1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manajemen Sumber Daya Manusia SDM adalah bentuk pengakuan terhadap pentingnya satuan tenaga kerja organisasi sebagai sumber daya manusia
yang penting bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi, dan pemanfaatan berbagai fungsi dan kegiatan personalia untuk menjamin bahwa mereka digunakan secara
efektif dan bijak agar bermanfaat bagi induvidu, organisasi dan masyarakat. Manajemen personalia berfungsi untuk mengelola kegiatan sumber daya manusia
dalam suatu organisasi perusahaan. Perusahaan yang sudah maju terutama di luar negeri menyadari betapa pentingnya aset sumber daya manusia sedangkan di dalam
negeri sebagian besar perusahaan masih kurang memanfaatkan manajemen sumber daya manusia yang ada, karena sumber daya manusia belum dapat dilihat sebagai aset
Handoko, 2001 : 5. Kemajuan perusahaan atau organisasi tentunya didukung oleh kinerja
karyawan. Seseorang dapat dikatakan mempunyai kinerja yang baik, manakala mereka dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, artinya mencapai sasaran dengan
atau menurut standar yang ditentukan dengan penilaian kinerja, dengan kata lain akan mendorong karyawan untuk bersaing memperoleh penghargaan, bonus atau
dipromosikan jabatan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2 Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang karyawan dalam
melaksanakan atau menyelesaikan pekerjaan Prawiro suntoro, dalam Moh Pabundu Tika 2005 :121. Sedangkan menurut Moh Pabundu Tika 2005 :121, kinerja adalah
hasil-hasil fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi
dalam periode waktu tertentu. Untuk mengetahui hasil kerja seseorang yaitu dapat dilihat dengan adanya penilaian prestasi kerja yang bertujuan untuk perbaikan
prestasi kerja, menentukan kompensasi, penetapan pegawai, usaha pembinaan karier, dan lain-lain.
Kinerja karyawan di dalam pekerjaannya pada dasarnya akan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi tertentu, yaitu kondisi yang berasal dari dalam
induvidu yang disebut dengan faktor individual, dan kondisi yang berasal dari luar induvidu yang disebut dengan faktor situasional. Faktor individual meliputi jenis
kelamin, kesehatan, pengalaman dan karakteristik psikologis. Karakteristik psikologis terdiri dari motivasi, kepribadian, dan locus of control. Adapun faktor situsional
meliputi kepemimpinan, prestasi kerja, hubungan sosial dan budaya organisasi Alter, dalam Falikathum, 2003 :264.
Budaya organisasi merupakan salah satu faktor situsional yang mempengaruhi kinerja karyawan. Selanjutnya variabel lain yang mempengaruhi
kinerja karyawan adalah faktor individual antara lain karakteristik psikologis yaitu locus of control
Falikhantum, 2003 :264. Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, kemudian
3 dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal
dan masalah integrasi internal Phithi Sithi Ammuai dalam Moh Pabundu Tika, 2005 :4. Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh induvidu untuk mengorganisasikan
dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka Robbins, 2006 : 169. Jadi persepsi mengenai budaya organisasi
adalah proses yang ditempuh induvidu untuk mengorganisasikan serta menafsirkan kesan-kesan indera mereka yang akan menghasilkan makna berbeda-beda terhadap
budaya organisasi tersebut. Budaya organisasi telah muncul sebagai hal yang sangat penting bagi
keuntungan kompetitif. Budaya organisasi memberikan ciri khas tertentu bagi organisasi yang memiliki dan membedakan organisasi tersebut dari organisasi
lainnya. Ciri tersebut dapat menjadi suatu daya tarik yang mendukung organisasi untuk membentuk suatu kesan atau citra tertentu di masyarakat sehingga dapat
mempengaruhi ketertarikan orang dalam mengambil keputusan apakah ingin PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4 bergabung atau tidak dengan organisasi itu. Budaya organisasi juga
dapat menjadi kekuatan untuk meningkatkan kinerja pegawai pada suatu organisasi. Kinerja karyawan dapat semakin tinggi karena adanya budaya yang
kuat. Budaya yang kuat dalam organisasi merupakan pembangkit motivasi yang luar biasa dalam menuntun perilaku diri karyawan, karena budaya organisasi membantu
karyawan melakukan pekerjaan-pekerjaannya dengan lebih baik terutama dalam hal menjelaskan bagaimana karyawan harus berperilaku setiap saat dan membuat
karyawan merasa lebih baik dengan apa yang dilakukan, sehingga cenderung membuat karyawan bekerja lebih keras Deal dan Kennedy dalam Moh Pabundu Tika
2005 :108. Sedangkan menurut Moh Pabundu Tika 2005 :109, budaya organisasi kuat membangkitkan semangat berperilaku dan bekerja lebih baik. S.P. Robbins
dalam Moh Pabundu Tika 2005 :111, budaya kuat membuat karyawan betah bekerja, loyal dan berkomitmen pada organisasi. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa
ada hubungan antara persepsi mengenai budaya organisasi dengan kinerja karyawan. Kinerja karyawan juga bisa dipengaruhi oleh locus of control. Locus of
control a dalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa, apakah dia merasa
dapat atau tidak dapat mengendalikan perilaku yang terjadi padanya Rotter, dalam Falikhatun, 2003 :270. Selanjutnya menurut Stickland dalam Folkman dalam
Falikhatun, 2003 :265, bahwa induvidu mempunyai locus of control internal cenderung lebih aktif mencari informasi yang relevan dengan persoalan yang
dihadapinya. Adapun locus of control eksternal ditujukan dengan pandangan bahwa peristiwa baik atau buruk yang terjadi tidak berhubungan dengan perilaku seseorang
5 pada situasi tertentu. Oleh karena itu seseorang yang memiliki locus of control
eksternal percaya bahwa semua peristiwa yang terjadi selalu berada di luar kontrolnya dan percaya bahwa hidupnya sangat dipengaruhi takdir, keberuntungan, kesempatan,
dan kekuatan lain di luar dirinya. Kinerja karyawan dapat semakin baik atau semakin memuaskan karena
adanya locus of control yang memberikan keyakinan kepada karyawan untuk menentukan atau mengendalikan kontrol pada dirinya sendiri, hal inilah yang
membuat karyawan dapat yakin menentukan tujuan Rother, dalam Fred Luthans, 2005 : 183. Karena itu, kinerja karyawan dapat semakin baik dengan adanya locus of
control internal dan eksternal.
PD Taru Martani adalah Badan Usaha Milik Daerah yang berstatus sebagai Badan Hukum dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Perda Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 8 Tahun 1985, dan telah disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Keputusan Nomor: 539.34-252, tanggal 26 Februari 1986, dan
telah diumumkan dalam Lembaran Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 3 Tahun 1986 Seri: D. PD Taru Martani beralamat di Jl. Kompol. B. Suprapto No.2A,
Yogyakarta. PD Taru Martani adalah suatu kesatuan produksi di bidang penyediaan
pelayanan bagi kemanfaatan umum di samping mendapatkan keuntungan. Perusahaan ini, berusaha di bidang-bidang lain sejenis yang dapat mendorong perkembangan
sektor swasta dan atau koperasi di luar usaha perusahaan serta bertujuan untuk turut serta mengembangkan kegiatan perekonomian daerah pada khususnya dan kegiatan
6 perekonomian nasional pada umumnya guna memenuhi kebutuhan masyarakat serta
sebagai salah satu sarana bagi sumber pendapatan asli daerah. Untuk mencapai tujuan dimaksud, PD Taru Martani berpedoman pada
asas-asas ekonomi perusahaan serta prinsip-prinsip akuntansi perusahaan, dan dapat bekerja sama dengan semua pihak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Perusahaan ini, bergerak dalam lapangan usaha processing tembakau untuk membuat cerutu, tembakau shag, sigaret dan usaha-usaha yang secara langsung ada
sangkut-pautnya dengan usaha tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin meneliti “Hubungan Persepsi Mengenai Budaya Organisasi dan Locus of Control Dengan Kinerja
Karyawan”. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat disusun adalah sebagai berikut :
1. Adakah hubungan antara persepsi mengenai budaya organisasi dan locus of control
secara simultan dengan kinerja karyawan? 2. Adakah hubungan antara persepsi mengenai budaya organisasi dan locus of
control secara parsial dengan kinerja karyawan?
3. Adakah variabel yang mempunyai hubungan dominan dengan kinerja karyawan?
7
C. Batasan Masalah