Perbaikan Sifat Fisik oleh Aktivitas Cacing Tanah

Cacing tanah juga dapat meningkatkan daya serap tanah terhadap air di permukaan tanah. Pada lubang-lubang yang dibuat cacing di dalam tanah banyak terdapat kasting yang menyebabkan akar tanaman dapat menembus tanah lebih dalam. Lubang-lubang, kasting, dan akar tanaman, secara bersamaan akan melipatgandakan kemampuan tanah dalam menyerap air pada waktu hujan. Akibat selanjutnya persediaan air di dalam tanah akan lebih teratur, sehingga mampu menjamin pertumbuhan tanaman lebih baik. Pertumbuhan tanaman yang baik yang baik akan menyediakan daun-daun tumbuh lebik baik. Daun-daun yang jatuh menjadi humus yang mampu menahan air dalam jumlah yang banyak dan memperbaiki sifat- sifat fisik tanah yang lain Budiarti, 1992. Dua jenis cacing tanah Aporectodea tuberculata dan L. rubellus yang digunakan oleh Zachman, dalam penelitiannya di lapang pada tanah Typic Hapludoll nyata meningkatkan laju infiltrasi. Pada perlakuan tanah diolah, sisa tanaman dicampur, dan diberi cacing Aporectodea tuberculata ataupun L. rubellus dengan populasi 212 indm 2 Sudharto 1986 telah meneliti pengaruh populasi cacing tanah jenis Pherionyx sp. terhadap fisik tanah Haplorthox Citayam. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Pherionyx sp. menurunkan bobot isi tanah, meningkatkan total pori, pori aerasi dan permeabilitas, akan tetapi menurunkan proporsi pori air tersedia. , mampu meningkatkan laju infiltrasi hingga lebih dari empat kali lipat dibandingkan dengan perlakuan yang sama tetapi tanpa cacing. Joschko 1989 menjelaskan bahwa lubang cacing tanah meningkatkan laju infiltrasi melalui dua sebab yaitu dengan peningkatan absolute laju infiltrasi dan dengan bertambah lamanya waktu infiltrasi dengan laju tinggi pada saat awal. Lubang yang dibuat cacing tanah berorientasi vertikal. Hasil penelitian Joschko 1989 menunjukkan bahwa sudut lubang cacing Lumbricus terrestris berkisar dari 60 hingga 90 terhadap permukaan tanah. Akan tetapi lubang tidak lurus, melainkan berbelok-belok dengan sudut belokan sebesar 130 Panjang lubang cacing Lumbricus terrestris hasil pengukuran 34 lubang yang dilakukan oleh Joschko 1989 rata-rata 30,3 cm dengan diameter 9,4 mm. Hasil pengukuran lain yang dilakukan oleh Lamparski 1987, terhadap lubang cacing Lumbricus badensis dan Lumbricus polyphemus, menunjukkan bahwa masing-masing mencapai kedalaman 2,5 dan 1,3 m. Diameter lubang cacing Lumbricus badensis seragam, antara 14-16 mm. Di dekat permukaan tanah, lubang bercabang-cabang menjadi 5-7 lubang di permukaan tanah. Diameter lubang cacing Lumbricus polyphemus bervariasi. Pada kedalaman 15-20 cm diameter lubang berkurang setengah dari diameter lubang di permukaan tanah. . Menurut Joschko 1989 panjang lubang cacing tanah dipengaruhi oleh kepadatan tanah. Pada tanah gembur volume pori 58-60 lubang yang dibuat cacing tanah lebih panjang dibandingkan dengan pada tanah padat volume pori 40- 47 . Dalam penelitian yang dilakukannya, panjang lubang Lumbricus terrestris pada tanah dengan volume pori 40 tidak lebih pendek dibandingkan dengan pada tanah dengan volume pori 47 . Wendi, 1988 dalam Joschko, 1989 menyatakan bahwa tidak ada pengurangan panjang lubang cacing. Lumbricus terrestris pada tanah dengan bobot isi tinggi lebih dari 1,73 gcm 3 atau volume pori 35 . Di pihak lain, Kemper, 1988 dalam Joschko, 1989 menyatakan bawah tanah dengan bobot isi di atas 1,6 gcm 3 tidak akan tertembus oleh cacing tanah.

2.5 Perbaikan Sifat Kimia dan Biologi oleh Aktivitas Cacing Tanah

Dalam aktivitasnya, cacing tanah bukan hanya memperbaiki sifat fisik tanah, melainkan juga sifat kimia dan biologi tanah. Menurut Minnich 1977, aktivitas cacing tanah akan mengangkat unsur hara dari tanah lapisan bawah, menanggulangi pencucian, meratakan unsur hara, membebaskan unsur hara tanaman ke dalam larutan, menetralkan tanah yang terlalu masam atau terlalu alkalin bagi tanaman, dan pada umumnya memperbaiki lingkungan tanah untuk pertumbuhan tanaman dari segala keadaan. Hasil penelitian Tiwari 1989 yang membandingkan sifat-sifat kasting di permukaan tanah dengan tanah Laterit di bawahnya yang diambil pada kedalaman 0- 25 cm, menunjukkan bahwa kandungan N, P, K dan C-organik serta populasi mikroba dan aktivitas enzyme pada kasting lebih tinggi dari tanah Laterit asalnya. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa cacing tanah memegang peranan spesifik dalam pengayaan kandungan N, P, K dan C-organik dalam kasting dan laju mineralisasi dengan peningkatan biomassa mikroba dan aktivitas enzyme. Hasil penelitian di Indonesia yang dilakukan Suwardjo 1981, menunjukkan bahwa kasting memiliki pH, kandungan C, N, P, K serta KPK dan KB lebih tinggi dan kandungan unsur yang berbahaya seperti Mn dan Al jauh lebih rendah dari pada tanah lapisan atas 0-15 cm. Lebih lanjut dijelaskan bahwa peningkatan aktifitas cacing tanah akan sangat membantu perbaikan sifat fisik dan kimia tanah. Di areal padang rumput, penambahan cacing tanah sebanyak 10.000 ekorha mengakibatkan kandungan C dan N pada lapisan 0-20 cm serta mengakibatkan hilangnya serasah pada permukaan tanah. Pada areal tanpa pemberian cacing, kandungan C dan N pada lapisan 0-20 cm lebih rendah dan terdapat serasah di permukaan tanah setebal 2,5 cm. Produksi rumput dengan perlakuan pemberian cacing selalu lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian cacing Hoogerkamp, 1987. Perombakan biologis bahan organik oleh cacing tanah berkaitan dengan ketersediaan hara dan pembentukkan bahan humik Anderson, 1983 dalam Nardi, 1987. Cacing tanah meningkatkan pelepasan N, pelarutan P Mackay, 1983 dalam Nardi, 1987 dan kesuburan tanah melalui pelapukan batuan secara kimiawi. Oleh karena itu pengaruh cacing tanah tidak terbatas pada mineralisasi bahan organik, tetapi hal-hal tersebut semuanya berkaitan dengan pembentukkan bahan humik yang memobilisasi hara dan meningkatkan metabolisme tumbuhan.

2.6 Tumbuhan

Tumbuhan merupakan sumber utama bahan organik tanah. Sedangkan bahan organik merupakan sumber hara tanah dan salah satu faktor pembentuk struktur tanah. Dalam usaha pertanian yang berkelanjutan, usaha mempertahankan bahan organik tanah merupakan salah satu kunci keberhasilan Handayanto, 1995. Tidak hanya kuantitas, kualitas bahan organik juga mempengaruhi laju pertumbuhan cacing tanah Martin, 1992. Meningkatnya laju pertumbuhan cacing tanah diduga berhubungan dengan N yang dapat diasimilasi dari bahan tanaman. Dalam hal ini leguminosa memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput Abbott, 1981 dan Martin, 1992. Serasah daun-daunan juga diangggap sebagai sumber bahan organik yang paling baik bagi cacing tanah karena relatif tinggi kandungan karbohidrat yang dapat diasimilasi dan rendah lignoselulosanya. Serasah tua lebih cepat didekomposisi namun kualitas nutrisinya lebih rendah daripada serasah segar. Selain itu, tumbuhan berfungsi sebagai penutup tanah yang menjaga kelembaban sehingga proses dekomposisi berlanjut lebih cepat untuk menyediakan unsur hara bagi tumbuhan dan tanaman. Di sini, siklus hara berlangsung sempurna, guguran yang jatuh sebagai serasah akan dikembalikan lagi ke pohon dalam bentuk unsur hara yang seperti diketahui telah diuraikan bakteri Miranto, 2000. Kondisi demikian menjadikan ekosistem menjadi lebih tertutup, sehingga membuat keadaan menjadi lebih baik dalam pemeliharaan hara tanah dan kesuburan untuk dapat meningkatkan sistem produktivitas bagi tanaman pokok pada waktu dan rotasi dalam giliran berikutnya.

2.7 Tanah

Tanah adalah bagian dari permukaan bumi yang terbentuk dari bahan induk yang telah mengalami proses pelapukan akibat pengaruh iklim terutama faktor curah hujan, suhu dan pengaruh aktivitas organisme hidup termasuk vegetasi, organisme manusia pada suatu topografi atau relief tertentu dalam jangka waktu tertentu pula. Menurut Hardjowigeno 2003 tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusunnya yang meliputi bahan organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman. Sebagai benda alam, tanah merupakan sistem tiga fase yang selalu berada dalam keseimbangan dinamis. Ketiga fase tersebut adalah fase padat, fase cair dan fase gas, merupakan sistem yang selalu berubah tetapi selalu berada dalam keadaan seimbang. Pada keadaan kering, misalnya rongga yang ditempati udara tanah lebih banyak dibandingkan rongga yang ditempati cairan. Jika tanah tersebut basah baik terjadi akibat pengairan atau hujan, maka rongga yang berisi udara berkurang dan rongga yang berisi cairan bertambah. Jika tanah digemburkan, misalnya dengan pengolahan tanah, maka bagian relatif yang terisi oleh udara bertambah, dan bagian relatif padatan berkurang. Sebaliknya, jika tanah dipadatkan, bagian relatif padatan bertambah, dan bagian relatif udara berkurang. Menurut Soepardi 1983, tanah tersusun dari empat bahan utama yaitu : bahan mineral, bahan organik, air dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah tersebut jumlahnya masing-masing berbeda untuk setiap jenis tanah ataupun setiap lapisan tanah. Pada tanah lapisan atas yang baik untuk pertumbuhan tanaman lahan kering