KEBERLANJUTAN USAHA EKONOMI KEMANDIRIAN KELOMPOK DAN

135 walaupun sudah tidak ada bantuan program lagi. Mereka menginginkan kelompok taninya tetap eksis dan berkembang. Ketua kelompok akan berupaya dan berjuang keras untuk bekerjasama dengan pihak swasta, pondok pesantren dan LSM kehutanan. Ketua kelompok akan bekerja keras untuk mencari informasi mengenai usahatani hutan rakyat agar kelompok taninya tetap dapat menjalankan usahatani hutan rakyat. Agar kelompok tani bisa terus berkembang yang dapat menopang kehidupan perkonomian petani dan akan selalu berusaha untuk meningkatkan partisipasi petani terhadap kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung keberlanjutan usaha tani hutan rakyat. Hal ini diharapkan akan melepaskan ketergantungan kelompok tani terhadap tengkulak yang lebih banyak merugikan petani. Ironisnya karena tidak ada lagi bantuan untuk pemeliharaan tanaman keras, para anggota kelompok tani di kampung Nangeleng dan kampung Leuwisapi desa Lemahduhur menggantungkan hidupnya kepada tengkulak. Ketergantungan ini dalam bentuk pemberian pinjaman kepada para petani yang membutuhkan biaya produksi, sarana produksi bahkan untuk kebutuhan sehari- hari. Hal ini mengakibatkan kondisi ekonomi petani tidak mengalami perubahan. Karena selalu hasil produksi pertanian karena belum ada produksi dari tanaman keras langsung diambil oleh tengkulak untuk dibawa ke pasar. Petani tidak pernah tahu tentang harga pasar untuk komoditas pertanian yang mereka hasilkan. Informasi tentang harga pasar didapat petani setelah tengkulak kembali dari pasar. Dan biasanya harga yang diberikan kepada petani adalah harga terendah di pasaran. Petani mengharapkan nantinya hasil produksi kayu tidak diambil oleh tengkulak sehingga petani bisa bebas memilih untuk memasarkan hasil kayunya nanti. Terlihat juga ada upaya dari pengurus untuk membebaskan para petani dari tengkulak dapat dilihat telah berdirinya koperasi yang didirikan pada bulan April 2011 oleh anggota kelompok tani beserta pihak dari kantor desa Lemahduhur. Dari hasi pengamatan nampak bahwa ada keberlanjutan pengurus untuk meneruskan kegiatan usahatani hutan rakyat. Ketua kelompok akan terus mengelola kelompok taninya dalam kegiatan hutan rakyat walaupun bantuan program akan berakhir dan tetap mengupayakan agar di tahun-tahun mendatang bisa memperoleh bantuan program lagi. Namun yang diinginkan adanya perubahan sistem pemberian bantuan, dimana penentuan bibit hendaknya 136 berdasarkan keinginan dari masyarakat tidak atas kehendak pihak program atau secara bottom up, karena petani lah yang lebih mengetahui bibit apa yang cocok untuk di tanam di lahannya. Jadi tidak mubazir bantuan bibit yang diberikan oleh pihak program. Apabila bibit bantuan program yang diberikan kepada petani tidak sesuai dengan keinginan petani ada kemungkinan bibit tidak akan ditanama bahkan kemungkin terburuk bibit akan dijual oleh petani apalagi tidak ada bantuan dana untuk pupuk dan pemeliharaan. Ketua kelompok akan menjembatani untuk menyampaikan keinginan anggota kelompoknya. Bahkan ada anggota kelompok yang menginginkan bantuan berupa uang saja sehingga anggota kelompok lebih leluasa dalam pemilihan atau penentuan jenis bibit yang akan ditanam di lahannya. Keberlanjutan usaha, secara tidak langsung keberlanjutan usaha ekonomi dapat dilihat dari minat atau keinginan anggota kelompok untuk melanjutkan usahatani hutan rakyat apabila program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis GRLK yang diperkenalkan oleh Pemda berakhir. Keberlanjutan dibatasi pada kemampuan petani dari sisi finansial setelah mendapatkan bantuan program dan upaya kelompok tani dalam mempertahankan usahatani khususnya usahatani hutan rakyat. Program yang baru berjalan satu setengah tahun ini, belum memberi harapan kepada petani, karena masa panen kayu sengon yang masih lama, kurang lebih 5 tahun. Ketika dilakukan wawancara kepada anggota kelompok tani, sebagian besar anggota kelompok cenderung untuk memilih tanaman sayur- sayuran atau hortikultura daripada tanaman keras atau kayu-kayuan terutama anggota kelompok yang tidak memiliki lahan . Alasan yang dikemukakan oleh responden sebagian besar anggota kelompok mengutarakan bahwa masa panen kayu-kayuan lebih lama sedangkan tanaman sayur sayuran lebih cepat masa panennyatiga bulan sekali sehingga mereka bisa cepat memperoleh uang. Sebagian anggota kelompok memilih tanaman keras atau kayu karena mereka tahu harga jual kayu tinggi atau mahal dan dapat dijadikan untuk investasi sebagai modal untuk pendidikan anak mereka. Dan mereka masih bisa menanam tanaman sayur-sayuran dibawah tegakan tanaman keras, sehingga untuk kebutuhan sehari- hari mereka bisa mendapatkan uang dari hasil panen sayur-sayuran, sedangkan untuk masa depan mereka mengandalkan tanaman kayu-kayuan. Anggota 137 kelompok yang minat pada tanaman kayu kebanyakan memiliki lahan milik sendiri. Sedangkan anggota kelompok yang kurang minat pada tanaman kayu karena mereka menanam pada lahan garapan sehingga ada kekhawatiran apabila ditanami tanaman keras pada saat tanaman sudah besar dan mendekati masa panen, tanah garapan diambil alih oleh pemilik lahan, dengan demikian mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Anggapan mereka, kita yang menanam mereka pemilik lahan lah yang akan menuai hasilnya. Namun kehawatiran ini akan hilang apabila ada kejelasan status lahan. Sebenarnya mereka tahu bahwa harga jual kayu mahal atau tinggi dan bisa untuk investasi bekal pendidikan anak-anak. Selain tahu akan manfaat ekonomi dari hutan rakyat mereka juga paham akan manfaat ekologis dari hutan rakyat, sebagai penahan erosi dan banjir untuk menjaga kelestarian lingkungan. Apalagi kampung Leuwisapi yang berada di lahan miring, apabila tidak ada hutan rakyat dikawatirkan akan longsor dan tertimbun oleh lelongsoran. Apabila terjadi bencana longsor mereka tidak tahu harus pindah tempat tinggal kemana. Adanya rasa kekhawatiran akan bencana longsor ini menimbulkan keinginan untuk tetap menanam tanaman keras dan untuk menjaga lingkungan. Anggota yang lebih memilih tanaman keras juga berpendapat bahwa hutan rakyat tidak repot dalam pemeliharaannya, tidak perlu sering dipupuk hanya perlu disiangi saja. Selain itu daunnya bisa untuk pakan ternak kambing. Bagi responden yang lebih memilih tanaman keras mereka rela mengeluarkan uang secara swadaya untuk memperoleh bibit dan untuk sarana produksi hutan rakyat, karena mereka tahu manfaat dari hutan rakyat. Demikian pernyataan tiga orang anggota kelompok tani Bina Mandiri NZ, OD, KM, mengenai keinginannya untuk mengelola hutan rakyat. ”Kalau program GRLK sudah selesai nantinya saya tetap ingin menanam tanaman kayu. Karena harga jualnya lumayan mahal, bisa buat modal sekolah anak-anak. Kalau untuk kebutuhan sehari-hari sih bisa ngandalin tanaman sayur-sayuran, karena lebih cepat masa panennya.” NZ 56 tahun. ”Setelah program GRLK berakhir mudah-mudahan sih berlanjut ada tahap berikutnya misalnya dana pemeliharaan, karena selama ini cuma dapat bantuan bibit tapi tidak ada dana untuk pemeliharaan. Mungkin kalau ada bantuan dana untuk pemeliharaan tanaman kayunya jadi lebih terpelihara 138 dan lebih bagus lagi tumbuhnya. Sekarang petani beli pupuk pinjam ke tengkulak. Coba kalau sudah disediain pupuk sama pihak program, petani tinggal ngerjain tidak usah repot-repot cari pinjaman uang. Kalau tetep dapat bantuan saya tetep ingin ngelola hutan rakyat, kayunya bisa dijual mahal trus bisa nyegah longsor di kampung Leuwisapi. Tapi kalau tidak ada bantuan bibit lagi sih, saya pilih nanam tanaman sayur-sayuran saja, karena bibitnya lebih murah terus 3 bulan udah bisa dipanen. OD 33 tahun. Anggota kelompok telah merasakan manfaat ekonomi dan ekologi dari tanaman kayu hutan rakyat. Namun karena mahalnya harga bibit tanaman kayu maka anggota mengharapkan adanya bantuan bibit. Apabila tidak ada lagi bantuan maka anggota kelompok lebih memilih menanam tanaman sayur-sayuran saja. Dari hasil pengamatan dan hasil wawancara yang dilakukan terhadap anggota kelompok tani Bina Mandiri keberlanjutan usaha ekonomi hutan rakyat tergolong masih kurang. Terlihat dari lebih banyaknya anggota yang cenderung lebih memilih tanaman sayur-sayuran atau hortikultura daripada tanaman keras atau kayu-kayuan, apabila bantuan program berakhir. Pengusahaan hutan rakyat masih merupakan usaha sampingan karena yang pokok adalah usahatani tanaman sayur-sayuran. Usahatani hutan rakyat pada umumnya dilakukan oleh petani kecil biasanya subsisten yang merupakan ciri umum petani Indonesia Darusman dan Hardjanto, 2006. Golongan petani subsisten tersebut menurut Scott 1976 memiliki kebiasaan mendahulukan selamat artinya apa yang diusahakan prioritas pertama adalah untuk mencukupi kebutuhan konsumsi sendiri yang biasa disebut dengan etika subsisten. Pada Umumnya petani di Desa Lemahduhur tidak hanya menekuni satu bidang saja, selain mata pencaharian sebagai petani di sektor pertanian dan kehutanan, ada kontribusi pendapatan dari sektor diluar pertanian, seperti kontribusi pendapatan dari warung 88 dan sebagai tukang ojeng 89 88 MS60 tahun :”Upah saya dari bertani hanya 17 ribu rupiah per hari. Yah, kalau mau dibilang mah nggak cukup untuk menuhin kebutuhan sehari-hari juga. Untuk nutup kekurangan, istri dan anak perempuan saya buka usaha warung kecil-kecilan jualan sembako kaya telur, gula, garam, minyak. Hasil dari warung kalau lagi rame bisa dapat untung 30 ribu per hari, tapi namanya jualan di kampung lebih banyak yang ngutang daripada yang bayar langsung. Tapi lumayanlah, tiap hari ada pemasukan, paling sedikit dapatlah 15 ribu-20 ribu sehari”. Hasil wawancara penulis dengan MS, pada tanggal 7 Juli 2012. . Besarnya 89 MZ 58 tahun:”Kalau ngandalin dari upah tani yang Cuma 17 ribu mah nggak cukup buat ke dapur. Untungnya menantu saya yang laki-laki, yang masih tinggal serumah dengan saya, punya motor jadi dia 139 pendapatan petani dari luar sektor pertanian lebih besar dari yang dihasilkan di sektor pertanian. Berdasarkan hasil wawancara dengan MS dan MZ, anggota kelompok tani diperoleh informasi bahwa pendapatan riil dari satu Kepala Keluarga KK dengan jumlah anggota keluarga terdiri dari 5 lima orang adalah kurang lebih 900.000,- Rupiah dengan rata-rata pendapatan peranggota keluarga sebesar 30.000,- Rupiah. Masing-masing anggota rumahtangga memiliki kontribusi pendapatan yang berbeda terhadap total pendapatan rumahtangga. Secara umum, besarnya pendapatan petani hanya dari sector pertanian berkisar antara 700.000,- Rupiah sd 800.000,- Rupiah per keluarga pertahuan lebih sedikit dibandingkan pendapatan di luar sektor pertanian pendapatan istri dan anak. Dengan kata lain, istri dan anak lebih banyak memperoleh pendapatan dari luar pertanian dibandingkan kepala keluarga. Dalam konteks rumahtangga pedesaan yang berpola nafkah ganda terdapat strategi hidup yang berbeda antara lapisan Sajogyo, 1978. Bagi lapisan atas, pola nafkah ganda merupakan strategi akumulasi, dimana surplus pertanian mampu membesarkan usaha di luar pertanian atau sebaliknya. Bagi lapisan menengah, pola nafkah ganda merupakan strategi konsolidasi dimana sector luar pertanian dipertimbangkan sebagai potensi untuk perkembangan ekonomi. Bagi lapisan bawah pola nafkah ganda merupakan strategi bertahan hidup, dimana sector luar pertanian merupakan sumber nafkah penting untuk menutupi kekurangan dari sector pertanian. Lebih lanjut Sajogyo 1978 menjelaskan bahwa lapisan atas memiliki Modal Cadangan Pangan MPC dan Modal Cadangan Pengembangan Usaha MCPU. Lapisan tengah hanya mempunyai MCP, sedangkan lapisan bawah tidak memiliki keduanya. Untuk keberlanjutan usaha ekonomi hutan rakyat mereka menginginkan diadakannya penyuluhan serta sosialisasi dari instansi terkait dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional BPN mengenai kejelasan status lahan. “Petani disini ingin informasi mengenai status lahan. Maunya pihak pemerintah mengadakan penyuluhan tentang status lahan. Tidak adanya kejelasan status lahan bikin resah petani, takut sewaktu-waktu tanah akan diambil oleh pemiliknya. Padahal petani yang nanam nanti pemilik tinggal menikmatin hasilnya, apalagi kalau ditanam sengon dan tanaman kayu lainnya yang harga jualnya mahal. Mudah-mudahan pemerintah mau mendengar suara petani.” IS 33 tahun. sehari-harinya ngojeg di desa Lemahduhur, dari pagi sampai sore kalau lagi bagus suka dapat 30 ribu bersih potong bensin. Kalau lagi sepi 15 ribu”. Hasil wawancara penulis dengan MZ, pada tanggal 7 Juli 2012. 140 Seperti yang dikemukakan oleh Hayami dan Kikuchi bahwa kepastian hukum merupakan aspek pokok yang menentukan hubungan antara orang dengan tanah, terutama tentang pemilikan dan penguasaan, yang keduanya kemudian menjadi bagian pokok dalam membentuk struktur social ekonomi masyarakat yang berbasiskan pertanian. Ketimpangan penguasaan tanah akan menghasilkan ketimpangan pendapatan Hayami dan Kikuchi, 1987. Ada beberapa orang anggota kelompok tani yang juga sebagai tengkulak yang memiliki lahan luas menginginkan semua lahannya ditanami sengon karena dari segi ekonomi sangat menguntungkan untuk investasi masa depan. Ada keinginan untuk mengadakan kerjasama dengan perusahaan Korea dalam bidang meubelair. Mereka mendengar informasi bahwa ada perusahaan Korea yang sedang membutuhkan penyuplai tanaman kayu untuk meubeulair. Sedangkan tanaman sayur-sayuran masih bisa ditanam juga dibawah tegakan tanaman kayu. Dari hasil pengamatan tampak bahwa petani bertindak rasional untuk dapat mempertahankan hidupnya petani bergantung pada tanaman pokok yaitu sayur-sayuran sedangkan untuk kebutuhan investasi pendidikan anak mereka serta untuk investasi keperluan rumahtangga seperti untuk menikahkan anaknya kelak mereka mengandalkan hasil panen tanaman kerastanaman kayu hasil dari usahatani hutan rakyat. Sejalan dengan pendapat Dharmawan 2001 tentang tujuan strategi nafkah, maka strategi nafkah berarti tindakan rasional individu untuk mempertahankan keadaan hidupnya. Strategi nafkah selain untuk mengamankan kehidupan sehari-hari dapat juga berupaya untuk memperbaiki kehidupan ekonomi Dharmawan, 2001. Secara sederhana strategi nafkah diartikan sebagai cara manusia untuk memenuhi kebutuhan dan memperbaiki hidup Chambers dan Conway, 1991. Di desa Lemahduhur usahatani hutan rakyat merupakan usaha sampingan sedangkan yang pokok adalah usahatani tanaman sayur-sayuran, dimana Desa Lemahduhur merupakan penyuplai sayur-sayuran terbesar di Kecamatan Caringin. Usahatani merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan hidup saja, bukan merupakan usaha komersil, maka petani tidak mengejar keuntungan maksimal dari kerjanya sebagai petani. Subsistensi petani terlihat pada kecenderungannya untuk memilih tanaman pokok daripada tanaman perdagangan. Kegiatan usahatani subsisten 141 terlihat dari usaha petani untuk mengurangi resiko gagal panen dengan menanam beberapa jenis tanaman. ED salah seorang anggota kelompok tani Bina Mandiri yang pernah menjadi sekretaris dalam kelompoknya, namun kena sangsi dikeluarkan dari kelompok, sedang merancang kerjasama dengan perusahaan Korea dalam bidang meubelair. Pada kenyataannya anggota kelompok tani Bina Mandiri pun menginginkan tanaman kayu untuk menjaga tanahnya yang berada di lahan miring agar tidak terjadi longsor. Namun dikarenakan tidak mempunyai lahan milik dan ketidakmampuan ekonomi maka anggota kelompok tani yang berada di kampung Nangeleng lebih memilih tanaman sayur-sayuran yang masa panennya lebih cepat yaitu tiga bulan sekali sudah bisa dipanen. Dalam hal keberlanjutan usaha, responden anggota kelompok tani terbentur pada kemampuan petani dari sisi finansial dan ketidakjelasan status lahan. 90 Responden anggota kelompok tani Bina Mandiri yang secara ekonomi tergolong lebih mampu mereka merelakan lahannya untuk digarap bersama- Pengelolaan sumberdaya lahan berdasarkan prinsip keberlanjutan juga perlu memperhatikan hirarki sosial kehidupan masyarakat terutama yang berkaitan dengan penguasaan lahan. Status petani pada masyarakat pedesaan Jawa dapat dibedakan menjadi petani pemilik lahan,petani sewa, petani penggarap dan buruh tani didalamnya terjadi interaksi social karena status kepemilikan lahan tersebut Pawana, 2002. Di desa Lemahduhur peraturan yang disepakati antara pemilik lahan dan penggarap adalah dengan membayar sewa tahunan ataupun membayar pajak. Keberlanjutan partisipasi dalam hal ini partisipasi anggota kelompok dalam kegiatan usahatani hutan rakyat responden anggota kelompok tani Bina Mandiri masih menginginkan bekerjasama dalam kelompok untuk mengelola hutan rakyat asalkan tidak mengeluarkan uang dari kantong pribadi. Harapan petani lebih pad kebutuhan bibit, pupuk, sarana teknologi modern di bidang pertanian. 90 ”Sebenarnya saya dan temen-teman petani lainnya tertarik nanam tanaman kayu-kayuan, tapi karena harga bibit tanaman kayu mahal makanya kami lebih memilih nanam tanaman sayur-sayuran saja. Selain itu karena staus lahan yang tidak jelas. Soalnya disini khan ada lahan milik perorangan ada juga lahan garapan. Kalau ngelola lahan garapan kita harus bayar sewa tahunan atau bayar pajaknya, takutnya pas dekat masa tebang, lahan diambil sama pemiliknya.” UJ 33 tahun. 142 bersama anggota kelompok, dengan memberikan bantuan uang yang pengembaliannya nanti apabila sudah panen. Terlihat bahwa masyarakat sudah sadar akan manfaat ekonomis dan manfaat ekologis dari usahatani hutan rakyat. Dengan demikian diperlukan kerja keras dan semangat ketua kelompok dan pengurus untuk meningkatkan partisipasi anggota kelompoknya terhadap kegiatan usahatani hutan rakyat untuk mendukung keberlanjutan usaha ekonomi hutan rakyat.

5.2.2. Keberlanjutan Usaha Ekonomi Pada Kelompok Tani Puspa Mandiri

Keberlanjutan pengurus, dapat dilihat dari kemampuan dan keinginan pengurus untuk mengelola kelompoknya. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa ketua kelompok, dan pengurus lainnya yaitu sekretaris dan bendahara memiliki semangat yang tinggi dalam mengurusi kelompoknya. Tampak ketua lebih dominan, karena latar belakang pendidikan dan pengalaman berorganisasi yang dimiliki ketua yang menyebabkan ketua lebih banyak bergerak mengelola kelompoknya. Harapan yang banyak dikemukakan para elit dan anggota kelompok tani adalah agar kelompok tani tetap bertahan walaupun tidak ada bantuan lagi. Caranya mengembangkan dan mencari informasi mengenai kerjasama dengan pihak mana saja. Tujuan ini mesti di dasari dengan memfungsikan peran dan struktur yang ada di dalam organisasi. Dalam tujuan ini mesti diupayakan agar kerjasama dengan Instansi pemerintah terkait kegiatan usahatani hutan rakyat, perusahaan Olympic dan Pondok pesantren Darul Falah dalam sengonisasi tetap berlanjut. Kerjasama yang sudah berjalan dengan koperasi pondok pesantren Darul Falah kopontren Darul Falah adalah diberikannya bantuan berupa bibit tanaman sengon dimana banyaknya bibit yang diberikan tergantung dari luas lahan anggota kelompok tani, biaya penanaman sejumlah 350.000 Rupiah, pupuk urea sebanyak 50 kg dan cangkul. Kesepakatan yang dibuat antara kelompok tani Puspa Mandiri dan pihak kopontren Darul Falah adalah jika sudah dipanen ditebang maka pembagiannya adalah 40 untuk kopontren Darul Falah dan 60 untuk anggota kelompok tani Puspa Mandiri. Kopontren Darul Falah pun akan membantu menyiapkan pasar bagi tanaman sengon tersebut. Keberlanjutan kerjasama terjadi 143 jika terdapat kesepakatan antara kedua belah pihak. Penerapan pola kerjasama selain untuk mengatasi masalah kekurangan modal, menjamin pemasaran hasil, rendahnya teknologi pertaniankehutanan sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani serta harus bersifat menguntungkan kedua belah pihak yang bekerjasama, karena bila tidak ada persyaratan tersebut maka kerjasama tidak akan berkelanjutan. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua kelompok tani didapat informasi bahwa yang menjadi sumber motivasi untuk mengadakan kerjasama dengan perusahaan adalah karena terjaminnya pemasaran, tersedianya bibit tanaman yang punya produktivitas tinggi, tersedianya pupuk dan pestisida. Keberlanjutan usaha ekonomi pada kelompok tani Puspa Mandiri dilihat dari keinginan anggota untuk tetap menanam tanaman keras atau tanaman kayu- kayuan setelah program GRLK berakhir nanti. Minat anggota terhadap tanaman keras cukup baik karena mereka sudah mengetahui perhitungan ekonomi hasil panen tanaman kayu lebih tinggi. Jika program GRLK sudah selesai nanti dan tidak ada lagi bantuan pemerintah untuk kelompok, masih banyak anggota kelompok tani yang akan tetap menanam tanaman kayu-kayuan secara swadaya. Namun, uang untuk membeli bibit tetap melalui tengkulak. Sebagian masyarakat lebih suka menanam tanaman keras atau kayu-kayuan karena bisa mendapat untung lebih banyak dibandingkan tanaman hortikultura. Dan sebagian umumnya untuk ditabung untuk keperluan sekolah anak-anak, menikahkan anak. Namun kelemahannya adalah masa panennya cukup lama. Sebagian besar masyarakat guna memenuhi kebutuhan sehari-hari lebih banyak memilih nanam tanaman sayur-sayuran. Dengan kata lain, meskipun bantuan program GRLK telah selesai dan tidak diteruskan, masyarakat akan tetap mengelola hutan rakyat, KM 50 tahun. Alasan serta sikap yang ditunjukkan oleh ED dan KM menggambarkan adanya keberlanjutan usaha ekonomi hutan rakyat dapat dilihat dari adanya minat yang cukup baik terhadap tanaman keras. Sejalan dengan pendapat Popkin 1986 dan Harjono 1983 memandang perilaku petani yang komersil mempertimbangkan secara rasional faktor-faktor yang dapat meningkatkan usahataninya sebagai perilaku rasional. 144 Keberlanjutan usaha dapat dilihat dari kegigihan dan keuletan pak BD sebagai ketua kelompok tani untuk memperjuangkan usaha pengelolaan hutan rakyat dengan mencari informasi mengenai bibit dan bantuan dari pihak luar. Banyak informasi di dalam warga yang menunjukkan bahwa terdapat kekhawatiran takut diperlakukan secara tidak adil, dirugikan maupun dieksploitasi oleh pihak luar yang memiliki modal. Struktur masyarakat yang memposisikan petani berada pada pihak yang lemah, sehingga ketidakadilan ini kadang-kadang tidak tampak. Keberlanjutan partisipasi dapat dilihat dari keinginan anggota untuk terlibat dalam meneruskan kegiatan kelompok seperti kehadiran dalam pertemuan kelompok dan keikutsertaan dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat bantuan program apabila program GRLK berakhir nanti. Dari hasil pengamatan nampak bahwa ada kesadaran dan inisiatif dari anggota kelompok agar kelompoknya tetap eksis dan bisa berlanjut. Salah seorang anggota kelompok tani Puspa Mandiri menyatakan: ”Saya tetep ingin nerusin kegiatan kelompok, tetep hadir kalau ada pertemuan kelompok, tetep ikut ngelola hutan rakyat. Pokoknya ikut ngusahain supaya kelompok ini nggak dibubarin. Kalau nggak ada kelompok nggak ada wadah silaturahmi dan kerjasama petani. Mudah- mudahan kelompok bisa maju dan dapat bantuan lagi dari pemerintah atau dari mana sajalah, yang penting ada dana bantuan.” MS 60 tahun. Sikap dan alasan anggota kelompok tersebut menunjukkan adanya keberlanjutan partisipasi. Tergambar dari keinginan anggota untuk berupaya mempertahankan kelompoknya agar tetap eksis dan maju walaupun bantuan program telah berakhir nanti. Semua usaha keberlanjutan kemandirian yang dilakukan masyarakat adalah salah satu upaya kelembagaan ekonomi untuk mengatasi kemiskinan yang mereka alami selama ini. Usaha kelompok tani untuk mempertahankan keberlanjutan pengelolaan hutan rakyat ini merupakan satu usaha untuk mengatasi problem kemiskinan yang mereka hadapi, dan baru salah satu dari upaya untuk mengatasi salah satu sebab kemiskinan yaitu kelembagaan ekonomi. Namun jika dilihat dari definisinya memang banyak definisi tentang kemiskinan. Termasuk bagaimana faktor-faktor dan indikator untuk menyusun kemiskinan. Menurut BPS misalnya, kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Dengan kata lain, 145 kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non-makanan yang bersifat mendasar” BPS, 2002. Ada juga yang mengatakan kemiskinan sebagai “Ketidakmampuan seseorang atau satu keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, baik makanan maupun bukan makanan, dari hasil usaha atau pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau para anggota keluarga tersebut”. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa faktor penyebab munculnya kemiskinan adalah dari beragam multidimensi. Sementara indikator kemiskinan, ada yang melihat dari kecukukapan gizi dan kalori yang masuk BPS, setara dengan pengeluaran berasbulanorang Sajogyo atau dengan standar 1 dan 2 hari Bank Dunia. Menurut Edi Suharto, secara konseptual terdapat empat faktor yang ikut melahirkan kemiskinan terjadi, yaitu faktor individual, sosial, kultural dan struktural. Sedangkan Friedman 1991, menyebut tujuh faktor akses yang menentukan pemiskinan masyarakat yaitu; akses informasi, pengetahuan, ruang hidup, jaringan sosial, surplus waktu, sumber keuangan, organisasi sosial. Ketujuh faktor ini saling mempengaruhi satu dengan lainya. Pemahaman ini menumbangkan penjelasan tentang pemahaman kemiskinan dalam satu sudut dimensinya saja. Namun, pada umumnya, menurut Shohibuddin dan Sutarto 2009 kemiskinan oleh para perencana pembangunan dan pengambil kebijakan lebih sering dilihat sebagai sebuah “kondisi” , ketimbang sebuah “konsekuensi”. Sebagai kondisi, maka parameter yang digunakan untuk melihat kemiskinan adalah ukuran-ukuran yang statis, seperti kondisi tempat tinggal, jenis dan jumlah asupan gizi, tingkat pendapatan, tingkat kepemilikan aset, dan sebagainya. Kemiskinan merupakan “atribut negatif” dari ukuran-ukuran ini dalam suatu gradasi. Demikianlah maka kondisi kemiskinan dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan. Departemen Sosial misalnya, memperkenalkan istilah: Keluarga Pra Sejahtera, Sejahtera I, Sejahtera II, Sejahtera III, dan Sejahtera III plus. Berdasarkan ini, maka intervensi-intervensi kunci dapat disusun, direncanakan, dan kemudian dilaksanakan untuk dapat “mengentaskan” keluarga-keluarga miskin dari satu jenjang ke jenjang yang lebih tinggi. 146 Pandangan semacam ini pada dasarnya adalah konstruksi mengenai kemiskinan yang a-historis karena melepaskannya dari perkembangan sejarah berikut aneka faktor yang membentuk dan mempertahankannya. Kemiskinan dalam hal ini justru dianggap sebagai ciri sosial yang discrete, terukur dan gamblang; ketimbang melihatnya sebagai bersifat relasional dan terkait dengan hubungan-hubungan kuasa yang dinamis dalam konteks ruang dan waktu. Bagaimanapun, cara pandang seperti itulah yang kemudian memungkinkan pengukuran kemiskinan menurut indikator-indikator kuantitatif yang tentu saja berlaku generik, tanpa mempedulikan keragaman konteks dan sejarah. Menurut pandangan ini, apa yang tidak tertangkap dari konstruksi semacam itu adalah bahwa kondisi kemiskinan, baik pada tingkat rumah tangga ataupun komunitas, memiliki sejarah dan dinamika yang berbeda-beda. Status dan kondisi kemiskinan boleh saja serupa pada, misalnya, berbagai komunitas adat terpencil. Akan tetapi, tanpa memahami berbagai proses yang membentuk kemiskinan dan ketimpangan, dan mekanisme-mekanisme sosial yang membuatnya terus bertahan dan berlanjut bahkan dicipta kembali, maka penetapan level-level kesejahteraan maupun introduksi program-program pengentasan kemiskinan konvensional, tidak bakal dapat menjawab problem kemiskinan pada akar permasalahannya Ibid. Oleh karena itu, suatu perspektif mengenai kemiskinan yang bersifat relasional amatlah diperlukan untuk dapat membongkar proses-proses pembentukan kemiskinan semacam ini. Dalam pandangan relasional, maka kemiskinan dilihat bukan pertama-tama sebagai kondisi melainkan konsekuensi. Sebagai suatu konsekuensi, maka ia merupakan efek dari relasi-relasi sosial, yang tidak terbatas dalam pengertian koneksi atau jaringan semata asumsi di balik teori modal sosial yang individualistis, melainkan dalam pengertian hubungan-hubungan kekuasaan yang timpang Mosse 2007. Pada konteks semacam inilah proses pemiskinan dapat terjadi berulang dan terwariskan. Secara relasional kemiskinan semacam ini harus dipandang sebagai hasil dari beroperasinya berbagai relasi kuasa yang timpang ini, ketimbang sebagai produk dari proses-proses yang abnormal dan patologis. Suatu “kepekaan ekonomi politik a sense of political economy menjadi esensial” di sini untuk dapat “menyibakkan hubungan-hubungan historis yang menciptakan ketimpangan distribusi kekuasaan, kemakmuran dan kesempatan di tengah-tengah masyarakat” Du Toit dalam Mosse 2007. 147

5.3. Ikhtisar

Dengan perspektif kemiskinan yang bersifat relasional di atas, apa yang dilakukan anggota kelompok tani Bina Mandiri dan Puspa Mandiri adalah salah satu cara untuk memutus relasi-relasi struktur sosial dan ekonomi yang timpang. Baik karena cengkeraman tengkulak maupun penguasa pasar yang selama ini memiliki dana besar. Maka penting dilihat lebih jauh mengenai kemandirian kelompok tani dan keberlanjutan usaha ekonomi. Kemandirian kelompok yang dimaksud adalah kemandirian manajemen, kemandirian sosial dan kemandirian pengembangan diri. Keberlanjutan usaha yang dianalisis dalam penelitian ini adalah keberlanjutan pengurus, keberlanjutan usaha dan keberlanjutan partisipasi. Jika disarikan kemandirian manajemen kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri termasuk kategori rendah, dengan ciri-ciri : kelompok tani belum mampu membuat rencana kegiatan secara spesifik dan tertulis, perencanaan hanya dibuat secara spontanitas tanpa perhitungan ekonomis, tidak ada perencanaan untuk mengantisipasi resiko gagal panen dan penentuan harga pasar. Kelompok tani belum mampu mengevaluasi kegiatan kelompok. Kemandirian sosial kelompok tani Bina Mandiri termasuk rendah dilihat dari kerjasama yang terjalin antara kelompok tani dengan pihak program pemberi bantuan belum berjalan dengan baik. Kelompok tani belum dapat mewujudkan kerjasama yang saling menguntungkan dan membesarkan. Kurang adanya koordinasi antara kelompok tani dengan pihak-pihak yang berkompeten dalam kegiatan usahatani hutan rakyat. Sedangkan kemandirian sosial kelompok tani Puspa Mandiri tergolong sedang, karena kelompok tani ini sudah dapat menjalin kerjasama yang baik dan saling menguntungkan dengan perusahaan swasta olympic dan koperasi pondok pesantren Darul Falah Bogor dalam sengonisasi. Kemandirian pengembangan diri kedua kelompok tani yang diteliti termasuk kategori rendah, dengan ciri-ciri sebagai berikut; kelompok tani belum mendapatkan kesempatan dan memanfaatkan kursus atau pelatihan-pelatihan usahatani hutan rakyat, karena terbentur oleh masalah ekonomi dan waktu bertani. Kelompok tani belum dapat memanfaatkan tenaga penyuluh dan pihak-pihak yang kompeten dalam usahatani hutan rakyat. Penyuluhan hanya dilakukan apabila 148 dibutuhkan oleh kelompok tani. Belum ada koordinasi dan komunikasi yang baik dengan pihak program. Kelompok tani belum secara baik berbagi ilmu, pengetahuan, keterampilan dan wawasan khususnya yang berkaitan dengan usahatani hutan rakyat dengan sesama anggota kelompok tani. Dari segi kualitas dan kuantitas kelompok tani belum bisa memanfaatkan sumber informasi demi kemajuan kelompok taninya. Keberlanjutan usaha yang dianalisis dalam penelitian ini adalah keberlanjutan pengurus, keberlanjutan usaha dan keberlanjutan partisipasi. Keberlanjutan pengurus dalam kelompok tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri termasuk rendah dengan ciri-ciri; tugas dalam kelompok hanya diselesaikan oleh beberapa orang saja. Dalam kelompok tani Puspa Mandiri ketua lebih dominan dalam mengerjakan tugas kelompok. Sedangkan dalam kelompok tani Bina Mandiri tugas kelompok dilimpahkan oleh ketua kepada bendahara kelompok terutama kegiatan kelompok yang berhubungan dengan pihak luar. Terlihat belum ada koordinasi yang baik antara pengurus dengan anggota kelompok dan pihak luar kelompok. Pembagian tugas dalam kelompok belum merata dan belum proporsional.Terlihat bahwa ketua lebih dominan dalam kelompok. Keberlanjutan usaha kedua kelompok yang diteliti masih rendah. Hasil pengamatan memperlihatkan adanya keterbatasan kemampuan kelompok tani dalam menganalisis masalah, mengidentifikasi kebutuhan kelompok, dalam merencanakan kegiatan. Belum ada evaluasi terhadap kegiatan kelompok yang sudah berjalan. Kelompok tani pasif terhadap inovasi baru khususnya usahatani hutan rakyat. Kelompok tani lebih terbiasa dengan yang konvensional dan tradisional. Anggota kelompok belum memahami sesungguhnya makna pembaharuan usahatani hutan rakyat. Adanya rasa takut untuk memulai dan mengembangkan usahatani hutan rakyat berhubung dengan keterbatasan ekonomi anggota. Adanya rasa takut akan kegagalan dalam menerapkan inovasi baru. Keberlanjutan partisipasi masih rendah. Terlihat dari sedikitnya anggota kelompok yang hadir dalam pertemuan kelompok. Dalam pertemuan kelompok hanya sebagian kecil anggota kelompok yang mampu mengemukakan pendapat, memberikan saran dan masukan. Ada beberapa anggota yang mendominasi dalam