Fishing Capacity Analisis stok dan fishing capacity perikanan demersal di Kepulauan Togean,Sulawesi Tengah

2.6 Fishing Capacity

Pengendalian upaya penanagkapan adalah salah satu pendekatan pengelolaan sumber daya perikanan yang berkaitan dengan pembatasan fishing capacity atau jumlah alat tangkap ikan. Tujuannya adalah meningkatkan hasil tangkapan ikan dan kinerja ekonomi industri perikanan melalui pengurangan upaya atau fishing capacity yang berlebihan Nikijuluw 2002. Pertimbangan yang dilakukan seperti dalam the international plan of action for the management of fishing capacity adalah sebagai berikut : a partisipasi; b tahapan implementasi; c pendekatan holistik; d konservasi; e prioritas; f teknologi; dan g transparansi. Cochrane 2000 mengemukakan bahwa pertimbangan utama manajemen perikanan adalah pemanfaatan lestari, efisiensi, dan keadilan akses terhadap sumber daya. Isu pengelolaan fishing capacity telah berkembang seiring dengan berkem- bangnya perhatian pada fenomena penyebaran dari kelebihan fishing input dan overcapitalization dalam dunia perikanan. Kelebihan fishing capacity secara luas bertangung jawab pada degradasi sumberdaya perikanan, pemborosan produksi makanan potensial dan pemborosan ekonomi yang signifikan Loftas 2001; Yu and Yu 2007. Asal mula kelebihan fishing capacity pada dasarnya berasal dari kecenderungan menyebarluasnya overinvestment dan overfishing dibawah kondisi open-access . FAO 1995 mengakui bahwa kelebihan fishing capacity mengancam sumber daya perikanan dunia. Untuk itu FAO merekomendasikan bahwa tiap negara harus mencegah overfishing dan kelebihan fishing capacity serta harus melaksanakan langkah pengelolaan untuk menjamin bahwa upaya penangkapan adalah sepadan dengan kapasitas produksi dari sumberdaya perikanan dan pemanfaatan lestari. Untuk pengelolaan fishing capacity, International plant of action IPOA telah menguraikan kerangka kerja dari code of conduct sebagai suatu elemen konsevasi perikanan dan pengelolaan yang berkelanjutan. Menurut Nikijuluw 2002 fishing capacity merupakan suatu variabel yang keberadaannya ditentukan oleh beberapa variabel lain, seperti ukuran mesin kapal, ukuran kapal, ukuran alat penangkapan, dan teknologi alat bantu untuk mendeteksi, menemukan dan mengumpulkan ikan. Oleh karena itu, membatasi fishing capacity harus dilakukan secara tidak langsung melalui pembatasan variabel-variabel penentu ini. Jika hanya salah satu variabel yang dibatasi, nelayan mungkin akan menggantinya dengan variabel lain yang tidak dibatasi. Akibatnya, fishing capacity itu bertambah. Meskipun yang ideal adalah membatasi semua variabel penentu fishing capacity, namun pada kenyataannya hal tersebut sulit dilaksanakan. Morrison 1985 yang diacu Fauzi dan Anna 2005 mengemukakan bahwa konsep fishing capacity dapat didefinisikan dan diukur, baik dengan pendekatan ekonomi-teknologi maupun dinyatakan secara eksplisit dalam optimisasi berdasarkan teori mikroekonomi. Dalam literatur perikanan, konsep fishing capacity memang memiliki persepsi yang berbeda-beda, namun secara umum penggunaannya berkaitan dengan seberapa besar pemanfaatan sumber daya perikanan dibandingkan dengan capital stock yang ada Kirkley and Squires 1998. Dari perspektif teknologi Fauzi dan Anna 2005 menyatakan bahwa fishing capacity diartikan sebagai seberapa besar jumlah ikan yang dapat ditangkap dengan sejumlah input tertentu aktivitas armada dan stok ikan itu sendiri. Selanjutnya dalam perspektif ekonomi, fishing capacity atau bisa juga disebut efisiensi, pada dasarnya merupakan fungsi dari input dan output. Kirkley dan Squires 1999 yang diacuh oleh Fauzi dan Anna 2005, mendefinisikan kapasitas dari sudut pandang ekonomi dan teknologi sebagai jumlah maksimum yang dapat diproduksi per unit waktu dengan lahan dan peralatan yang ada, dimana keberadaan dari berbagai faktor produksi variabel tidak dibatasi. Suatu definisi dasar fishing capacity menurut Salz 1994; FAO 2003 adalah kemampuan dari satu kapal atau armada dari kapal-kapal untuk menangkap ikan. Fishing capacity capacity output dapat diekspresikan lebih spesifik sebagai jumlah maksimum ikan dalam satu periode waktu tahun, musim yang dapat diproduksikan oleh suatu armada penangkapan jika digunakan penuh. Cara yang sangat sederhana yang dilakukan adalah menghitung jumlah kapal dalam sebuah armada penangkapan. Tetapi pendugaan yang lebih akurat juga dilakukan dalam penghitungan variabel-variabel lain : jenis kapal termasuk ukurannya, kekuatan mesin, berapa banyak hari operasi dalam setahun, dan jenis alat tangkap apa yang digunakan. Definisi umum dari fishing capacity adalah stok kapital maksimum yang ada dalam perikanan dan dapat digunakan secara penuh pada kondisi efisiensi maksimum secara teknis, pada waktu dan kodisi pasar tertentu Kirkley dan Squires 1998. Stok kapital pada dasarnya dapat berupa kapital itu sendiri dan sumber daya manusia labor. Kapital merupakan fungsi dari spesifikasi kapal, alat tangkap, dll sedangkan sumber daya manusia dapat berupa jumlah awak kapal, kemampuan, dll. Keseluruhan kapital dan sumber daya manusia itu merupakan manifestasi dari upaya effort, yang biasanya diukur dari jumlah melaut trip atau jumlah hari melaut fishing day. Dengan demikian, Kirkley and Squires 1999 yang diacu Fauzi dan Anna 2005, konsep fishing capacity ini dapat juga disebut sebagai tingkat upaya yang memungkinkan available fishing effort, kapasitas upaya, kapasitas tangkap, upaya potensial maksimum dan potensial fishing capacity . Technical working group TWG mencatat beberapa keuntungan memformulasikan definisi dari fishing capacity dalam hubungan dengan tangkapan Gréboval 2003: a hal itu cocok dengan teori ekonomi produksi; b memudahkan pengumpulan antara armada-armada dan antara penangkapan sektor-sektor proses; c menjadi mudah membagi kekompleksan dalam interaksi perikanan, misalnya bilamana tangkapan dari satu industri perikanan adalah by- catch dari yang lain; d adalah lebih tepat untuk perikanan artisanal, and e menjadi mudah menentukan kapasitas optimal untuk stok berubah-ubah. Tingkat kelebihan dari fishing capacity menurut Ward et al. 2004 merupakan isu kunci serius yang dihadapi para manajer perikanan di millenium yang baru. Mace 1996 mengidentifikasikan kelebihan kapasitas sebagai faktor paling utama yang mengancam kelangsungan hidup jangka panjang dari stok ikan yang dimanfaatkan dan perikanan yang tergantung padanya, menuntut suatu pengurangan yang signifikan untuk tingkat keberadaan global fishing capacity menjadi sepadan dengan keberlanjutan produktivitas sumber daya. Kebutuhan pengelolaan yang efektif dari fishing capacity telah disoroti dalam tahun-tahun terakhir ini mengikuti kenyataan bahwa kebanyakan dari pemanfaatan sumber daya di dunia telah kelebihan tangkap overexploited. Olehnya, Pascoe and Coglan 2000 mengemukakan bahwa dalam mengelola fishing capacity, para pengelola memerlukan penetapan tingkat overcapacity yang ada dalam perikanan individu. Ini membutuhkan sebuah perkiraan tingkat fishing capacity saat ini seperti target, keinginan, tingkat dari fishing capacity. Pada dasarnya ada berbagai metode yang dapat digunakan untuk menganalisis fishing capacity. Diantaranya ada dua pendekatan nonparametrik yang dianggap cukup dapat diandalkan untuk aplikasi yang luas dan mudah dilakukan berkaitan dengan definisi ekonomi-teknologi yang terfokus pada kapasitas output, serta tidak memerlukan data yang mahal Fauzi dan Anna 2005. Selanjutnya dinyatakan bahwa metode pertama adalah metode “peak to peak”. Metode ini akan sangat cocok apabila digunakan pada data yang parsimonius ekstrim, misalnya pada kondisi data yang hanya terbatas pada hasil tangkapan dan jumlah kapal. Kedua adalah data envelopment analysis DEA. Pendekatan yang berorientasi pada output dan input ini dikembangkan pertama kali oleh Charnes, Cooper, and Rhodes 1978 atau dikenal sebagai CCR dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Färe, et al. 1989, 2000 dan disarankan untuk perikanan oleh Kirkley and Squires 1998. Korhumen et al. 1998 yang diacu oleh Fauzi dan Anna 2005, DEA merupakan pengukuran efisiensi yang bersifat bebas nilai value free karena didasarkan pada data yang tersedia tanpa harus mempertimbangkan penilaian judgement dari pengambil keputusan. Teknik ini didasarkan pada pemrograman matematis atau untuk menentukan solusi optimal yang berkaitan dengan sejumlah kendala. DEA bertujuan mengukur keragaan relatif relative performance dari unit analisis pada kondisi keberadaan multiple input dan output Dyson, Thanassoulis and Boussofiane 1990. DEA dapat digunakan untuk menghitung fishing capacity dengan pendekatan Färe, et al 2000. Dalam aplikasi perikanan, DEA memiliki kelebihan dalam hal kemampuannya mengestimasi kapasitas dibawah kendala penerapan kebijakan tertentu, seperti misalnya Total Allowable Catch TAC, pajak, distribusi regional atau ukuran kapal, larangan menangkap pada waktu tertentu ketika terjadi pencemaran, misalnya, dan kendala sosial- ekonomi lainnya. Keistimewaan DEA yang lain adalah kemampuannya dalam mengakomodasi multiple outputs dan multiple inputs, serta tingkat input atau output yang nil maupun nondiskret. DEA juga dapat menentukan tingkat potensial maksimum dari effort atau variabel input secara umum laju utilisasi optimalnya. Seperti dijelaskan sebelumnya, pengukuran efisiensi ini menjadi tidak tepat apabila kita berhadapan dengan data multiple inputs dan outputs yang berkaitan dengan sumber daya, faktor aktivitas dan lingkungan yang berbeda. Meskipun pengukuran efisiensi yang menyangkut multiple input dan output dapat diatasi dengan menggunakan pengukuran efisiensi relatif yang dibobot Fauzi dan Anna 2005. Namun, pengukuran tersebut tetap memiliki keterbatasan berupa sulitnya menentukan bobot yang seimbang untuk input dan output. Keterbatasan tersebut kemudian dijembatani dengan konsep DEA, di mana efisiensi tidak semata-mata diukur dari rasio output dan input, tetapi juga memasukkan faktor pembobotan dari setiap output dan input yang digunakan. Oleh karena itu Fauzi dan Anna 2005 menyatakan, di dalam DEA efisiensi diartikan sebagai target untuk mencapai efisiensi yang maksimum, dengan kendala relatif efisiensi seluruh unit tidak boleh melebihi 100 . Pemecahan masalah pemrograman matematis di atas akan menghasilkan nilai E B m B yang maksimum, sekaligus nilai bobot w dan v yang mengarah ke efisiensi. Jadi, jika nilai = 1, unit ke-m tersebut dikatakan efisien relatif terhadap unit yang lain. Sebaliknya, jika nilai lebih kecil dari 1, unit lain dikatakan lebih efisien relatif terhadap unit m, meskipun pembobotan dipilih untuk memaksimisasi unit m. Salah satu manfaat dilakukannya linearisasi adalah kita dapat melakukan pemecahan pemrograman liniar di atas dengan pemecahan dual. Sebagaimana ciri yang dimiliki oleh pemrograman linear, pemecahan baik primal maupun dual akan menghasilkan solusi yang sama. Namun, pemecahan dengan dual sering kali lebih sederhana, sebab dimensi kendala berkurang.

2.7 Tinjauan Studi Terdahulu