Secara keseluruhan nilai berat jenis kayu solid lebih besar dari nilai berat balok laminasi sejenis. Hal ini dipengaruhi oleh sifat anatomi kayu dan kerapatan
yang ada pada contoh uji. Contoh uji yang memiliki nilai berat jenis kayu solid lebih besar dari balok laminasi sejenis, adalah kayu solid pinus dengan balok
laminasi pinus-pinus, kayu akasia dengan balok laminasi akasia-akasia, kayu jabon dengan balok laminasi jabon-jabon, dan kayu sengon dengan balok laminasi
sengon-sengon. Berat jenis tidak berpengaruh terhadap nilai kehilangan berat. Hal ini
dibuktikan dengan berat jenis kayu pinus yang tergolong sedang memiliki nilai kehilangan yang cukup besar. Penelitian ini memperkuat simpulan Seng 1990
bahwa hubungan antara berat jenis dengan keawetan kurang berlaku umum.
4.2 Mortalitas Rayap Tanah
Perhitungan mortalitas rayap memiliki peranan yang sangat penting untuk mengetahui pengaruh perekat sebagai bahan pengawet pada jenis balok laminasi.
Mortalitas pada kayu solid pinus menghasilkan nilai 65,78 dan nilai mortalitas jenis balok laminasi pinus yang terbesar dihasilkan oleh balok laminasi pinus-
pinus dengan nilai 90,89 dan untuk nilai mortalitas terendah dihasilkan oleh balok laminasi pinus-manii dengan nilai mortalitas sebesar 65,78 yang diuraikan
pada Gambar 8. Balok laminasi pinus-manii memiliki nilai mortalitas yang sama dengan kayu solid akan tetapi hasil dari kehilangan berat yang dihasilkan berbeda.
Balok laminasi pinus-manii memiliki nilai kehilangan berat yang lebih besar dari kayu solid pinus.
Pengujian mortalitas juga dilakukan pada kayu akasia dan jenis balok laminasinya. Kayu solid akasia menghasilkan nilai mortalitas sebesar 84,67.
Pada balok laminasi akasia-manii memiliki nilai mortalitas rayap yang besar yaitu 100 sedangkan untuk nilai mortalitas terendah dihasilkan oleh balok laminasi
akasia-akasia 84,44 yang diuraikan pada Gambar 8. Pada balok laminasi akasia- manii, memiiki nilai yang berbanding terbalik antara mortalitas dengan
kehilangan berat, sehingga nilai mortalitas yang besar akan menghasilkan nilai kehilangan berat yang kecil. Pada balok laminasi akasia-manii terdapat perekat.
Diduga perekat isosianat bekerja dengan baik sehingga tidak disukai oleh rayap
dan juga dapat menyebabkan kematian pada rayap. Selain itu, di dalam akasia dan manii juga terdapat zat ekstraktif, dimana hal tersebut kemungkinan dapat
berpengaruh terhadap tingkat kematian rayap atau mortalitas rayap. Selanjutnya pengujian juga dilakukan pada kayu jabon dan balok laminasi
jabon-jabon. Kayu solid jabon memiliki nilai mortalitas yang rendah dari balok laminasi jabon-jabon. Kayu solid sengon memiliki nilai mortalitas 76,67 dan
balok laminasi sengon-sengon 100 yang diuraikan pada Gambar 8. Nilai mortalitas yang berbeda dihasilkan oleh kayu manii dan balok laminasi manii-
manii. Nilai mortalitas kayu manii lebih besar dari nilai mortalitas balok laminasi manii-manii. Hal ini diduga, karena rayap pada pengujian tidak mampu
menyesuaikan diri, sehingga menyebabkan kematian Supriana 1983b. Selain itu faktor suhu, kebutuhan kadar air dan kelembaban dapat berpengaruh dalam
mortalitas pada pengujian laboratorium Raffiuddin et al. 1991 diacu dalam Rudi 1999.
Secara keseluruhan kayu solid yang memiliki nilai mortalitas terbesar ialah kayu akasia. Hal ini disebabkan, karena pada solid akasia memiliki kandungan zat
ekstraktif yang dapat menyebabkan kematian rayap. Selanjutnya nilai mortalitas terendah dihasilkan oleh kayu solid jabon. Jabon merupakan tanaman yang
memiliki nilai keawetan terendah dan tidak mempunyai zat ekstraktif yang dapat menyebabkan rayap mati. Lesari dan Pari 1990 diacu dalam Yanti 2008
menambahkan kayu yang berkadar ekstraktif tinggi diperkirakan lebih tahan terhadap serangan organisme perusak kayu dibandingkan yang berkadar ekstraktif
rendah. Tetapi faktor ketahanan kayu lebih bergantung kepada senyawa-senyawa bio-aktif yang terdapat pada zat ekstraktif tersebut. Selain faktor zat ekstraktif,
ketahanan alami dipengaruhi oleh jumlah dan tipe lignin Zabel dan Morrel 1992 diacu dalam Yanti 2008.
Pada contoh uji balok laminasi, nilai mortalitas terbesar dihasilkan balok laminasi akasia-manii dan balok laminasi sengon-sengon. Hal ini dikarenakan
pada balok laminasi akasia-manii memiliki sifat anatomi dan fisis yang berbeda dengan yang lainnya, selain itu juga terdapat pengaruh dari perekat isosianat.
Sementara itu pada balok laminasi sengon-sengon pada awalnya rayap hanya memakan bagian yang tidak ada perekatnya, namun selanjutnya rayap memakan
M o
r ta
lit a
s
bagian yang mengandung perekat isosianat, sehingga mortalitas rayap pada balok laminasi tipe sengon-sengon memiliki nilai terbesar. Mortalitas rayap pada jenis
balok laminasi sengon-sengon berjalan dengan lambat namun pada akhir
pengujian seluruh rayap mati. Selanjutnya nilai mortalitas terendah dari contoh uji balok laminasi adalah
balok laminasi tipe manii-manii. Hal ini dikarenakan, rayap pada contoh uji balok laminasi manii-manii tidak memakan bagian yang ada jenis perekatnya dan
walapun memakan bagian yang mengandung perekat, itu hanya dalam jumlah yang sedikit. Selain itu pengaruh dari zat ekstraktif pada kayu manii tidak
memiliki sifat zat beracun. Sehingga nilai mortalitas dari balok laminasi manii- manii menjadi rendah. Nilai mortalitas secara lengkap akan diuraikan pada
Gambar 8.
100 90
80 70
60 50
40 30
20 10
65.78 90.89
79.11 65.78
75.78 84.67 84.44
93.78 100.00
88.00
56.44 97.56
71.78 58.89
76.67 100.00
Kayu GPP GPJ GPM GPS Kayu GAA GAJ GAM GAS Kayu GJJ Kayu GMM Kayu GSS Solid
Solid Solid
Solid Solid
Pinus Akasia
Jabon Manii
Sengon
Gambar 8 Mortalitas rayap tanah C. curvignathus, dimana P = Pinus, A = Akasia, J = Jabon, M = Manii, S = Sengon, dan G = Balok laminasi.
Hasil analisis ragam terhadap nilai mortalitas untuk contoh uji pada pengujian laboratorium dengan faktor jenis kayu berpengaruh nyata terhadap
mortalitas rayap, namun jenis balok laminasi dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata. Hasil uji lanjut Duncan, jenis kayu menunjukkan
bahwa nilai mortalitas balok laminasi manii berbeda nyata dengan jenis balok laminasi sengon dan jenis balok laminasi akasia. Namun jenis kayu manii tidak
berbeda nyata dengan jenis kayu pinus dan jabon.
4.3 Feeding Rate