Kesejahteraan Masyarakat Evaluasi Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) LMDH Wana Bumi Tirta Makmur, Desa Banjaranyar, BKPH Margasari, KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

kemitraan. LMDH memiliki hak kelola di petak hutan pangkuan di wilayah desa dimana LMDH itu berada, bekerjasama dengan Perum Perhutani dan mendapat bagi hasil dari kerjasama tersebut. Dalam menjalankan kegiatan pengelolaan hutan, LMDH mempunyai aturan main yang dituangkan dalam Anggaran Dasar AD dan Anggaran Rumah Tangga ART. Dalam pedoman PHBM Perhutani 2009, Lembaga Masyarakat Desa Hutan LMDH adalah lembaga masyarakat desa yang berkepentingan dalam kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat, yang anggotanya berasal dari unsur lembaga desa dan atau unsur masyarakat yang ada di desa tersebut yang mempunyai kepedulian terhadap sumberdaya hutan.

2.5 Persepsi

Menurut Muchtar 1998 dalam Cindera 2012, persepsi adalah proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu obyek atau peristiwa yang diinformasikan, sehingga seseorang dapat memandang, mengartikan dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan keadaan dirinya dan lingkungannya dimana ia berada, sehingga ia dapat menentukan tindakannya. Persepsi manusia akan berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang muncul dari diri pribadi yang dapat mempengaruhi pola pikirnya terhadap suatu obyek atau permasalahan tertentu. Persepsi merupakan produk atau hasil proses psikologi yang dialami seseorang setelah menerima stimuli, yang mendorong tumbuhnya motifasi untuk memberikan respon atau melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan. Persepsi dapat berupa kesan panafsiran atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh Sudrajat 2003.

2.6 Kesejahteraan Masyarakat

Kesejahteraan pedesaan menurut Mosher 1974 dalam Furi 2007 merupakan tingkat kepuasan bagi penduduk pedesaan dan tidak mencakup sumbangan-sumbangan yang menyenangkan bagi masyarakat pedesaan dari pihak luar, baik pemerintah maupun swasta . Empat aspek kesejahteraan pedesaan yakni: 1. Tingkat kehidupan fisik keluarga pedesaan, yang sangat bergantung pada penghasilan keluarga dan berarti bergantung pada perkembangan pertanian. 2. Kesejahteraan dan kegiatan-kegiatan bersama di desa, yaitu ketentraman dan kegiatan kelompok yang meliputi hukum dan ketertiban, pendidikan, kesehatan, dan kegiatan kelompok informal. 3. Kesempatan untuk ikut serta mengambil bagian dalam peristiwa-peristiwa kekeluargaan dan kemasyarakatan. 4. Peraturan-peraturan dan Undang-undang yang mengurus tentang hak-hak manusia atas penggunaan tanah Kesejahteraan merupakan hal yang mempunyai keterkaitan dengan kemiskinan. Garis Kemiskinan yang paling dikenal ialah garis kemisikinan Sajogyo. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan, mengacu kepada garis kemiskinan Sajogyo 1971 dalam BPS 2008. Dengan menghitung tingkat pengeluaran ekuivalen beras per orang per tahun kg pada pedesaan, dengan kriteria sebagai berikut yang tersaji pada Tabel 1 : Tabel 1 Kriteria tingkat kemisikinan menurut Sajogyo Nilai tingkat pengeluaran ekuivalen beras Kriteria per orang per tahun kg 320 Tidak Miskin TM 241-320 Miskin M 181-240 Miskin Sekali MS 0-180 Paling Miskin PS Tetapi dalam menentukan tingkat kemiskinan, hanya dibutuhkan satu garis kemiskinan yaitu garis yang memisahkan kriteria miskin dan tidak miskin, garis kemiskinan tersebut yaitu 320, dimana jika nilai tingkat pengeluaran ekuivalen beras per or ang per tahun kg ≤ 320 maka dikategorikan miskin, namun apabila nilai tingkat pengeluaran ekuivalen beras per orang per tahun kg 320 maka dikategorikan tidak miskin. Pendekatan lain dalam mengukur tingkat kemiskinan responden adalah pendekatan menggunakan indikator Upah Minimum Regional UMR Kabupaten Tegal, dimana diketahui batas dalam mengukur tingkat kemiskinan masyasrakat Kabupaten Tegal dilihat dari pendapatan yang didapatkan perbulannya yaitu sebesar Rp 780.000,00 maka jika pendapatan seseorang perbulannya dibawah batas yang telah ditentukan dapat dikatakan miskin, namun sebaliknya apabila pendapatan seseorang perbulannya diatas nilai yang telah ditentukan, maka dapat dikatakan tidak miskin. Menurut BPS 2008, indikator kesejahteraan adalah sebagai berikut: 1. Kependudukan Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi, distribusi penduduk merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan. Oleh sebab itu, untuk menunjang keberhasilan pembangunan nasional dalam penanganan masalah kependudukan, pemerintah tidak saja mengarahkan pada upaya pengendalian jumlah penduduk, tetapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Selain itu, program perencanaan pembangunan sosial di segala bidang harus mendapat prioritas utama yang berguna untuk peningkatan kesejahteraan penduduk. 2. Kesehatan dan gizi Salah satu aspek penting kesejahteraan adalah kualitas fisik penduduk yang dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk dengan menggunakan indikator utama angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Selain itu, aspek penting yang turut mempengaruhi kualitas fisik penduduk adalah status kesehatan yang antara lain diukur melalui angka kesakitan atau status gizi. 3. Pendidikan Indikator ini merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek sekaligus objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Faktor kemiskinan merupakan salah satu faktor yang meyebabkan belum semua anak Indonesia dapat menikmati kesempatan pendidikan dasar. Berdasarkan hal tersebut, dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi pendidikan yang dicapai suatu masyarakat, maka dikatakan masyarakat tersebut semakin sejahtera. 4. Ketenagakerjaan Indikator ini merupakan salah satu aspek penting yang tidak hanya untuk mencapai kepuasaan tetapi juga untuk memenuhi perekonomiaan rumah tangga dan kesejahteraan seluruh masyarakat. 5. Taraf dan pola konsumsi. Jumlah penduduk miskin merupakan indikator yang cukup baik untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat. Aspek lain yang perlu dipantau berkenaan dengan peningkatan pendapatan penduduk tersebut adalah bagaimana pendapatan tersebut terdistribusi diantara kelompok penduduk. Indikator distribusi pendapatan, walaupun didekati dengan pengeluaran akan memberikan petunjuk aspek pemetaan yang telah tercapai. Data pengeluaran pun mengungkapkan tentang pola konsusmsi rumah tangga secara umum dengan menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan. 6. Perumahan dan lingkungan. Rumah tangga dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan bagi pemiliknya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, dapat diasumsikan semakin sejahtera rumah tangga yang menempati rumah tersebut. Berbagai fasilitas yang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan tersebut antara lain dapat dilihat dari luas lantai rumah, sumber air minum, fasilitas buang air besar rumah tangga, dan tempat penampungan kotoran akhir jamban. 7. Sosial dan budaya Pada umumnya semakin banyak seseorang memanfaatkan waktu luang untuk melakukan kegiatan sosial budaya maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki tingkat kesejahteraan yang semakin meningkat. Pembahasan mengenai sosial budaya lebih difokuskan pada kegiatan sosial budaya yang mencerminkan aspek kesejahteraan, seperti melakukan perjalanan wisata dan akses pada informasi dan hiburan, yang mencakup menonton televisi, mendengarkan radio, dan membaca surat kabar. BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Dokumen yang terkait

Implementasi Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Perum Perhutani Unit II Di Desa Sumbersalak Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember

0 5 7

IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PERUM PERHUTANI UNIT II DI DESA SUMBERSALAK KECAMATAN LEDOKOMBO KABUPATEN JEMBER (STUDI KASUS DI LMDH WANA ASRI SUMBER SALAK)

1 5 15

Partisipasi Masyarakat dalam Progratn Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat: Kasus di Wana Wisata Curug Cilember RPH Cipayung, BKPH Bogor, KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat

0 8 78

Tinjauan Penyelenggaran Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) : Studi Kasus di RPH Leuwiliang, BKPH Leuwiliang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit 111 Jawa Barat

0 2 113

Analisis gender dalam kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) kasus di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

2 19 56

Efektivitas kolaborasi antara perum perhutani dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan kasus PHBM di KPH Madiun dan KPH Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 32 102

Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah

1 41 109

Persepsi dan partisipasi masyarakat desa sekitar hutan terhadap sistem PHBM di Perum Perhutani (Kasus di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat)

1 13 177

Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 9 114

PEMBERIAN HAK KELOLA LAHAN OLEH PERHUTANI KEPADA MASYARAKAT DESA HUTAN MELALUI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI PERUM PERHUTANI KPH BLORA.

0 0 1