96 Setelah melihat uraian tentang bagaimana para pemimpin di dinas
menggerakkan bawahannya, terlihat tipe kepemimpinan transaksional diterapkan oleh para pemimpin di dinas, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Komariah
Triatna Kadim Masaong dan Arfan Timole, 2011: 162 kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang menekankan pada tugas yang diemban
bawahan. Pemimpin adalah seseorang yang mendesain pekerjaan beserta mekanismenya, dan staf adalah seseorang yang melaksanakan tugas sesuai dengan
kemampuan dan keahlian.
d. Persepsi Konflik
Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, yang mana dapat menurunkan kinerja organisasi yang bersangkutan jika konflik
tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Bagaimana cara seorang pemimpin dalam mencegah konflik dan mengendalikan konflik yang terjadi
dipengaruhi oleh bagaimana persepsi pemimpin tersebut mengenai konflik organisasi itu sendiri.
Seorang pemimpin mempunyai persepsi masing-masing mengenai konflik organisasi yang terjadi Dinas P dan K Purworejo. Konflik yang terjadi, menurut
wawancara dengan Kepala Dinas pada tanggal 25 Juli 2013, ”Ya konflik itu jangan dihindari, harus dikelola, karena potensi kita ya itu
dengan ratusan suku-suku, masyarakat yang majemuk, kebudayaan di Indonesia. Ya kalau semua itu bisa dikelola dengan baik itu bisa
meningkatkan potensi dari masing-
masing.”
97 Menurut wawancara dengan Kepala Seksi Binmudora pada tanggal 20 Juli
2013, “Konflik di sini ya pernah terjadi, misal ketika dalam pembagian tugas ada
salah satu staf si A yang tugas keluar kota mengurusi lomba, dll lalu staf si B yang satu sedang sibuk dengan urusan pribadinya mengurusi anaknya
pendaftaran di Akpol. Suatu ketika si B menyalahkan menyalahkan staf lain termasuk staf si A tadi yang dianggap tidak pengertian terhadap dirinya dan
menganggap pekerjaan mereka itu tidak repot namun mengapa pekerjaan dirinya yang paling repot dan yang lain tidak ada yang membantu padahal
dirinya juga harus mengurusi pendaftaran Akpol anaknya. Padahal semua staf juga mempunyai kesibukan masing-masing dengan pekerjaannya dan harus
menyelesaikannya dengan maksimal pula.” Hal yang sama diungkapkan oleh Kepala Seksi TKNK Dikmen dalam
wawancara pada tanggal 23 Juli 2013, “Ya saya rasa konflik dimanapun sudah pasti pernah terjadi, kalau disini ya
semisal kesalah pahaman informasi, kesalah pahaman komunikasi ya seperti itu. Namun ketika terjadi seperti itu mereka bisa professional, dalam artian
tidak mencapuradukan urusan konflik dengan urusan pekerjaan, jadi tidak
sampai mempengaruhi kinerja mereka.” Konflik yang pernah terjadi di beberapa seksi dinas sering kali terjadi karena
perbedaan perilaku antar individu yang satu sama lain kurang bisa saling memahami dan menerima karakter dari masing-masing individu. Ini terlihat dalam
hal-hal yang biasanya menyebabkan konflik adalah perbedaan pendapat dalam berbagai hal yang menimbulkan perdebatan, perbedaan kompetensi yang
menciptakan saling ketergantungan dengan staf lain, dan kurang saling memahami sifat pribadi masing-masing staf yang menimbulkan kesalah pahaman dalam
berkomunikasi. Secara umum persepsi dari para pemimpin di dinas menyadari bahwa konflik itu memang pasti terjadi di mana saja termasuk dilingkungan dinas.
Para pemimpin menyadari bahwa konflik tidak selalu merupakan hal yang negatif jika dapat dikendalikan sebagaimana mestinya. Para pemimpin di dinas
98 menjadikan konflik sebagai alat untuk dapat meningkatkan kinerja staf, saling
berkompetisi untuk menjadi lebih baik, dan memberikan suasana baru dalam lingkungan kerja staf untuk menghindari kejenuhan. Dengan persepsi yang
demikian, pemimpin sudah mempunyai pandangan dalam melakukan langkah- langkah untuk penanganan konflik ketika konflik antar staf itu terjadi.
Masing-masing pemimpin di dinas sudah memahami bagaimana pentingnya mencegah dan menangani konflik ketika konflik itu terjadi. Menurut wawancara
dengan Kepala Bidang Pendidikan Dasar pada tanggal 22 Juli 2013, ”Adanya konflik itu penting, jika hanya konflik kecil maka pemimpin tidak
perlu masuk kedalamnya, karena nantinya konflik tersebut akan reda dengan sendirinya. Konflik dapat memacu para staf untuk bisa bekerja menjadi lebih
baik.” Hal yang sama diungkapkan Kepala Seksi Binmudora dalam wawancara pada
tanggal 20 Juli 2013, “Pada suatu ketika konflik itu perlu ditimbulkan, dalam arti begini ketika ada
staf kinerjanya masih kurang maksimal perlu adanya konflik untuk dia agar bisa berkompetisi dengan staf lain yang kinerjanya sudah bagus. Jadi staf itu
menjadi termotivasi untuk menjadi lebih baik dalam hal kinerja dari pada
lawan konfliknya itu, lalu disinilah kita bisa arahkan dan kendalikan.” Para pemimpin di dinas menyadari bahwa terjadinya konflik tidak perlu
selalu ditakuti dan dihindari. Sebaliknya dengan terjadinya konflik antar staf yang mana jika konflik tersebut mampu ditangani dengan cara yang benar dan tepat,
maka konflik akan menghasilkan dampak yang positif terhadap staf itu sendiri. Hal ini akan terlihat ketika staf yang terlibat konflik akan termotivasi untuk
mempunyai keinginan agar kinerjanya bisa lebih baik dari lawan konfliknya tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Wirawan 2010: 106 konflik
mempunyai pengaruh positif terhadap kehidupan manusia diantaranya adalah
99 menciptakan perubahan, membawa objek konflik ke permukaan, memahami
orang lain dengan lebih baik, menstimulus cara berpikir yang kritis dan meningkatkan kreativitas, manajemen konflik dalam menciptakan solusi terbaik,
dan konflik menciptakan revitalisasi norma. Hal yang sama dikemukakan Ivancevich, dkk 2007: 43 konflik fungsional functional conflict merupakan
sebuah konfrontasi antar kelompok yang meningatkan dan memberikan keuntungan pada kinerja organisasi dalam pencapaian tujuannya.
e. Pendekatan dan Solusi terhadap konflik