Pada masa sebelum otonomi kedudukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah membentuk suatu hierarki, yaitu pemerintah pusat berada pada posisi
paling tinggi, kemudian daerah provinsi, dan yang berada pada posisi paling bawah adalah daerah kabupatenkota. Adanya otonomi daerah menyebabkan
hierarki tersebut dihilangkan. Posisi daerah kabupatenkota tidak memiliki hierarki dengan daerah provinsi.
2.5. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai kesenjangan pendapatan untuk tingkat nasional pernah dilakukan oleh Uppal dan Handoko 1986 dengan menggunakan
formulasi Williamson CVw untuk tahun 1976-1980. Uppal dan Handoko mengukur kesenjangan pendapatan di Indonesia dengan menggunakan PDRB di
luar sektor pertambangan. Mereka menyimpulkan bahwa terdapat tendensi menurunnya tingkat kesenjangan pendapatan, pola pertumbuhan belum mengarah
pada perbaikan kesenjangan dan faktor-faktor yang cenderung menurunkan kesenjangan pendapatan adalah anggaran belanja pemerintah pusat dan bantuan
kepada provinsi. Tadjoedin 1996 juga mengukur kesenjangan pendapatan nasional dengan
menggunakan konsep pengukuran yang sama yang dilakukan oleh Uppal dan Handoko untuk periode 1984-1993. Hasil yang diperolehnya menunjukkan bahwa
terdapat peningkatan kesenjangan pendapatan selama periode analisis. Tadjoedin, et.al 2001 melakukan analisis untuk mengukur tingkat kesenjangan nasional
untuk tahun 1993-1998. Kesenjangan tersebut diukur dengan menggunakan
PDRB per kapita menurut kabupatenkota yang ada di Indonesia berdasarkan harga konstan tahun 1993. Hasil yang diperoleh menunjukkan tingkat kesenjangan
semakin meningkat.
Tabel 2.2. Indeks Ketimpangan Pendapatan
Di Luar Migas Tahun
UH Tadjoedin Tadjoedin,
et.al 1976 0,4631
1977 0,4609 1978 0,4344
1979 0,5240 1980 0,4435
1984 0,4875 1985 0,4714
1986 0,4600 1987 0,4567
1988 0,4609 1989 0,5632
1990 0,5385 1991 0,5392
1992 0,5442 1993 0,5489
0,923 1994 0,938
1995 0,962 1996 0,966
1997 0,982 1998 0,965
Sumber: Uppal dan Handoko,1986 dan Tadjoedin,1996 dan Tadjoedin, et.al, 2001
Selain mengukur kesenjangan nasional, Tadjoedin 1996 juga mengukur besarnya ketimpangan pendapatan antar pulau. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa pulau yang perekonomiannya didominasi oleh sektor pertanian Pulau Sumatera mempunyai tingkat kesenjangan yang relatif kecil dibanding dengan
pulau yang perekonomiannya didominasi oleh sektor industri Pulau Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan sektor pertanian tidak berada pada posisi
yang dikotomis dengan pemerataan. Sedangkan sektor industri menjadi pemicu tingginya ketimpangan pendapatan.
Tabel 2.3. Ketimpangan Pendapatan Antar Pulau
Tahun Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Lainnya
1984 0,2460 0,5680
0,4381 0,0522
0,3435 1985 0,2459
0,5377 0,4629
0,0408 0,3582
1986 0,2470 0,5177
0,4420 0,0423
0,3780 1987 0,2460
0,5120 0,4710
0,0390 0,3324
1988 0,2521 0,5054
0,4595 0,0490
0,4129 1989 0,2157
0,6209 0,4681
0,0508 0,4183
1990 0,1931 0,6034
0,4516 0,0515
0,4086 1991 0,1814
0,6041 0,4448
0,5800 0,4507
1992 0,1860 0,6108
0,4502 0,0591
0,4550 1993 0,1883
0,6158 0,4401
0,0632 0,4775
Sumber: Tadjoedin, 1996
Mattola 1985 menganalisa besarnya kesenjangan pendapatan antar daerah di Jawa Barat tahun 1977-1981 dengan menggunakan formulasi
Williamson. Mattola juga menganalisis peranan sektor pertanian dalam mengurangi kesenjangan pendapatan daerah. Hasil yang diperoleh dari analisis
tersebut menunjukkan bahwa besarnya kesenjangan dengan memasukkan sektor pertanian dalam perhitungan lebih kecil bila dibandingkan dengan tanpa
memasukkan PDRB sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan untuk mengurangi tingkat kesenjangan pendapatan
yang terjadi. Persentase penurunan kesenjangan pendapatan dengan memasukkan PDRB sektor pertanian dengan PDRB tanpa sektor pertanian berkisar antara 37
persen sampai dengan 48 persen. Persentase penurunan kesenjangan yang terjadi sangat besar dengan adanya sumbangan sektor pertanian pada PDRB yang
dilakukan penghitungan.
Tabel 2.4. Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Jawa Barat tahun 1977-1981
CVw Tahun
Tanpa PDRB Sektor Pertanian
Dengan PDRB Sektor Pertanian
Persentase Penurunan
Kesenjangan Pendapaan Daerah
1977 0,467 0,323
44,6 1978 0,380
0,256 48,4
1979 0,382 0,269
42,3 1980 0,377
0,274 37,6
1981 0,316 0,222
42,3
Sumber: Mattola, 1985
Penelitian yang dilakukan oleh Esmara dalam Wijaya 2001 dengan menggunakan data PDRB dan menerapkan koefisien Williamson yang dibobot
menyimpulkan bahwa angka indeks ketidaksamaan Williamson dari tahun tersebut meningkat tajam dari 0,571 menjadi 0,945 jika semua pendapatan
dimasukkan. Tetapi jika pendapatan dari minyak bumi dikeluarkan dari PDRB provinsi yang kaya minyak seperti Riau dan Kalimantan Timur maka angka-
angka itu antara 0,34 sampai 0,552. Ia menunjukkan bahwa provinsi-provinsi dengan pendapatan per kapita yang lebih tinggi juga mempunyai biaya hidup yang
lebih tinggi sehingga kalau PDRB per kapita dikoreksi berdasarkan perbedaan- perbedaan harga maka indeks ketidakmerataan tersebut akan banyak merosot.
Hendra 2004 melakukan penelitian untuk menganalisis besarnya ketimpangan pendapatan daerah di Provinsi Lampung tahun 1995-2001 dengan
menggunakan formulasi Williamson. Hendra juga menganalisis peran sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan daerah. Untuk melihat
peranan tersebut, dibandingkan besarnya ketimpangan pendapatan daerah dengan tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian dalam perhitungan. Hasil yang
diperoleh dari analisis tersebut menunjukkan bahwa besarnya ketimpangan dengan memasukkan PDRB sektor pertanian dalam perhitungan lebih kecil
dibandingkan dengan tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peran untuk mengurangi
ketimpangan pendapatan yang terjadi di Provinsi Lampung. Persentase perubahan ketimpangan pendapatan dengan memasukkan PDRB sektor pertanian dengan
tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian berada diatas 40 persen.
Tabel 2.5. Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Provinsi Lampung Tahun 1995-2001
CVw Tahun
Tanpa PDRB Sektor Pertanian
Dengan PDRB Sektor Pertanian
Persentase Penurunan
Ketimpangan Pendapatan
Daerah 1995 0,8373
0,4404 47,4
1996 0,8380 0,4499
46,3 1997 0,8391
0,4846 42,2
1998 0,8369 0,4426
47,1 1999 0,7951
0,4207 47,1
2000 0,7793 0,4160
46,6
Sumber: Hendra, 2004
2.6. Kerangka Pemikiran