Keadaan Umum Lokasi Penelitian Persepsi Pelaku Usaha terhadap Risiko Bahaya Banjir Sungai

sebesar 4.27. Artinya, secara keseluruhan pelaku usaha memiliki persepsi netral dalam keinginan melakukan upaya pencegahan atau mitigasi secara privat, seperti meninggikan lantai bangunan, menambah lantai bangunan, atau pindah lokasi bisnis. Nilai rata-rata PKMB yang tidak sebesar PPTB dan PKBD umumnya disebabkan oleh beberapa hal. Alasan pertama adalah, keadaan ekonomi yang menjadikan upaya melakukan mitigasi bukan sebagai kebutuhan primer. Antisipasi yang dilakukan oleh mereka hanyalah persiapan menyelamatkan barang saat ada pemberitahuan peringatan banjir. Alasan kedua adalah terdapat beberapa responden yang sudah melakukan upaya mitigasi sebelumnya. Alasan ketiga adalah terdapat beberapa pelaku usaha memiliki bangunan usaha dengan status sewa, sehingga mereka tidak berkeinginan merenovasi bangunan untuk mengurangi risiko banjir. Survei selanjutnya mengenai persepsi pelaku usaha terhadap kebutuhan akan upaya penanggulangan banjir dari pemerintah. Rata-rata nilai persepsi yang didapat sebesar 6.56. Secara keseluruhan, dapat dikatakan pelaku usaha berpersepsi bahwa upaya penanggulangan banjir yang dilakukan oleh pemerintah sangat penting. Dapat disimpulkan pula, secara keseluruhan pelaku usaha menyadari pentingnya peran pemerintah dalam menyelesaikan banjir. Jika dilihat lebih spesifik berdasarkan masing-masing kelurahan, terdapat sedikit perbedaan pada PKMB dan PPBD. Gambar 6.1 menjelaskan hasil persepsi berdasarkan masing-masing kelurahan. Sebaran frekuensi persepsi dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 6.1 Rata-rata Persepsi Berdasarkan Masing-masing Kelurahan 6.0 5.8 4.0 6.6 6.0 6.1 4.6 6.5 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 PPTB PKBD PKMB PPBP kedoya selatan rawa buaya Gambar 6.1 menunjukkan bahwa PKMB Kedoya selatan lebih rendah dibandingkan dengan Rawa Buaya. Di sisi lain PPBP Kedoya Selatan Lebih tinggi dibandingkan dengan Rawa Buaya. Secara keseluruhan, kedua kelurahan tersebut memiliki PKMB yang lebih kecil dibandingkan dengan PPBP. Hal ini mengindikasikan bahwa pelaku usaha di kedua kelurahan tersebut cenderung lebih mengharapkan upaya penanggulangan banjir dari pemerintah dibandingkan dengan melakukan upaya mitigasi sendiri. Bubeck et al 2012 menyatakan bahwa, umumnya persepsi terhadap risiko banjir akan mengendalikan motivasi untuk melakukan upaya mitigasi secara privat maupun kebutuhan terhadap upaya penanggulangan banjir dari pemerintah. Hubungan persepsi tersebut dapat dilihat dari analisis korelasi Spearman pada Tabel 6.2 Tabel 6.2. Hasil analisis korelasi spearman PPTB PKBD PKMB PPBP Spearmans rho PPTB 1.00 PKBD 0.42 1.00 PKMB 0.11 0.39 1.000 PPBP 0.09 0.10 -0.17 1.000 korelasi signifikan pada taraf nyata 0.05 2-tailed Berdasarkan Tabel 6.2, terdapat korelasi positif yang nyata antara persepsi terhadap peluang terjadinya banjir PPTB dengan persepsi terhadap konsekuensi banjir yang akan datang PKBD. Hal ini terjadi karena umumnya pelaku usaha memang memiliki kesadaran bahwa area lokasi usaha mereka rawan banjir, dan pasti akan mengalami kejadian banjir lagi di masa mendatang. Kebanyakan pelaku usaha juga sadar jika suatu saat banjir datang, mereka pasti akan memiliki konsekuensi seperti kerugian secara struktural ataupun penurunan omzet. Di sisi lain, terdapat juga beberapa responden yang sudah terbiasa dengan antisipasi dalam menghadapi banjir, sehingga mereka yakin bahwa konsekuensi yang akan mereka alami tidak akan terlalu buruk. Korelasi positif dan nyata juga terdapat pada persepsi terhadap konsekuensi banjir yang akan datang dengan persepsi keinginan melakukan mitigasi banjir PKMB. Berdasarkan pengamatan di lapang, pelaku usaha memang menyadari akan konsekuensi bahaya banjir dan mereka ada keinginan untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi guna mengurangi dampak negatif akibat banjir. Hanya saja, tidak semua pelaku usaha memiliki tingkat keinginan yang sama dikarenakan perbedaan kemampuan ekonomi dalam membangun upaya mitigasi banjir, status sewa pada bangunan yang digunakan untuk usaha, atau karena pelaku usaha tersebut sudah melakukan mitigasi sebelumnya. Keinginan individu dalam melakukan mitigasi terhadap bahaya banjir umumnya akan berkurang apabila individu tersebut telah melakukan upaya mitigasi jauh hari sebelumnya Bubeck et al 2012. 6.2 Estimasi Nilai Ekonomi Kerusakan dan Kerugian Langsung Unit Usaha Akibat Banjir Sungai Pesanggrahan Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui wawancara, didapat estimasi nilai ekonomi kerusakan dan kerugian langsung unit usaha akibat banjir sungai pada Kelurahan Kedoya Selatan dan Rawa Buaya. Estimasi tersebut terdiri dari nilai kerusakan struktural dan aset serta kerugian omzet. Penjumlahan dari nilai kerusakan struktural dan aset dengan kerugian omzet selanjutnya disebut kerugian total unit usaha akibat banjir. Tabel 6.3 akan menjelaskan secara rinci mengenai hasil pengumpulan data estimasi kerugian total. Tabel 6.3 Hasil pengumpulan data estimasi kerugian total akibat banjir Estimasi Kerusakan dan Kerugian Sampel Responden Rata-rata per unit usaha Populasi Persentase a b = c = b x 97 Kerusakan struktural dan aset Rp 121 572 127 2 701 603 262 055 491 48 Kerugian omzet Rp 131 618 550 2 924 857 283 711 129 52 Kerugian total Rp 253 190 677 5 626 460 545 766 620 100 a n =jumlah sampel = 45 responden Berdasarkan Tabel 6.3, dapat dilihat bahwa kerugian total yang dialami 45 responden unit usaha adalah sebesar Rp 253 190 677, dengan rata-rata kerugian per unit usaha Rp 5 626 460. Estimasi kerugian total populasi unit usaha merupakan hasil perkalian rata-rata kerugian total per unit usaha dikalikan dengan jumlah total populasi sebanyak 97 unit usaha. estimasi kerugian total populasi didapat sebesar Rp 545 766 620. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang sama, estimasi kerugian total dilihat berdasarkan pembagian skala usaha, yaitu mikro dan kecil. Tabel 6.4 akan menjelaskan hasil estimasi kerugian total berdasarkan pembagian skala usaha. Tabel 6.4 Estimasi kerugian total berdasarkan skala unit usaha Pada Tabel 6.4, dapat dilihat bahwa jumlah sampel unit usaha mikro berjumlah 31 dan unit usaha kecil berjumlah 14 orang. Berdasarkan proporsi, diasumsikan jumlah populasi unit usaha mikro sebanyak 67 dan usaha kecil sebanyak 30. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa unit usaha skala kecil memiliki kerugian total yang lebih besar dibandingkan dengan unit usaha skala mikro. Nilai ekonomi kerusakan akibat banjir sungai di Kelurahan Kedoya Selatan dan Rawa Buaya selanjutnya juga diestimasi dengan menggunakan dua model. Model pertama merupakan model fungsi kerusakan struktural dan model kedua adalah model fungsi kerugian total.

6.2.1 Stage Damage Function SDF

Model SDF yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel dependent yaitu total nilai kerusakan struktural dan aset KRSK dengan beberapa faktor yang akan menjadi variabel independent dari model. Persamaan model yang didapat yaitu: KRSK = - 4 561.50 + 26.00 TGAR + 12.42 DRSI + 75.73 LSBG – 64.80 THUS + 0.01 TTNA + 2 843.42 JMLT+ ε................................6.1 Hasil olah data menunjukkan model SDF memiliki koefisien determinasi yang telah disesuaikan R 2 adjusted sebesar 42. Dapat diartikan bahwa keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel independent dalam model adalah sebesar 42, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Skala Usaha Proporsi Sampel Persentase Sampel Proporsi Populasi Kerugian Total Sampel Rp Kerugian Total Per Unit Usaha Rp Kerugian Total Populasi Rp A b c = b x 97 d e = f = e x c Usaha mikro 31 69 67 118 486 377 3 822 141 255 403 968 Usaha kecil 14 31 30 134 704 300 9 621 736 290 362 602 Total 45 100 97 253 190 677 13 443 877 545 766 570 Berdasarkan hasil uji kenormalan dengan menggunakan uji Kolmogorov- Smirnov, diperoleh asymp. sign 2-tailed sebesar 0.586 atau lebih besar dari taraf nyata yang digunakan sebesar 25, dapat diartikan residual menyebar dengan normal. Hasil uji multikolinearitas dengan melihat VIF menunjukkan bahwa model tidak mengalami pelanggaran multikolinearitas. Terbukti dengan nilai VIF pada masing-masing variabel independent kurang dari 10. Nilai uji Durbin- Watson yang didapat sebesar 1.679 menunjukkan model juga bebas dari pelanggaran asumsi autokorelasi. Hasil perhitungan regresi dijelaskan pada Lampiran 5. Selanjutnya, penjelasan mengenai variabel-variabel independent dipaparkan sebagai berikut.

6.2.1.1 Tinggi Genangan Air Maksimum

Koefisien dari variabel tinggi genangan air maksimum bersifat positif, dan dapat diartikan setiap kenaikan genangan air maksimum setinggi 10 cm akan mempengaruhi kenaikan nilai kerusakan sebesar Rp 260 000, ceteris paribus dan nyata pada taraf 5. Hasil ini menunjukkan bahwa dugaan awal sesuai dengan keadaan sebenarnya, yaitu semakin tinggi genangan air, maka semakin banyak aset atau barang yang terendam dan menyebabkan semakin tinggi pula kerusakan.

6.2.1.2 Durasi

Hasil regresi pada model SDF menunjukkan koefisien pada variabel durasi berhubungan positif terhadap nilai kerusakan. Nilai koefisien yang terdapat pada model mengartikan bahwa setiap kenaikan durasi banjir selama 1 jam maka akan mengakibatkan kenaikan nilai kerusakan struktural sebesar Rp 12 420, ceteris paribus dan nyata pada taraf 20. Berdasarkan dugaan sebelumnya, semakin lama air menggenangi bangunan maka semakin tinggi pula kerusakan yang dihasilkan. Hasil regresi menunjukkan koefisien variabel sesuai dengan dugaan sebelumnya.

6.2.1.3 Luas Bangunan

Hasil regresi dari model menunjukkan hubungan positif antara variabel luas bangunan dengan nilai kerusakan. Dapat diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan 1 m 2 luas bangunan maka nilai kerusakan juga akan mengalami kenaikan sebesar Rp 75 730, ceteris paribus dan nyata pada taraf 1. Hasil regresi terhadap variabel luas bangunan dapat dikatakan sesuai dengan dugaan awal, yaitu semakin luas bangunan maka semakin besar pula kemungkinan kerusakan yang akan dialami.

6.2.1.4 Lama Usaha Berjalan

Lamanya usaha berjalan berpengaruh secara negatif terhadap nilai kerusakan. Hasil regresi menyatakan bahwa setiap penambahan 1 tahun lamanya usaha berjalan maka nilai kerusakan akan berkurang sebesar Rp 64 800, ceteris paribus dan nyata pada taraf 25. Umumnya, semakin lama individu pelaku usaha melakukan usaha di lokasi rawan banjir mengindikasikan individu tersebut sudah dapat beradaptasi dengan baik dalam menghadapi konsekuensi banjir, yang kemudian berdampak pada semakin berkurangnya kerusakan yang dialami. Sebaliknya, apabila indvidu tersebut tergolong baru dalam menjalankan usaha di lokasi rawan banjir, individu tersebut dapat dikatakan belum terbiasa dalam menanggapi antisipasi terhadap banjir. Keadaan lapang terkait variabel lama usaha berjalan dapat dikatakan sesuai dengan dugaan awal.

6.2.1.5 Total Nilai Aset

Hasil regresi model SDF menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara variabel total nilai aset dengan nilai kerusakan. Dapat diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan nilai aset sebesar Rp 100 000 akan mengakibatkan kenaikan nilai kerusakan sebesar Rp 1000, ceteris paribus dan nyata pada taraf 20. Nilai koefisien yang dihasilkan sesuai dengan dugaan awal, bahwa semakin banyak aset atau semakin tinggi nilai aset yang dimiliki pelaku usaha maka akan mengindikasikan semakin besar pula kerusakan yang akan dialami.

6.2.1.6 Jumlah Lantai Bangunan

Berdasarkan jumlah lantai bangunan, hasil regresi menunjukkan bahwa bangunan usaha yang hanya memiliki satu lantai memiliki nilai kerusakan yang lebih besar Rp 2 843 420 dari bangunan usaha yang lebih dari satu lantai sebesar, ceteris paribus dan nyata pada taraf 5. Umumnya pelaku usaha yang memiliki bangunan lebih dari satu lantai dapat memanfatkan lantai atas untuk menyelamatkan aset yang dimilikinya agar terhindar dari kerusakan pada saat banjir terjadi, sehingga kerusakan yang dialami cenderung berkurang.

6.2.2 Estimasi Nilai Ekonomi Kerusakan Struktural dan Aset Unit Usaha

Berdasarkan data yang sudah diolah, didapat rata-rata tiap variabel independent adalah: ketinggian air maksimum sebesar 74.92 cm, durasi sebesar 94.93 jam, luas bangunan sebesar 21.85 m 2 , lama usaha berjalan sebesar 10.16 tahun, total nilai aset sebesar Rp 42 627 988.44. Hasil perhitungan rata-rata dari tiap variabel tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari nilai rata-rata setiap variabel tersebut dapat diperkirakan jumlah nilai kerusakan struktural dan aset yang dialami tiap pelaku bisnis di Kelurahan Kedoya Selatan dan Rawa Buaya. Estimasi nilai ekonomi kerusakan yang dialami tiap pelaku usaha akan terbagi manjadi dua dikarenakan terdapatnya variabel dummy pada model. Estimasi pertama merupakan total nilai kerusakan per unit usaha dengan asumsi memiliki bangunan hanya berjumlah satu lantai, dan yang kedua merupakan total nilai kerusakan per unit usaha yang memiliki bangunan lebih dari satu lantai. Setelah memasukkan nilai rata-rata pada model khusus bangunan usaha yang hanya memiliki satu lantai, maka akan didapat perhitungan seperti berikut: KRSK = -4561.50 + 26.00 74.92 + 12.42 94.93 + 75.73 21.85 – 64.80 10.16 + 0.01 42627.99 + 2843.42 1 KRSK = 2 874.35 Dapat disimpulkan bahwa total nilai kerusakan struktural per unit usaha yang memiliki bangunan berjumlah hanya satu lantai adalah sebesar Rp 2 874 350 Jumlah sampel bangunan usaha yang hanya memiliki satu lantai adalah sebanyak 42 unit dari 45 unit. Dalam menghitung nilai estimasi total, dianggap populasi unit usaha yang memiliki bangunan usaha satu lantai berjumlah 93 dari jumlah total populasi yang ada yaitu sebanyak 97 unit usaha, sehingga didapat total estimasi nilai kerusakan struktural yang dialami unit usaha di Kedoya Selatan dan Rawa Buaya adalah sebesar Rp 258 691 500. Hal yang sama juga akan dilakukan terhadap model khusus bangunan usaha yang memiliki lebih dari satu lantai. Perhitungan yang didapat seperti berikut: KRSK = -4561.50 + 26.00 74.92 + 12.42 94.93 + 75.73 21.85 – 6.80 10.16 + 0.01 42627. 99 + 2843.42 0 KRSK = 30.93 Dari perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa total nilai kerusakan struktural per pelaku usaha yang memiliki bangunan berjumlah lebih dari satu lantai adalah sebesar Rp 30 930. Jumlah sampel bangunan usaha yang memiliki bangunan lebih dari satu lantai adalah sebanyak tiga unit dari 45 unit. Dalam menghitung nilai estimasi total, dianggap populasi unit usaha yang memiliki bangunan lebih dari satu lantai berjumlah 7 dari jumlah total populasi yang ada yaitu sebanyak 97 unit usaha, sehingga didapat total estimasi nilai kerusakan struktural yang dialami unit usaha di Kedoya Selatan dan Rawa Buaya adalah sebesar Rp 216 510. Setelah mendapat estimasi nilai kerugian total dari unit usaha yang memiliki bangunan satu antai dan lebih dari satu lantai, maka dapat diestimasikan pula nilai kerusakan struktural total yang dialami populasi unit usaha di Kelurahan Kedoya Selatan dan Rawa Buaya yang terkena banjir. Total nilai estimasi yang didapat adalah sebesar Rp 258 908 010. Estimasi total tersebut didapat dari penjumlahan nilai kerusakan struktural unit usaha yang memiliki bangunan satu lantai dan lebih dari satu lantai. Tabel 6.3 akan menjelaskan lebih lanjut mengenai hasil perhitungan. Tabel 6.5 Hasil perhitungan estimasi kerusakan struktural populasi Jumlah lantai bangunan usaha Total sampel Proporsi sampel Estimasi proporsi populasi Estimasi kerusakan struktural rata- rata per unit usaha Rp Estimasi kerusakan struktural populasi Rp A b = c = b x 97 D c x d 1 lantai 42 93 90 2 874 350 258 691 500 1 lantai 3 7 7 30 930 216 510 Total 45 100 97 258 908 010 Hasil estimasi menunjukkan unit usaha dengan bangunan hanya satu lantai memiliki nilai kerusakan jauh lebih tinggi. Hal ini bisa terjadi karena kesadaran terhadap upaya antisipasi banjir yang dimiliki pemilik usaha masih kurang. Pemilik usaha cenderung melakukan tindakan penyelamatan justru pada saat air banjir akan menggenangi lokasi usaha mereka. Mereka tidak memiliki gudang penyimpana yang lebih tinggi lantai dua, sehingga nilai kerusakan yang dialami unit usaha yang hanya memiliki satu lantai bangunan lebih besar. Pemilik usaha umumnya menyatakan mereka masih terkendala ekonomi dalam melakukan upaya antisipasi banjir. Mereka beranggapan bahwa banjir besar hanya terjadi lima tahun sekali, sehingga mereka lebih memilih mengalami kerugian akibat banjir dibandingkan mengeluarkan uang untuk merenovasi bangunan menjadi dua lantai atau meninggikan lantai bangunan. Beberapa pelaku usaha juga memilih tidak merenovasi bangunan karena bangunan yang mereka miliki berstatus sewa. Di sisi lain, pemilik usaha tidak menyadari bahwa nilai kerusakan yang mereka alami akan jauh lebih kecil jika mereka membuat lantai dua pada lokasi usaha mereka. Hal ini terbukti dari hasil perhitungan model SDF.

6.2.3 Model Fungsi Kerugian Total

Pelaku usaha di Kelurahan Kedoya Selatan dan Rawa Buaya tidak hanya mengalami kerugian akibat kerusakan secara struktural. Mereka juga mengalami kerugian terhadap penerimaan per hari akibat kegiatan usaha mereka yang tidak bisa berjalan atau tutup karena banjir. Berdasarkan data yang didapat maka, persamaan model fungsi kerugian total yang didapat yaitu: KRGN = - 3995.68 + 43.42 TGAR + 37.31 DRSI + 95.66 LSBG – 138.99 THUS + 1.70 OMST + ε .............................................................6.2 Hasil olah data menunjukkan model kerusakan struktural dan kerugian omzet pelaku usaha memiliki koefisien determinasi yang telah disesuaikan R 2 adjusted sebesar 70.6. Artinya, bahwa keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel independent yang terdapat dalam model adalah sebesar 70.6 dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Uji normalitas yang dilakukan tetap menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Nilai asymp. sign 2-tailed yang dihasilkan sebesar 0.951 atau lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 5. Hasil tersebut menunjukkan bahwa residual menyebar dengan normal. Nilai VIF yang terdapat pada model kurang dari 10 menunjukkan bahwa model ini bebas dari pelanggaran asumsi multikolinearitas. Nilai uji Durbin-Watson yang didapat sebesar 2.234 menunjukkan model juga bebas dari pelanggaran asumsi autokorelasi. Hasil perhitungan regresi dijelaskan pada Lampiran 6. Variabel-variabel independent dijelaskan secara detail sebagai berikut.

6.2.3.1 Ketinggian Genangan Air Maksimum

Berdasarkan hasil regresi, didapat nilai koefisien variabel ketinggian genangan air maksimum yang bersifat positif. Hasil tersebut dapat diartikan setiap kenaikan genangan air maksimum setinggi 10 cm akan berakibat pada kenaikan total nilai kerusakan struktural dan kerugian omzet sebesar Rp 434 200, ceteris paribus dan nyata pada taraf 5. Hasil ini juga menunjukkan bahwa keadaan lapang sesuai dengan dugaan awal, yaitu semakin banyak aset atau barang yang terendam dan menyebabkan semakin tinggi pula kerusakan

6.2.3.2 Durasi

Koefisien durasi hasil regresi model menunjukkan bahwa variabel durasi berhubungan positif terhadap total nilai kerusakan struktural dan kerugian omzet. Dapat diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan durasi banjir selama 1 jam akan mengakibatkan kenaikan kerugian sebesar Rp 37 310, ceteris paribus dan nyata pada taraf 1. Hasil ini dapat dikatakan sesuai dengan dugaan awal, bahwa semakin lama air menggenangi bangunan maka semakin tinggi pula kerusakan dan kerugian omzet yang dihasilkan.

6.2.3.3 Luas Bangunan

Hasil regresi dari model menunjukkan hubungan yang positif antara variabel luas bangunan dengan total nilai kerusakan struktural dan kerugian omzet. Hasil ini juga berarti bahwa setiap kenaikan luas bangunan sebesar 1 m 2 maka akan mengakibatkan total nilai kerusakan struktural dan kerugian omzet juga naik sebesar Rp 95 660, ceteris paribus dan nyata pada taraf 1. Awalnya diduga bahwa semakin luas bangunan maka semakin besar pula kemungkinan kerusakan yang akan dialami. Hasil regresi ini menunjukkan bahwa keadaan lapang sesuai dengan awal.

6.2.3.4 Lama Usaha Berjalan

Koefisien dari variabel lama usaha berjalan yang didapat dari hasil regresi model bersifat negatif. Hal ini dapat diartikan setiap panambahan 1 tahun lamanya usaha berjalan maka total nilai kerusakan dan kerugian omzet akan berkurang sebesar Rp 138 990 ceteris paribus dan nyata pada taraf 10. Pelaku komersi yang sudah lama menjalankan usahanya dianggap sudah dapat menyesuaikan diri dan tanggap dalam menghadapi banjir, sehingga mereka umumnya tidak mengalami kerusakan dan kerugian yang tinggi. Sejauh ini, hasil koefisien yang di dapat dari regresi sesuai dengan dugaan sebelumnya.

6.2.3.5 Nilai Omzet Per Hari

Hasil regresi terhadap variabel nilai penerimaan atau omzet perhari menunjukkan hubungan yang positif terhadap variabel dependent. Hal ini dapat diartikan sebagai setiap kenaikan omzet pada pelaku usaha sebesar Rp 100 000 akan mengakibatkan kenaikan total nilai kerusakan struktural dan kerugian omzet sebesar Rp 170 000, ceteris paribus dan nyata pada taraf 1. Umumnya, semakin besar nilai omzet perhari akan menyebabkan semakin besar pula kerugian yang dialami oleh pelaku usaha. Keadaan ini menunjukkan bahwa hasil regresi dari keadaan lapang sesuai dengan dugaan sebelumnya.

6.2.4 Estimasi Nilai Ekonomi Kerugian Total Unit Usaha

Hasil olah data terhadap rata-rata tiap variabel independent model adalah: durasi sebesar 94.93 jam, ketinggian air maksimum sebesar 74.92 cm, luas bangunan sebesar 21.849 m 2 , lama usaha berjalan sebesar 10.16 tahun, nilai omzet perhari sebesar Rp 1 266 476.11. Hasil perhitungan rata-rata dari tiap variabel tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan nilai rata-rata setiap variabel tersebut, maka dapat diperkirakan jumlah nilai kerusakan yang dialami tiap pelaku usaha di Kelurahan Kedoya Selatan dan Rawa Buaya. Setelah memasukkan nilai rata-rata tiap variabel ke dalam model kerugian total, maka akan didapat perhitungan seperti berikut: KRGN = -3995.68 + 43.42 74.92 + 37.31 94.93 + 95.66 21.85 – 138.99 10.16 + 1.70 1 266 .48 KRGN = 5 627 .30 Dapat disimpulkan bahwa estimasi total nilai kerugian akibat banjir total per pelaku usaha di Kelurahan Kedoya Selatan dan Rawa Buaya yang memiliki adalah sebesar Rp 5 627 300. Setelah mendapat estimasi nilai kerugian total dari tiap pelaku usaha, maka dapat diestimasikan pula kerugian total yang dialami populasi pelaku usaha di Kelurahan Kedoya Selatan dan Rawa Buaya yang terkena banjir adalah sebesar Rp 545 848 100. Estimasi kerugian total tersebut didapat dari nilai estimasi kerugian total per unit usaha dikalikan dengan jumlah populasi unit usaha sebanyak 97 unit.

6.3 Prediksi Penurunan Kerugian Setelah Normalisasi S. Pesanggrahan

Berdasarkan Tabel 6.1 dan Lampiran 2, sebanyak 61.5 pelaku usaha memiliki persepsi bahwa program mitigasi dari pemerintah sangat penting. Program mitigasi tentu diharapkan dapat menurunkan kerugian yang dialami unit usaha kedepannya. Salah satu program mitigasi yang saat ini dilakukan pemerintah adalah normalisasi S. Pesanggrahan. Penurunan kerugian total dapat diprediksi dengan asumsi normalisasi S. Pesanggrahan berjalan dengan lancar. Secara teknis, banjir akibat luapan air sungai sebenarnya bisa dihilangkan melalui normalisasi sungai atau program lainnya, namun karena aktivitas penduduk seperti pengalihan fungsi lahan serta ekstraksi air tanah yang berlebihan membuat hal ini sangat sulit untuk dicapai Abidin et al 2001. Oleh karena itu, penurunan kerugian setelah normalisasi diprediksi tidak bisa mencapai 100. Program normalisasi S. Pesanggrahan direncanakan selesai pada tahun 2014. Dinas Pekerja Umum menargetkan program normalisasi tersebut dapat menurunkan ketinggian banjir sebesar 72.72 dan durasi banjir 96.84 dari rata- rata sebelumnya 3 . Berdasarkan data tersebut, prediksi pertama dilakukan apabila program tersebut dapat menurunkan rata-rata ketinggian genangan air maksimum menjadi 72.72 dari sebelumnya yaitu 20.44 cm ceteris paribus, maka total kerugian per unit bisnis menjadi: KRGN = -3995.68 + 43.42 20.44 + 37.31 94.93 + 95.66 21.85 – 138.99 10.16 + 1.70 1 266 .48 KRGN = 3 261.95 Jadi, nilai kerugian total menjadi Rp 3 261 950 atau turun sebesar 42. 3 http:www.pu.go.iduploadsberitaPPW090811SONY.htmKomisiVDPRRIDukungNormalisasiK aliPesanggrahandiakses pada 7 September 2013 Prediksi kedua seandainya program normalisasi tersebut berhasil menurunkan rata-rata durasi banjir menjadi 96.84 dari sebelumnya yaitu 3.00 jam, maka total kerugian per unit bisnis menjadi: KRGN = -3995.68 + 43.42 74.92 + 37.31 3.00 + 95.66 21.85 – 138.99 10.16 + 1.70 1 266 .48 KRGN = 2197,32 Jadi, nilai kerugian total menjadi Rp 2 197 320 atau turun sebesar 61. Tabel 6.6 akan lebih menjelaskan prediksi kerugian total setelah program normalisasi S. Pesanggrahan. Tabel 6.6 Prediksi penurunan kerugian total setelah program normalisasi Skenario Penurunan rata-rata Prediksi Kerugian Total Per Unit Bisnis pada Kedua Kelurahan Rp Prediksi Kerugian Total Populasi Unit Bisnis pada Kedua Kelurahan Rp Penurunan Kerugian Sebelum Normalisasi Sesudah Normalisasi Sebelum Normalisasi Sesudah Normalisasi Ketinggian genangan air maksimum 72.72 5 627 300 3 261 950 545 848 100 316 409 230 42 Durasi 96.84 5 627 300 2 197 320 545 848 100 213 140 330 61 Berdasarkan Tabel 6.6, program normalisasi S. Pesanggrahan diprediksikan dapat menurunkan kerugian mencapai 42 dan 61. Program ini memang diprediksikan dapat menurunkan kerugian, namun tidak menutup kemungkinan munculnya biaya sosial ekonomi lain selama program ini berjalan. Biaya tersebut seperti biaya untuk relokasi mayarakat yang tinggal disekitar sungai karena sungai yang harus diperlebar. Pada subbab 6.2.2 dijelaskan bahwa unit usaha yang memiliki bangunan usaha lebih dari satu lantai mengalami kerugian yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan unit usaha yang hanya memiliki bangunan satu lantai. Jika diasumsikan unit usaha yang memiliki bangunan lebih dari satu lantai adalah unit usaha yang melakukan upaya mitigasi secara privat, maka bisa disimpulkan bahwa upaya mitigasi banjir secara privat justru menimbulkan penurunan kerugian yang jauh lebih besar dibandingkan dengan mitigasi yang dilakukan oleh pemerintah. Tabel 6.7 akan lebih menjelaskan perbandingan penurunan kerugian antara mitigasi privat dengan upaya mitigasi pemerintah. Tabel 6.7 Perbandingan penurunan kerugian banjir antara upaya mitigasi privat dengan upaya mitigasi dari pemerintah Upaya Mitigasi Privat Upaya Mitigasi dari Pemerintah target rata-rata ketinggian banjir turun 72.72 target rata- rata durasi turun 96.84 nilai kerusakan 1 lantai Rp 2 874 350 nilai kerugian sebelum normalisasi Rp 5 627 300 5 627 300 nilai kerusakan lebih dari 1 lantai Rp 30 930 nilai kerugian setelah normalisasi Rp 3 261 950 2 197 320 persentase penurunan kerugian 99 persentase kerugian 42 61 Tabel 6.7 menunjukkan bahwa upaya mitigasi yang dilakukan secara privat membuat bangunan usaha menjadi lebih dari satu lantai, dapat menurunkan kerugian mencapai 99. Hal ini menunjukkan bahwa upaya mitagasi yang dilakukan secara privat penting untuk dilakukan. Hanya saja karena kesadaran yang dimiliki banyak pelaku usaha masih kurang, perlu adanya suatu dorongan agar pelaku usaha mau melakukan upaya mitigasi secara privat. Upaya mitigasi yang dilakukan secara privat memang dapat menurunkan kerugian dalam persentase yang besar, namun upaya ini tidak menyelesaikan kerugian masyarakat secara keseluruhan. Pelaku usaha mungkin akan mengalami penurunan kerugian secara privat, tetapi perlu diketahui bahwa upaya mitigasi ini tidak dapat mengurangi bencana banjir itu sendiri. Banjir yang masih akan terjadi mungkin tidak lagi menimbulkan kerugian yang besar bagi pelaku usaha yang sudah melakukan upaya mitigasi privat, namun masyarakat sekitar tetap mengalami banjir dan menimbulkan kerugian secara sosial. Upaya mitigasi yang dilakukan pemerintah tentu diharapkan dapat menjawab permasalahan kerugian sosial akibat banjir itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa upaya mitigasi yang dilakukan oleh pemerintah memang perlu dilakukan karena dapat menurunkan kerugian. Hanya saja, upaya mitigasi pemerintah akan lebih baik didukung dengan upaya mitigasi secara privat untuk mengurangi kerugian tiap pelaku usaha sendiri dan kerugian sosial yang dialami masyakarat secara luas.

6.4 Analisis Kerentanan Banjir pada Unit Usaha

Indikator elemen yang berisiko yang digunakan dalam analisis kerentanan banjir adalah unit usaha yang mengalami kerugian banjir. Exposure indicators yang digunakan meliputi ketinggian genangan air maksimum dan durasi. Indikator susceptibility yang digunakanlamanya usaha berjalan.

6.4.1 Analisis Kerentanan Banjir Menurut Omzet yang Dimiliki Unit Usaha

Analisis kerentanan banjir yang pertama dilakukan dengan menggolongkan unit usaha berdasarkan omzet, yaitu usaha mikro dan usaha kecil. Berdasarkan UU no 20 tahun 2008 mengenai UMKM, maksimal omzet golongan usaha mikro adalah sebesar Rp 300 000 000 per tahun atau Rp 821 917 per hari. Dalam analisis kerentanan ini batasan untuk membagi kategori yang digunakan adalah unit usaha mikro dengan omzet lebih kecil sama dengan Rp 821 917 dan unit usaha kecil dengan omzet lebih dari Rp 821 917. Berdasarkan SDC yang dibangun dari hubungan antara estimasi kerugian dengan exposure indicators ketinggian air maksimum, dapat dilihat bahwa kurva unit usaha kecil lebih curam dibandingkan dengan unit usaha mikro. Artinya, unit usaha kecil lebih rentan terhadap kerugian banjir, karena umumnya unit usaha tersebut memiliki aset yang lebih banyak dan bangunan yang lebih besar. Pada unit usaha tersebut, peningkatan terhadap genangan banjir menimbulkan peningkatan estimasi kerugian yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan unit usaha mikro. SDC selanjutnya dibangun untuk melihat kerentanan terhadap banjir menurut pembagian omzet berdasarkan durasi. Hasil kurva menunjukkan bahwa unit usaha kecil berada di atas kurva unit usaha mikro. Dapat disimpulkan bahwa, unit usaha kecil lebih rentan terhadap kerugian akibat banjir dibandingkan dengan unit usaha mikro. Hal ini dapat terjadi karena unit usaha akan tutup selama air masih menggenangi bangunan usaha mereka. Unit usaha yang memiliki omzet yang tinggi, pasti mengalami kerugian yang besar walaupun usaha mereka hanya tutup selama sehari dibandingkan dengan unit usaha yang memiliki omzet kecil. Keadaan ini yang membuat kurva unit usaha kecil lebih curam. Gambar 6.2 merupakan SDC analisis kerentanan. banjir yang dihasilkan. Gambar 6.2 SDC Analisis kerentanan banjir menurut pembagian omzet berdasarkan exposure indicators Setelah melihat kerugian berdasarkan indikator exposure, SDC selanjutnya akan membahas analisis kerentanan banjir berdasarkan hubungan estimasi kerugian dengan indikator susceptibility yaitu lama usaha berjalan. SDC tetap menunjukkan bahwa kurva unit usaha kecil lebih curam dibandingkan dengan kurva unit usaha mikro. Berdasarkan hasil kurva tersebut, dapat dikatakan bahwa unit usaha mikro lebih rentan terhadap kerugian akibat banjir. Hal ini bisa terjadi karena unit usaha kecil dianggap memiliki modal yang lebih untuk menentukan strategi adaptasi banjir dalam jangka panjang, sehingga perubahan penurunan kerugian dugaan lebih besar tiap tahunnya. Gambar 6.3 merupakan hasil SDC dari analisis kerentanan banjir. Gambar 6.3 SDC analisis kerentanan banjir menurut pembagian omzet berdasarkan susceptibility indicator 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 ker ug ian dug aan R p 000 lama usaha berjalan tahun unit usaha mikro unit usaha kecil 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 14000.00 16000.00 18000.00 20000.00 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 ker ug ian dug aan R p 000 ketinggian genangan air maksimum cm unit usaha mikro unit usaha kecil 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 14000.00 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 ke ru g ian d u g aa n R p durasi jam unit usaha mikro unit usaha kecil