Terdapat tiga kelompok rentetan kebijakan publik yang dirangkum secara sederhana, yakni sebagai berikut
14
1.
Kebijakan Publik Makro :
Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat juga dikatakan sebagai kebijakan yang mendasar. Contohnya: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945; b. Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang; c. Peraturan Pemerintah; d. Peraturan Presiden; e Peraturan Daerah.
Dalam pengimplementasian, kebijakan publik makro dapat langsung diimplementasikan.
2. Kebijakan Publik Meso
Kebijakan publik yang bersifat meso atau yang bersifat menengah atau yang lebih dikenal dengan penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berupa Peraturan Menteri,
Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan Walikota, Keputusan Bersama atau SKB antar- Menteri, Gubernur dan Bupati atau Walikota.
3. Kebijakan Publik Mikro
Kebijakan publik yang bersifat mikro, mengatur pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan publik yang diatasnya. Bentuk kebijakan ini misalnya peraturan yang
dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu yang berada dibawah Menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota.
Bentuk kebijakan publik baik kebijakan publik makro, meso dan mikro tersebut dalam proses pembuatannya melibatkan banyak variabel yang harus dikaji secara kompleks dan
menyeluruh.
2.2 Implementasi Kebijakan
14
Nugroho, Riant. Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang Model-model Perumusan, Implementasi dan Evaluasi. Penerbit: PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. 2006. Hal: 31.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang telah
diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, seolah – olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting
karena suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu kebijakan
dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri. Implementasi Kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat
tercapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langka yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam
bentuk program – program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut.
15
Menurut Pressman dan Wildavsky implementasi kebijakan adalah interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana – sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau
kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya.
16
Menurut Patton dan Sawicki 1993 implementasi kebijakan adalah berbagai kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan program, dimana eksekutif berperan mengatur cara
dalam mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.
17
15
Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Kebijakan. Jakarta: Gramedia, hal : 174.
16
Tangkilisan, Op. Cit., hal : 9.
17
Santosa, Pandji. 2008. Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance. PT. Refika Aditama: Bandung, hal: 41.
Mazmanian dan Sabatier mengatakan bahwa mengkaji masalah implementasi kebijakan berarti berusaha memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program
dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa – peristiwa dan kegiatan – kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut usaha –
Universitas Sumatera Utara
usaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau pada kejadian – kejadian tertentu.
18
Menurut Van Meter dan Van Horn ada enam variabel yang memepengaruhi kinerja implementasi,yakni
Dari beberapa pemahaman di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan proses pelaksanaan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk pencapaian tujuan
yang diharapkan sesuai dengan sasaran kebijakan tersebut.
2.2.1 Model Implementasi Kebijakan Publik
1. Model Van Meter dan Van Horn
19
1. Standard dan sasaran kebijakan
:
Standard dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstuktur sehingga dapat direalisir. Apabila standard dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi
dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi. 2.
Sumber daya Kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber baik sumber daya manusia
maupun sumber daya non manusia. Dalam berbagai kasus program jaringan pengaman sosial JPS untuk kelompok miskin di pedesaan kurang berhasil karena
keterbatasan kualitas aparat pelaksana. 3.
Hubungan antar organisasi Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain.
Keberhasilan suatu program memerlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi. 4.
Karakteristik agen pelaksana
18
Safi’I, H.M. 2007. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah. Malang: Averroes Press, hal : 144.
19
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pustaka Belajar. Hal : 99.
Universitas Sumatera Utara
Yang dimaksud dengan karakteristik agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma – norma dan pola – pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang
semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program. 5.
Kondisi sosial, ekonomi, dan politik Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung
keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para
partisipan yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.
6. Disposisi implementor
Ini mencakup tiga hal, yakni : a respon implementor terhadap kebijakan, yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, b kognisi, yakni
pemahamannya terhadap kebijakan dan c intesitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
2.Model Implementasi Kebijakan George Edward III
Edward melihat implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat banyak faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi implementasi kebijakan.
Faktor-faktor tersebut perlu ditampilkan guna mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap implementasi. Oleh karena itu, Edward menegaskan bahwa dalam studi
implementasi terlebih dahulu harus diajukan dua pertanyaan pokok, yaitu: 1 Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan?
2Apakah yang menjadi faktor utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan?
20
20
Diakses dari http:mulyono.staff.uns.ac.id20090528model-implementasi-kebijakan-george-edward-
iiitanggal 23 april 2013 pukul 12.45 WIB
Universitas Sumatera Utara
George C. Edward III berusaha menjawab dua pertanyaan tersebut dengan mengkaji empat faktor atau variabel dari kebijakan yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi sikap
implementor, struktur birokrasi. a
Komunikasi Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan
dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu
dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementors
mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa
menahannya hanya untuk kepentingan tertentu, atau menyebarluaskannya. Di samping itu sumber informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang
berbeda pula. Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat
melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh semua personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenai maksud dan tujuan
kebijakan. Jika para aktor pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa sesunguhnya yang akan diarahkan.
Para implemetor kebijakan bingung dengan apa yang akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak akan mendapatkan hasil yang optimal. Tidak cukupnya
komunikasi kepada para implementor secara serius mempengaruhi implementasi kebijakan.
b Sumber daya
Komponen sumber daya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan
Universitas Sumatera Utara
pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada sebagaimana yamg
diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana. Sumber daya
manusia yang tidak memadai jumlah dan kemampuan berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan
pengawasan dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas, maka hal yang harus dilakukan adalah meningkatkan skillkemampuan para pelaksana untuk
melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik agar dapat meningkatkan kinerja program. Ketidakmampuan pelaksana program ini disebabkan
karena kebijakan konservasi energi merupakan hal yang baru bagi mereka dimana dalam melaksanakan program ini membutuhkan kemampuan yang khusus, paling
tidak mereka harus menguasai teknik-teknik kelistrikan. Informasi merupakan sumber daya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Ada dua bentuk informasi yaitu informasi
mengenahi bagaimana cara menyelesaikan kebijakanprogram serta bagi pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan informasi tentang data
pendukung kepatuhan kepada peraturan pemerintah dan undang-undang. Kenyataan dilapangan bahwa tingkat pusat tidak tahu kebutuhan yang diperlukan para pelaksana
dilapangan. Kekurangan informasipengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau
pelaksana tidak ada di tempat kerja sehingga menimbulkan inefisien. Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan
pemerintah yang ada. Sumberdaya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana
program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan mengatur keuangan, baik
Universitas Sumatera Utara
penyediaan uang, pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor. Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakanprogram harus terpenuhi seperti kantor,
peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil program dapat berjalan.
c Disposisi
Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Jika implemetor setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka
mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak
masalah. Ada tiga bentuk sikaprespon implementor terhadap kebijakan ; kesadaran pelaksana,
petunjukarahan pelaksana untuk merespon program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami
maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada
didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam
mencapai sasaran program. Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari
dukungan pimpinan ini adalah menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program,
memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan
insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakanprogram.
Universitas Sumatera Utara
d Struktur Birokrasi
Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan
struktur birokrasi itu sendiri. Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan biasanya sudah dibuat standard operation procedur SOP. SOP menjadi
pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan. Aspek kedua adalah
struktur birokrasi, struktur birokrasi yang terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit
dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.
2.3 Kemiskinan