Perbedaan Kepuasan perkawinan berdasarkan Asal Daerah

sendiri ketika berinteraksi dengan orang lain dapat membantu individu membangun hubungan jangka panjang yang memuaskan Schutte, Malouff, Bobik, Coston, Greeson, Jedlicka, Rhodes Wendorf, 2001. Kemampuan dalam mengatur dan meregulasi emosi pada diri sendiri membantu individu untuk lebih memahami dan menghargai perasaan pasangan dan anggota keluarga Lavaleukar, Kulkarni Jagtap, 2010. Individu yang mampu meregulasi emosi diasumsikan dapat menyelesaikan konflik dengan suasana hati yang tenang. Regulasi emosi erat kaitannya dengan kepuasan perkawinan yang mana dimediasi oleh komunikasi kontruktif Bloch, Haase, Levenson, 2014. Shackelford dan Buss 2000 mengatakan bahwa prediktor yang paling konsisten memengaruhi kepuasan perkawinan adalah ketidakstabilan emosi. Laki-laki atau perempuan yang menikah dengan orang yang memiliki kepribadian seperti stabilitas emosi yang rendah, kurang teliti dan kurang terbuka sering mengeluh bahwa pasangannya memiliki sifat cemburu berlebih, posesif, dan egosentris. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian terkait sebelumnya yang menunjukkan hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan kepuasan dalam hubungan romantis. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa individu dengan kecerdasan emosi yang tinggi memiliki relasi yang baik dengan pasangan dibandingkan dengan individu yang memiliki kecerdasan emosi cenderung rendah Brackett, Warner Bosco, 2005; Smith, Heaven, dan Ciarrochi, 2008. Salah satu cara untuk meningkatkan kepuasan dalam perkawinan adalah dengan meningkatkan kecerdasan emosi Weisinger, 2010. Weisinger mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk menggunakan emosi, perasaan, dan suasana hati diri sendiri dan juga orang lain. Hal tersebut dapat menjadi sumber informasi yang memungkinkan untuk membuat pilihan yang lebih baik sehingga seseorang dapat mengarahkan kehidupannya menjadi lebih baik. Beberapa emosi, seperti kemarahan dan kecemasan dapat meningkatkan atau menghambat hubungan dan kinerja seseorang, sementara kepercayaan, optimisme, keuletan, dan semangat biasanya meningkatkan kinerja seseorang dan membuat hubungan lebih bahagia. Pasangan dapat mengelola kemarahan dan kecemasan akan lebih menguntungkan dan menghasilkan kepuasan dalam perkawinannya dibandingkan pasangan yang tidak dapat mengelola kemarahan, kecemasan, dan menghindari depresi.

2. Kepuasan Perkawinan Responden Penelitian dilihat dari Data Demografik

Peneliti melakukan analisis tambahan uji beda mengenai data demografik responden dan kepuasan perkawinannya. Data demografik meliputi jenis kelamin, usia, asal daerah, pendapatan, dan usia perkawinan.