Pengembangan Perangkat dan Metode untuk Identifikasi Kekritisan Lahan

Indikator Kualitas manajemen ; Sebidang lahan dengan penggunaan tertentu maka berkaitan dengan jenis manajemen tertentu pula. Suatu lahan akan mengalami tingkat stres tertentu tergantung pada jenis pengelolaan yang diterapkan, dimana penerapan jenis pengelolaan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti lingkungan, sosial, ekonomi, teknologi dan politik yang ada. Misalnya, adanya kebijakan lingkungan yang berlaku di suatu daerah memberikan dampak tertentu pada lahan dimana kebijakan tersebut diterapkan. Indikator kualitas manajemen dapat di evaluasi melalui variabel-variabel seperti: pengunaan lahan, overgrazing, penerapan teras, dan resiko kebakaran. Direktorat Rehabilitasi dan Konservasi Tanah, Departemen Kehutanan, dalam kriterianya menambahkan bahwa manajemen dapat dievaluasi melalui kualitas penerapan teknologi konservasi tanahnya seperti: adanya tata batas kawasan, adanya pengamanan, dan adanya penyuluhan.

2.5. Pengembangan Perangkat dan Metode untuk Identifikasi Kekritisan Lahan

Sejak dicetuskannya istilah kahan kritis dalam Simposium Pencegahan dan Pemulihan Lahan kritis pada Tahun 1975, maka sejak saat itu pula lembagainstansi pemerintah terkait mulai melakukan upaya-upaya untuk pengendaliannya, termasuk upaya pengembangan perangkat dan metode untuk identifikasi kekritisan lahan. Upaya-upaya tersebut tentunya bukan tanpa kendala, hal ini disebabkan karena masih terdapatnya perbedaan pendapat terkait isitilahdefinisi lahan kritis, metode penentu lahan kritis, dan prioritas penanganannya. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan, Tahun 1985, menggunakan kriteria lahan kritis untuk kepentingan reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis yang berada di dalam kawasan hutan di daerah aliran sungaiDAS. Selanjutnya Direktorat Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan, Ditjen Tanaman Pangan, Deptan, Tahun 1991, juga memiliki kriteria lahan kritis dengan parameter-parameternya yang berbeda. Dalam penilaian lahan kritis Pusat Penelitian Tanah, Tahun 1997, menggunakan penutupan vegetasi, tingkat torehankerapatan drainase, penggunaan lahan, dan kedalaman tanah solum sebagai indikator penentu Kurnia et al., 2007. Pada Tahun 1997, Direktorat Rehabilitasi dan Konservasi Tanah, Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan, juga membuat kriteria baru untuk menetapkan lahan kritis kawasan budidaya untuk usaha pertanian, kawasan hutan lindung, dan kawasan lindung di luar kawasan hutan. Kementerian Lingkungan Hidup, dalam PP No 150 Tahun 2000, pengklasifikasian kekritisan tanah di lahan kering dilakukan dengan menentukan baku mutu ambang kekritisannya. Selanjutnya pada Tahun 2007 balai penelitian tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, mengeluarkan kriteria untuk mengukur tingkat degradasi lahan yang diberi nama bakumutu parameter degradasi lahan dan kriteria lahan terdegradasi. Sejauh ini, penetapan variabel-variabel penentu kekritisan lahan, pengkriteriaan, dan penentuan kelas kekritisannya, masih bersifat subyektif, dimana hanya didasarkan pada suatu kesepakatan-kesepakatan atau judgment pakar yang selanjutnya ditetapkan dalam suatu forum diskusi atau pertemuan- pertemuan ilmiah. Jadi, selama ini belum dilakukan penetapan-penetapan yang melibatkan pertimbangan dari hasil analisis statistik, sebelum selanjutnya dibuat ketetapan-ketetapan untuk menyusun kriteria. Dewasa ini perangkat statistik adalah merupakan metode yang populer dan dipercaya untuk membantu peneliti dalam mendeskripsikan dan mengambil kesimpulan ilmiah dari suatu fakta atau fenomena. Masalah lahan kritis merupakan fenomena yang sangat kompleks dan rumit untuk dipercahkan, oleh karena itu penterjemahan masalah kedalam bentuk yang lebih sederhana yang bisa dimengerti tentu membutuhkan suatu alat bantu yang lebih dari hanya sekedar kesepakatan atau judgment yang sangat subyektif. Penetapan yang terlalu subyektif dapat menjerumuskan pada penyimpulan fenomena yang jauh berbeda dari fakta, sehingga sangat masuk akal jika kriteria dan data tentang lahan kritis hingga saat ini masih menjadi hal yang belum pasti. Manusia mungkin mempunyai keterbatasan ketika dihadapkan pada karakteristik yang sangat beragam di lapangan. Menjadi sangat sulit untuk mengidentifikasi bagaimana hubungan antar variabel yang terjadi, variabel-variabel apa saja yang paling dominan berpengaruh, bagaimana perbedaan antar kelompok yang terjadi atas obyek yang diteliti, dan sebagainya. Pada kondisi ini alat bantu statistik sangat bisa diandalkan, sehingga keputusan akhir yang diambil menjadi lebih obyektif dan mendekati kenyataan di lapangan. Oleh karena itu, dalam pengembangan kriteria lahan kritis, selain didasarkan pada pertimbangan atau judgment dari pakar maka penyusunan kriteria dengan menambahkan pertimbangan dari hasil analisis statistik menjadi perlu untuk dilakukan. Selain dari pada itu, upaya ini dapat ditempuh dalam rangka mereduksi perbedaan dan silang pendapat yang terjadi antar pakar, sehingga dapat digunakan untuk mengambil keputusan yang lebih baik dalam ketidakpastian.

2.6. Kriteria dan Klasifikasi Lahan Kritis