25954 1,27186761
Kab. Sukabumi
1,62 6,12
1,048242 1,4901075 Kab. Cianjur
0,58 3,76
1,092164 1,11468967 Kab. Bandung
1,61 4,96
1,912602 1,78211487
Kab. Garut 0,55
3,64 1,125676
1,10254202 Kab. Tasikmalaya
0,96 3,75
1,068867 1,11327916
Kab. Ciamis
0,13 4,13
1,275339 1,37582677 Kab. Kuningan
8,77 3,73
0,896332 0,97831674 Kab. Cirebon
2,24 4,55
0,86102 0,88428356
Kab. Majalengka 0,90
4,02 1,003434 1,08844011
Kab. Sumedang 0,61
3,99 1,163603
1,15503744 Kab. Indramayu
0,65 3,65
1,486274 2,882975
Kab. Subang 0,52
4,90 1,366054 1,49043615
Kab. Purwakarta 1,25
3,57 2,21921 2,93832936
Kab. Karawang 0,21
6,08 1,593663 1,79293643
Kab. Bekasi 1,77
5,34 3,694075 5,42848888
Kota Bogor 0,92
5,93 2,090193
1,65736016 Kota Sukabumi
1,31 24,41
2,492553 2,67422938
Kota Bandung 1,75
7,36 2,403808 3,17209637
Kota Cirebon 1,78
4,46 4,893459 5,56483723
Kota Bekasi 1,94
5,31 1,021029
2,10777495 Provinsi 0,18
5,66 1,632172
1,81229863
Sumber : BPS, 1997diolah Ket : negatif
Pada periode 1997-2000 laju pertumbuhan PDRB rata-rata di Kota Cirebon 1,78 dan PDRB per kapita 4,8 juta rupiah. Nilai tersebut memperlihatkan
bahwa laju pertumbuhan PDRB rata-rata dan pertumbuhan PDRB per kapita Kota Cirebon lebih tinggi daripada angka pertumbuhan PDRB rata-rata Jawa Barat
-0,18 dan 1,63 juta untuk PDRB per kapita. Masa Otonomi Daerah, tahun 2001-2005 Kota Bandung mempunyai angka
pertumbuhan PDRB rata-rata 7,36 dan PDRB per kapita 3,17 juta, lebih tinggi dibandingkan dengan angka provinsi 5,66 persen untuk pertumbuhan dan PDRB
per kapita 1,81 juta. Kota Sukabumi memiliki angka pertumbuhan PDRB rata-rata 24,4 persen dan PDRB per kapita 2,67 juta. Maka kedua daerah tersebut
menempati kelas I pada Klasen Typologi. Berdasarkan Klasen Typologi pola pertumbuhan yang terjadi di
kabupatenkota di Provinsi Jawa Barat, pada periode pra otonomi daerah, Kota Cirebon merupakan satu-satunya daerah tingkat II di Provinsi Jawa Barat yang
berada pada kategori I. Kota Cirebon mengalami laju pertumbuhan PDRB rata- rata dan PDRB per kapita yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju
pertumbuhan PDRB rata-rata dan PDRB per kapita Provinsi Jawa Barat. Kota Cirebon menjadi daerah tingkat II yang paling maju baik dari aspek pembangunan
maupun kecepatan pertumbuhannya. Pada periode tersebut pada kategori II, terdapat Kabupaten Sukabumi,
Kabupaten Cianjur, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Karawang yang mempunyai potensi
daerah yang besar, tetapi belum memanfaatkan potensi tersebut secara optimal.
Daerah-daerah tersebut memiliki pertumbuhan yang tinggi, namun PDRB per kapita dibawah provinsi. Hal ini mengindikasikan bahwa tahap pembangunan
yang dicapai masih relatif rendah dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Tetapi sangat terbuka dimasa depan daerah tersebut terus berkembang dan mengejar
ketertinggalannya dari daerah yang maju. Sedangkan pada kategori III, terdapat tiga kabupaten yaitu Kabupaten
Bandung, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bekasi, dan tiga kota yaitu Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung adalah daerah-daerah yang PDRB per
kapitanya tinggi, namun laju pertumbuhan PDRB rendah. Menurut Klasen Typologi daerah-daerah ini mengalami tekanan pada kegiatan utama, sehingga
daerah-daerah ini tidak berkembang lebih cepat. Kabupaten Bogor, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten
Cirebon, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, dan Kota Bekasi merupakan daerah-daerah pada kategori IV. Klasen Typologi menjelaskan bahwa
daerah-daerah ini kurang berkembang. Kebijakan pembangunan yang terpusat pada sektor yang memiliki efek multiplier rendah dan sektor swasta yang kurang
berkembang menjadi penyebab daerah-daerah tersebut tidak berkembang. Periode 2001-2005 merupakan masa otonomi daerah terdapat perubahan.
Pada kategori I, Kota Sukabumi dan Kota Bandung yang memiliki laju pertumbuhan diatas provinsi serta PDRB per kapita lebih besar daripada PDRB
per kapita provinsi. Kota Bandung memiliki laju pertumbuhan PDRB 7,36 persen dan Kota Sukabumi 24,4 persen yang lebih tinggi dari provinsi yaitu 5,66 persen.
PDRB per kapita Kota Bandung 3,1 juta dan Kota Sukabumi 2,6 juta lebih tinggi
daripada provinsi yaitu 1,8 juta. Sehungga terlihat pada tabel 1.2. Kota Sukabumi tercatat 100 persen memiliki desa yang maju. Sedangkan Kota Bandung yang
terdiri dari 139 desa, sebanyak 133 desa sudah maju hanya 6 desa yang tertinggal. Pemerintah Kota Sukabumi dan Kota Bandung telah berusaha memperbaiki
keadaan daerahnya dengan kebijakan-kebijakan yang mendukung. Berada pada kategori II yaitu Kabupaten Karawang dan Kabupaten
Sukabumi yang tetap bertahan pada laju pertumbuhan yang cepat, namun PDRB per kapita daerah ini belum melampaui provinsi. Kota Bogor cukup baik karena
masa otonomi daerah telah mampu memacu laju pertumbuhan PDRB daerahnya dan berada pada kategori ini.
Kabupaten Indramayu, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bekasi, Kota Cirebon, dan kota Bekasi mendapatkan PDRB per kapita yang tinggi, namun laju
pertumbuhan PDRB daerah-daerah ini masih lambat. Pada kategori III ini, daerah- daerah memiliki PDRB per kapita diatas provinsi saja.
Klasen Typologi mencatat pada kategori IV mengalami banyak tambahan daerah. Ini terjadi pada masa otonomi daerah, sehingga Kabupaten Bogor,
Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon,
Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Subang adalah daerah-daerah yang kurang berkembang di masa Otonomi Daerah. Berdasarkan
data pada tabel 1.2. daerah-daerah ini adalah daerah yang memiliki jumlah desa tertinggal yang lebih banyak dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di
Provinsi Jawa Barat.
Tabel 5.2. Pola Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Menurut Klasen
Typologi Klasifikasi Daerah
1997-2000 2001-2005
I
Kota Cirebon Kota Sukabumi
Kota Bandung
II
Kabupaten Sukabumi Kabupaten Cianjur
Kabupaten Majalengka Kabupaten Kuningan
Kabupaten Ciamis Kabupaten Subang
Kabupaten Karawang Kabupaten Sukabumi
Kabupaten Karawang Kota Bogor
III
Kabupaten Bandung Kabupaten Purwakarta
Kabupaten Bekasi Kota Bogor
Kota Sukabumi Kota Bandung
Kabupaten Indramayu Kabupaten Purwakarta
Kabupaten Bekasi Kota Cirebon
Kota Bekasi
IV
Kabupaten Bogor Kabupaten Garut
Kabupaten Tasikmalaya Kabupaten Cirebon
Kabupaten Sumedang Kabupaten Indramayu
Kota Bekasi Kabupaten Bogor
Kabupaten Bandung Kabupaten Cianjur
Kabupaten Garut Kabupaten Tasikmalaya
Kabupaten Ciamis Kabupaten Kuningan
Kabupaten Cirebon Kabupaten Majalengka
Kabupaten Sumedang Kabupaten Subang
Sumber: BPS, 1997diolah
5.2 Ketimpangan Pendapatan Daerah dan