Pembahasan Earthworm as Bioindicator for Soil Fertility within Land Cover Types in Bogor Dramaga

Kualitas casting ditentukan beberapa parameter fisik, kimiawi, dan biologis. Tingkat kematangan casting secara fisik dapat ditentukan dari bau, warna, tekstur ukuran partikel, temperatur dan kelembaban. Secara kimia kualitas casting ditentukan oleh kandungan unsur-unsur hara C, N, P, K, Ca dan Mg, CN rasio, pH dan kandungan bahan organik sedangkan secara biologis ditentukan oleh kemampuan cacing tanah untuk beradaptasi dan bereproduksi. Adanya parameter fisik dan kimia tersebut memengaruhi melimpahnya cacing tanah pada setiap tipe tutupan lahan. Faktor fisik dapat dilihat secara jelas adanya penyimpangan bahwa nilai pH pada rumput-rumputan sangat rendah dibandingkan tanah kosong. Hal ini disebabkan pada rumput-rumputan memiliki kemasaman tanah yang sangat masam dan cenderung kering sehingga cacing tanah tidak dapat hidup dan berkembangbiak pada lahan tersebut. Tanah yang pH-nya masam dapat mengganggu pertumbuhan dan daya berkembang biak cacing tanah, karena ketersediaan bahan organik dan unsur hara pakan cacing tanah relatif terbatas. Di samping itu, tanah yang ber pH masam kurang mendukung proses pembusukan fermentasi bahan organik. Oleh karena itu, tanah yang mendapat perlakuan pengapuran sering banyak dihuni cacing tanah. Pengapuran berfungsi menaikkan meningkatkan pH tanah sampai mendakati pH netral. Disamping itu, berdasarkan sejarah pengelolaan lahan rumput-rumputan pada lokasi penelitian merupakan lahan bekas perkebunan penduduk setempat namun kegiatan penanaman tidak berlanjut maka lahan tersebut dibiarkan sehingga menjadi lahan yang hanya ditumbuhi rumput- rumputan. Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara variable cacing tanah dengan nilai kesuburan tanah C-organik dan fosfor yang nyata. Pembuktian bahwa bahan organik memegang peranan penting dalam memperbaiki sifat-sifat tanah fisik, kimia dan biologi selanjutnya material tersebut akan berdampak dalam meningkatkan produktivitas tanah dan tumbuhan. Oleh karena itu, bahan organik disebut sebagai dinamisator, aktivator dan regenerator tanah dalam meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan Davies, 1972. Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu lahan. Hal ini karena bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik Davies, 1972. Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Kandungan bahan organik sangat erat berkaitan dengan KTK Kapasitas Tukar Kation dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadi pemadatan tanah Richard, 1978. Dalam hal ini, unsur fosfor P merupakan unsur kimia tanah yang sangat diperlukan pada pertumbuhan tanaman. Fosfor dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral di dalam tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar 6-7 Hardjowigeno 2003. Menurut Foth 1994 jika kekurangan fosfor, pembelahan sel pada tanaman terhambat dan pertumbuhannya kerdil. Hal ini menjelaskan bahwa lebih tinggi nilai fosfor pada lahan hutan tanaman dibanding dengan lahan lain karena lahan tersebut sebelumnya merupakan lahan sawah sehingga terdapat banyak sisa-sisa pemupukan pada saat sebagai sawah. Ada beberapa aspek yang berhubungan dengan pohon dan bahan organik tanah, dimana tanaman keras berkayu berbeda dari tumbuhan herba dalam tingkat dan waktu penambahan bahan organik, dan sifat bahan tambahan. Bahan organik tanah mengacu pada semua bahan organik yang ada dalam tanah. Sebagian besar bahan organik berasal dari tumbuhan sedang yang lain termasuk jaringan asal mikroba dan biomassa mati fauna tanah. Pada dasarnya, bahan organik tanah terdiri dari dua bagian, yaitu bahan organik terurai atau humus dan bahan organik yang sudah menjadi bagian dari kompleks tanah koloid, tanaman dan sisa mikroba yang berada dalam berbagai tahap dekomposisi atau biasa disebut serasah Edward, 1977. Pohon memberikan pengaruh positif terhadap kesuburan tanah, antara lain melalui: a peningkatan masukan bahan organik b peningkatan ketersediaan N dalam tanah bila pohon yang ditanam dari keluarga Leguminosae, c mengurangi kehilangan bahan organik tanah dan hara melalui peran mengurangi erosi, limpasan permukaan dan pencucian, d memperbaiki sifat fisik tanah seperti perbaikan struktur tanah, kemampuan menyimpan air water holding capacity, e dan perbaikan kehidupan biota. Dalam hal ini adanya kelimpahan cacing tanah sangat dipengaruhi oleh faktor unsur hara dalam tanah yakni C-organik dan fosfor. Sehubungan dengan itu, adanya kelimpahan cacing tanah disebabkan tumbuhan yang beragam dimana pepohonan memberikan masukan bahan organik melalui daun, ranting dan cabang yang telah gugur di atas permukaan tanah. Di bagian bawah dalam tanah, pepohonan memberikan masukan bahan organik melalui akar yang telah mati, tudung akar yang mati, eksudasi akar dan respirasi akar. Pemberian bahan organik ke dalam tanah seringkali memberikan hasil kurang memuaskan, sehingga banyak petani tidak tertarik untuk melakukannya. Hal ini disebabkan karena kurangnya dasar pengetahuan dalam memilih jenis bahan organik yang tepat. Pemilihan jenis bahan organik sangat ditentukan oleh tujuan pemberian bahan organik tersebut. Tujuan pemberian bahan organik bisa untuk menambah hara atau perbaikan sifat fisik seperti mempertahankan kelembaban tanah yaitu sebagai mulsa. Pertimbangan pemilihan jenis bahan organik didasarkan pada kecepatan dalam dekomposisi atau waktu pelapukannya. Bila bahan organik akan dipergunakan sebagai mulsa, maka jenis bahan organik tersebut dipilih adalah jenis yang lambat lapuk. Apabila digunakan untuk tujuan pemupukan bisa dari jenis yang lambat maupun yang cepat lapuk. Kecepatan pelapukan suatu jenis bahan organik ditentukan oleh kualitas bahan organik tersebut. Penetapan kualitas dilakukan dengan menggunakan seperangkat tolok ukur, yang berbeda.untuk setiap jenis unsur hara Anas, 1989. 6 SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Kelima tipe tutupan lahan di Dramaga memiliki kondisi lingkungan dan sejarah pengelolaan yang berbeda-beda sehingga kelimpahan cacing tanah pada setiap tipe tutupan lahan berbeda. Kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kelimpahan cacing tanah sebagai bioindikator kesuburan tanah adalah faktor lingkungan yang juga berpengaruh terhadap kualitas kastingnya. Casting memiliki banyak kelebihan dalam hal kandungan unsur hara dan bahan organik lain yang berguna bagi tumbuhan. Bahan organik umumnya mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral, sehingga merupakan pakan utama cacing tanah. Bahan organik tanah dapat berupa kotoran ternak, serasah atau daun-daun yang gugur dan melapuk, dan tumbuhan atau hewan yang mati. Makin kaya kandungan bahan organik dalam tanah, makin banyak dihuni oleh mikroorganisme tanah, termasuk cacing tanah. Cacing tanah dapat mencerna bahan organik seberat badannya, bahkan mampu memusnahkan bahan organik seberat 2 kali lipat berat badannya selama 24 jam. Oleh karena itu, cacing tanah yang hidup dalam tanah yang kaya bahan organik dapat berfungsi sebagai pemusnah bahan organik dekomposer, dan kascingnya berguna untuk pupuk organik penyubur tanah.

6.2 Saran

Di daerah Dramaga Bogor kelimpahan cacing tanah Pheretima aspergillum dapat dijadikan indikator untuk ketersediaan C-organik dan fosfor di dalam tanah. Dalam hal ini, petani dapat menghemat biaya tidak harus melakukan uji laboratorium terhadap sample tanah untuk mengetahui apakah lahan yang akan digunakan subur atau tidak. Tetapi mereka cukup memperhatikan banyaknya kascing di permukaan tanah sebagai bioindikator besarnya populasi cacing tanah ditempat tersebut, semakin banyak kascing semakin tinggi populasi cacingnya dan kesuburan tanah khususnya kandungan C-organik dan fosfor juga semakin tinggi. DAFTAR PUSTAKA Anwar EK. 2009. Efektivitas Cacing Tanah Pheretima hupiens, Eudrellus sp Dan Lumbricus sp. Dalam Proses Dekomposisi Bahan Organik. Jurnal Tanah Trop. 14 2 : 149-158. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 2009. Data Iklim Darmaga Bogor. Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor. Brata B. 2009. Cacing Tanah Faktor Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangbiakan. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. Brata KR. 1998. Pemanfaatan jerami padi sebagai mulsa vertikal untuk pengendalian aliran permukaan, erosi dan kehilangan unsur hara dari pertanian lahan kering. Jurnal Tanah Lingk., 1 1:21-27. Budiarti A. dan R. Palungkun. 1992. Cacing Tanah: Aneka Cara Budi Daya. Penanganan Lepas Panen, Peluang Campuran Ransum Ternak dan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Catalan GI. 1981. Earthworms a New-Resources of Protein. Philippine Earthworm Center. Philippines. Davies DB, Eagle D and Finney B. 1972. Soil Managemet. Farming Press Limited. Fenton House, Wharfedale Road, Ipswich, Suffolk. Dell’agnola and Nardi. 1987. Hormone-like effect and enhanced nitrate uptake induced by depolycondensed humic fractions obtained from Allolobophora rosea and A. caliginosa faeces. Biol and Fertil Soil. 4: 115-118. Dinata YM. 2009. Perencanaan Lanskap Arboretum Bambu sebagai Obyek Agroedutourism di kampus Institut Pertanian Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Edwards CA and JR Lofty. 1977. Biology of Earthworm. Chapman and Hall. New York. Foth HD. 1994. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan ED. Purbayanti, DR. Lukiwati, R.Trimulatsih. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Foth HD. 1990. Fundamentals of Soil Science. 8 Ed Gaddie RE. and DE. Douglas. 1975. Earthworms for Ecology and Profit. Volume I. Bookworm Publishing Company. Ontario. California. . John Wiley Sons.New York. Handayanto E, 1995. Decomposition rates of legume residues and in an ultisol in Lampung. Agrivita 15 1:75-86. Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta. Haegens RMAP. 2000. Taxonomy, Phylogeny, and Biogeography of Baccaurea, Distichirhops, and Nothobaccaurea Euphorbiaceae. Blumea Suppl 12: 1- 216. Hammer WI. 1981. Soil Conservation Consultant Report Center for Soil Research. LPT Bogor. Indonesia. Hernowo ER. 2009. Pengaruh pemupukan fosfor dan umur potong awal terhadap vigoritas dan kualitas alfalfa Medicago sativa L.. Skripsi. Bogor: Fakultas Peternakan IPB.