Karakteristik Responden GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

49 Tabel 2. Karakteristik Responden Anggota Kelompok Tani Bina Mandiri dan Kelompok Tani Puspa Mandiri No. Karakteristik Petani Anggota Kelompok Tani KT. Bina Mandiri KT. Puspa Mandiri Jumlah orang Persentase Jumlah orang Persentase 1. Umur : • Muda 30-39 tahun • Dewasa40-49 tahun • Lanjut 50-70 tahun 3 4 5 25 33 42 6 4 5 40 27 33 2. Pendidikan Formal : • TamatTidak Tamat SD • TamatTidak Tamat SLTP • TamatTidak Tamat SLTA 9 2 1 75 17 8 12 2 1 80 13 7 3. Pendidikan Non Formal Kursuspelatihan terkait usahatani Hutan Rakyat • Mengikuti kursuspelatihan • Tidak mengikuti 3 9 25 75 3 12 20 80 4. Jumlah Tanggungan Keluarga • Kecil 2-3 orang • Sedang 4-5 orang • Banyak 6-7 orang 3 7 2 25 58 17 3 8 4 20 54 26 5. Luas Lahan Usahatani khususnya usahatani Hutan Rakyat • Sempit 0,25-0,80 ha • Sedang 0,90-1,00 ha • Luas1,25-2,80 ha • Tidak memiliki lahan 4 2 6 33 17 50 2 1 12 13 7 80 6. Pengalaman Berusahatani khususnya Usahatani Hutan Rakyat • 1- 3 tahun • 4-6 tahun • Lebih dari 6 tahun 8 4 67 33 9 6 60 40 7. Lamanya menjadi Anggota Kelompok Tani • 1-3 tahun • 4-6 tahun • Lebih dari 6 tahun 12 100 15 100 8. Kekosmopolitan • Terbuka • Tertutup 5 7 42 58 4 11 27 73 N = 12 100 N=15 100 50 Jumlah anggota kelompok tani responden yang terpilih dari kelompok tani Bina Mandiri sebanyak 12 orang dan 15 orang anggota kelompok tani Puspa Mandiri. 1. Kelompok Tani Bina Mandiri Anggota kelompok tani responden dari kelompok tani Bina Mandiri sebanyak 12 orang kepala keluarga KK dipilih dari 30 orang anggota kelompok tani yang mengelola lahan hutan rakyat. Umur responden bervariasi mulai yang termuda 30 tahun dan yang tertua 70 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota kelompok tani berusia muda 30tahun-39 tahun sebanyak 3 orang 25, berusia dewasa 40-49 tahun sebanyak 4 orang 33 dan berusia lanjut 50 -70 tahun sebanyak 5 orang 42. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota kelompok tani Bina Mandiri tergolong kelompok umur produktif. Seperti yang dikemukakan oleh Simanjuntak 1982 bahwa umur produktif tenaga kerja adalah antara umur 15 – 64 tahun. Dengan demikian responden anggota kelompok tani secara fisik dan psikologis masih sanggup bekerja atau berusahatani untuk memperoleh penghasilan. Tingkat pendidikan sebagian besar 9 orang 75 tamattidak tamat SD, 2 orang 17 tamattidak tamat SLTP dan 1 orang 8 tamattidak tamat SLTA. Tingkat pendidikan formal anggota kelompok tani tergolong sangat rendah. Dengan latar belakang pendidikan yang tergolong sangat rendah mempengaruhi pola pikir dan daya nalar petani dalam berusahatani. Mereka cenderung bersikap pasrah terhadap keadaan, kurang adanya inisiatif untuk mengembangkan usahatani khususnya usahatani Hutan Rakyat, sehingga kegiatan-kegiatan usahatani kurang terencana dengan baik. Seperti yang dikemukakan oleh Soekartawi 1986 bahwa salah satu faktor yang dapat mengubah pola pikir dan daya nalar petani adalah pendidikan. Sejalan dengan pendapat Mardikanto 1993 bahwa pendidikan petani umumnya mempengaruhi cara dan pola pikir petani dalam mengelola usahatani. Keadaan pendidikan non formal responden juga termasuk kategori rendah. Tampak bahwa hanya 25 responden yang mengikuti kegiatan pelatihan atau kursus yang terkait dengan kegiatan usahatani Hutan rakyat. Sedangkan sebagian 51 besar responden sebanyak 75 tidak pernah megikuti kegiatan kursus atau pelatihan terkait usahatani hutan rakyat. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden rendahnya tingkat pendidikan non formal ini disebabkan karena tidak adanya keinginan untuk mengikuti kegiatan pelatihan karena merasa tidak mampu dan rendah diri, sebagian responden mengaku kurang informasi mengenai adanya kegiatan pelatihan atau kursus, dan beberapa orang responden menyatakan tidak adanya transportasi dan akomodasi untuk mengikuti pelatihan. Sebagian lagi menyatakan karena kegiatan pelatihan pengelolaan hutan rakyat waktunya berbenturan dengan waktu untuk bertani. Dengan rendahnya tingkat pendidikan non formal tidak tampak adanya perubahan sikap, tindakan dan perilaku petani dalam berusahatani, mereka masih berusahatani secara tradisional dan otodidak. Menurut Tjondronegoro dalam Sastraatmaja 1986 bahwa pendidikan non formal merupakan perpaduan dari kegiatan mengubah minat atau keinginan, menyebarkan pengetahuan, ketrampilan dan kecakapan sehingga diharapkan terjadinya perubahan perilaku sikap, tindakan dan pengetahuan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa anggota kelompok tani tidak mengerti akan manfaat dari hasil mengikuti kegiatan pelatihan atau kursus usahatani Hutan Rakyat. Mereka beranggapan bahwa apabila mengikuti kursus atau pelatihan apabila tidak ada dukungan dana maka tidak dapat diterapkan dalam kegiatan berusahatani sehingga percuma saja atau akan sia-sia. Jumlah tanggungan keluarga bervariasi dari 3 sampai dengan 6 orang per KK. Jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi suatu keluarga Asdi, 1996. Dalam kegiatan berusahatani di lahan petani dibantu oleh istri dan anak-anak mereka seperti dalam kegiatan pemeliharaan dan penyiangan tanaman hutan rakyat. Dengan demikian maka jumlah tanggungan keluarga merupakan sumber daya manusia terutama dalam hal tenaga kerja pada usia produktif. Jumlah tanggungan keluarga juga mempengaruhi perilaku petani terutama dalam pengambilan resiko dalam berusaha tani, seperti ketakutan apabila gagal panen responden tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga dan ada kekhawatiran tidak ada biaya untuk pendidikan anak-anak mereka. Juga dalam hal pemilihan jenis bibit tanaman kayu, untuk tanaman keras mereka lebih memilih sengon daripada mahoni atau jati karena sengon masa panen lebih cepat 52 kurang lebih 5 tahun sedangkan usia tebang mahoni dan jati kurang lebih 7 sampai 10 tahun. Pengalaman dalam pengelolaan hutan rakyat sengon bervariasi antara 1 sampai dengan 6 tahun. Dilihat dari luas lahan garapan, rata-rata luas pemilikan lahan seluas 0,25 ha sebanyak 4 orang 33 , 1,25 ha sebanyak 2 orang 17 dan sebagian besar tidak memiliki lahan sebanyak 6 orang 50. Luas lahan anggota kelompok tani terdiri atas lahan milik dan lahan garapan milik orang lain dengan sistem sewa atau pajak ditanggung oleh petani penggarap lahan milik orang Jakarta dan Bogor. Petani yang memiliki lahan milik lebih banyak mengelola hutan rakyat dengan menanam sengon yang dibawah tegakannya ditanami tanaman sayur-sayuran seperti buncis, kol, cabe, leunca, tomat, cabai. Sedangkan petani yang mengelola lahan garapan lebih sedikit menanam tanaman keras karena adanya rasa kekhawatiran apabila tanaman kayu sudah mendekati usia tebang lahan akan diambil oleh pemiliknya, apabila hal ini terjadi petani tidak dapat berbuat apa-apa. Padahal lahan usahatani merupakan aset bagi petani dalam menghasilkan produksi sekaligus sebagai sumber kehidupan. Tanpa adanya ketersediaan lahan yang cukup, maka sulit bagi petani untuk mengembangkan produksi usahatani. Karena luas lahan merupakan faktor utama untuk memperbesar skala produksi usahatani yang akan dikembangkan. Ditinjau dari pengalaman berusahatani, khususnya usahatani hutan rakyat, responden petani termasuk kategori kurang berpengalaman. Mereka lebih berpengalaman dalam usahatani padi sawah dan tanaman sayur-sayuran atau hortikultura dibanding tanaman keras atau tanaman kayu-kayuan. Hasil penelitian menunjukkan pengalaman berusahatani hutan rakyat rata 3 tahun, dengan kisaran 1-5 tahun. Responden anggota kelompok tani yang mempunyai lahan milik lebih berpengalaman dalam usahatani hutan rakyat, mereka memanfaatkan tanah yang kosong dan tanah yang miring untuk ditanami tanaman kayu-kayuan untuk menjaga lingkungan agar tidak erosi. Secara ekologis mereka sudah menyadari bahwa tanaman keras akan mencegah banjir dan longsor, terutama anggota kelompok tani yang tinggal di kampung Leuwisapi apabila terjadi musibah longsor kampungnya akan tertimbun lelongsoran dan mereka tidak tahu harus mengungsi kemana. Maka dari itu untuk menghindari dan mencegah kelongsoran 53 di lahan miring mereka menanam tanaman keras. Seperti yang diungkapkan oleh Mosher 1986 bahwa pengalaman berusahatani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi dan aktivasi petani dalam usahataninya. Pengalaman responden anggota kelompok tani dalam kegiatan berusahatani khususnya usahatani hutan rakyat sangat menentukan keterampilan petani dalam mengelola usahataninya. Lamanya menjadi anggota kelompok tani rata-rata 3 tahun. Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa responden anggota kelompok tani telah memasuki kelompok tani selama rata-rata 3 tahun. Anggota kelompok tani yang memiliki pengalaman 1 - 3 tahun sebanyak 8 orang 67 dan yang mempunyai pengalaman 4 – 6 tahun sebanyak 4 orang 33. Mereka rata-rata menjadi anggota kelompok tani sejak dibentuknya kelompok tani, sehingga mereka rata- rata sudah lama memasuki kelompok tani. Lamanya anggota kelompok tani terlibat di dalam kelompok tani akan berdampak pada pengalaman yang dimiliki sebagai anggota kelompok. Anggota kelompok tani yang sudah lama memasuki kelompok tani lebih merasakan pentingnya eksistensi kelompok tani dan manfaat kelompok tani dalam membantu meningkatkan hasil usahatani khususnya usahatani hutan rakyat. Dilihat dari Kekosmopolitan, responden anggota kelompok tani termasuk kategori rendah. Sikap kekosmopolitan yang diartikan sebagai sifat-sifat keterbukaan petani terhadap dunia luar dan dapat dengan mudah menerima bentuk ide-ide baru dalam rangka pembaharuan. Tampak bahwa hanya 5 orang 42 yang memiliki sikap kekosmopolitan terbuka dan 7 orang 58 memiliki sikap kekosmopolitan tertutup. Hal ini dapat dilihat dari frekwensi seringnya pergi keluar desa untuk mencari informasi yang berhubungan dengan usahatani hutan rakyat, seringnya melihat dan mendengarkan media elektronik seperti Televisi dan Radio sehubungan dengan usahatani hutan rakyat, seringnya membaca koran atau majalah terkait dengan ionformasi hutan rakyat. Responden anggota kelompok tani yang berpendidikan rendah terutama petani yang tidak bisa baca tulis buta huruf enggan untuk membaca koran atau majalah. Untuk memperoleh informasi mengenai usahatani hutan rakyat mereka lebih memilih bertanya kepada sesama anggota kelompok. Mereka juga malas pergi keluar desa dengan alasan sibuk 54 menggarap lahan dan tidak punya uang untuk transport dan bekal di perjalanan. Tingkat pendidikan yang rendah dan tingkat kemiskinan yang tinggi menjadi penyebab rendahnya tingkat kekosmopolitan responden kelompok tani di desa Lemahduhur. 2. Kelompok Tani Puspa Mandiri Anggota Kelompok tani responden dari kelompok tani Puspa Mandiri sebanyak 15 orang dipilih dari 30 orang anggota kelompok tani yang mengelola hutan rakyat. Umur responden bervariasi mulai dari yang termuda 30 tahun sampai dengan 70 tahun, anggota kelompok tani yang berumur 30 tahun – 39 tahun sebanyak 6 orang 40, yang berumur 40 tahun – 49 tahun sebanyak 4 orang , yang berumur 5 orang 27. Anggota kelompok tani Puspa Mandiri tergolong usia produktif. Tingkat pendidikan tamattidak tamat SD sebanyak 12 orang 80, tamattidak tamat SLTP sebanyak 2 orang 13 dan sebanyak 1 orang 7 tamattidak tamat SLTA. Tingkat pendidikan non formal anggota kelompok tani hanya sebanyak 3 orang 20 yang pernah mengikuti pelatihan atau kursus terkait usahatani hutan rakyat dan sebagian besar sebanyak 12 orang 80. Anggota kelompok tani Puspa Mandiri memiliki jumlah tanggungan keluarga 2-3 orang sebanyak 3 orang20, tanggungan keluarga 4-5 orang sebanyak 8 orang 54, dan memiliki tanggungan 6-7 orang sebanyak 4 orang 26. Luas Lahan sempit 0,25-0,80 ha sebanyak 2 orang 13, tidak ada yang memiliki luas lahan sedang 0,90-1,00 ha, yang memiliki luas lahan 1,25-2,80 ha sebanyak 1 orang 7 dan sebagian besar anggota kelompok tidak memiliki lahan sebanyak 12 orang 80. Dalam hal pengalaman berusahatani khususnya usahatani hutan rakyat rata-rata anggota kelompok tani memiliki pengalaman sejak masuk menjadi anggota kelompok. Pengalaman berusahatani 1- 3 tahun sebanyak 9 orang 60, yang memiliki pengalaman berusahatani selama 4-6 tahun sebanyak 6 orang 40. Lamanya menjadi anggota kelompok tani, sebagian besar anggota kelompok menjadi anggota kelompok sejak terbentuknya kelompok tani. Seluruh 55 anggota kelompok sebanyak 15 orang 100 menjadi anggota kelompok selama 1-3 tahun. Kekosmopolitan dicirikan dengan seringnya pergi ke luar desa maupun seringnya melihat televisi sehubungan dengan usahatani hutan rakyat. Kekosmopitan terbuka sebanyak 4 orang 27 dan anggota kelompok tani dengan kekosmoplitan tertutup sebanyak 11 orang 73.

3.7. Ihktisar

Hasil pemetaan sosial menunjukkan bahwa masyarakat desa Lemahduhur dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah menyebabkan tingkat perekonomian juga rendah dan termasuk kategori desa dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Kelompok Tani Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri di desa Lemahduhur mewadahi kerjasama petani dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat. Kelompok tani merupakan wadah bagi petani untuk membahas masalah yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan hutan rakyat di desa Lemahduhur. Kegiatannya hanya pada tingkat pesiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan, sedangkan pemanenan dilakukan oleh tengkulak. Dalam kelompok tani musyawarah merupakan mekanisme yang wajib dalam memutuskan semua persoalan kelompok tani. Frekwensi pertemuan kelompok sangat jarang dilakukan, tidak ada jadwal rutin pertemuan kelompok. Dalam kelompok sudah ada peraturan namun belum tertulis dimana aturan kelompok dibuat berdasarkan musyawarah anggota dalam kelompok. Lahan di desa lemahduhur merupakan lahan milik dan lahan garapan yang dikelola oleh kelompok tani. Lahan garapan adalahan lahan yang pemiliknya adalah orang-orang yang tinggal di luar desa Lemahduhur yang dipercayakan kepada petani desa Lemahduhur untuk menggarapnya dengan peraturan sewa tanah tahunan ataupun pajak dibayar oleh penggarap. 57

BAB IV DINAMIKA KELOMPOK

4. 1. DINAMIKA KELOMPOK

Dalam bab ini akan dibahas mengenai dinamika kelompok tani hutan rakyat Bina Mandiri dan kelompok tani Puspa Mandiri yang berada di desa Lemahduhur Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Dinamika kelompok dalam penelitian ini akan dilihat dari 8 delapan unsur dinamika kelompok, yaitu: ITujuan; II Struktur Kelompok; III. Fungsi Tugas; IV. Pembinaan dan Pemeliharaan Kelompok; V. Kekompakan Kelompok; VI. Suasana Kelompok; VII. Tekanan Pada Kelompok dan VII Efektivitas Kelompok.

4.1.1. Dinamika Kelompok Tani Bina Mandiri

I Tujuan Kelompok Tujuan kelompok tani Bina Mandiri dilihat dari indikator hubungan tujuan dengan anggota yaitu kesesuaian tujuan anggota kelompok dengan tujuan kelompok, sebagian besar anggota kelompok menyatakan bahwa tujuan kelompok yang dimasukinya tidak sesuai dengan tujuan mereka secara individual. Sebagian besar anggota merasa kecewa bahwa tujuan mereka menjadi anggota kelompok tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Salah satu yang menjadi tujuan ikut kelompok tani Bina Mandiri adalah tujuan modal ekonomi untuk kebutuhan sehari-hari, namun tidak semua mendapatkan tujuan ini. 1 Ketidaktahuan anggota akan tujuan kelompok yang sesungguhnya dikarenakan mereka tidak hadir pada saat diadakan pertemuan yang Terlihat tidak ada kesesuaian antara tujuan anggota memasuki kelompok dengan tujuan kelompok. Para anggota kelompok tidak paham akan tujuan kelompok yang sebenarnya apa. Hal ini menimbulkan kekecewaan karena harapan mereka tidak sesuai dengan kenyataan. 1 Hasil Wawancara dengan, FH 50 tahun salah seorang anggota kelompok tani Bina Mandiri mengatakan bahwa: ”Tujuan saya masuk kelompok tani Bina Mandiri untuk mendapatkan bantuan berupa uang agar bisa saya gunakan untuk usahatani dan sebagian lagi uangnya akan saya gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup saya. Ternyata bantuan yang saya peroleh bukan uang, tidak sesuai dengan apa yang saya harapkan. Saya merasa sedikit kecewa. Sampai sekarang saya tidak mengerti tujuan kelompok yang sesungguhnya itu apa. Yang saya tahu hanya tujuan kelompok adalah untuk memperoleh bantuan dari pemerintah”. 6 Maret 2011