Lahan Sangat Kritis; adalah lahan yang memiliki kedalaman efektif tanah Lahan Kritis; adalah lahan yang memiliki kedalaman efektif tanah dangkal Lahan Agak Kritis; adalah lahan yang memiliki kedalaman efektif tanah 3. Hubungan

1. Lahan Sangat Kritis; adalah lahan yang memiliki kedalaman efektif tanah

sangat dangkal ≤ 25 cm, tanah telah mengalami erosi dengan tingkat erosi sangat berat semua lapisan tanah atas hilang, dan 25 lapisan tanah bawah hilang, danatau terdapat erosi parit, persentase penutupan lahan jarang ≤ 40, persentase batuan di permukaan sangat banyak 90, dan kemiringan lereng curam sampai sangat curam 45. Sitorus 2004, mendefinisikan lahan sangat kritis sebagai lahan yang sangat rusak sehingga tidak memungkinkan lagi untuk diusahakan sebagai lahan pertanian dan sangat sukar untuk direhabilitasi.

2. Lahan Kritis; adalah lahan yang memiliki kedalaman efektif tanah dangkal

26 –50 cm, tanah telah mengalami erosi dengan tingkat erosi berat 5 lapisan tanah atas hilang danatau terdapat erosi parit, persentase penutupan lahan sedang 41 –60, persentase batuan di permukaan banyak 16–90, dan kemiringan lereng agak curam 31 –45.

3. Lahan Agak Kritis; adalah lahan yang memiliki kedalaman efektif tanah

dalam 51 –90 cm, tanah telah mengalami erosi dengan tingkat erosi sedang 25 –75 lapisan tanah atas hilang dan terdapat erosi alur, persentase penutupan lahan rapat 61 –80, persentase batuan di permukaan sedang 4– 15, dan kemiringan lereng agak miring sampai miring 9 –30. Sitorus 2004, menyebut lahan ini sebagai lahan semi kritishampir kritis, dan mendefinisikannya sebagai lahan yang kurangtidak produktif, dan telah terjadi erosi namun masih dapat diusahakan untuk kegiatan pertanian dengan tingkat produksi yang rendah.

4. Lahan Tidak Kritis; adalah lahan yang memiliki kedalaman efektif tanah

sangat dalam 90 cm, tanah mengalami erosi dengan tingkat erosi ringan 25 lapisan tanah atas hilang, persentase penutupan lahan sangat rapat 80, persentase batuan di permukaan sedikit ≤ 3, dan kemiringan lereng datar smpai landai ≤ 8.

5.2.2.3. Uji Keakuratan Klasifikasi Kriteria Skala Semi-detil

Setelah rumusan kriteria pada skala semi-detil diperoleh, maka dilanjutkan dengan melakukan evaluasi keakuratan klasifikasi kriteria tersebut dalam mengklasifikasikan kelas kekritisan lahan. Hasil evaluasi keakuratan klasifikasi kriteria skala semi-detil dapat dilihat dari matriks prediksi pada Tabel 36. Tabel 36. Matriks prediksi kelas kekritisan lahan pada skala semi-detil Kelas kekritisan Prediksi keanggotaan grup Jumlah SK K AK TK Kasus SK 8 8 K 2 17 19 AK 10 3 13 TK 1 19 20 SK 100 100 K 10,5 89,5 100 AK 76,9 23,1 100 TK 5,0 95,0 100 90,0 kasus diklasifikasikan secara tepat. Matriks prediksi atau matriks klasifikasi pada Tabel 36, berisikan tentang jumlah kasus yang diklasifikasikan secara tepat correctly classifield dan yang diklasifikasikan secara salah misclassifield. Setelah dilakukan pengujian didapatkan bahwa 90 kasuspengamatan diklasifikasikan secara tepat, dan sisanya 10 kasus salah klasifikasi. Kesalahan pengkelasan terjadi pada kelas Kritis, yaitu dari 19 kasus, ada 2 kasus yang diprediksikan salah kelas dan masuk ke dalam kelas Sangat Kritis; pada kelas Agak Kritis, yaitu dari 13 kasus, ada 3 kasus yang diprediksikan salah kelas dan masuk kelas Tidak Kritis; dan pada kelas Tidak Kritis, yaitu dari 20 kasus, ada 1 kasus yang diprediksikan salah kelas dan masuk kelas Agak Kritis. Ini artinya, kelas yang dikelompokkan dengan kriteria skala semi-detil yang baru dapat meningkatkan akurasi pengkelasan dengan sangat baik dengan tingkat ketepatan hingga 90. Berdasarkan fakta ini maka kriteria tersebut secara statistik layak digunakan.

5. 3. Hubungan Tingkat Kekritisan Lahan dengan Produktivitas Lahan.

Bentuk hubungan antara tingkat kekritisan dengan produktivitas lahan di lokasi penelitian diukur dengan analisis regresi linear sederhana. Tanaman contoh yang digunakan untuk mengukur produktivitas lahan adalah ubikayu. Penentuan ubikayu sebagai komoditas terpilih untuk mengukur produktivitas lahan di lokasi penelitian karena didasarkan pada beberapa pertimbangan: 1 ubikayu adalah komoditas yang umumnya ditanam di areal pertanian lahan kering, 2 ubikayu menduduki urutan ketiga setelah padi dan jagung dalam komposisi nilai ekomoni y = 13,08 + 2,549x r = 0,57 10 20 30 40 50 60 0.0 8.0 Pr o d u kt iv itas lah an to n h a Kekritisan lahan tanaman pangan Subandi, 2009, 3 berdasarkan hasil pengumpulan data sekunder, ubikayu merupakan komoditas yang paling luas diusahakan oleh petani setempat baik di Kecamatan Cigudeg, Sukamakmur, dan Babakan Madang. Data pengamatan produksi ubikayu pada masing-masing kelas kekritisan di lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 10. Diasumsikan bahwa peubah lain selain kekritisan lahan dianggap homogen. Skor kekritisan lahan diperoleh dari skor diskriminan, yang merupakan hasil penjumlahan nilai dari masing-masing variabel penentu kekritisan berdasarkan fungsi linear yang terbentuk pada skala semi-detil. Hasil analisis regresi dan korelasi antara tingkat kekritisan lahan dan produktivitas lahan di sajikan pada Tabel 37 dan Gambar 7. Tabel 37. Analisis sidik ragam persamaan regresi antara kekritisan lahan dan produktifitas lahan SK db JK KT F-hit P Regresi 1 1429,9 1429,9 13,69 0,001 Galat residual 28 2925,4 104,5 Jumlah 29 4355,4 Untuk membuktikan kelinearan persamaan regresi antara tingkat kekritisan lahan dan produktivitas lahan dilakukan dengan melakukan uji F. Hasil uji F terhadap persamaan regresi menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi antara tingkat kekritisan dan produktivitas lahan adalah bersifat linear. Hal ini diperlihatkan oleh nilai signifikansi regresi yang sangat tinggi di atas 99 p = 0,001. Gambar 7. Grafik hubungan antara tingkat kekritisan lahan dan produktivitas lahan. makin tidak kritis Dari hasil uji regresi antara tingkat kekritisan lahan dengan produktivitas lahan menunjukkan hubungan yang linear positif dengan persamaan: Produktivitas lahan Y = 13,08+ 2,549 χ Kelas kekritisan lahan. Hubungan linear yang terbentuk menunjukkan bahwa semakin tidak kritis lahan semakin tinggi kualitas lahan maka cenderung diikuti dengan meningkatnya produktivitas lahan. Hasil uji analisis menunjukkan bahwa korelasi yang terbentuk menghasilkan hubungan dengan nilai r = 0,57. Menurut tabel interpretasi dalam Usman dan Akbar 2006, nilai r yang terbentuk masih masuk ke dalam kategori agak rendah. Nilai tersebut menunjukkan bahwa keragaman data masih banyak dipengaruhi oleh faktor lain selain tingkat kekritisan lahan, dengan nilai sebesar 0,43. Hal ini diduga karena kondisi peubah di lapangan sebenarnya tidak benar-benar homogen, yang disebabkan karena pengukuran produksi ubikayu masih dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: sulitnya mencari umur tanaman yang seragam, tingkat pemupukan yang berbeda-beda, tidak teraturnya jarak tanam pada pola pertanaman petani setempat, dan kemungkinan adanya serangan hama penyakit. Meluasnya lahan kritis diberbagai wilayah disebabkan oleh proses-proses seperti erosi, penurunan kualitas fisik dan kimia tanah. Dampak dari kekritisan lahan tersebut mengakibatkan menurunnya produktivitas lahan Santoso et al., 2001. Bruand et al. 2001 menambahkan bahwa penurunan kualitas fisik tanah seperti meningkatnya bulk density dapat menurunkan produktifitas lahan. Dengan semakin intensifnya pengelolaan lahan kering berlereng menyebabkan penurunan kadar unsur hara dalam tanah karena penyerapan oleh tanaman, hilang karena erosi, tercuci ke subsoil, dan lain-lain. Ditambah lagi karakteristik petani lahan kering yang umumnya menanam ubikayu sebagai komoditi utama, dengan pengelolaan tanah yang seadanya belum sepenuhnya memperhatikan kaidah- kaidah konservasi mengakibatkan tingkat kesuburan tanahnya dari tahun ke tahun mengalami penurunan Haryanti et al., 2003. Akibat praktek pengelolaan lahan yang kurang tepat ini berdampak pada rendahnya produktivitas lahan sehingga hasil tanaman yang diusahakan di atasnya juga menurun.

5.4. Pembahasan Umum

Pengembangan Kriteria Lahan Kritis di Kawasan Budidaya Pertanian Lahan Kering di Kabupaten Bogor adalah merupakan suatu studi pengembangan kriteria yang didasarkan pada prinsip obyektifitas dengan pendekatan yang melibatkan hasil analisis statistik. Hasil analisis statistik merupakan salah satu faktor penting sebagai dasar pertimbangan dalam judgment pakar untuk merumuskan kriteria lahan kritis. Sejauh ini, penetapan variabel-variabel penentu kekritisan lahan, pengkriteriaan, dan penentuan kelas kekritisannya, hanya didasarkan pada suatu kesepakatan-kesepakatan atau judgment yang bersifat sangat subyektif. Pertimbangan dari hasil analisis statistik diperlukan dalam rangka mengurangi faktor subyektifitas tersebut sehingga keputusan akhir yang diambil menjadi lebih obyektif dan mendekati kenyataan di lapangan. Upaya ini juga dilakukan dalam rangka mereduksi perbedaan dan silang pendapat yang terjadi antar pakar, sehingga dapat digunakan untuk mengambil keputusan yang lebih baik dalam ketidakpastian. Selain itu, keberhasilan dari penanggulangan lahan kritis juga tidak terlepas dari tingkat kerincian informasi yang diperoleh dari kedalaman studi yang dilakukan. Penanggulangan bisa lebih tepat sasaran jika kriteria dibuat spesifik untuk skala perencanaan tertentu, sehingga dapat menjawab tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, pengembangan kriteria kali ini juga mempertimbangan skala perencanaan tertentu, dalam hal ini difokuskan pada skala tinjau dan semi- detil. Tingkat tinjau digunakan untuk perencanaan umum penggunaan lahan dan penetapan areal yang akan distudi lebih mendalam, sedangkan tingkat semi-detil digunakan untuk pelaksanaan pengembangan dan rencana operasional Sitorus et al., 2009. Upaya pengembangan kriteria lahan kritis dilakukan karena sejauh ini validitas data dari kriteria yang sudah ada masih dipertanyakan, sehingga data mengenai lahan kritis juga merupakan jumlah yang belum pasti Irawan et al., 2002. Hasil validasi terhadap kriteria lahan kritis Direktorat RKT menunjukkan ketidaktepatan pengkelasan yang cukup besar. Ketidaktepatan pengkelasan ini berpengaruh terhadap output kelas kekritisan dan luasan lahan kritis yang diperoleh. Ketidaktepatan pengkelasan yang cukup besar terjadi pada saat