Kondisi perekonomian LINGKUNGAN EKSTERNAL

43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. LINGKUNGAN EKSTERNAL

Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang berada di luar kendali perusahaan. Lingkungan eksternal sangat berpengaruh terhadap kondisi perusahaan secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, kondisi lingkungan ekstenal harus dipertimbangkan dalam penentuan strategi perusahaan maupun pada pengembangan bauran pemasaran. Lingkungan eksternal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan mikro lingkungan tugas dan lingkungan makro. Lingkungan mikro terdiri dari para pelaku dalam lingkungan yang langsung berkaitan dengan perusahaan yang mempengaruhi kemampuan untuk melayani pasar, sedangkan lingkungan makro terdiri dari kekuatan–kekuatan yang lebih bersifat kemasyarakatan dan mempengaruhi semua pelaku dalam lingkungan mikro perusahaan. Dalam menganalisis lingkungan pemasaran yang dihadapi pada pasar sasaran, perusahaan perlu memperhatikan lingkungan industri untuk mengetahui intensitas persaingan dalam industri sejenis Umar, 1999. 1. Lingkungan eksternal makro

a. Kondisi perekonomian

Keadaan perekonomian suatu negara akan mempengaruhi kinerja perusahaan dalam suatu industri. Faktor ekonomi mengacu pada sifat, cara dan arah perekonomian perusahaan. Lingkungan perekonomian yang berubah harus mendapatkan reaksi yang cepat dalam pengambilan keputusan untuk menentukan rencana pemasaran yang sesuai dengan kondisi perkonomian. Lingkungan ekonomi juga sangat dipengaruhi oleh interaksi ekonomi makro. Kondisi perekonomian ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat. Indikator yang sering dipakai untuk menggambarkan tingkat kemakmuran masyarakat secara makro adalah pendapatan perkapita atau Percapita Income. Semakin tinggi pendapatan yang diterima penduduk di suatu wilayah maka tingkat kesejahteraan di wilayah 44 yang bersangkutan dapat dikatakan bertambah baik. Oleh karena pendapatan faktor produksi dan transfer yang mengalir keluar transfer out serta pendapatan faktor produksi dan transfer yang masuk transfer in yang menjadi komponen perhitungan pendapatan regional belum dapat dihitung maka yang dapat disajikan hanya Pendapatan Domestik Regional Bruto PDRB perkapita. Angka ini diperoleh dengan cara membagi PDRB dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Salah satu besaran yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat secara makro di suatu daerah adalah menggunakan indikator PDRB perkapita yaitu rata-rata nilai tambah yang dihasilkan oleh setiap penduduk. PDRB perkapita dapat dijadikan pendekatan untuk indikator pendapatan perkapita. Indikator pendapatan perkapita sering dijadikan sebagai base line yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kendati masih terdapat banyak kelemahan pada indikator ini, pendapatan perkapita sampai saat ini masih banyak digunakan sebagai indikator makro untuk menentukan maju mundurnya pembangunan di suatu kawasan. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang dapat menggambarkan kinerja perekonomian di suatu wilayah. Sehingga, pertumbuhan ekonomi merupakan indikator makro yang sering digunakan sebagai salah satu strategi kebijakan bidang ekonomi. Perekonomian Nasional memasuki tahun 2005 mengalami gejolak dengan adanya kenaikan harga BBM. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi nasional tetap mampu tumbuh positif dengan laju sebesar 5,6. Peningkatan kinerja perekonomian nasional tersebut didukung oleh kondisi sosial politik serta keamanan yang kondusif. Dalam lima tahun terakhir 2001-2005 nilai PDRB kota Bogor mengalami peningkatan dengan nilai di atas lima persen. Peningkatan PDRB ditujukan pada Tabel 2 dimana pada tahun anggaran 2002 sebesar 5,47, meningkat pada tahun anggaran berikutnya menjadi 5,72 tahun 2003, 5,74 tahun 2004, 5,76 tahun 2005. Peningkatan PDRB dari sektor industri pengolahan dimana terlihat dari tahun anggaran 2002 yaitu sebesar 5,73, kemudian meningkat pada tahun anggaran berikutnya 45 menjadi 6,17 tahun 2003, 6,20 tahun 2004, 6,21 tahun 2005. Sumbangan besar dimainkan oleh sektor industri terhadap peningkatan Produk Domestik Regional Bruto PDRB. Hal ini menandakan adanya transformsi ke arah sektor industri. Salah satu industri yang mempunyai kontribusi terbesar adalah berasal dari industri makanan. Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto PDRB Kota Bogor menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2001-2005 dalam jutaan rupiah Tahun Uraian 2001 2002 2003 2004 2005 Pertanian 10,755.40 11,094.84 11,642.98 12,193.69 12,716.02 Pertambangan dan Penggalian - - - - - Industri Pengolahan 779,846.18 827,318.66 881,718.49 940,062.95 1,002,371.58 Listrik, Gas, dan Air Bersih 85,758.27 91,743.05 98,132.83 105,087.61 112,491.06 Bangunan 227,279.58 234,466.55 244,414.67 255,205.67 266,037.24 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 908,410.21 949,697.09 988,571.26 1,029,072.26 1.071.266.44 Pengangkutan dan Komunikasi 264,303.07 281,187.90 301,110.33 322,110.33 324,684.12 Keuangan, Persewaan Jasa Perusahaan 322,515.18 358,604.84 398,668.99 441,570.29 489,525.24 Jasa-Jasa 221,565.32 232,720.65 243,925.99 255,671.20 268,139.21 Produk Domestik Regional Bruto PDRB 2,823,430.21 2,986,837.37 3,168,185.54 3,361,438.93 3,567,230.91 Sumber: Badan Pusat Statistik Bogor, 2006 Menurut Sagir 1995, adanya laju inflasi yang cepat disebabkan oleh meningkatnya permintaan akan barang dan jasa yang lebih cepat bila dibandingkan dengan pengadaan barang dan jasa tersebut. Sehingga harga barang dan jasa pun meningkat dengan tajam terjadi overheated economy . Indeks Harga Konsumen adalah indeks yang menggambarkan perubahan harga pada suatu komoditi dan kelompok pengeluaran atau harga secara umum. Perubahan indeks dari periode yang berbeda disebut inflasi jika meningkat dan deflasi jika terjadi penurunan. Laju inflasi 46 merupakan salah satu indikator makro yang dapat menggambarkan perekonomian secara menyeluruh terutama di bidang moneter. Laju inflasi dipantau setiap bulan untuk evaluasi kinerja dan perencanaan pembangunan. Dapat dilihat pada Tabel 3, inflasi Kota Bogor pada tahun 2006 mencapai 6,62. Secara umum perkembangan harga barang dan jasa pada tahun 2005 mengalami kenaikan yang sangat tajam. Tingkat inflasi di beberapa kota Jawa Barat mencapai dua digit dikarenakan kenaikan harga BBM pada bulan Maret dan Oktober. Selain itu, kebijakan moneter dengan BI rate mencapai 12,75 mempengaruhi tingkat inflasi di Jawa Barat sampai pada akhir 2005. Kota Bogor mengalami laju inflasi sebesar 0,536 sepanjang tahun 2006. Tabel 3. Tabel IHK dan Inflasi tahun 2006 Kota bogor Bulan IHK Inflasi Januari 141.91 1.1 Februari 143.25 0.94 Maret 142.76 -0.34 April 142.45 -0.22 Mei 143.95 1.05 Juni 144.06 0.08 Juli 144.41 0.24 Agustus 145.35 0.65 September 145.94 0.41 Oktober 147.66 1.18 November 147.96 0.2 Desember 149.65 1.14 Desember05 140.36 Laju inflasi Jan-Des 2006 6.62 Perbandingan IHK Jan-Des 2006 Sumber: Badan Pusat Statistik Bogor, 2007 b. Faktor Teknologi Adaptasi teknologi yang menarik akan berdampak pada perencanaan perusahaan melalui perkembangan produk, pengembangan proses produksi, dan peningkatan pemasaran. Dua dimensi terbesar dalam suatu 47 industri adalah proses dan teknologi. Kedua dimnsi tersebut mempengaruhi energi, material, transportasi, dan areal yang digunakan. Penggunaan teknologi PT. Bogor Agro Lestari adalah teknologi bioproses enzimatik Enzymatic Bioprocessing Technology. Dilihat dari segi penggunaan mesin dan peralatan, teknologi pengolahan VCO masih tergolong pada taraf sedang madya. Teknologi yang dipakai pada PT. Bogor Agro Lestari dapat dibandingkan dengan teknologi yang digunakan untuk industri yang sejenis VCO yang masih menggunakan teknologi sederhana untuk proses pengolahannya. Teknologi yang tergolong taraf sedang ini disebabkan sulitnya mendapatkan pinjaman dan menarik investasi. Situasi ini tercipta karena produk yang dihasilkan merupakan barang bukan bahan makanan pokok. Selain itu, teknologi yang digunakan dapat memanfaatkan limbah hasil pembuatan VCO. Minyak goreng VCO merupakan hasil damping dari pengolahan limbah VCO, mempunyai keunggulan dibandingkan dengan minyak goreng lainnya, yaitu manfaat yang sama dengan fungsi VCOitu sendiri. Minyak goreng yang berasal dari VCO ini mendapat banyak pesanan dari berbagai rumah makan untuk para pecinta makanan vegetarian, dimana minyak goreng yang dihasilkan dari hasil samping memiliki kadar laurat tinggi. Persaingan sesama industri VCO, PT. Bogor Agro Lestari tidak kalah baik dari segi kapasitas produksi dan mutu produk. Dengan teknologi bioproses enzimatik ini, PT. Bogor Agro Lestari mampu memenuhi permintaan konsumen berdasarkan preferensi dan kebutuhan. Preferensi konsumen dapat dilihat dari mutu atau kualitas VCO yang dihasilkan, sedangkan kebutuhan berdasarkan tingkat permintaan konsumen terhadap VCO. c. Faktor Sosial Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai populasi penduduk yang cukup besar, yaitu 230 juta jiwa. Dalam perkembangannya, penduduk Indonesia yang sadar kesehatan akan 48 semakin meningkat pula sehingga akan menaikkan jumlah permintaan akan VCO sebagai minuman kesehatan. Kotamadya Bogor merupakan pasar potensial bagi industri minuman kesehatan Vigin Coconut Oil PT. Bogor Agro Lestari dalam memasarkan produknya. Dengan kondisi jumlah penduduk Kotamadya Bogor tahun 2006 sebesar 760.329 jiwa Badan Pusat Statistik Bogor, 2007 akan meningkatkan pemintaan minuman kesehatan VCO. Dengan adanya pertahanan terhadap kualitas produk dari segi produk dan promosi produk VCO diharapkan mampu menjawab permintaan pasar. Selain itu, hasil samping yang diciptakan mampu menjadi produk subsitusi minyak goreng. Minyak goreng kelapa FERCO mempunyai kadar lemak jenuh yang tinggi asam laurat dan aman dikonsumsi oleh penderita kolestrol. d. Faktor politik Pemerintah selalu berkaitan dengan keberadaan regulasi-regulasi dan dukungan-dukungan lain yang non-regulatif. Secara umum, variabel pemerintah berkenaan dengan keberadaan regulasi-regulasi terkait, stabilitas politik, ekonomis, dan politis. Pemerintah memberikan deregulasi terkait seperti Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha kecil dan menengah. Industri VCO di PT. Bogor Agro Lestari tergolong pada industri kecil dan menengah. Pemerintah selaku penyelenggara negara berusaha melindungi keberadaan sektor industri kecil dan menengah sebagai salah satu pertahanan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan regulasi yang mendukung adanya Usaha Kecil dan Menengah UKM, yaitu Undang-undang Nomor 251992 tentang Perkoperasian, Undang-undang Nomor 91995 tentang Usaha Kecil, Undang-undang Nomor 252004 tentang Sistem Perencanaan 49 Pembangunan Nasional, serta berbagai undang-undang, peraturan pemerintah, Inpres dan Keppres dan Perpres lainnya yang terkait. e. Faktor Alam Luas areal kebun kelapa di Indonesia adalah yang terbesar di dunia, yaitu seluas 3,74 juta hektar atau sebesar 31,4 dari luas areal kebun kelapa di dunia. Total areal kelapa di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4, tersebar di seluruh wilayah di Indonesia yang perkembangan pada setiap wilayah mengalami penurunan dimana pada tahun 2002 menurun 1, tahun berikutnya menurun 0,67. Namun, penurunan luas wilayah tidak terlalu mempengaruhi penyediaan bahan baku kelapa Nasional. Tabel 4. Luas areal dan produksi kelapa di Indonesia hektar Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003 Propinsi Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi D.I. Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarata Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I.Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa TenggaraBarat Nusa TengaraTimur Kalimantan Barat KalimantanTengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Irian Jaya 110.467 150.301 86.263 594.401 128.079 42.245 16.271 19.947 131.308 184.550 100.027 290.140 44.199 284.297 72.193 67.097 164.448 91.643 66.761 44.075 164.448 254.033 58.906 183.333 161.152 47.585 92.445 161.871 37.451 75.684 119.644 70.510 512.075 122.327 3.034 6.325 12.193 109.251 78.588 58.134 222.512 46.630 251.201 75.128 48.5 64.742 47.884 63.056 26.037 64.742 262.230 61.204 185.474 145.053 33.886 89.829 166.869 12.539 111.138 145.305 91.920 569.970 128.079 44.479 15.399 27.788 132.406 171.622 100.027 286.539 44.045 286.130 71.850 68.352 163.993 92.566 68.611 42.377 163.993 271.227 58.008 178.331 165.132 48.000 92.445 162.021 42.688 75.606 119.808 77.603 444.797 122.327 28.035 6.531 3.649 114.426 93.175 64.166 216.470 47.272 258.162 74.021 49.417 55.503 44.036 47.958 28.438 55.503 279.011 55.869 185.323 154.813 30.326 69.829 166.869 14.295 111.188 145.355 91.970 570.020 128.029 44.529 15.449 27.838 132.456 171.672 100.077 286.589 44.095 286.180 71.900 68.402 164.043 92.616 68.661 42.427 164.043 271.277 58.058 178.381 161.340 48.050 92.495 162.071 42.733 79.386 125.578 81.483 467.038 128.443 29.437 6.858 3.831 120.145 97.799 67.374 227.265 49.636 270.976 77.698 51.888 58.268 46.238 50.356 29.860 58.268 292.580 58.662 194.504 145.171 31.842 73.320 175.212 15.010 INDONESIA 3.739.451 3.012.511 3.734.057 2.968.384 3.731.565 3.098.539 Sumber: Deptan, Ditjen BP Perkebunan, 2004 Besaran angka-angka di atas menunjukkan bahwa potensi ketersediaan bahan baku untuk membangun industri masih sangat besar.. Lahan ketersediaan bahan baku masih sangat luas dan belum 50 termanfaatkan dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan luas areal dan produksi kelapa per propinsi tahun 2000-2003 terlihat pada Tabel 8. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa kelapa bagi masyarakat Indonesia merupakan bagian dari kehidupan karena semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosia,l dan budaya. Di samping itu, arti penting kelapa bagi masyarakat juga tercermin dari luas areal perkebunan rakyat yang mencapai 98 dari 3,74 juta ha dan melibatkan lebih dari tiga juta rumah tangga petani. Pengusahaan kelapa juga membuka tambahan kesempatan kerja dari kegiatan pengolahan produk turunan dan hasil samping yang sangat beragam. 2. Lingkungan eksternal mikro a. Lingkungan Persaingan Pendatang baru dapat membawa kapasitas baru serta keinginan untuk merebut pasar. Hal ini akan membawa dampak pada tertekannya perusahaan. Faktor modal yang dibutuhkan untuk usaha ini tidak terlalu besar yaitu fermentor, cold storage, incubator, dan blender Masuknya pesaing atau pendatang baru dalam industri VCO sangat mudah, sehingga akan meningkatkan persaingan dan ancaman dalam perusahaan, karena dampaknya dapat merebut pangsa pasar. Selain itu, dalam memperoleh pemasok industri VCO tergolong mudah terutama di wilayah Jawa Barat. Dari data Nasional yang diperoleh, ada sekitar 40 buah industri VCO yang terdaftar, dapat dilihat pada Lampiran 8. Dari angka perkembangan Nasional industri tersebut, persaingan tingkat Nasional belum mencapai kesulitan yang berarti, namun karena penggunaan teknologi yang sederhana dan tingkat diferensiasi produk cukup kecil, sehingga kemunculan-kemunculan produk serupa tidak dapat dihindari lagi. Fenomena ini memunculkan penawaran lebih tinggi dari pada permintaan Nasional terhadap produk VCO. Penawaran yang melebihi titik keseimbangan pemintaan, membawa harga produk menurun dan kelebihan 51 stock di pasar efek kejenuhan pasar. Tingkat kejenuhan pasar diindikasikan pada daya tawar produsen yang lemah. Masalah daya saing dalam pasar merupakan isu kunci dan tantangan yang tidak ringan sehingga kemampuan dan keunggulan daya saing yang tinggi harus melekat pada produk VCO PT. Bogor Agro Lestari. Produk VCO perlu melakukan pembedaan yang mempunyai nilai tambah. Nilai tambah yang menjadi unggulan tidak hanya penciptaan produk yang bernilai tinggi, tetapi juga responsif terhadap perubahan pasar. Sehingga keunggulan yang diciptakan perusahaan dapat meningkatkan daya saing dan keunggulan kompetitif. Untuk memenangkan persaingan selain keunggulan produk yang diciptakan, sarana informasi seperti majalah, surat kabar, internet dapat digunakan perusahaan untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan produk. Riset pemasaran juga diharapkan dapat memperluas jaringan pemasaran karena dapat mengetahui sejauh mana perkembangan pasar dan daya beli masyarakat terhadap produk VCO. Selain itu, dari riset pemasaran dapat diperoleh informasi segala tanggapan dan komentar dari konsumen langsung mengenai produk VCO. b. Kondisi Pemasok Sebagai perusahaan yang bergerak pada bidang minuman kesehatan VCO, PT. Bogor Agro Lestari membutuhkan penyediaan bahan mentah berupa kelapa yang berkelanjutan. Sedangkan penyediaan raw material yang berasal dari alam sangat tergantung pada keadaan iklim. Oleh karena itu, diperlukan penjadwalan yang tepat agar pemenuhan bahan baku untuk produksi dapat terus terpenuhi. Sampai saat ini, PT. Bogor Agro Lestari sangat responsif untuk mempreventifkan terjadinya gagal panen kelapa akibat iklim. Indonesia sebagai negara pertanian dengan luas lahan pertanian seluas 107 juta hektar dengan 97 ribu hektar lahan kelapa Badan Pusat Statistik, 2007 dapat menjamin bahan baku kelapa Indonesia. VCO PT. Bogor 52 Agro Lestari sampai saat ini menyediakan bahan baku buah kelapa yang berasal dari Ciamis dan sekitarnya. c . Potensi Produk Pengganti Produk subsitusi merupakan produk pengganti yang dapat menggantikan produk utama baik dalam keadaan tidak tersedia maupun tersedia. PT. Bogor Agro Lestari dengan basis produk VCO merupakan sebuah perusahaan herbal yang menyediakan produk yang berasal dari alam. Untuk produk-produk kesehatan herbal berbahan baku alam sejenis seperti VCO banyak ditemukan.

B. LINGKUNGAN INTERNAL