Prediksi Penurunan Kerugian Setelah Normalisasi S. Pesanggrahan

Gambar 6.2 SDC Analisis kerentanan banjir menurut pembagian omzet berdasarkan exposure indicators Setelah melihat kerugian berdasarkan indikator exposure, SDC selanjutnya akan membahas analisis kerentanan banjir berdasarkan hubungan estimasi kerugian dengan indikator susceptibility yaitu lama usaha berjalan. SDC tetap menunjukkan bahwa kurva unit usaha kecil lebih curam dibandingkan dengan kurva unit usaha mikro. Berdasarkan hasil kurva tersebut, dapat dikatakan bahwa unit usaha mikro lebih rentan terhadap kerugian akibat banjir. Hal ini bisa terjadi karena unit usaha kecil dianggap memiliki modal yang lebih untuk menentukan strategi adaptasi banjir dalam jangka panjang, sehingga perubahan penurunan kerugian dugaan lebih besar tiap tahunnya. Gambar 6.3 merupakan hasil SDC dari analisis kerentanan banjir. Gambar 6.3 SDC analisis kerentanan banjir menurut pembagian omzet berdasarkan susceptibility indicator 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 ker ug ian dug aan R p 000 lama usaha berjalan tahun unit usaha mikro unit usaha kecil 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 14000.00 16000.00 18000.00 20000.00 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 ker ug ian dug aan R p 000 ketinggian genangan air maksimum cm unit usaha mikro unit usaha kecil 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 14000.00 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 ke ru g ian d u g aa n R p durasi jam unit usaha mikro unit usaha kecil

6.4.2 Analisis Kerentanan Banjir Menurut Lokasi Usaha

Kerentanan banjir pada unit usaha selanjutnya dianalisis berdasarkan lokasi usaha, yaitu Kedoya Selatan dan Rawa Buaya. Sama seperti analisis sebelumnya, SDC pertama yang dibangun adalah analisis kerentanan terhadap kerugian banjir berdasarkan ketinggian genangan air maksimum. Hasil SDC menunjukkan kurva unit usaha yang berada di Kedoya Selatan lebih curam dibandingkan dengan kurva unit usaha Rawa Buaya. Dapat diartikan bahwa perubahan kerugian dugaan karena peningkatan ketinggan air banjir di Kedoya Selatan lebih besar. Hal ini terjadi karena unit usaha yang berada di Kedoya Selatan memiliki jarak yang lebih dekat dengan sungai, sehingga lebih rentan terhadap ketinggian genangan air. Perbandingan jarak lokasi usaha dengan sungai antara kedua kelurahan dapat dilihat di Tabel 5.1. Unit usaha yang berada di Rawa Buaya memiliki kurva yang lebih landai, namun tingkat kerugian dugaannya lebih tinggi dibandingkan dengan Kedoya Selatan. Hal ini terjadi karena kebanyakan bangunan usaha yang ada di Rawa Buaya lebih besar dan luas, sehingga ketika banjir datang membuat kerugian menjadi lebih tinggi. Jika diperhatikan pada Gambar 6.4, terjadi perpotongan antara kedua garis Kelurahan Kedoya Selatan dan Rawa Buaya. Berdasarkan kondisi lapang, diduga hal ini terjadi karena perbedaan luas bangunan yang dimiliki. Kelurahan Rawa Buaya memang memiliki bangunan yang luas dan akan menyebabkan kerugian yang besar jika terjadi banjir, namun jika air banjir semakin meninggi justru akan lebih merugikan usaha yang memiliki bangunan yang kecil. Bangunan usaha yang kecil dan mengalami banjir yang tinggi tentu akan menghabiskan bangunan dan merusak semua aset yang ada di dalamnya. Kelurahan Kedoya Selatan umumnya memiliki bangunan usaha yang kecil dapat dilihat pada Tabel 5.1. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya perpotongan di ketinggian 135 cm. SDC kedua yang dibentuk masih berdasarkan exposure indicators durasi banjir. Hasil yang didapat adalah kurva unit usaha yang berlokasi di Rawa Buaya lebih curam dari kurva unit usaha yang berlokasi di Kedoya Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan durasi banjir, Kelurahan Rawa Buaya juga lebih rentan terhadap kerugian banjir dari pada Kelurahan Kedoya Selatan. Berdasarkan Lampiran 8, rata-rata total nilai aset yang dimiliki Rawa Buaya lebih tinggi dibandingkan dengan Kedoya Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa unit usaha di Rawa Buaya lebih rentan terhadap durasi banjir. Semakin lama banjir menggenangi unit usaha tersebut maka semakin besar pula kerugian yang di dapat. Berdasarkan pengamatan lapang, unit usaha di Rawa Buaya mengalami banjir yang sangat tinggi dalam jangka waktu yang lama dibandingkan dengan Kedoya Selatan. Tabel perbandingannya dapat dilihat pada Lampiran 7. Lokasi unit usaha di Rawa Buaya memang tidak dekat dengan sungai, namun banyaknya selokan menyebabkan air banjir menggenangi area lokasi usaha mereka dan air banjir tersebut terjebak pada area dalam waktu yang cukup lama. Gambar 6.4 akan menjelaskan lebih lanjut mengenai analisis kerentanan banjir menurut pembagian lokasi berdasarkan exposure indicators. Gambar 6.4 SDC analisis kerentanan banjir menurut pembagian lokasi berdasarkan exposure indicator Selanjutnya adalah analisis kerentanan banjir berdasarkan indikator susceptibility lama usaha berjalan. Hasil SDC menunjukkan bahwa tingkat kecuraman kurva kedua lokasi tidak jauh berbeda. Hanya saja, unit usaha di Rawa Buaya memiliki tingkat kerugian dugaan yang lebih besar dibandingkan dengan unit usaha di Kedoya Selatan. Hal ini bisa jadi masih dikarenakan luas bangunan usaha di Rawa Buaya lebih besar, selain itu juga rata-rata total nilai aset yang dimiliki unit usaha di Rawa Buaya juga lebih besar. Berdasarkan data pada Lampiran 8, unit usaha yang berada di Rawa buaya memiliki rata-rata total nilai aset sebesar Rp 58 590 490 dan unit usaha yang berada di Kedoya Selatan - 1,000.00 2,000.00 3,000.00 4,000.00 5,000.00 6,000.00 7,000.00 8,000.00 9,000.00 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 ker ug ian dug aan R p 000 ketinggian genangan air maksimum cm kedoya selatan rawa buaya - 1,000.00 2,000.00 3,000.00 4,000.00 5,000.00 6,000.00 7,000.00 8,000.00 9,000.00 10,000.00 24 36 48 60 72 84 96 108 120 ker ug ian dug aan R p 000 durasi jam kedoya selatan rawa buaya