Jika dilihat dari ketentuan Bank Indonesia maka kedua kelompok bank ini antara Bank BUMN dan Bank Non-BUMN memiliki CAR yang
ideal yaitu di atas ketentuan minimum Bank Indonesia sebesar 8. Untuk standar deviasi sebesar 2,68 yang lebih kecil daripada nilai rata-
rata mean, menunjukan bahwa data CAR tersebut cukup baik. Pada Tabel 8 uji statistik independent sample t-test, pada F
hitung menunjukkan nilai 1,391 dengan probabilitas 0,243. Probabilitas 0,243 lebih besar daripada tingkat signifikansi 5, maka
0,243 0,05 dapat dinyatakan H0 diterima atau dikatakan kedua varian adalah sama.
Bila kedua varian sama, maka selanjutnya melihat t hitung menggunakan dasar equal variance assumed
diasumsi kedua varian sama. t hitung bernilai 0,377 dengan probabilitas 0,707. Probabilitas
lebih besar daripada tingkat signifikansi 5, maka 0,707 0,05 dapat dinyatakan H0 diterima atau dikatakan bahwa kinerja rata-rata Rasio CAR
pada Bank BUMN dan non-BUMN tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
4.2.4 Analisis Rasio NPL Non-Performing Loan
Rasio ini merupakan tolak ukur yang penting pada perbankan karena memperlihatkan kualitas pada pengelolaan penyaluran kredit
perbankan. NPL merupakan hasil perbandingan antara kredit yang bermasalah terhadap total kredit yang diberikan. Semakin tinggi nilai
NPL maka semakin buruk kualitasnya serta sebaliknya. Standar ketentuan NPL Bank Indonesia adalah sebesar maksimal 5 atau
ketentuan peringkat standar sebesar 3-6 Surat Edaran Bank Indonesia no.623DPNP tanggal 31 Mei 2004.
Hidup matinya suatu bank sangatlah dipengaruhi oleh jumlah banyak kredit yang disalurkan. Artinya semakin banyak kredit yang
disalurkan, semakin besar pula perolehan laba dari bidang kredit. Dalam praktiknya banyaknya jumlah kredit harus memperhatikan
kualitas kredit tersebut. Artinya, semakin berkualitas kredit yang diberikan atau memang layak untuk disalurkan, akan memperkecil
risiko terhadap kemungkinan kredit tersebut bermasalah. Dalam hal ini prinsip kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit perlu
memperhatikan kualitas kredit. Kredit yang jumlahnya banyak akan mengakibatkan kerugian apabila kreidt yang disalurkan tersebut tidak
berkualitas dan mengakibatkan kredit tersebut bermasalah Kasmir, 2008.
Tabel 9. Rasio NPL
Rasio NPL Nama Bank
2007 2008
2009 2010
2011 Rata-Rata Mandiri
1,32 0,97
0,32 0,54
0,50 0,73
BRI 0,88
0,85 1,08
0,74 0,42
0,79 BNI
4,00 1,70
0,80 1,10
0,50 1,62
BTN 2,81
2,66 2,75
2,66 2,23
2,62 Rata-Rata Bank
BUMN 2,25
1,55 1,24
1,26 0,91
1,44 BCA
0,15 0,14
0,12 0,24
0,22 0,17
CIMB Niaga 1,94
1,42 1,05
1,92 1,46
1,56 Danamon
1,04 1,31
2,38 0,00
0,15 0,98
Panin 1,76
2,15 1,60
2,68 0,92
1,82 Permata
1,50 1,10
1,50 0,70
0,60 1,08
BII 2,23
2,00 1,58
1,74 1,10
1,73 Bank Mega
1,05 0,79
1,70 0,74
0,71 1,00
NISP 2,20
1,62 1,44
0,94 0,59
1,36 Rata-rata Bank
Non-BUMN
1,48 1,32
1,42 1,12
0,72 1,21
Rata-rata NPL 1,29
Sumber: Data diolah 2013 Rasio NPL di Tabel 9 menggunakan rasio NPL neto berupa
NPL setelah dikurangi penyisihan kerugian minimum sesuai dengan peraturan Bank Indonesia dibagi dengan jumlah kredit yang diberikan.
semakin buruk NPL-nya maka semakin besar penyisihan kerugian minimum yang harus ditetapkan. BCA merupakan bank dengan NPL
terendah atau dengan kata lain kinerja terbaik dari sisi NPL pada Bank Non-BUMN maupun rata-rata NPL total di industri dengan rata-rata
nilai NPL sebesar 0,17 dengan perolehan konsisten di bawah 1 selama kurun waktu 5 tahun. Hal ini dikarenakan jumlah kredit
bermasalah tetap terjaga dan tidak berubah signifikan di tahun 2010 dan tahun 2011 bernilai 989 miliar rupiah dan 988 milyar rupiah tetapi
ada perubahan jumlah kredit meningkat dari tahun 2010 berjumlah 153.965 miliar rupiah menjadi 202.269 miliar rupiah pada tahun 2011.
Nilai NPL tersebut mencerminkan BCA sangat baik dalam pengawasan yang efektif sehingga dapat menjaga kualitas aset dan
mengelola kredit dengan baik serta sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit kepada nasabah peminjam. Pada lain hal, dengan
semakin meminimalkan atau rendah kredit bermasalah, maka dapat menghindari kerugian yang besar dikemudian hari sehingga dapat
mendapatkan laba yang lebih besar. Dari tahun 2010 hingga tahun 2011, terlihat semua rasio NPL
pada 12 bank mengalami penurunan. Hal itu menunjukan bahwa penurunan tersebut karena membaiknya manajemen resiko pada
perbankan Bank BUMN dan Bank Non-BUMN serta perbankan dapat melakukan upaya restukturisi aset terhadap kredit-kredit bermasalah
agar dapat menekan rasio kredit-kredit bermasalah. Salah satu faktor lainya adalah perbankan dapat menjaga kualitas aset kredit dengan
semakin selektifnya penyaluran kredit perbankan. NPL Kelompok Bank BUMN dengan nilai terendah adalah
Bank Mandiri dengan nilai NPL rata-rata selama 5 tahun sebesar 0,73. Pada tahun 2011 NPL Bank Mandiri sebesar 0,50 dengan
jumlah kredit bermasalah sebesar 1.871.789 juta rupiah. Sedangkan pada penyaluran kredit, terjadi tren peningkatan jumlah kredit yang
diberikan dari tahun 2009 sebesar 184.756.099 juta rupiah, tahun 2010 sebesar 232.545.259 juta rupiah hingga pada tahun 2011 mencapai
sebesar 298.988.258 juta rupiah. Terlihat pada Tabel 9 NPL Bank Mandiri mengalami tren yang terus menurun. Hal ini sangat positif
mencerminkan bahwa Bank Mandiri secara historis dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dapat menjaga kualitas kreditnya dengan
tetap menciptakan kredit baru sesuai dengan kondisi keuangan peningkatan penyaluran kredit tersebut yang dicapai Bank Mandiri.
NPL tertinggi dimiliki oleh Bank BTN sebesar 2,62 dan merupakan NPL paling tinggi di Bank BUMN dan rata-rata total NPL
industri. Nilai kredit bermasalah bersih sedikit meningkat di tahun 2011 sebesar 1.374.473 juta rupiah dari tahun 2010 sebesar 1.312.775
juta rupiah dan jumlah kredit yang diberikan meningkat dari 48.702.920 juta rupiah di tahun 2010 menjadi 59.337.756 juta rupiah
pada tahun 2011. Hal ini menyebabkan NPL BTN tetap berada pada kisaran 2 dan pada tahun 2010 sedikit turun dari 2,66 menjadi
2,23. Terlihat bahwa terhadap jumlah kredit yang diberikan, masih cukup banyaknya keterlambatan pada profil pembayaran pinjaman
sebagai salah satu faktor NPL yang lebih tinggi dari bank lain walaupun massih di bawah batas aman dari bank indonesia sebesar
maksimal 5. Untuk itu Bank BTN perlu menyempurnakan lagi sistem dalam menjaga kualitas aset kreditnya. Salah satu sistem
penyelamatan kredit yang akan dibangun oleh Bank BTN Laporan tahunan BTN, 2011 adalah dengan membentuk dan memperkuat titik
pembinaan kredit di tiap wilayah penyalur kredit dan menambah jaringan serta tenaga terampil di tiap wilayah penyaluran. Pada hal
lain, Bank BTN merupakan Bank pemerintah yang kegiatan usahanya fokus pada Kredit Perumahan Rakyat KPR. Bank BTN di sektor
KPR bersubsidi. Sepanjang 2011, Bank BTN berhasil menyalurkan KPR bersubsidi sebesar Rp 5,53 triliun, atau sebanyak 98.455 unit
perumahan. Bila dibandingkan dengan KPR bersubsidi di 2010, penyaluran ini lebih tinggi 19,11. Di samping itu, Bank BTN masih
tetap memimpin pasar KPR bersubsidi dengan pangsa pasar 99. NPL rata-rata kelompok Bank Non-BUMN tertinggi dimiliki
oleh Bank Panin dengan nilai rasio NPL sebesar 1,82, jauh di atas NPL rata-rata Bank Non-BUMN sebesar 1,21. Hal ini disebabkan
NPL pada tahun 2008 dan 2010 berada di atas kisaran 2. Secara persentase NPL Bank Panin mengalami penurunan, total kredit
bermasalah mengalami kenaikan yaitu dari Rp 2.429 miliar pada akhir 2010 menjadi Rp 2.444 miliar di akhir 2011. Penurunan presentase
tersebut dikarenakan pertumbuhan kredit yang cukup tinggi sebesar 24 atau Rp 13.396 miliar. Persentase NPL Bank masih berada dalam
batas normal yang ditentukan oleh BI, yakni di bawah limit maksimum NPL sebesar 5. Jumlah kredit bermasalah diupayakan terus ditekan
melalui sistem dan prosedur penanganan kredit bermasalah, termasuk prosedur pelaksanaan restrukturisasi kredit serta pembentukan satuan
kerja di kantor cabang dan kantor pusat yang secara khusus bertugas menangani dan mencari solusi atas penyelesaian kredit bermasalah
Laporan Tahun Bank Panin, 2011. NPL Bank BUMN sebesar 1,44 lebih baik atau lebih tinggi
dari rata-rata NPL total industri sebesar 1,29 dikarenakan tingginya NPL Bank BTN yang mencapai angka di atas 2. Untuk NPL Bank
Non-BUMN dengan nilai sebesar 1,21 lebih baik daripada nilai NPL Bank BUMN sebesar 1,44. Hal ini menunjukan secara keseluruhan
rata-rata Bank Non-BUMN memiliki kredit bermasalah yang lebih sedikit atau tingkat kualitas kreditur yang lebih baik pada aspek
kualitas aktiva produktif dibandingkan dengan Bank BUMN.
4.2.5 Uji Statistik Rasio NPL