Pendidikan Agama Kristen Dan Budi Pekerti 131
melainkan harus senantiasa diulang setiap ada kesempatan yang tepat sehingga berbagai aturan dan tata tertib dapat tertanam dalam pikiran dan hati siswa.
Hukuman seyogyanya diberikan jika cara-cara pendisiplinan lainnya tidak berhasil. Hukuman memberi tahu pada anak mengenai perilaku apa yang tidak diinginkan, tetapi
belum tentu menjelaskan perilaku yang bagaimana yang diinginkan. Sedangkan persyaratan dalam penanaman disiplin adalah bahwa anak-anak harus tahu betul perilaku apa yang
dapat diterima. Dalam menegakkan disiplin hendaknya pendidik dapat menggunakan cara-cara yang membentuk konsep diri yang positif dan realistis pada anak.
Mengacu pada pernyataan tersebut, hendaknya guru tidak terlalu mudah dan sering menjatuhkan hukuman pada siswa. Karena siswa yang terlalu sering dihukum pada
akhirnya akan melahirkan konsep diri negatif dalam dirinya. Atau siswa akan melawan dengan berbagai cara.
Jika penegakan disiplin dilakukan dalam perspektif iman Kristen, maka ada tahap-tahap yang harus dilalui, ditegur di bawah empat mata, kemudian yang kedua kalinya bersama
guru BP, lalu ditegur sekali lagi, barulah dijatuhkan hukuman yang mendidik bukan untuk menyakiti dan membuat siswa ketakutan. Dalam penegakan disiplin, sebaiknya dari dalam
diri siswa tumbuh keengganan untuk melanggar disiplin ketimbang “ketakutan” yang bersifat paksaan belaka.
b. Disiplin yang Seimbang
Sekolah harus menyeimbangkan antara hukuman dan penghargaan. Misalnya, jika siswa terlambat diberi hukuman tetapi jika mereka berprestasi, mereka dapat memperoleh
penguatan reward. Jadi, untuk setiap ketaatan dan prestasi, siswa diberi penguatan tetapi untuk setiap pelanggaran, siswa diberi sanksi. Disiplin di sekolah tentu beda dengan disiplin
militer yang keras. Artinya, aspek pengampunan harus diberlakukan dan dilihat dari besar- kecilnya pelanggaran. Sedapat mungkin sekolah tidak mengeluarkan siswa melainkan
berupaya keras mendidik dan memperbaiki perilaku siswa.
4. Disiplin di rumah
Keluarga dalam hal ini orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, orang tua harus jadi teladan bagi anak dalam hal disiplin. Aturan dan tata
tertib di rumah harus dijalankan secara konsekuen, orang tua hendaknya konsisten dalam menerapkan aturan. Tiap anggota keluarga memiliki peran masing-masing, supaya peran
dapat efektif maka dibutuhkan aturan-aturan yang mengikat secara tidak tertulis.
Buku Guru Kelas VII SMP 132
Salah satu contoh tentang penerapan disiplin di rumah adalah disiplin waktu. Perlu ada pengaturan waktu yang seimbang antara bermain dengan belajar. Ada penelitian yang
mengatakan bahwa anak-anak dan remaja menghabiskan terlalu banyak waktu di depan TVdan permainan elektronik. Dampaknya pada proses sosialisasi dan kesehatan. Yaitu
waktu belajar menjadi berkurang, demikian pula waktu untuk bersosialisasi dengan sesama. Selain itu kesehatan syaraf mata dan tangan dapat terganggu.
Orang tua merupakan mitra bagi guru dalam menerapkan disiplin bagi anak. Sekolah dan keluarga harus saling mendukung dalam mendisiplinkan anak. Di samping itu, remaja
perlu diperkuat dengan prinsip-prinsip moral menyangkut pergaulan dengan sesama remaja, guru dan orang tua. Mengenai prinsip moral akan dibahas dalam nilai Kristiani jadi tidak
dibahas secara lebih mendalam di sini. Disiplin yang diajarkan di rumah bertujuan mempengaruhi remaja supaya dapat berpikir,
merasakan dan bertindak dalam kaitannya dengan apa yang diyakininya salah atau benar. Menurut Editor majalah E-Konsel dalam Esa Wibowo, banyak orang menganggap
bahwa masa remaja adalah masa yang paling menyenangkan tapi sekaligus juga paling membingungkan. Masa di mana seseorang mulai memikirkan tentang cita-cita, harapan,
dan keinginan-keinginannya. Namun juga masa yang membingungkan, karena ia mulai menyadari masalah-masalah yang muncul ketika ia mencoba untuk mengintegrasikan
antara keinginan diri dan keinginan orang-orang di sekitarnya. Pada saat inilah orang tua memiliki peranan yang sangat penting untuk menolong anak
remajanya, supaya mereka tidak salah jalan. Tetapi tidak dapat dipungkiri kalau pada saat yang sama orang tua mengalami kesulitan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang
dialami remaja, baik secara fisik maupun psikis. Karena itu, orang tua perlu melakukan pendekatan-pendekatan yang tepat agar dapat mengerti dan memahami masalah anak
remajanya. Jika tidak hal ini akan menyebabkan banyak kesalahpahaman di antara mereka. Peraturan dalam keluarga hendaknya sesuai dengan usia dan kebutuhan anak, misalnya
tentang waktu untuk menonton TV, waktu untuk bermain, membersihkan kamar, atau tentang hormat pada orang yang lebih tua, dan lain-lain. Orang tua dan guru harus memahami
bahwa bagi anak remaja, hal-hal yang menyangkut identitas, kebebasan dan harga diri amat sensitif. Para remaja membutuhkan banyak dukungan dan dorongan. Pertentangan tidak
pernah dapat diselesaikan dengan argumen atau pertengkaran. Teladan dan kemantapan orang tua sangat mempengaruhi anak-anak mereka. Pernikahan
yang baik dan bahagia, jauh lebih membantu anak-anak muda untuk siap menghadapi kehidupan, daripada peraturan-peraturan dan pengawasan. Ciri-ciri ajaran iman Kristen
seperti kasih, kesabaran, pengertian, dukungan dan kepercayaan, yang diungkapkan secara tetap, akan menjadi dasar kekuatan yang dibutuhkan para remaja dalam menghadapi
tekanan dan masa-masa perubahan. Kepercayaan orang tua tidak boleh dipisahkan dari pengalaman dan tindakan nyata, terutama dalam keluarga.